Anda di halaman 1dari 32

KOMPLIKASI TUBERKULOSIS PARU

Cara penularan TB yang paling banyak ialah melalui saluran napas, meskipun cara lain
masih mungkin. Kuman TB yang masuk alveol akan ditangkap dan dicerna oleh makrofag. Bila
kuman virulen, ia akan berbiak dalam makrofag dan merusak makrofag; makrofag yang rusak
mengeluarkan bahan kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari peredaran darah dan
membentuk tuberkel kecil. Aktivasi makrofag yang berasal dari darah dan membentuk tuberkel
ini dirangsang oleh limfokin yang dihasilkan dari sel T limfosit.
Kuman yang berada di alveol membentuk fokus Ghon, melalui saluran getah bening
kuman akan mencapai kelenjar getah bening di hilus dan membentuk fokus lain (limfadenopati).
Fokus Ghon bersama dengan limfadenopati hilus disebut primer kompleks dan Ranke.
Selanjutnya kuman menyebar melalui saluran limfe dan pembuluh darah dan tersangkut di
berbagai organ tubuh; jadi TB primer merupakan suatu infeksi sistemik.
Komplikasi
tuberkulosis
paru

umumnya

terjadi

pada

lanjut,

pasien tanpa

fase

pengobatan
maupun

kekambuhan.Untuk komplikasi paru biasanya diakibatkan perkembangan proses patologi yang

terjadi secara terus menerus sehingga meningkatkan keparahan penyakit. Komplikasi


tuberkulosis paru meliputi komplikasi paru, komplikasi ekstra paru dan cor pulmonal.
Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas.
Komplikasi ekstra paru dibagi menjadi:
TBC ekstra paru ringan: TBC kelenjar Limphe, Pleuritis dengan eksudativa unilateral,
efusi pleura, tulang ( kecuali tulang belakang ), sendi , dan kelenjar adrenal.
TBC ekstra paru berat : meningtis , millier, perikarditis, peritionitis, pleuritis eksudativa

duplex, TBC tulang belakang , TBC Usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
Komplikasi cor pulmonal.

KOMPLIKASI PARU
Atelektasis
Gangguan pada system pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortaliats. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kelainan paru bawaan atau congenital, infeksi
pada saluran pernapasan sering terjadi dibandingkan dengan infeksi pada system organ tubuh
lain.
Meskipun atelektasis sebenarnya bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitannya dengan
penyakit parenkim paru. Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru-paru yang
tidak sempurna dan menerangkan arti bahwa alveolus pada bagian paru-paru yang terserang
tidak mengandung udara dan kollaps.
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis. Pada
umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma, neoplasma, asma dan
penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan lain-lain jarang
menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah

atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang
cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut akan
menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup dan mungkin pula normal bila
terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari
satu lobus, bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan
adanya perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin
batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi.
Etiologi atelektasis merupakan akibat suatu kelainan paru yang dapat disebabkan :

Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus seperti tumor bronkus,
benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan penyumbatan bronkus akibat panekanan dari
luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.

Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah, cairan pleura,


peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti tumor
mediastinum.

Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak
sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas
yang terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan
menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis.

Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang menahan rasa
sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat
memperberat terjadinya atelektasis.

Hemoptisis
Batuk darah (hemoptysis)adalah ekspektorasi darah atau dahak yang bercampur darah
yang berasal dari saluran nafas dibawah glotis. Batuk darah masif merupakan keadaan gawat
dalam bidang kedokteran, dan tidak ada kegawatan penyakit paru yang lebih dramatis dan
mengerikan dari batuk darah masif.

Penyebab terbanyak batuk darah masif adalah tuberkulosis paru. Perdarahan dapat timbul
karena pecahnya suatu aneurisma pada dinding kavitas yang disebut "Rassmussens aneurisma ".
Penyebab lain terjadinya perdarahan ialah ulserasi pada dinding kavitas yang baru terbentuk
dimana penuh dengan jaringan granulasi yang kaya dengan pembuluh darah dan juga dapat
disebabkan ulserasi pada mukosa bronkhus. Kecuali tuberkulosis paru, penyakit-penyakit lain
yang dapat menyebabkan batuk darah masif ialah: Bronkiektasis, abses paru, karsinoma paru,
pneumonia baktenal kadang-kadang mitral stenosis dan lain-lain.
Batuk darah masif dapat merenggut nyawa penderita oleh karena :
1.Asfiksia.
2. Kehilangan darah banyak dalam waktu singkat.
3. Penyebaran penyakit kebagian-bagian paru yang sehat.
Di dalam kepustakaan, kriteria batuk darah masif masih terdapat perbedaan pada tiap
sentrum Rumah Sakit, terutama dalam hal menentukan berapa jumlah darah yang dikeluarkan
dalam periode waktu tertentu. Kriteria yang paling banyak dipakai ialah kriteria Busroh, 1978:
1. Bila penderita batuk darah kurang lebih 600 cc dalam 24 jam, dan dalam pengamatan
batuk darah tidak berhenti.
2. Bila penderita batuk darah kurang dari 600 cc per 24 jam tetapi lebih dari 250 cc per 24
jam. Kadar HB kurang dari 10 gr%, sedangkan batuk darah berlangsung terus.
3. Batuk darah kurang dari 600 cc tetapi lebih dari 250 cc per 24 jam pada pemeriksaan HB
lebih dari 10 gr%, dari pengamatan selama 48 jam ternyata batuk darah tidak berhenti.

Fibrosis
Fibrosis Pulmoner adalah pembentukan jaringan parut, penebalan dan peradangan pada
jaringan paru.
Fibrosis paru dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, terutama yang berkaitan dengan
kelainan sistem kekebalan. Walaupun banyak penyebab yang mungkin, tetapi pada 50%
penderita penyebabnya tidak pernah diketahui.
Penyebab
Fibrosis pulmoner adalah suatu penyakit pada saluran pernafasan bagian bawah yang
menyebabkan menurunnya fungsi alveolar (kantong udara) dan terbatasnya pertukaran oksigen
dari udara ke darah.
Di dalam jaringan paru terjadi peradangan dan penimbunan jaringan parut yang luas.
Kerusakan

pada

jaringan

paru

terjadi

sebagai

akibat

dari

respon

peradangan.

