Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan masalah medis yang serius serta membutuhkan pengenalan dan
penanganan segera untuk mencegah kematian. Dan sampai saat ini meningitis masih
merupakan infeksi yang menakutkan karena menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang
tinggi terutama di negara berkembang (WHO, 2003). Mortalitas mencapai 5-10% dan
morbiditas jangka panjang yang berupa sekuel neurologis mencapai 50% (Rogier et. al.,
2010) dan di Indonesia diperkirakan mortalitas pada anak sekitar 18-40% dengan angka
disabilitas berkisar antara 30-50% (Saharsodan Hidayati, 2000). World Health Organization
(WHO) memperkirakan bahwa meningitis bacterial menyerang 426.000 anak dan 85.000
dilaporkan meninggal dunia (Hom et al., 2001). Angka kejadian meningitis menduduki urutan
ke-9 dan 10 pola penyakit di 8 rumah sakit pendidikan di Indonesia. Data yang ada
menunjukkan angka kematian meningoensefalitis di RSUD Dr Soetomo Surabaya pada tahun
1988-1993 adalah sebesar 13-18%, pada tahun 1981 di Jakarta sekitar 41,8% (Saharsodan
Hidayati, 2000) dan di Yogyakarta sekitar 30,6% (Purwitosari, 2007).

Diantara berbagai agen penyebab, Haemophillus influenza dan Streptococcus pneumonia


adalah penyebab terbanyak dan merupakan penyebab tersering meningitis berat. (WHO,
2003; Rogier et. al., 2010). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berperan terhadap mortalitas meningitis, diantaranya yang dilakukan oleh
Pelkonen et al (2009), Flores et al (2005) dan Farag et al (2005). Faktor-faktor prediktor itu
diantarnya adalah penurunan kesadaran, dispnea berat, kejang selama perawatan, usia ≤ 1
tahun dan kadar glukosa cairan serebrospinal (CSS) <10mg/dL (Pelkonen et al., 2009; Flores
et al., 2005; Farag et al., 2005).

Disamping akibat perjalanan penyakitnya, kematian pada meningitis juga dapat


diakibatkan oleh penanganan yang tidak adekuat diantaranya keterlambatan pengenalan tanda

1
dan gejala atau diagnosis, keterlambatan pemberian antibiotik dan ketidaktepatan dosis
antibiotik (Stockdale et al., 2011).

Dalam menegakkan diagnosis meningitis diperlukan data hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan untuk menentukkan diagnosis pasti penderita dengan keluhan dan klinis
meningitis. Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis
meningitis adalah X Foto CT-Scan Kepala (Pre-Post Kontras). Tetapi hal itu perlu dipastikan
dengan pemeriksaan penunjang lain yaitu Lumbal pungsi, Dengan cara mengambil cairan
sample untuk mendapatkan kultur, gram stain, jumlah sel darah merah dan untuk mengetahui
adanya glukosa dan protein, kultur dan stain untuk mengidentifikasi organisme penyebab,
jumlah sel darah merah meningkat, glukosa menurun, konsentrasi protein meningkat dan
kultur darah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak


Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar-agar dan
terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium (tengkorak), yang
secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa. Jaringan
otak dilindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan luar adalah kulit kepala,
tulang tengkorak, selaput otak (meninges), dan cairan cerebrospinalis. Selaput otak
terdiri atas tiga lapisan (dari luar ke dalam) : duramater, arakhnoid, dan piamater. Di
dalam tempat tertentu duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium dan
membaginya menjadi tiga kompartemen. Tentorium merupakan sekat yang membagi
rongga cranium menjadi kompartemen supratentorial dan infratentorial, memisahkan
bagian-bagian posterior-inferior hemisfer cerebri dan cerebelum (Listiono, 1998).

