Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap mahluk hidup akan mengalami proses kematian, terlepas dari
apakah proses tersebut berlangsung wajar atau tidak (Staerkeby, 2004).
Terkait dengan masalah hukum maka pemeriksaan terhadap peristiwa
kematian dapat membantu terangnya suatu perkara (Dahlan, 2000).
Pemeriksaan sebab kematian juga dapat memperkirakan lama waktu kematian
yang menjadi sangat penting untuk menilai alibi seseorang pada kasus
pembunuhan. Kematian sel terjadi menyusul kematian somatis. Perubahan
morfologi

sel

mati

dapat

dipergunakan

sebagai

alternatif

untuk

memperkirakan lama waktu kematian.


Manfaat pengetahuan kecepatan pembusukan ini untuk menetukan
waktu kematian dari mayat yang di temukan para polisi dan para dokter.
Perkiraan waktu kematian (post mortem interval) dapat ditentukan dari tandatanda kematian yang terdapat pada jenazah seperti livor mortis (lebam mayat),
rigor mortis (kaku mayat), dan dekomposisi (tanda pembusukan) (Budiyanto
et al, 1997).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tanda tanda intravital pada dekomposisi?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI DEKOMPOSISI
Dekomposisi atau pembusukan adalah proses degradasi pada jaringan
tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan kerja bakteri.
Autolisis adalah proses perlunakan dan pencairan jaringan dalam keadaan
steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif dari enzim yang dilepaskan sel
pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. (Wujoso,
2009).

Yang dimaksud dengan dekomposisi mayat adalah pemecahan


struktur-struktur sel menjadi bagian-bagian kecil pembentuk sel yang sudah
terprogram karena kehilangan pasokan nutrisi dan oksigen yang disebabkan
oleh ketidak-mampuan tubuh untuk mendistribusikan darah karena kematian.
Pembusukan mayat juga disebut sebagai Putrefaction dalam urutan
dekomposisi mayat.(Nandy, 2001)

B. FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PROSES DEKOMPOSISI


Faktor yang mempengaruhi :

Jika diletakkan di lapangan, atau di keadaan terbuka, temperatur dan


keadaan tanah akan sangat mempengaruhi kecepatan dekomposisi mayat.
Menurut Carter, Yellowlees, dan Tibbett (2007) disebutkan bahwa temperatur
akan mempengaruhi aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang
menguraikan mayat. Juga disebutkan bahwa perbedaan jenis tanah yang
berada diantara mayat akan mempercepat dekomposisi mayat. (Tibbett, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pembusukan mayat dibagi
menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pembusukan mayat dari luar tubuh
mayat, sedangkan faktor internal dari mayatnya sendiri. (Nandy, 2001)
Faktor eksternal meliputi:
a. Temperatur lingkungan dan tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer dan
temperatur yang tinggi mempercepat dekomposisi. Jarak optimal temperatur
untuk dekomposisi adalah 21C-38C. Temperatur yang optimal akan
membantu dekomposisi optimal dengan membantu pemecahan kimiawi dari
jaringan dan perkembangan mikroorganisme yang membantu pembusukan.
Sementara temperatur yang ekstrim (<0C dan >45C) memperlambat
dekomposisi secara kasat mata.