Penyakit ini paling sering ditemukan pada usia 50-70 tahun, hampir 75% penderitanya
merupakan perokok sigaret.
Gejala
Gejalanya berupa:
- sesak nafas setelah melakukan aktivitas, yang berlangsung selama beberapa bulan atau tahun;
pada akhirnya sesak juga akan dirasakan pada saat penderita sedang beristirahat.
- mudah lelah
- batuk, biasanya tanpa dahak
- nyeri dada (kadang-kadang).
Pada stadium lanjut, sekeliling mulut atau kuku jari tangan penderita tampak kebiruan
(sianosis) karena kekurangan oksigen. Bisa ditemukan clubbing fingers (ujung jari tangan
membengkak, seperti tabuh genderang/pentungan).
Pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop menunjukkan suara pernafasan ronki kering.
Pemeriksaan penunjang lainnya:
Rontgen dada (bisa menunjukkan jaringan parut dan pembentukan kista di paru-paru,

tetapi kadang gambarannya normal, meskipun gejalanya berat)


CAT scan dada resolusi tinggi
Tes fungsi paru (menunjukkan penurunan kemampuan paru-paru dalam menahan udara)
Bronkoskopi disertai biopsi paru transbronkial
Analisa gas darah (menunjukkan kadar oksigen yang rendah).

Bronkiektasis
Bronkiektasis (Bronchiectasis)adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi) abnormal
dari saluran pernafasan yang besar. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat
terjadi melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai
dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya.
Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua tempat.
Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran
sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering membentuk jaringan
parut dan menyempit.
Kadang-kadang bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi
pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya respon
imunologis terhadap jamur Aspergillus). Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari
beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran
pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel

yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri
dari:
- sel penghasil lendir
- sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel dan
lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan
- sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh, melawan
organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang
rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan.
Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan sistem
pertahanan untuk dinding bronkus.
Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan kronis,
dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat. Ketegangan dinding bronkus yang
normal juga hilang. Area yang terkena menjadi lebar dan lemas dan membentuk kantung yang
menyerupai balon kecil. Penambahan lendir menyebabkan kuman berkembang biak, yang sering
menyumbat bronkus dan memicu penumpukan sekresi yang terinfeksi dan kemudian merusak
dinding bronkus.
Peradangan dapat meluas ke kantong udara kecil (alveoli) dan menyebabkan
bronkopneumonia,

jaringan

parut

dan

hilangnya

fungsi

jaringan

paru-paru.

Pada kasus yang berat, jaringan parut dan hilangnya pembuluh darah paru-paru dapat melukai
jantung.
Peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding bronkus juga dapat
menyebabkan batuk darah. Penyumbatan pada saluran pernafasan yang rusak dapat
menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.
Etiologi
1. Infeksi, misalnya tuberkulosis.
2. Kelainan heriditer atau kelainan konginetal
3. Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
4. Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan, atau
penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.
Tanda dan gejala biasa hampir mirip dengan penyakit infeksi pernapasan, berupa:
1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari,setelah tiduran dan
berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama
sekali ( Bronkiektasis ringan )

3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai
demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah
badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan
batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
Pneumotoraks
Pneumotoraks ialah suatu keadaan, di mana terdapat udara di dalam rongga pleura yang
mengakibatkan kolaps jaringan paru.
Di dalam praktek sehari-hari, dokter sering menerima penderita dengan keluhan sakit
dada, sesak nafas, dan batuk-batuk. Banyak penyakit yang dapat menimbulkan keluhan di
atas, baik penyakit jantung maupun penyakit paru. Penyakit paru yang mempunyai keluhan
utama seperti itu antara lain pneumotoraks.
Pneumotoraks, terutama pneumotoraks ventil dapat menimbulkan darurat gawat, bahkan
dapat mengakibatkan penderita meninggal dunia. Oleh karena itu, bilamana di dalam praktek kita
menerima penderita dengan keluhan utama sakit dada, sesak nafas, dan batuk-batuk, kita jangan
lupa memikirkan ke arah diagnosis pneumotoraks ventil.
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah menderita
penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma
kistafibrosis dan karsinoma bronkus biasanya di kenal dengan pneumotoraks spontan sekunder.
Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang
diameternya tidak lebih dari 1 --2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan
sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh karena
adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke
lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini
belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya.
1) Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan
membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.

2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan. Mekanisme ini tidak dapat
menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu penderita sedang
istirahat.

Dengan pecahnya bleb yang terdapat


di bawah pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah
fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai
ventil.
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk,
disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas
ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat.
Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan
apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang
minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat.
Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru yang
terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit
bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam
waktu satu sampai empat hari.
Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru
lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat
terjadi bersama-sama atau sendiri-sendiri, bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak
mempunyai keluhan sama sekali.

Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin
hebat, penderita gelisah, sianosis,akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah
akibat penekanan udara pada pembuluh darah di mediastinum.
a) Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk-batuk, sianosis serta
iktus kordis tergeser kearah yang sehat.
b) Palpsi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar Stemfremitus melemah, trakea
tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.
c) Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d) Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.
Gagal napas
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paruparu tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam
sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia).
Etiologi
1. Depresi Sistem saraf pusat
2. Kelainan neurologis primer
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
4. Trauma
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh
mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan
gagal nafas.
6. Penyakit kardiovaskular
7. Pasca bedah toraks, laparotomi tinggi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang
timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan

penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal
nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital
adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah
batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan
anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
denganefek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
Tiga mekanisme patologi yang mendasari terjadinya gagal nafas akut, yaitu
Hipoventilasi
Hipoventilasi didefinisikan sebagai keadaan dengan kadar CO2 arteri lebih dari 45 mmHg
akibat berkurangnya udara yang mencapai alveolus, dengan perkataan lain ventilasi alveolus
menurun. Ventilasi alveolus = (isi pasang surut-ruang rugi) X laju nafas. Hipotensi dapat
terjadi akibat obstruksi jalan nafas, gangguan neuromuskulus, depresi pernafasan.
Gangguan difusi
Gangguan difusi gas terjadi akibat penebalan membran alveolus kapiler, misalnya pada
keadan fibrosis interstitial, pneumonia interstitial, penyakit kolagen seperti skleroderma,
penyakit membran hialin.Kapasitas difusi CO2 adalah 20 kali lebih besar dari kapasitas
difusi O2, sehingga pada gangguan difusi gejala yang pertama kali timbul adalah
hipoksemia, biasanya diikuti oleh kompensasi berupa hiperventilasi berakibat PaCO2
menjadi rendah, apabila kompensasi tersebut gagal maka PaCO2 menjadi normal atau tinggi.
Jadi keadaan hipoksemia dapat disertai hipokarbia, normokarbia, atau hiperkarbia.
Sebaliknya bila hiperkarbia hampir selalu diikuti hipoksemia (pada suhu kamar).
Pintasan intra pulmoner, ruang rugi dan gangguan perbandingan ventilasi perfusi (V/G
mismatch)