Otak (encephalon) dapat dibagi dalam tiga komponen utama : hemisfer cerebri
(otak besar), batang otak, dan cerebellum (otak kecil). Cerebri adalah bagian otak
terbesar (85%) yang berasal dari pronsecephalon. Otak terdiri dari sepasang hemisfer
yaang berstruktur sama, yang dipisahkan oleh flax cerebri dan dihubungkan oleh
sekumpulan serabut saraf yang disebut corpus callosum, yang berfungsi untuk
menyampaikan impuls di antara keduanya. Cerebri dari luar ke dalam tersusun oleh
korteks (massa kelabu atau subtansia grisea atau grey matter), massa putih (subtansia
alba), dan massa kelabu yang dikenal sebagai ganglia basalis (Listiono, 1998).

1 3

4
5

7 6

Gambar. Potongan basis otak (Woodruff, 1993)

3
Keterangan :
1. Lobus frontalis
2. Lobus temporalis
3. Lobus parietalis
4. Mesencephalon
5. Pons
6. Medula
7. Cerebellum
8. Lobus oksipitalis
2
1

4
3

Gambar. Potongan lateral otak (Woodruff, 1993)

Keterangan :
1. Lobus frontalis
2. Lobus parietalis
3. Lobus temporalis
4. Lobus oksipitalis
5. Cerebellum

4
Korteks cerebri (subtansi gricea) terdiri dari sel-sel saraf. Subtansia alba cerebri
berisi serabut-serabut saraf (akson) dalam saluran-saluran yang menonjol, contoh korona
radiata. Serabut-serabut ini arahnya konvergen, membentuk kapsula interna, di sefalad
otak tengah. Ganglia basalis yang terletak di sebelah dalam cerebri, berbatasan dengan
ventrikel III, terdiri dari nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus. Nukleus
kaudatus berjalan di lateral ventrikel lateralis dan talamus. Talamus dan hipotalamus juga
termasuk dalam substanis gricea (Listiono, 1998; Woodruff, 1993).

Gambar. Ganglia Basalis

Di dalam parenkim otak bagian dalam terdapat empat buah rongga yang saling
berhubungan dan berisi cairan cerebrospinalis. Rongga-rongga ini dibatasi oleh epitel
apindema, disebut ventrikel otak. Sistem ventrikel otak terdiri atas ventriel lateralis
kanan dan kiri, ventrikel III, dan ventrikel IV. Cairan cerebrospinalis dibentuk setiap hari
oleh pleksus khoroideus di dalam ventrikel dan ruang subarakhnoid (Woodruff, 1993).

Batang otak, dari sefalad ke kaudal, terdiri dari empat komponen utama :
disencephalon, mesencephalon, pons, dan medulla (Woodruff, 1993). Diencephalon
terdiri dari talamus, hipotalamus, epitalamus, dan sub talamus. Mesencephalon atau otak
tengah terdiri dari tektum, tegmentum, substansia nigra, dan pedunkulus cerebri. Saraf
III dan IV keluar dari mesensefalon. Akuaduktus silvii yang menghubungkan ventrikel
III dan IV terletak dalam otak tengah bagian dorsal. Pons merupakan penghubung antara

5
ota k tengah dan medulla oblongata, terdiri dari bagian ventral (basis) dan bagian dorsal
(tegmentum). Ia membentuk komponen utama dari batang otak dan berlokasi di bagian
fossa medio-posterior. Saraf V-VII berasal dari pons. Permukaan dorsal pons membentuk
dasar ventrikel IV. Medulla merupakan komponen yang paling kaudad dari batang otak.
Saraf VIII-XII berasal dari medula. Medula akan melanjutkan diri ke kaudal sebagai
medula spinalis. Medula meruncing ke kaudal dan bergabung dengan medula spinalis
servikal pada foramen magnum (Listiono, 1998; Woodruff, 1993).

Cerebellum terletak dorsal dari pons dan medulla dan menempati terbesar dari
fossa cerebri posterior. Cerebellum terdiri dari vermis di garis tengah dan dua lobus
lateral (hemisfer).Seperti hemisfer cerebri, cerebellum terdiri dari korteks (gray matter)
dan bagian tengah (white matter) dengan inti bagian dalam (gray matter). Cerebellum
bergabung dengan tiga segmen batang otak melalui pasangan pedunkulus : cerebelaris
inferior dengan medulla oblongata (Listiono, 1998; Woodruff, 1993).

Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri, yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Di dalam rongga cranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan
membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus willisi. 2/3 aliran darah cerebri dialirkan
kesebagian besar cerebri dan diensefalon melalui sistem karotis dan 1/3 sisanya dialirkan
ke medula oblongata, pons, otak tengah, lobus temporalis bagian medial dan inferior,
lobus parietalis, lobus oksipitalis, dan cerebellum melalui sistem vertebralis.

6
Gambar. Gambar arkus aorta beserta cabang-cabang besarnya (Osborn, 1994)

Keterangan :

1. Arkus aorta 11. Arteri


2. Trunkus brakhiosefalika subklavia kiri
3. Arteri subklavia kanan 12. Arteri
4. Arteri vertebralis kanan vertebralis kiri
5. Arteri karotis komunis kanan 13. Arteri
6. Arteri karotis interna kanan vertebralis bergabung menjadi
7. Arteri karotis eksterna kanan arteri Basilaris
8. Arteri karotis komunis kiri 14. Sirkul
9. Arteri karotis interna kiri us willisi
10. Arteri karotis eksterna kiri 15. Arteri

Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula ke vena
serta didrainase ke sinus duramater. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke
vena-vena ekstrakranial. Vena serebral dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu
sistem vena serebral eksterna (drainase darah dari korteks dan subkorteks) dan sistem
vena serebral interna (menerima aliran darah balik dari jaringan otak yang lebih dalam)
(Listiono, 1998).

2.2. FISIOLOGI OTAK


Fungsi otak adalah sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta
untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh.
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),
menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan
sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan terhadap perubahan oksigen
dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja sudah dapat menghilangkan
kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak permanen otak.
Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak jaringan otak
(Prince,Wilson, 2006).

7
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif dan 900
miliar sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hinggá 10.000 cabang
dendrit yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion. Koneksi, komunikasi,
perkembangan otak pada minggu-minggu pertama lahir diproduksi 250.000 neuroblast
(sel saraf yang belum matang), kecerdasan mulai berkembang dengan terjadinya
koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut synapse, makin banyak
percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak tersebut, dan
kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi.
Otak manusia adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya proses
berfikir, berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian. Secara garis besar, otak terbagi
dalam 3 bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system limbik dan batang
otak, yang berkerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk berfikir,
berhitung, memori, bahasa, maka sistek limbik berfugsi dalam mengatur emosi dan
memori emosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi tubuh antara lain denyut
jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik, Ketiganya bekerja bersama
saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga dapat bekerja secara
terpisah.
Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi tubuh,
homeostasisseperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan,
keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain. Otak
terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan
melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik
yang di kenal sebagai potensial aksi . Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain
dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut
neurotransmitter. Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai
sinapsis. Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang
yang ada antara lain asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin (Sylvia,
2006).

2.3. Meningitis
2.3.1. Definisi
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran
atau selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai
organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam

8
darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk, 2005). Efek
peradangan dapat mengenai jaringan otak yang disebut dengan
meningoensepalitis.

2.3.2. Insiden
a. Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
b. Incident puncak terdapat rentang usia 6 – 12 bulan.
c. Rentang usia dengan angka moralitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4
tahun.

2.3.3. Distribusi Frekuensi Meningitis


a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan
distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi
pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk
sempurna. Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di
Negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di
Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau
sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat,
kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.

9
Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.7 Setelah 10 tahun
penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.9 Di Uganda (2001-
2002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per
100.000.28
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi
rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah
haji), dan penyakit ISPA. 16 Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara
yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Insidensi tertinggi
terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis belt,  yang luas
wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara.
Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per
100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik.Di daerah
Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan
oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus kasus
infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi
infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi
selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus. Sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.