b. Kelembaban. Perkembangan mikroorganisme yang berhubungan dengan


dekomposisi akan terhambat bila kelembaban disekitarnya rendah.
c. Udara.Angin yang tetap tidak akan membantu evaporasi dari cairan tubuh,
mempertahankan kondisi tubuh dan mempertahankan laju dekomposisi.
d. Baju. Fungsi baju salah satunya adalah mencegah mikroorganisme masuk
ke dalam tubuh melalui udara. Tetapi jika keadaan udara dingin, maka baju
akan membantu mempertahankan temperatur tubuh yang menyebabkan
keadaan tubuh dapat ditinggali oleh beberapa jenis mikroorganisme
e. Lingkungan. Jika tubuh terendam air, kecepatan dekomposisi akan
melambat karena pendinginan tubuh. Sementara jika diangkat, kecepatan
dekomposisi akan meningkat karena sudah diencerkan oleh air dan tekanan
atmosfer yang tinggi. Keduanya akan membantu dekomposisi. Jika dikubur,
kecepatan dari dekomposisi tergantung dari dalamnya tempat mayat dikubur.
Tanah permukaan memiliki bakteria lebih banyak dan lebih lembab
dibandingkan tanah dalam. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang
berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8.
f. Invasi dari hewan dan serangga. Ikan, kepiting, kura-kura, dan hewan air
lain akan merusak tubuh mayat, mempercepat pembusukan. Anjing, tikus, dan
hewan darat lain juga dapat merusak tubuh mayat, dan membantu masuknya
bakteri yang mendekomposisi mayat. Lalat juga akan hinggap karena tertarik
pada bau bangkai yang dikeluarkan mayat dan menelurkan telurnya ke dalam
mayat, yang akhirnya menjadi larva yang memakan mayat tersebut.
Faktor-faktor internal :
a. Umur. Kematian dalam uterus hanya terjadi otolisis, tanpa adanya bakteri
yang membantu mendekomposisi mayat. Dekomposisi pada neonatal akan
dimulai dari luar, karena belum ada bakteri di dalam gastro intestinal dan di
paru. Karena itu pada kasus kematian bayi, anak anak dan orang tua

kecepatan dekomposisinya lambat. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat


membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan
hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan
bakteri.
b. Jenis Kelamin.Pada wanita, jumlah lemak subkutan lebih banyak sedikit,
mempertahankan panas tubuh sedikit lebih lama dan sedikit mempercepat
dekomposisi. Selain itu tidak ada yang mempengaruhi dari perbedaan jenis
kelamin. Selain itu wanita yang baru melahirkan akan mengalami
dekomposisi lebih cepat.
c. Kondisi tubuh. Tubuh tipis lebih lama terdekomposisi daripada tubuh besar
yang berlemak atau bernutrisi baik, karena jumlah air pada tubuh yang kecil
lebih sedikit sehingga tidak memberikan tempat yang baik untuk
perkembangan mikroorganisme. Dekomposisi terjadi lebih cepat pada orang
gemuk. Selain itu keadaan tubuh saat terjadi kematian juga berperan, misalnya
: ada edema lebih cepat, sedangkan dehidrasi lebih lambat.
d. Penyebab kematian. Jika kematian karena infeksi atau septikemia, akan
mempercepat dekomposisi karena bakteri. Adanya radang lebih mempercepat
proses dekomposisi
e. Perlukaan luar pada tubuh. Perlukaan sangat mempercepat dekomposisi
karena membantu masuknya mikroorganisme tambahan dari luar tubuh.

C. PROSES DEKOMPOSISI
Secara kimia proses dekomposisi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Degradasi jaringan oleh bakteri H2S, HCN, AA, asam lemak
2. H2S + Hb HbS (hijau kehitaman)
Dekomposisi terbentuk oleh dua proses yaitu autolisis dan
putrefaction. Autolisis menghancurkan sel-sel dan organ-organ melalui proses
kimia aseptik yang disebabkan oleh enzim intraselular. Proses kimia ini,