Pintasan intra pulmoner diartikan sebagai darah yang memperfusi paru tidak mangalami
pertukaran gas karena alveolusnya tidak terventilasi, misalnya pada atelektasis. Ruang rugi
merupakan keadaan yang sebaliknya yaitu alveolus yang berventilasi tidak dapat melakukan
pertukaran gas berhubung bagian paru tersebut tidak diperfusi oleh darah, contohnya pada
emboli paru.
Pada paru normal perbandingan ventilasi atau perfusi adalah 0,85. pada gangguan ventilasi
atau perfusi perbandingan tersebut dapat menjadi besar, contohnya pada paru yang
mengalami hipoperfusi misalnya pada renjatan, sebaliknya pada keadaan obstruksi parsial
atau asma, ada bagian paru yang mengalami hipoventilasi sehingga perbandingan ventilasi
atau perfusi menjadi kecil.

Tanda
Gagal nafas total
Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
Adanya kesulitasn inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
Ada retraksi dada
Gejala klinis
Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
Batuk dan berdahak

KOMPLIKASI EKSTRA PARU


TBC Kelenjar Getah Bening
Limfadenitis (infeksi kelenjar getah being) sendiri disebabkan oleh berbagai infeksi dari
berbagai organisme, seperti bakteri, virus, protozoa, riketsia, dan jamur. Untuk penyebarannya ke
kelenjar getah bening melalui infeksi pada kulit, hidung, telinga, dan mata.
Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh
tubuh. Kelenjar ini mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman
kuman / bakteri bakteri yang masuk kedalam badan dan barier pula untuk sel sel tumor ganas
( kanker ). Di samping itu bertugas pula membentuk sel-sel limfosit darah tepi.

Limfadenitis Tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau lebih kelenjar getah bening.
Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkolosis luar. Begitu juga dengan limfadenitis, penyakit
ini ditandai benjolan pada bagian leher penderitanya.
Siklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk melalui makanan ke rongga
mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfa di leher, sering tanpa tanda TBC paru. Kelenjar
yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar di
dekatnya satu demi satu terkena radang yang khas dan dingin ini. Di samping itu, dapat terjadi
juga perilimfadenitis sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain berbentuk massa. Bila
mengenai kulit, kulit akan meradang, merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya
menipis dan jebol, mengeluarkan bahan keperti keju. Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat
dengan tepi membiru dan menggangsir, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat
sembuh dan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbintil-bintil. Suatu saat tukak
meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi, demikian berulang-ulang. Kulit seperti
ini disebut skrofuloderma.
Limfadenitis sendiri disebabkan oleh berbagai infeksi dari berbagai organisme, seperti
bakteri, virus, protozoa, riketsia, dan jamur. Untuk penyebarannya ke kelenjar getah bening
melalui infeksi pada kulit, hidung, telinga, dan mata. Selain itu, gejala untuk menganalisa apakah
terkena penyakit ini adalah kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar dan
jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tekan,
dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan
menyerupai daging tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk memastikan apakah
gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu adanya pengangkatan
jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.
Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis. Limfadenitis ini terjadi ketika
penderita mengalami infeksi kronis, misal pada
kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis
akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
leher (limfadenitis). Pembesaran di sini ditandai
oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak
nyeri.
Pembesaran kronis yang spesifik dan
masih

banyak

di

Indonesia

adalah

akibat

tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah benng, padat /
keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan
seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri seperti abses
banal. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus
menerus sehingga seperti fistula.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar
dan konglomerasi sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck. Pada keadaan seperti ini
kadang-kadang sulit dibedakan dengan limfoma malignum. Limfadenitis tuberkulosa diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak disertai oleh tuberkulosa
paru.
Bakteri dalam tubuh memang ada yang menguntungkan namun juga ada pula yang
merugikan. Nama-nama bakteri yang masuk dalam kategori bakteri penyebab limfadenitis adalah
Streptokokus beta hemolitikus. Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila
berhubungan dengan caries dentis (gigi berlubang) dan penyakit gusi. Difteri, Hemofilus
influenza tipe b jarang menyebabkan hal ini. Bartonella henselae, mikrobakterium atipik dan
tuberkulosis dan toksoplasma.
Efusi Pleura (Pleuritis)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam
rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,
kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan
penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit
sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis.
Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan
normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim
paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak,
diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas
antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru.

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada
pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi
keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml
(pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat
sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya
meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya
keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem limfatik dan
vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di
sekitar sel-sel mesothelial.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan
pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena
obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan
masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi
cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena
untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan
cairan limfe.
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk
menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura.
Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat
atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan
eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan,

pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini,
sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal
PARAMETER
Warna

TRANSUDAT
Jernih

BJ
Jumlah set
Jenis set
Rivalta
Glukosa
Protein
Rasio protein T-

< 1,016
Sedikit
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (= GD

EKSUDAT
Jernih, keruh,
berdarah

E/plasma
LDH

plasma)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl

Rasio LDH T-

< 0,6

< 1,016
Banyak (> 500
sel/mm2)
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl
(bervariasi)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl

E/plasma
< 0,6

Efusi pleura berupa:


a. Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan
efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat
dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala
perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus
dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang
berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab
dapat

merupakan

bakteri

aerob

maupun

anaerob

(Streptococcus

paeumonie,

Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,


Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika

ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari
rongga pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi
timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus
subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya
focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang
yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat
badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,
kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang
tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :

Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran
kapiler.

Invasi

tumor

ke

kelenjar

limfe

paru-paru

dan

jaringan

limfe

pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik


sirkulasi.

Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural,


sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat
dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor
dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik
cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru
atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan
pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada
beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun
drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut

Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan
efusi parapneumonik:

Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH
bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang
mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma


8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
2. Hipoalbuminemia
3. Hidrothoraks hepatik
4. Meigs Syndrom
5. Dialisis Peritoneal
c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru
diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah
terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara
berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll), kadang-kadang masih
belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan dalam efusi pleura
idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi pun kadang-kadang hanya menunjukkan pleura
yang menebal karena pleuritis yang non spesifik.
Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara yang
sedang barkembang), efusi pleura idiopatik ini kebanyakan dianggap sebagai pleuritis

tuberkulosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap sebagai pleuritis karena
penyakit kolagen atau neoplasma.
Dan anamnesa didapatkan :
1. Sesak nafas
2. Rasa berat pada dada
3. Berat badan menurun pada neoplasma
4. Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis
5. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema
6. Ascites pada sirosis hepatis
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
1. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
2. Vokal fremitus menurun
3. Perkusi dull sampal flat
4. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
5. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea
Nyeri dada pada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh
bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis
yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada
tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal
terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri
menjalar ke daerah leher dan bahu.
TBC Tulang
Timbulnya TB tulang terjadi pada tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini belum tuntas
diberantas. Kondisi ini masih lebih sering terjadi dibandingkan tumor tulang primer, lesi
kemerahan dan kelainan bentuk yang mengakibatkan kelumpuhan, yang dahulu sering
ditemukan dan kini jarang terlihat.
Penyebaran secara hematogen dari infeksi tulang dianggap berasal dari paru-paru dan
mungkin terjadi ketika infeksi primer atau dari post primary foci.
Radiografi thorak, menunjukkan penyakit aktip TBC sedikitnya 50% dari kasus.
Organisme ini rupanya memiliki masa dormant dan kemudian dapat menjadi aktif lagi. Bacillus
ini berada di dalam spongiosa dari metafisis tulang panjang. Pengaruh pada Colum vertebral ada

dalam 50% kasus. Lesi biasanya tunggal, walaupun ada juga gambaran multifokal kistik pada
tulang. Gambaran ini sering terjadi pada anak-anak.
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang
disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh, dan hampir
selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau
pasca primer. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak.
Epidemologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan kejadian yang paling umum dari tuberculosis
tulang & itu terjadi sekitar 50% dari semua kasus tuberkuosis tulang hampir 88% tentang kasus
infeksi atau peradangan tulang belakang yang kronis adalah tuberculous asal (kemp et.al 1973).
Area predileksi yang utama adalah Tulang belakang, Pinggul, Lutut, Kaki, Siku, Tangan, dan
Bahu. Rahang bawah (mandibula) dan sendi temperomandibular adalah daerah yang paling
sedikit kejadiannya.
Frekuensi tuberculosis tulang yang paling tinggi adalah pada tulang belakang, biasanya di
daerah vertebra torakal atau vertebra lumbal, dan jarang terdapat di darah vertebra servikalis.
Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat menginfeksi
manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada manusia paru-paru merupakan
pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.
Patofisiologi
Beberapa penderita tuberkulosis Osteoarticular merupakan hasil penyebaran secara
hematogen dari suatu infeksi primer fokus jauh. Fokus primer mungkin terjadi di paru-paru atau
di lymphonode mediastinum, mesentry, daerah cervical dan ginjal. Infeksi menjangkau sistem
tulang melalui saluran vaskuler, yang biasanya arteri sebagai hasil bacillemia atau kadangkadang di dalam tulang belakang (axial skeleton) melalui vena plexus batsons . Tuberculosis
tulang & sendi dikatakan akan berkembang 2 sampai 3 tahun setelah fokus primer.
Basil Tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi
timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami
kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru pada
tuberculosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Disamping itu periostitis dan
sekwester hampir tidak ada. Pada tuberculosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang
rawan sendi atau discus intervertebra.
Gejala klinis
Pada Arthritis Tuberkulosa berlangsung lambat, kronik dan biasanya hanya mengenai 1
sendi, keluhan biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai perasaan lelah pada sore dan

malam hari, subfebris, penurunan berat badan. Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi,
malaise, keringat malam, anoreksia biasanya bersamaan dengan tuberculosis milier.

Gambaran radiologi pada kasus tuberkulosis pada cairan sinovial sendi. A. Hematogenous
tuberculosis dari sendi lutut pada laki-laki 22 tahun. Adanya efusi dan pengentalan cairan
sinovial, dan kartilago sendi telah diterapi. B. Tuberkulosis pada sendi subtalar pada laki-laki 28
tahun yang ringan. C. Kerusakan total tuberkulosis pada sendi panggul pada pasien laki-laki usia
lanjut. (Diproduksi dengan isin dari Petty W. Faigenbaum MC) Churcill Livingstone,1983.

Pada sendi, mula-mula jarang timbul gambaran yang khas seperti pada arthritis yang
lainnya. Tanda awal berupa bengkak, nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Kulit diatas
daerah yang terkena teraba panas, kadang-kadang malah dingin, berwarna merah kebiruan. Bisa
terjadi sendi berada dalam kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin disertai tenosinovitis.
Pada anak-anak dapat ditemukan spasme otot pada malam hari (night start). Mungkin disertai
demam, tapi biasanya ringan. Pada kasus yang berat, kelemahan otot bisa terjadi sedemikian
cepatnya menyerupai kelumpuhan.
Bila pinggul yang terkena, maka terjadi kelemahan tungkai dengan sedikit rasa tidak
enak. Dalam keadan yang lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan dan mengangkat tungkai
pada sendi pinggul yang terkena, disertai rasa sakit yang sangat mengganggu disekitar paha dan
daerah pinggul tersebut.
Tuberkulosis vertebra (penyakit pott) biasanya terjadi didaerah thoracolumbal. Penyakit
pott merupakan 50% dari seluruh kasus tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya seluruh
kasus Tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya proses tejadi di bagian depan discus
intervertebra, menyebabkan penyempitan ruang discus, memberi keluhan nyeri punggung yang
menahun, kemudian disertai munculnya kifosis runcing akibat remuknya korpus vertebra yang