2.3.4. Determinan Meningitis


a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerangbayi di
bawah usia dua tahun.7 Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak kulit hitam dibandingkan
yang berkulit putih.Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok
umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan
jarang pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru
sangat tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan
terjadinya gejala meningitissetelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.

10
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP H.Adam Malik

menemukan odds ratio anak yang sudah mendapat imunisasi BCG untuk


menderita meningitis Tuberculosissebesar 0,2.Penelitian yang dilakukan oleh
Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai
daya lindung vaksin TBC terhadap meningitis Tuberculosis  pada anak
menunjukkan penurunan resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak
0,72 kali bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak
pernah diberikan BCG.Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama
menyerang anak-anak dan dewasa muda (12-18 tahun). Meningitis virus dapat
terjadi waktu orang menderita campak, Gondongan (Mumps) atau penyakit
infeksi virus lainnya. Meningitis Mumpsvirus sering terjadi pada kelompok umur
5-15 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan.Penelitian
yang dilakukan di Korea (Lee,2005) , menunjukkan resiko laki-laki untuk
menderita meningitis dua kali lebih besar dibanding perempuan.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitispurulenta
paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus
influenzae sedangkan meningitis serosa disebabkan olehMycobacterium
tuberculosa dan virus. 3 Bakteri Pneumococcus adalah salah satu penyebab
meningitis terparah. Sebanyak 20-30 % pasien meninggal akibat meningitis
hanya dalam waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang
lanjut usia.
Meningitis Meningococcus  yang sering mewabah di kalangan jemaah haji
dandapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup
A,B,C,X,Y,Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita.
Di Eropa dan Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama sedangkan
di Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A. Wabah
meningitis Meningococcusyang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji tahun
2000 menunjukkan bahwa 64% merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup
A. Hal ini merupakan wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di
dunia yang disebabkan oleh serogroup W135. Secara epidemiologi serogrup
A,B,dan C paling banyak menimbulkanpenyakit.

11
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya mirip
sakitflu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada waktu terjadi
KLB Mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis
aseptik pada orang yang tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan
penyebab dari 33 % kasus meningitis
aseptik, Echovirus dan Enterovirus  merupakan penyebab dari 50 % kasus.Resiko
untuk terkena aseptik meningitis pada laki-laki 2 kali lebih sering dibanding
perempuan.
c. Lingkungan
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya
meningitisbakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah
lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau
hidup serumah dengan penderita infeksi saluran pernafasan.Risiko penularan
meningitisMeningococcus juga meningkat pada lingkungan yang padat seperti
asrama, kampkamp tentara dan jemaah haji. Pada umumnya
frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding dengan frekuensi infeksi
Tuberculosa  paru. Jadi dipengaruhi keadaan sosial ekonomi dan kesehatan
masyarakat. Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan
sosial ekonomi rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak mendapat
imunisasi.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika seringterjadi
selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus. Lebih sering dijumpai pada anak-anak daripada orang
dewasa.Kebanyakan kasus dijumpai setelah infeksi saluran pernafasan bagian
atas.

2.3.4. Jenis-jenis Meningitis

Meningitis Viral

a)     Identifikasi.
Relatif sering ditemukan namun penyakit ini jarang sekali ditemukan dengan
sindroma klinis serius atau dengan penyebab virus yang multiple, ditandai dengan
munculnya demam tiba-tiba dengan gejala dan tanda-tanda meningeal.
Pemeriksaan likuor serebrospinal ditemukan pleositosis (biasanya mononukleosis

