Respirasi, Fakultas Kedoktran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Pusat Respirasi Nasional Persahabatan, Jakarta Pendahuluan Kelainan obstruksi adalah salah satu kelainan ventilasi Obstruksi adalah kelainan pada saluran napas yang mengakibatkan aliran udara ekspirasi menjadi lambat Obstruksi dapat reversibel atau ireversibel, untuk membedakan kelainan tersebut dilakukan uji bronkodilator UJI BRONKODILATOR • Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai apakah obstruksi yang terjadi bersifat reversibel atau ireversibel • Mula-mula dilakukan pemeriksaan spirometri, dicatat hasil VEP1 (VEP1 prabronkodilator), kemudian diberikan bronkodilator dan dilakukan pemeriksaan spirometri ulang 15 menit kemudian, dicatat nilai VEP1 (VEP1 postbronkodilator) • Dibandingkan hasil VEP1 praBD dengan VEP1 postBD KUJI BRONKODILATOR • Pemberian bronkodilator dilakukan dengan memberikan inhalasi bronkodilator kerja singkat seperti salbutamol, terbutalin atau fenoterol • Dosis bronkodilator adalah 4 x 2 semprot, sebaiknya memakai alat spacer waktu memberikan inhalasi bronkodilator KPENILAIAN UJI BRONKODILATOR • Pemeriksaan faal paru (APE atau spirometri) dilakukan kembali setelah 15 menit pemberian beonkodilator • Uji BD dikatakan reversibel apabila terdapat kenaikan nilai VEP1 sebesar 200 ml dan 12% setelah pemberian bronkodilator • Bila memakai APE, dikatakan reversibel bila kenaikannya 20% HASIL BRONKODILATOR
• Bila hasil uji bronkodilator adalah reversibel,
maka itu terjadi pada penyakit asma
• Pada penyakit PPOK hasil uji bronkodilator
adalah ireversibel KESIMPULAN • Pemeriksan uji bronkodilator berguna untuk menentukan apakah obstruksi yang ditemukan pada pasien bersifat reversibel atau ireversibel • Dilakukan pemeriksaan faal paru sebelum dan 15 menit sesudah pemberian bronkodilator inhalasi • Hasil reversibel terjadi pada asma, sedangkan pada PPOK hasilnya adalah ireversibel Terima Kasih Atas Perhatiannya FY