terkena yang disebut gibbus. Gangguan neurologis terjadi karena terkenanya spinal cord atau
adanya meningitis.
Diagnosa
Di Negara berkembang diagnosis tuberculosis tulang dan sendi dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinik dan radiologik. Penyakit Tuberculosis tulang dapat mengenai hampir seluruh
tulang, tapi yang paling sering adalah Tuberkulosis pada Tulang Panjang, Tuberkulosis pada
Tulang Belakang, Tuberkulosis pada Trokanter Mayor, Daktilis Tuberkulosis, Artritis
Tuberkulosis, Koksitis Tuberkulosis, Tuberkulosis Sendi Lutut, Tuberkulosis Sendi Bahu,
Tuberkulosis Sendi Siku. Pemeriksaan klinis yang dilakukan dengan melihat tanda dan gejala
yang ada dan melakukan pemeriksaan laboratorium ( LED meningkat, test sputum BTA, test
tuberculin ), dan pada pemeriksaan radiologis dapat dilakukan photo toraks PA karena penyakit
TB tulang dapat disebabkan karena penyebaran dari TB paru, jika ada kecurigaan infeksi pada
tulang maka dapat dilakukan photo pada tulang (photo polos posisi AP, Lateral dan CT-Scan atau
MRI).
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radilogik pada penyakit tuberculosis dapat dilakukan foto toraks PA, lateral,
fluoroskopi) masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi, ini dilakukan pada pasien yang
dicurugai adanya infeksi TB paru. Untuk menegakkan diagnosis pada penyakit TB tulang dapat
dilakukan foto polos tulang dan CT-Scan tulang.
a. Tuberkulosis pada Tulang Panjang
Pada tulang panjang, lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang pada foto
roentgen terlihat sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan, batasbatasnya tidak tegas tetapi pada proses yang sudah kronis batasnya menjadi tegas. Kadangkadang dengan sclerosis pada tepinya. Sequestra mengecil dan diserap oleh jaringan granulasi.
Dapat ditemukan reaksi periosteal jika lesi lokal di dalam subkortikal, ini bukan merupakan
bentuk yang menonjol Lesi cepat menyeberangi garis epifiser dan mengenai epifisis dan
selanjutnya mengenai sendi. Proses dapat juga bermula pada epifisis tulang panjang. Lesi
pada diafisis jarang, dan lebih jarang lagi pada bentuk lesi multiple cystic.
b. Tuberkulosis pada Tulang Belakang
Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat, yaitu:

Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal, yang sesuai dengan
tipe metafiseal pada tulang panjang.

Di tengah korpus, disebut tipe sentral.

Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal


Pada tipe marginal, lesi destruktif biasanya terdapat di bagian depan korpus vertebra dan

cepat merusak diskus. Proses dapat terjadi pada dua atau lebih vertebra yang berdekatan.
Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengalami destruksi disertai adanya
kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus.4
Abses paravertebral timbul cepat dan paling mudah dilihat di daerah torakal karena
adanya kontras paru-paru. Bila sudah lama akan timbul kalsifikasi pada abses. Tidak terlihat
adanya pembentukan tulang baru pada proses yang aktif.
Bila pengobatan berhasil, tanda-tanda penyembuhan pada vertebra yang terkena dapat dilihat
dari:

Densitas tulang yang kembali normal

Rincian tulang terlihat lebih jelas

Batas tulang yang menjadi lebih tegas


Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus lambat

terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang maka proses selanjutnya adalah seperti pada
tipe marginal.
Pada tipe anterior, proses berlangsung di bawah periost dan meluas di bawah ligamen
longitudinal anterior. Kerusakan pada diskus terjadi lambat.
c. Tuberkulosis pada Trokanter Mayor
Salah satu tulang yang sering terkena tuberculosis adalah trokanter mayor, terutama pada
anak-anak dan dewasa muda. Lesi dapat bermula pada tulang atau bursa. Bila lesi bermula
pada bursa, maka erosi pada tulang kadang-kadang hanya superficial dan akan sukar dilihat.
Baik pada proses yang dimulai pada tulang maupun bursa, dapat meluas ke sendi panggul.
Gambaran radiologik tuberculosis pada trokanter mayor sama dengan pada tulang panjang.
d. Daktilis Tuberkulosis
Kelainan ini disebut juga spina ventosa (lesi pertama menjadi gambaran radiology pada
anak-anak), menghasilkan gambaran yang khas. Spina ventosa dalam arti kata sebenarnya
adalah tulang pendek yang dipompa dengan udara(a short bone inflated with air) Tulang
falangs yang terkena melebar karena ekspansi medulla. Biasanya bisa dibedakan dari daktilis

karena sifilis, dimana tulang melebar karena penebalan tulang akibat pembentukan kortikal
tulang baru.
e. Artritis Tuberkulosis
Proses bisa bermula pada sinovium atau pada tulang.
a. Proses mulai pada sinovium
Pada stadium dini tanda-tanda tidak khas, yang tampak ialah:

Penebalan kapsul sendi,

Sendi tampak suram dan sela sendi agak melebar karena efusi intra-artikuler,

Osteoporosis pada tulang-tulang sekitar sendi karena hyperemia.


Sebaiknya dibuat foto sendi sebelahnya yang sehat untuk perbandingan.

Kemudian, hyperemia yang terjadi akan menyebabkan percepatan maturasi ujung akhir
tulang dan epifisis apabila infeksi ini terjadi pada anak-anak. Trabekula tulang menjadi
samar dan korteksnya menipis.
Ujung akhir tulang terkena juga. Begitu juga seluruh artikular kortek akan
menjadi samar, local marginal atau erosi permukaan akan terlihat. Pada stadium lebih
lanjut timbul erosi pada tulang dekat sendi yang bersifat local atau luas. Puncaknya
kehilangan ruang sendi akan terjadi tapi ini tidak semenonjol seperti yang terjadi pada
pyogenik artritis. Kerusakan pada tulang rawan relatif lambat dibandingkan dengan
arthritis purulenta dan bila ini terjadi sela sendi akan menyempit.
Kadang-kadang setengah dari sendi akan terinfeksi dan erosi tulang terlihat pada
permukaan tulang contigous. Fokus utama disini adalah tulang, sebuah kombinasi tanda
infeksi sinovial dan metafiseal dan focus destruksi epifiseal akan terjadi.
b. Proses mulai pada tulang.
Pada proses yang bermula pada tulang gambaran radiologiknya adalah kombinasi
dari proses tuberculosis pada metafisis-epifisis dan tanda-tanda infeksi sinovium.
f. Koksitis Tuberkulosis
Sering pada anak-anak. Proses dapat dimulai di asetabulum, sinovium, epifisis femur,
metafisis femur, atau trokanter mayor. Kadang-kadang infeksi menyebar ke panggul dari focus
di dalam trochanter mayor atau ischium. Lesi pada panggul mempunyai karakteristik dengan
destruksi yang banyak tetapi suatu perubahan yang tidak wajar sekarang jarang terlihat.
Semua tingkat kehilangan tulang dari kaput dan colum femur dapat ditemukan. Penemuan
yang sering adalah gambaran tonjolan bernama birds beak. Ekspansi dan destruksi didalam

asetabulum kadang-kadang membawa ke protrusio intrapelvik dari sendi panggul. Destruksi