12
tapi bisa juga polimorfo 353 nuklier pada tahap-tahap awal), kadar protein
meningkat, gula normal dan tidak ditemukan bakteri. Ruam seperti rubella sebagai
ciri infeksi yang disebabkan oleh virus echo dan viruscoxsackie; ruam vesikuler
dan petekie bisa juga timbul. Penyakit dapat berlangsung sampai 10 hari.
Paresis sementara dan manifestasi ensefalitis dapat terjadi; sedangkan
kelumpuhan jarang terjadi. Gejala-gejala sisa dapat bertahan sampai 1 tahun atau
lebih, berupa kelemahan, spasme otot, insomnia dan perubahan kepribadian.
Penyembuhan biasanya sempurna. Gejala pada saluran pencernaan dan saluran
pernafasan biasanya karena infeksi enterovirus. Berbagai jenis penyakit lain
disebabkan oleh bukan virus gejalanya dapat menyerupai meningitis aseptik;
misalnya seperti pada meningitis purulenta yang tidak diobati dengan baik,
meningitis karena TBC dan meningitis kriptokokus, meningitis yang disebabkan
oleh jamur, sifilis serebrovaskuler dan LGV.
Reaksi pasca infeksi dan pasca vaksinasi perlu dibedakan dengan meningitis
aseptik antara lain gejala sisa akibat campak, mumps, varicella dan reaksi pasca
imunisasi terhadap rabies dan cacar; gejala yang muncul biasanya tipe ensefalitis.
Leptospirosis, listeriosis, sifilis, limfositik choriomeningitis, hepatitis,
infeksimononucleosis, influenza dan penyakit-penyakit lain dapat memperlihatkan
gejala klinis yang sama dan penyakit-penyakit ini akan dibahas pada bab
tersendiri. Pada kondisi optimal identifikasi spesifik penyakit ini dapat dibuat
terhadap hampir separuh dari kasus-kasus yang ditemukan dengan menggunakan
teknik serologis dan isolasi. Virus dapat diisolasi pada stadium awal penyakit dari
bilas tenggorok dan tinja, kadang-kadang virus ditemukan dari likuor
serebrospinal dan darah dengan teknik biakan jaringan dan inokulasi pada
binatang.
b)      Penyebab infeksi
Berbagai macam organisme dapat sebagai penyebab infeksi, banyak diantaranya
sebagai penyebab penyakit spesifik lainnya. Banyak sekali jenis virus yang dapat
menimbulkan gejala meningeal. Separuh lebih dari kasus tidak ditemukan
penyebabnya. Pada waktu terjadi KLB mumps, virus ini diketahui sebagai
penyebab lebih dari 25% kasus meningitis aseptik pada populasi yang tidak
diimunisasi.
Virus coxsackie grup B tipe 1-6 sebagai penyebab dari 1/3 kasus; dan
echovirus tipe 2,5,6,7,9 (kebanyakan), 10, 11, 14, 18 dan 30, kira-kira sebagai

13
penyebab separuh kasus. Virus coxsackie grup A (tipe 2,3,4,7,9 dan
10), arbovirus, campak, herpes simplex I dan
virus varicella, virus Choriomeningitis limfositik, adenovirus dan virus jenis lain
bertanggungjawab terhadap terjadinya kasus-kasus sporadis. Insidensi dari tipe-
tipe spesifik bervariasi menurut wilayah geografis dan waktu. Leptospira
bertanggungjawab terhadap lebih dari 20% kasus-kasus meningitis aseptik di
berbagai wilayah di dunia ini
c)       Distribusi penyakit
Tersebar di seluruh dunia, timbul sebagai kasus-kasus endemis dan sporadis.
Angka insidensi yang sebenarnya tidak diketahui. Meningkatnya jumlah kasus
berhubungan dengan musim, pada akhir musim panas dan awal musim semi
jumlah penderita meningkat terutama yang disebabkan oleh arbovirus dan
enterovirus sementara KLB meningitis aseptik yang terjadi di akhir musim dingin
terutama disebabkan oleh mumps.
2.      Meningitis Bakterial

Angka insidensi meningitis bakterial yang dilaporkan di Amerika Serikat, 10


tahun setelah pertama kali vaksin terhadap Haemophillus influenza serotipe b
(Hib) diijinkan beredar adalah 2,2/100.000/tahun dan kira-kira sepertiga penderita
anak berumur 5 tahun. Hampir semua bakteri dapat menyebabkan infeksi pada
semua umur, tetapi seperti yang dilaporkan pada akhir tahun 1990-an penyebab
yang paling sering adalah Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumoniae.

Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi meningokokus, timbul secara


sporadis dan kadang-kadang muncul sebagai KLB; di banyak negara meningokokus
merupakan penyebab utama dari meningitis bakterial. Meningitis yang disebabkan oleh Hib,
sebelumnya merupakan salah satu penyebab yang paling sering dari meningitis bakterial.
Bakteri penyebab meningitis yang paling jarang adalah stafilokok, bakteri enterik, grup B
streptokokus dan Listeria  yang menyerang orang dengan kerentanan yang spesifik (seperti
pada neonatus, penderita gangguan sistem imunitas) atau sebagai akibat trauma pada kepala.

 3.      Meningitis Meningokokus

a)      Identifikasi.
Penyakit bakterial akut dengan katarektistik muncul demam mendadak, nyeri
kepala hebat, mual dan sering disertai muntah, kaku kuduk dan seringkali timbul

14
ruam petekie dengan makula merah muda atau sangat jarang berupa vesikel.
Sering terjadi delirium dan koma; pada kasus fulminan berat timbul gejala
prostrasi mendadak, ecchymoses dan syok. Dulu angka kematian mencapai >50%
namun dengan diagnosa dini, terapi modern dan tindakan suportif, angka kematian
5-15%. Lebih dari 5-15% penduduk di negara endemis merupakan carrier tanpa
gejala, ditemukan koloni Neisseria meningitidis di daerah nasofaring. Sebagian
kecil dari orang ini akan berkembang menjadi penyakit yang invasif dengan
ditandai satu atau lebih gejala klinis seperti bakteremia, sepsis, meningitis atau
pneumonia.
Banyak pada penderita sepsis timbul ruam petekie, kadang-kadang disertai dengan
nyeri dan radang sendi. Meningococcemia dapat timbul tanpa mengenai selaput
otak dan harus dicurigai pada kasus-kasus demam akut yang tidak diketahui
penyebabnya dengan ruam petekie dan lekositosis. Pada meningococcemia
fulminan angka kematian tetap tinggi walaupun telah diobati dengan antibiotika
yang tepat. Diagnosis pasti dibuat dengan ditemukannya meningococci  pada LCS
atau darah. Pada kasus dengan kultur negatif, diagnosis dibuat didukung dengan
ditemukannya polisakarida terhadap grup sepesifik meningococcal pada LCS
dengan teknik IA, CIE dan teknik koaglutinasi; atau ditemukannya
DNA meningococcal pada LCS atau pada plasma dengan PCR. Pemeriksaan
mikroskopis dengan pewarnaan gram, sediaan yang diambil dari petekie
organismenya dapat diketahui.
b)      Penyebab Infeksi
Penyebab inveksi adalah N. meningitidis, suatu jenis meningokokus N.
meningitidis grup A, penyebab utama KLB di AS (tidak ditemukan sejak tahun
1945) dan di tempat lain; sedangkan grup B, C dan Y diakhir tahun 1990-an
sebagai penyebab kebanyakan kasus di AS. Genotipe tertentu tercatat sebagai
penyebab terjadinya beberapa KLB. Serogrup lainnya diketahui juga berperan
sebagai patogen (misalnya grup W-135, X dan Z). Organisme dari kelompok ini
kurang begitu virulen, namun kasus-kasus fatal dan infeksi sekunder pernah
dilaporkan disebabkan oleh hampir semua serogroup. KLB N.
meningitidis biasanya disebabkan oleh strain yang berdekatan. Untuk mengetahui
strain penyebab KLB dan luasnya KLB, maka subtyping dari isolat dengan
menggunakan metoda seperti disebutkan di bawah ini sangat bermanfaat: 356 -