dipercepat oleh panas, diperlambat oleh dingin, dan dihentikan oleh


pembekuan atau penginaktifasi enzim oleh pemanasan. Organ-organ yang
kaya dengan enzim akan mengalami autolisis lebih cepat daripada organorgan dengan jumlah enzim yang lebih sedikit. Jadi, pankreas mengalami
autolisis lebih dahulu daripada jantung. Para ahli juga mengatakan bahwa
proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan
pasca mati. Mula-mula yang terkena ialah nukleoprotein yang terdapat pada
kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan
mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan
mencair. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh
karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan
proses autolisis ini tetap terjadi.
Bentuk kedua dari dekomposisi, yang mana pada setiap individu
berbeda-beda adalah putrefaction. Ini disebabkan oleh bakteri dan fermentasi.
Setelah kematian, bakteri flora dari traktus gastrointestinal meluas keluar dari
tubuh, menghasilkan putrefaction. Ini mempercepat terjadinya sepsis
seseorang karena bakteri telah meluas keseluruh tubuh sebelum kematian.
Onset dari putrefaction tergantung pada dua faktor utama yaitu
lingkungan dan tubuh. Pada iklim panas, yang lebih penting dari dua faktor
tersebut adalah lingkungan. Banyak penulis akan memberikan rangkaian dari
kejadian-kejadian dari proses dekomposisi dari tubuh mayat. Yang pertama
adalah perubahan warna menjadi hijau pada kuadran bawah abdomen, sisi
kanan lebih daripada sisi kiri, biasanya pada 24-36 jam pertama. Ini diikuti
oleh perubahan warna menjadi hijau pada kepala, leher, dan pundak,
pembengkakan dari wajah disebabkan oleh perubahan gas pada bakteri, dan
menjadi seperti pualam. Seperti pualam ini dihasilkan oleh hemolisis dari
darah dalam pembuluh darah dengan reaksi dari hemoglobin dan sulfida
hydrogen dan membentuk warna hijau kehitaman sepanjang pembuluh darah.
Lama kelamaan tubuh mayat akan menggembung secara keseluruhan (60-72

jam) diikuti oleh formasi vesikel, kulit menjadi licin, dan rambut menjadi
licin. Pada saat itu, tubuh mayat yang pucat kehijauan menjadi warna hijau
kehitaman.
Penggelembungan pada tubuh mayat sering terlihat pertama kali pada
wajah, dimana bagian-bagian dari wajah membengkak, mata menjadi
menonjol dan lidah menjulur keluar antara gigi dan bibir. Wajah berwarna
pucat kehijauan, berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi hitam.
Cairan dekomposisi (cairan purge) akan keluar dari mulut dan hidung.
Dekomposisi berlanjut, darah yang terhemolisis merembes keluar ke jaringan.
Dekomposisi terjadi cepat pada obesitas, pakaian yang tebal, dan
sepsis, semua yang mempertahankan tubuh tetap hangat. Dekomposisi
diperlambat oleh pakaian yang tipis atau oleh tubuh yang berbaring pada
permukaan yang terbuat dari besi atau batu yang mana lebih cepat menjadi
dingin karena terjadi konduksi. Tubuh mayat yang membeku tidak akan
mengalami dekomposisi sampai di keluarkandari lemari es.
Untuk lebih jelasnya, pembusukan adalah proses penghancuran
jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri anaerob yang
berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan Clostridium
Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang lain seperti
Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus, jamur dan enzim-enzim seluler
juga memberikan kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan pada
fase akhir dari pembusukan. Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem
pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh
jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah,
dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang
biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi
sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan
jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering
menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling
utama adalah Cl. Welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali

menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna.


Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan
yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.
Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira kira 24 sampai
48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian
bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair,
mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial.
Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen
sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga
dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar
merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon transversum.
Bakteri yang masuk kedalam pembuluh darah akan berkembang biak
didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas
pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran
pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya
sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas
seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering
disebut marbling. Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam
intestinal dan paru bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem
vena, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu, dada bagian atas,
abdomen bagian bawah dan paha. Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu
organ parenchim, maka sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami
desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau
rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan
strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada
rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi
gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat
membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat

pertama kali pada hati. Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat
dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini
disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan identifikasi melalui
sidik jari sulit dilakukan.
Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis
mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi
cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak
mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya
menyerupai pendulum yang berukuran 5