tulang biasanya banyak, baik pada asetabulum maupun pada kaput femur. Kadang-kadang
kaput femur tidak dapat dilihat lagi. Bila destruksi pada asetabulum banyak dapat
menimbulkan protusio asetabuli. Diagnosis diferensial yang penting adalah penyakit perthes,
yaitu nekrosis avaskular dari kaput femur.
g. Tuberkulosis Sendi Lutut
Gonitis tuberculosis termasuk sering dan gambaran radiologiknya sesuai seperti yang
diuraikan di atas
h. Tuberkulosis Sendi Bahu
Kadang-kadang lesi pada kaput humerus besar dan berbentuk kistik sehingga menyerupai
giant cell tumor. Bila terdapat juga lesi pada glenoid, maka maka kedua penyakit ini mudah
dibedakan karena giant cell tumor tidak menyeberangi sendi. Kadang-kadang lesi tuberculosis
pada kaput humeri kecil dan tanpa pembentukan pus serta gejalanya ringan dan dikenal
sebagai caries sicca
i. Tuberkulosis Sendi Siku
Destruksi tulang terutama pada olekranon dan ujung distal humerus. Fossa olekrani
menjadi dalam disebabkan erosi. Biasanya destruksi pada kaput radius kurang dibandingkan
dengan kedua tulang tadi. Diagnosis diferensial yang penting adalah rheumatoid arthritis.
TBC Kelenjar Adrenal
Tuberculosis (TB), infeksi yang dapat menghancurkan kelenjar-kelenjar adrenal,
bertanggung jawab untuk kira-kira 20 persen dari kasus-kasus ketidakcukupan adrenal primer di
negara-negara yang telah berkembang. Ketika ketidakcukupan adrenal diidentifikasi pertama kali
oleh Dr. Thomas Addison pada tahun 1849, TB ditemukan pada otopsi pada 70 sampai 90 persen
dari kasus-kasus. Ketika perawatan untuk TB telah diperbaiki, bagaimanapun, kejadian
ketidakcukupan adrenal yang disebabkan oleh TB dari kelenjar-kelenjar adrenal telah sangat
berkurang.
Pada penyakit Addison, kelenjar adrenalin kurang aktif, sehingga kekurangan hormon
adrenal.

Penyakit Addison mungkin disebabkan oleh reaksi autoimun, kanker, infeksi, atau suatu
penyakit lain.

Orang dengan penyakit Addison merasa lemah, lelah, dan pusing kalau berdiri sesudah
duduk atau berbaring dan mungkin menimbulkan spot pada kulit yang gelap.

Dokter mengukur sodium dan kalium pada darah dan mengukur tingkat cortisol dan
corticotropin untuk membuat diagnosa.

Orang diberi corticosteroids dan cairan.


Penyakit Addison bisa terjadi pada umur berapa pun dan terjadi pada pria maupun wanita

secara berimbang. Pada 70% dari orang dengan penyakit Addison, penyebab secara persis tidak
diketahui, tetapi kelenjar adrenalin yang dipengaruhi oleh reaksi autoimun pada sistem antibodi
menyerang dan menghancurkan kulit luar adrenal. pada 30% lainnya, kelenjar adrenalin
dihancurkan oleh kanker, infeksi seperti TBC, atau penyakit lain yangterindidentifikasi. pada
bayi dan anak, penyakit Addison mungkin disebabkan oleh kelainan genetik kelenjar adrenalin.
Kekurangan adrenal sekunder adalah masa yang diberikan pada penyakit yang
menyerupai penyakit Addison. Pada penyakit ini, kelenjar adrenalin kurang aktif karena kelenjar
di bawah otak tidak merangsang mereka, bukan karena kelenjar adrenalin sudah hancur atau
dengan cara lain langsung gagal.
Ketika kelenjar adrenalin menjadi kurang aktif, mereka cenderung memproduksi hormon
adrenal dengan jumlah yang tidak cukup sama sekali. Dengan begitu, penyakit Addison
mempengaruhi keseimbangan air, sodium, dan kalium di badan, serta kemampuan badan untuk
menguasai tekanan darah dan bereaksi terhadap tekanan. Selain itu, kehilangan androgen, seperti
dehydroepiandrosterone (DHEA), mungkin menyebabkan kehilangan rambut di badan wanita.
Pada laki-laki, testosterone dari testes dibuat lebih untuk kehilangan ini. DHEA mungkin
mempunyai efek tambahan yang tidak berhubungan dengan androgen.
Ketika kelenjar adrenalin dihancurkan oleh infeksi atau kanker, medulla adrenal dan
sumber epinephrine hilang. Tetapi, kehilangan ini tidak menyebabkan gejala.
Gejala
Segera sesudah penyakit Addison terjadi, orang merasa lemah, lelah, dan pusing kalau
berdiri sesudah duduk atau berbaring. Masalah ini mungkin berkembang lambat laun dan tak
kentara. Orang dengan penyakit Addison memiliki spot kulit yang gelap. Kegelapan mungkin
nampaknya seperti karena sinar matahari, tetapi tampak pada kulit yang terpapar matahari secara
tidak merata. Orang dengan kulit gelap pun bisa mengalami pigmentasi yang berlebihan,
walaupun perubahan lebih sukar untuk diketahuii. Bintik-bintik hitam mungkin berkembang di
balik dahi, muka, dan bahu, dan seorang kulit hitam kebiru-biruan pemudaran warna mungkin
terjadi di seputar puting susu, bibir, mulut, dubur, kantung kemaluan, atau vagina.Kebanyakan
orang kehilangan berat badan, menjadi dehidrasi, tidak mempunyai selera makan, dan