7.5cm dan bila pecah

meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini


disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan
lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari
dalam.
Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah
dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung gelembung
udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam
jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini
menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada
dalam sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka
dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog like fashion. Kedua
bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit
dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh
tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum
mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas
pembusukan

yang

terjadi

didalam

cavum

abdominal

menyebabkan

pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trachea dan
bronchus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar

melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam


rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan
pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra
abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan
fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas
pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala
menjadi mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbedabeda. Jaringan intestinal, medula adrenal dan pancreas akan mengalami
autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain
seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami
pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus
dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari
kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada
jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat
gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah
robek, dan otak menjadi lunak.
Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung
mempunyai kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan
uterus non gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap
pembusukan karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu
jaringan fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organorgan lain sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam
penentuan identifikasi jenis kelamin.
Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah
pembentukan granula-granula milliary atau milliary plaques yang berukuran
kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang
terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan
endocardium. Milliary plaques ini pertama kali ditemukan oleh Gonzales yang

secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat, sel-sel endotelial,


massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal sering dikacaukan
dengan proses peradangan atau keracunan.
Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal,
omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang
transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat
menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan
penting dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah
kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya pada
lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah
genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telurtelurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah
genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum
kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24
jam.
Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat
penghancuran jaringan pada tubuh. Insekta tidak hanya penting dalam proses
pembusukan

tetapi

berhubungan

dengan

meraka

juga

kematian.

memberi
Insekta

informasi

dapat

penting

dipergunakan

yang
untuk

memperkirakan saat kematian, member petunjuk bahwa tubuh mayat telah


dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, member tanda pada badan
bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam
pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah
mengalami pembusukan.
Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi jaringan pada
tubuh mayat. Dimana proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Aktifitas
pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-100F (21,137,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada 50F(10C) atau pada suhu
diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan

lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya


bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih lambat. Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh
yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi
yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan
berlangsung lebih lambat.
Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia
yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan
infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa
hangat. Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam
kecepatan pembusukan mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan
dalam rumus klasik Casper dengan perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8
artinya mayat yang dikubur ditanah umumnya membusuk 8 x lebih lama dari
pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan karena suhu di
dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam,
terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang
dan iklim yang panas maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering
sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan dari proses pembusukan ini di
sebut mumifikasi.
Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi tidaklah
lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun mayat
tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air,
sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua
anggota gerak berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas
akibatnya lebam mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala sehingga
kepala menjadi lebih busuk dibandingkan dengan anggota badan yang lain.
Pada mayat yang tenggelam di dalam air proses pembusukan umumnya
berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka. Pembusukan di

dalam air terutama dipengaruhi oleh temperatur air, kandungan bakteri di


dalam air. Kadar garam di dalamnya dan binatang air sebagai predator.
Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi.
Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar
tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga berpengaruh
terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yang dikubur pada
tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat terjadi
penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.
Pada pembusukan mayat kita juga dapat menginterpretasikan suatu
kematian sebagai tanda pasti kematian, untuk menaksir saat kematian, untuk
menaksir lama kematian, serta dapat membedakannya dengan bulla intravital
(Al-Fatih II, 2007).
Tabel 2.1. Perbedaan bulla intravital dan bulla pembusukan
Bulla Intravital
Kecoklatan
Tinggi

Perbedaan
Bulla pembusukan
Warna kulit ari
Kuning
Kadar albumin & klor Rendah atau tidak ada

Hiperemis
Intraepidermal

bulla
Dasar bulla
Jaringan yang terangkat

Ada

dermis
Reaksi jaringan & respon Tidak ada

Merah pembusukan
Antara epidermis

darah

Sumber lain mengatakan bahwa ketika terjadi kematian pertama kali


yang terjadi adalah berhentinya jantung dan paru. Jantung yang tidak berdetak
tidak akan memungkinkan untuk darah supaya didistribusikan. Fungsi darah
sendiri adalah pengangkut oksigen dan nutrisi-nutrisi lain yang nantinya akan
digunakan oleh sel-sel tubuh lain. Dengan tidak adanya asupan gizi dan
oksigen untuk mempertahankan homeostasis kerja sel, maka sel akan dengan
sendirinya merusak bagian-bagian dalam sel untuk diubah menjadi asupan