berkembang manjadi sakit otot, mual, muntah, dan diare. Banyak menjadi tidak dapat mentolerir
dingin. Kecuali kalau penyakit hebat, gejala cenderung menjadi nyata hanya selama stress.
Periode hypoglycemia, dengan kecemasan dan sangat kelaparan untuk makanan asin, bisa
terjadi, teristimewa pada anak.
Jika penyakit Addison tidak diobati, nyeri abdominal yang hebat, kelemahan yang sangat,
tekanan darah yang teramat rendah, kegagalan ginjal, dan shock mungkin terjadi (krisis adrenal).
Krisis adrenal sering terjadi jika badan mengalami tekanan, seperti kecelakaan, luka,
pembedahan, atau infeksi hebat. Kematian dengan cepat mungkin mengikuti.
TBC Meningitis
Tuberkulosis meningitis adalah infeksi pada selaput yang menutupi otak dan sumsum
tulang belakang (meninges). Tuberkulosis meningitis disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, bakteri yang menyebabkan tuberkulosis. Bakteri menyebar ke otak dari situs lain
dalam tubuh. Faktor risiko mencakup: AIDS, konsumsi alkohol berlebihan, gangguan lain yang
membahayakan sistem kekebalan tubuh, TBC paru. Tuberkulosis meningitis adalah kelainan
yang sangat jarang terjadi.
Pada saat terjadinya bakteremia yang berasal dari fokus infeksi. TB primer, terbentuk
beberapa tuberkel kecil pada meningen atau medula spinalis. Tuberkel dapat pecah dan
memasuki cairan otak dalam ruang subarachnoid dan sistim ventrikel, menimbulkan meningitis
dengan proses patologi berupa:
1) Keradangan cairan serebrospinal. meningen yang berlanjut menjadi araknoiditis,
hidrosefalus dan gangguan saraf pusat
2) Vaskulitis dengan berbagai kelainan serebral, antara lain infark dan edema vasogenik.
3) Ensefalopati atau mielopati akibat proses alergi.
Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan gejalanya tidak
khas, berupa malaise, apati, anoreksia, demam, nyeri kepala. Setelah minggu ke dua, fase
meningitis dengan nyeri kepala, mual, muntah dan mengantuk (drowsiness). Kelumpuhan saraf
knanial dan hidrosefalus terjadi karena eksudat yang mengalami organisasi, dan vaskulitis yang
menyebabkan hemiparesis atau kejang-kejang yang juga dapat disebabkan oleh proses
tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke tiga ditandai dengan mengantuk yang progresif sampai
koma dan kerusakan fokal yang makin berat
Tuberkel bisa tumbuh, mendesak atau menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan gejala yang tergantung pada lokasi, kecepatan tumbuh serta reaksi radang di

sekitarnya. Lesi ini bila bersifat lokal, membesar disebut sebagai tuberkuloma atau tersebar,
infiltrasi sebagai granulomata. Tuberkuloma intra kranial bisa tidak memberi gejala klinis
Pada CT Scan sesudah pemberian kontras, tuberkuloma memberi gambaran sebagai
1) Lesi berbentuk cincin dengan area hipodens/isodens di tengah dan dinding yang menyerap
kontras.
2) Lesi berbentuk nodul/plaque yang menyerap kontras. Tanpa kontras, lesi pada umumnya
hipodens/isodens, pada beberapa kasus didapatkan kalsifikasi. Gambaran tuberkuloma pada
CT Scan sukar dibedakan dengan tumor, abses atau granuloma kronik kronik
Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi. Beberapa penulis berpendapat
bahwa tuberkuloma dapat dipastikan dengan CT Scan atau serial Magnetic Resonance Imaging (MRI).
TBC Milier
Tuberkulosis milier terjadi karena penyebaran masif kuman tuberkulosis yang berupa
emboli ke dalam alinan darah, dengan demikian organ-organ yang mempunyai suplai darah yang
banyak dan capillary bed yang luas lebih banyak terserang, baik kualitatif maupun kuantitatif.
Kuman TB yang masuk ke dalam aliran darah biasanya berasal dari suatu fokus pengejuan,
sering dari kelenjar limfe atau proses di paru sendini.
Tuberkulosis milier yang terjadi pada orang dewasa dapat merupakan komplikasi infeksi
primer atau TB primer, hal ini terutama terjadi di negara maju di mana kemungkinan terinfeksi
kuman TB pada masa kanak-kanak sangat kecil, dengan demikian orang tersebut tidak
mempunyai daya tahan tubuh pada masa dewasa; meskipun dernikian TB milien pada orang
dewasa dapat pula berasal dari TB kronis atau TB post primer. Meskipun orang itu mempunyai
daya tahan tubuh, tetapi bersifat fluktuatif dan proses TB knonis tidak menjamin daya tahan
tubuh tetap stabil sehingga dapat juga terjadi reaktivasi dan proses kronis tersebut keluhan dan
lamanya sakit sebelum dirawat tidak jelas, bervariasi antara 3-5 minggu.
Gejala yang dijumpai biasanya berhubungan dengan gejala tuberkulosis pada umumnya
yaitu berupa : kelelahan, Iemah, anoreksia, berat badan yang menurun, batuk batuk, panas badan,
keringat malam dan kadang-kadang sesak napas.
Grieco membuat kriteria untuk menegakkan diagnosis TB milier, harus dipenuhi salah
satu atau lebih kriteria berikut:
1) Pada biakan dijumpai kuman Mycobacterium tuberculosis, pada lebih dari satu bahan :
sputum, urin, lesi di kulit, cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan lambung, cairan asites.
2) Biopsi atau nekropsi organ, pada pemeriksaan histopatologis terlihat granuloma pengejuan
atau granuloma epiteloid tanpa pengejuan.

3) X-foto toraks memperlihatkan gambaran nodul milier.


Pericarditis
Jantung duduk di pusat dada dan dikelilingi oleh
kantong

yang

disebut

pericardium.

Kantong

ini

mempunyai dua lapisan, satu yang pas dengan ketat


diatas otot jantung dan lapisan lain yang lebih longgar
mengelilingi lapisan bagian dalam. Peradangan dari
lapisan-lapisan jaringan ini yang mengelilingi jantung
dirujuk sebagai pericarditis.
Penyebab terbanyak dari perikarditis konstriktif
kronis adalah infeksi virus dan terapi penyinaran untuk
kanker payudara atau limfoma.
Perikarditis konstriktif kronis juga merupakan akibat dari:
- artritis rematoid
- lupus eritematosus sistemik
- cedera
- pembedahan jantung
- infeksi bakteri.
Sebelumnya tuberkulosis adalah
penyebab

terbanyak

dari

perikarditis

kronis di AS, tetapi saat ini hanya 2%


kasus yang disebabkan oleh tuberkulosis.
Di Afrika dan India, tuberkulosis masih
merupakan penyebab tersering dari semua
bentuk perikarditis.
Gejala-Gejala Dari Pericarditis
Nyeri dada adalah gejala yang paling
umum dari pericarditis.

Nyerinya biasanya tajam dan menusuk.

Ia akan muncul secara perlahan atau tiba-tiba dan dapat menyebar secara langsung ke
punggung, ke leher atau ke lengan.

Jika ada iritasi yang berhubungan dari diaphragm (otot rata yang memisahkan dada dari
perut), nyeri dapat menyebar ke tulang belikat.

Nyeri dapat diperburuk dengan napas-napas yang dalam (pleuritic).

Nyeri seringkali tergantung posisi dan diperburuk ketika berbaring datar dan lebih baik
ketika bersandar ke depan.

Peritonitis Tuberkulosis
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parieta latau visceral
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.Penyakit ini jarang bersiri sendiri dan
biasanya merupakan kelanjutan proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru,
namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru
sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah
menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain.
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran
perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang
diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten Dorman
infection).
Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih
dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang
menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organisme intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi
secara cepat.
Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala
menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak
banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier,
nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai
sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti

pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum
sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur darah
dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat
terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.
2. Bentuk adhesif
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk.
Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan
peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadangkadang terbentuk fistel. Hal ini
disebabkan karena adanya perlengketanperlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini
disebabkan karena perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul proses
necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya
lebih besar.
3. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses
eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong
perlengketan tersebut.
Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahanlahan
sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Keluhan terjadi secara
perlahan-lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut, pembengkakan perut, disusul tidak
nafsu makan, batuk dan demam.

TBC usus
TBC usus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman tuberkulose (TBC) yang
berasal dari dari penyakit TBC aktif dari paru-paru. Kuman tersebut dibawa oleh darah lalu
masuk kelambung dan terbawa masuk keusus halus yang kemudian menetap dan
berkembangbiak ditempat yang baru tersebut. Seiring dengan waktu kuman tersebut menyebar
ke kelenjer getah bening di daerah usus serta kebagian lain di saluran pencernaan, juga selaput
penutup usus di daerah rongga perut penderita.
Penyakit ini sebenarnya merupakan penyakit yang menahun, atau penyakit yang sudah
lama ada dalam tubuh penderita dan perlahan-lahan menjadi berat. Kuman tersebut baru
menunjukan aktivitasnya pada saat immumnitas tubuh menurun dengan disertai oleh beberapa
faktor penyebab lainnya, diantaranya: kebiasaan hidup yang tidak baik, kebiasaan minum

alkohol, kekurangan gizi, adanya penyakit-penyakit menahun seperti gula, penyakit maag,
pemakaian obat-obatan kimia yang berlebihan.
Sakit TBC usus yang diderita, biasanya memberikan gejala seperti mual-mual, perut
kembung seperti masuk angin dan nafsu makan menurun drastis. Apabila keadaan sudah berat
sering disertai dengan muntah dan mencret yang diikuti dengan rasa sakit pada bagian perut
tersebut. Keadaan akan semakin berat apabila pada tahapan ini penyakit TBC usus yang dialami
seseorang tidak teratasi atau tidak kunjung membaik maka akan menimbulkan peradangan pada
usus. Dalam keadaan ini biasanya sering terjadi sumbatan pada usus atau pembesaran pada
bagian usus tertentu.
Tuberkulosis saluran kemih
Yaitu infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang memberikan
respon spesifik granulomatosa kronik
Indonesia termasuk memiliki prevalensi yang tinggi infeksi tuberkulosis. Infeksi
tuberkulosis saluran kemih mencapai 20 40% dari infeksi tuberkulosis keseluruhan di negaranegara berkembang. Selain itu infeksi tuberkulosis saat ini mulai meningkat dengan adanya
infeksi HIV. Menurut Pedoman Nasional Program Penanggulangan Tuberkulosis Departemen
Kesehatan RI, infeksi tuberculosis saluran kemih termasuk kategori tuberkulosis ekstra paru
berat.
Penyebaran infeksi tuberkulosis ke saluran kemih dan genitalia pria dengan cara
hematogenik pada organ ginjal, prostat dan epididimis. Sedangkan organ lainnya penyebaran
melalui urin atau perkontinuitatum dari organ yang disebutkan sebelumnya.
Penegakan diagnosis tuberkulosis saluran kemih cukup sulit karena gejalanya tidak
spesifik. Langkah yang penting untuk mendiagnosis infeksi ini adalah riwayat perkembangan
penyakit.
Anamnesis
Riwayat pernah mengalami infeksi tuberkulosis sebelumnya (terutama pada paru)
merupakan petunjuk yang penting. Riwayat gangguan miksi dan urgency yang kronik yang tidak
respon terhadap pemberian antibiotika sering menunjukkan infeksi tuberkulosis. Perlu
diperhatikan pasien dengan memiliki rasa lemas disertai keluhan gangguan saluran kemih yang
lama tanpa disertai penyebab yang jelas. Gejala yang dapat terjadi, nyeri pada punggung,
pinggang dan suprapubik, hematuria, frequency dan nokturia. Gejala tambahan lain demam,
penurunan berat badan dan keringat malam.
Pemeriksan fisik umum :
indeks masa tubuh yang rendah

infeksi tuberkulosis di luar traktus urogenital (paru, tulang, limpa, tonsil dan usus).
Pemeriksaan urologis :
Ginjal : nyeri tekan, massa pada ginjal, abses
Suprapubik : adanya nyeri tekan
Genitalia eksterna : penebalan, pengerasan atau perlunakan pada epiodidimis,
ditemukannya sinus kronik
Prostat : adanya indurasi atau nodul
Penyakit Cor Pulmonale
Yaitu kelainan jantung yang bermanifestasi sebagai hipertrofi dan atau dilatasi ventrikel
kanan, sebagai akibat dari hipertensi arteri pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru.
Etiologi
1. Penyakit Parenkim Paru
2. Kelainan dinding dada & otot napas
3. Sindroma Pickwikian & sleep apnea
4. Penyakit vaskuler paru
Pembagian Korpulmonale
I. Berdasar onset
II. Berdasar penyakit jantungnya
I. Berdasar onset
1. Korpulmonale akut
Jarang
Penyebab : emboli paru masif
2. Korpulmonale kronik
Sering
Ok penyakit paru kronik
II. Berdasar penyakit jantungnya
1. Korpulmonale kompensata
2. Korpulmonale dekompensata
Sudah bermanifestasi sebagai : gagal jantung kanan
Gambaran klinis korpulmonale
1. Umum
Dapat ditemukan Takipnea, Sianosis, JVP meningkat, Hepatomegali, Asites, Edema
tungkai, Jari tabuh (Clubbing Fingers).
2. Khusus (thorax)
Abnormalitas dinding thorax (mis : Barrel chest)
Jantung :
S1 S2 melemah
Pulsasi epigastrial } HV kanan
Sternal lift }
Murmur trikuspid ins
Paru :
Rhonki
Wheezing

Anda mungkin juga menyukai