&

nutrisi cadangan. Pemecahan dilakukan dengan enzim lisosome. (Kumar et al,


2010)
Semakin lama, bagian sel-sel penting pun akan mulai menghilang, dan
mulai akan terlihat pembengkakan sel karena mulai terjadi penarikan zat-zat
dan nutrisi secara paksa dari pembuluh darah untuk mempertahankan kerja sel
yang adekuat. Akan terlihat gambaran sel yang mulai membesar dan nukleus
yang mulai samar, dan tidak terlihatnya beberapa bagian yang penting seperti
golgi apparatus, mitokondria, dan lain sebagainya. (Kumar et al, 2010)
Pada akhirnya sel akan pecah dan kehilangan integritasnya, sehingga
akan difagosit oleh leukosit untuk dijadikan bahan bakar sel lain. Nukleus
akan terlihat lebih besar dari sebelumnya, karena normalnya perbandingan
nukleus dan sel adalah 1:3. Disini endoplasma sel dan cairan-cairan sel lain
sudah habis, sehingga sel-sel akan terlihat mengkerut. (Kumar et al, 2010)
Melanjutkan dari mekanisme dekomposisi mayat, tanda-tanda dari
mulainya dekomposisi mayat adalah terjadinya pembengkakan pada bagian
inferior tubuh karena cairan turun mengikuti gravitasi. Integritas dari organ
juga sudah lebih rapuh secara fisiologis. Konsistensi dari kulit, otot, dan
organ-organ lain akan berubah menjadi sangat terdisosiasi. (Nandy, 2001)
Secara histologi, akan terlihat perubahan-perubahan dari isi sel.
Nukleus akan lebih difus dari keadaan fisiologisnya, dan sel terlihat kembung
pada tahap awal dekomposisi. Kemudian karena pemakaian dari cairan dan
nutrisi secara terus menerus, sel akan mengerut dan mengecil, menampakkan
pemandangan yang terlihat nukleus lebih besar dari biasanya. (Kumar et al,
2010)
Terjadi perubahan biokimia juga pada organ-organ dalam tubuh. Tiap
organ memiliki biomarker masing-masing yang dapat menyatakan lebih jelas
apakah mayat baru saja meninggal atau sudah lama. (Vass, 2002).
Pembusukan mayat terjadi diluar dan didalam secara bersamaan, tetapi
tergantung keadaan, ada beberapa bagian tubuh yang lebih cepat laju
dekomposisinya. Bagian yang terjadi perubahan di permukaan kulit lebih
dahulu adalah regio abdominal kanan bawah, daerah sekitar letaknya caecum

karena dinding caecum tipis sehingga gampang perforasi. Daerah tersebut


akan berubah menjadi hijau dan kemudian menghitam. (Nandy, 2001)
Di dalam buku Nandy (2001) disebutkan bahwa pada bagian dalam
tubuh, ada urutan dimana organ-organ tubuh terdekomposisi seperti berikut:
a. Laring dan trakea. Pada 12-24 jam pertama mukosa membran laring dan
trakea berubah coklat lalu menjadi hijau dan lembek.
b. Perut dan usus. Pada 24-36 jam pertama muncul bercak merah kehitaman
pada dinding posterior yang perlahan menyebar ke dinding anterior lalu
terbentuk kista berisi gas. Organ kemudian menjadi lembek dan cokelat
kehitaman.
c. Hepar. Dekomposisi dimulai pada 12-24 jam pertama setelah kematian.
Permulaannya, hepar lembut dan lembek. Bulla akan terbentuk pada
permukaannya. Pada hari kedua dan ketiga, gas dekomposisi akan berkumpul
pada bagian dalam hepar, membentuk suatu gambaran seperti sarang lebah
(honey-comb appearance) yang disebut juga foamy liver. Ukurannya akan
mengecil dan menghitam hingga seperti arang.
d. Empedu. Dekomposisi dimulai dengan menyebarnya cairan empedu ke
jaringan sekitarnya termasuk hepar, 24 jam setelah meninggal.
e. Omentum/Mesenterium. Dekomposisi mulai tampak 2-3 hari dengan
perubahan warna menjadi hijau keabu-abuan sampai menghitam.
f. Otak. Satu sampai dua hari setelah meninggal, akan terlihat dekomposisi
otak yang menjadi lembek dan mirip adonan. Pada hari ketiga otak sudah
menjadi seperti pasta. Tiga atau empat hari kemudian otak akan mencair.
g. Jantung. Pada hari kedua dan ketiga setelah meninggal, jantung menjadi
lunak dan kecoklatan. Ukuran dan beratnya juga akan berkurang. Bulla berisi

gas akan muncul di bagian permukaaan bawah perikardium. Bilik-bilik


jantung berisi darah yang berbusa.
h. Paru-paru. Pada akhir hari kedua dan ketiga paru akan terlihat perubahan
warna yang menggelap, kolaps sebagian, dan bulla berisi gas. Paru juga
menjadi kurang elastis. Terakhir paru akan kolaps total, sangat kecil dan
hitam.
i. Ginjal. Perubahan pada ginjal terjadi pada hari kedua dan ketiga. Ginjal
akan terlihat coklat kemerahan, lembek dan berminyak jika disentuh. Semakin
lama ukurannya akan semakin kecil, warnanya akan semakin gelap, dan
semakin lembek.
j. Diafragma. Karena terdiri dari jaringan fibromuskular, diafragma agak lama
terdekomposisi.

Setelah

beberapa

hari

konsistensinya

melunak

dan

terdisintegrasi.
k. Pembuluh darah. Pembuluh darah cukup lama bertahan walaupun dari
dalam sudah tercampur dengan sel darah dan terpapar ke sekitar.
l. Vesika urinaria. Secara keseluruhan, kandung kemih (vesika urinaria) dapat
bertahan lebih lama terhadap dekomposisi dari organ lain. Infeksi pada
kandung kemih dan kandung kemih yang penuh akan terdekomposisi lebih
cepat.
m. Prostat/Uterus.Organ-organ kelamin seperti prostat dan uterus adalah yang
terlama dalam urutan organ terdekomposisi. Pada prostat yang besar dan
berpenyakit, laju dekomposisi akan makin cepat. Pada uterus yang gravid
akan lebih cepat terdekomposisi daripada uterus non-gravid dan uterus
nullipara.

Wujoso

(2009)

dalam

bukunya

thanatologi

membagi

proses

pembusukan menjadi 5 tahap :


1. Initial Decay (fresh stage). Dimulai beberapa saat setelah kematian, yaitu
terjadi sekitar 4 menit setelah kematian dan berlangsung selama 24-72 jam.
Tahap kaku mayat dan lebam mayat baru dimulai. Perubahan-perubahan yang
terjadi belum nampak secara klinis. Tanda tanda pembusukan belum ada dan
autolisis merupakan fase yang paling awal dari dekomposisi. Bakteri mulai
menyebar ke seluruh tubuh dan menyebarkan enzim digestif. Beberapa
serangga mulai tertarik untuk datang dan berkoloni pada mayat, salah satu
yang muncul pertama adalah lalat famili calliphoridae.
2. Putrefaction (bloat stage). Berlangsung selama 4-10 hari pasca kematian.
Bau, perubahan warna, dan pembengkakan tubuh adalah hasil dari putrefaksi.
Pada tahap ini terjadi pembengkakan pada mayat akibat gas yang dihasilkan
oleh metabolisme anaerob bakteri. Gas yang terdiri atas hydrogen sulphide
dan methane itu mulai menimbulkan bau busuk yang nyata. Perut
mengembung, lidah dan bola mata menonjol, keluarnya cairan melalui lubang
tubuh, warna kehijauan pada kulit yang dimulai dari abdomen adalah tandatanda yang terlihat pada tahap ini. Pada fase ini larva tampak sebesar nasi,
bertambah banyak, dan berkelompok.
3. Black Putrefaction (active decay). Berlangsung selama 10-25 hari pasca
kematian. Tanda dari tahap ini adalah bau yang sangat menyengat dan warna
kehitaman pada mayat. Pembengkakan tubuhberangsur angsur menghilang
sehinggga tubuh tampak datar seiring dengan robeknya jaringan kulit karena
gas dan cairan yang dihasilkan. Bagian-bagian tubuh mayat terbuka dan
semakin memudahkan larva lalat untuk masuk dan mempercepat pembusukan.
Organ organ dalam hancur. Konsistensi otot berubah menjadi cair dan

kental, dan kuku mulai akan terlepas. Pada tahap ini biasanya larva lalat telah
berubah menjadi pupa.
4. Butyric Fermentation Stage (advance decay). Berlangsung selama 20-25
hari pasca kematian dan terus berlangsung sampai 50 hari setelah kematian.
Pada tahap ini mayat terlihat lebih kering dari sebelumnya.Terjadi fermentasi
menghasilkan gas asam butirat (berbau seperti keju) yang menarik berbagai
organism pemakan bangkai. Bila mayat berada di tempat yang basah atau
lembab, mungkin family kumbang tidak akan muncul, dan larva lalat dapat
bertahan lebih lama. Pada bagian tubuh yang bersentuhan dengan tanah dapat
muncul jamur.
5. Dry or Remains Decay. Dapat berlangsung selama 25-50 hari pasca
kematian dan dapat berlangsung samapi tahunan. Pada tahap ini mayat
menjadi sangat kering, tertinggal kulit yang mengering, rambut dan tulang
(skeletonisasi). Serta lalat atau larva sudah tidak nampak pada mayat.
Kecepatan masing-masing tahap pembusukan sangat bervariasi karena
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti temperatur udara, iklim, penyebab
kematian, pakaian, obat-obatan, kandungan lemak dan ukuran tubuh mayat.

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Dekomposisi atau pembusukan adalah proses degradasi pada jaringan
tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan kerja bakteri.
Banyak hal dapat mempengaruhi kecepatan proses dekomposisi, tergantung
dari factor lingkungan dan tubuh yang mengalami kematian itu sendiri. Proses
dekomposisi dibagi menjadi 5 fase dengan berbagai manifestasi klinis dan
rentang waktu yang berbeda yaitu Initial Decay (fresh stage), Putrefaction
(bloat stage), Black Putrefaction (active decay), Butyric Fermentation Stage
(advance decay), Dry or Remains Decay. Berbagai tanda tanda pembusukan
seperti : wajah / bibir bengkak, bola mata menonjol, lidah terjulur, lubang
hidung / mulut keluar darah, dari lubang tubuh keluar isinya, badan gembung,
bulla/kulit ari terkelupas, arborescent pattern / marbling, dinding perut pecah,
scrotum / vulva bengkak, kuku/ rambut terlepas, organ dalam membusuk.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Fatih II, Muhammad. 2007. Forensik. Klinik Indonesia. Available From:


http://www.klinikindonesia.com/forensik (diakses tanggal 23 november 2014)
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Munin A, Sidhi, dkk, 1997.
Ilmu kedokteran forensik. Ed I. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Carter DO, Yellowlees D, Tibbett M. 2007. Cadaver decomposition in terrestrial
ecosystems. Naturwissenschaften
Dahlan S, 2000. Ilmu kedokteran forensik pedoman bagi dokter dan penegak
hukum.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. & Aster., J. C., 2010. General Pathology. In: W.
Schmitt & R. Gruliow, eds. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
Philadelphia: Elsevier, Inc
Nandy, A., 2001. Death and Post Mortem Changes. In: M. Dr. Mita Sen, ed.
Principles Of Forensic Medicine. Calcutta: New Central Book Agency.
Staerkeby M, 2004. Estimating time of death with forensic entomology [homepage
on the internet]. Oslo: Oslo University. from:
http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/forensic_entomol_pmi.shtml.
Tibbetts Stephen G.,Craig Hemmens, 2010, Criminological Theory: A Text/Reader,
Sage Publication
Wujoso, HH, 2009.Thanatologi.Cetakan 1.Surakarta : UNS Press.

Anda mungkin juga menyukai