15
multilocus enzyme electrophoresis – pulsed-field gel electrophoresis – enzyme-
restricted DNA fragments.
c)      Distribusi penyakit
Infeksi oleh meningokokus terjadi dimana-mana, namun puncaknya terjadi pada
akhir musim dingin dan awal musim semi. Pada awalnya infeksi meningokokus
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, di banyak negara laki-laki lebih banyak
terserang daripada wanita, dan sering terjadi pada pendatang baru yang
berkumpul/berjejalan pada suatu tempat seperti di dalam barak dan asrama
penampungan. Wilayah yang selama ini diketahui sebagai daerah yang
insidensinya tinggi adalah AfrikaTengah dimana infeksi disebabkan oleh grup A.
d)      Cara penularan
Penularan terjadi dengan kontak langsung seperti melalui droplet dari hidung dan
tenggorokan orang yang terinfeksi. Infeksi biasanya menyebabkan infeksi
subklinis pada mukosa. Invasi dengan jumlah bakteri yang cukup untuk
menyebabkan terjadinya penyakit sistemik sangat jarang. Prevalensi carrier yang
mencapai 25% atau lebih dapat terjadi tanpa ada kasus meningitis. Selama KLB
lebih dari setengah laki-laki personil militer mungkin sebagai carrier sehat kuman
meningokokus. Penyebaran melalui barang dan alat-alat tidak terbukti. Masa
inkubasi  bervariasi dari 2-10 hari, biasanya 3-4 hari.
e)      Masa penularan
Penularan dapat terus terjadi sampai kuman meningokokus tidak ditemukan lagi di
hidung dan mulut. Meningokokus biasanya hilang dari nasofaring dalam waktu 24
jam setelah pengobatan dengan antibiotika trerhadap mikroba yang masih sensitif
terhadap antibiotika tersebut apabila kadar obat mencapai konsentrasi yang cukup
di dalam sekret orofaring. Penisilin dapat menekan jumlah organisme untuk
sementara namun biasanya tidak dapat menghilangkan organisme ini dari
oronasofaring.
f)       Kerentanan dan kekebalan
Kerentanan terhadap penyakit klinis rendah dan menurun sesuai dengan umur;
rasio antara carrier dengan kasus sangat tinggi. Dan mereka yang di dalam
darahnya kekurangan beberapa komponen komplemen sangat mudah kambuh dan
terserang penyakit ini lagi. Orang yang telah diambil limpanya sangat mudah
mengalami bakteriemia walaupun hanya mengalami infeksi subklinis. Dapat

16
muncul kekebalan spesifik terhadap grup bakteri yang menginfeksi. Lamanya
antibodi spesifik ini bertahan belum diketahui.

4.      Haemophilus Meningitis (Meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae)

a)      Identifikasi
Di masa vaksin konyugat Haemophilus b belum dipakai secara luas, H.
influenzae merupakan penyebab meningitis bakterial yang paling utama pada
anak-anak umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun di Amerika. Biasanya disebabkan
oleh karena terjadi bakteriemia. Timbulnya gejala dapat subakut tetapi biasanya
muncul mendadak; gejalanya berupa demam, muntah, letargi dan iritasi
meningeal, dengan ubun-ubun menonjol pada bayi atau kaku kuduk dan kaku
punggung pada anak yang lebih besar. Sering cepat terjadi stupor atau koma.
Biasanya didahului dengan demam ringan selama beberapa hari dengan gejala
SSP yang samar. Diagnosis dibuat dengan melakukan isolasi organisme penyebab
dari darah atau cairan serebro spinal. Polisakarida kapsular spesifik dapat
diidentifikasi dengan menggunakan teknik CIE atau LA.
b)      Penyebab infeksi
Penyebab paling sering adalah H. influenzae serotipe b (Hib). Organisme ini
dapat juga menyebabkan epiglottitis, pneumonia, septic arthritis, cellulites,
pericarditis, empyema dan osteomyelitis.  Serotipe lainnya jarang sekali
menyebabkan meningitis.
c)      Distribusi penyakit
Tersebar di seluruh dunia; paling prevalens diantara amak umur 2 bulan sampai 3
tahun; jarang terjadi pada usia 5 tahun. Di negara berkembang, puncak insidensi
adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan; di Amerika Serikat pada anak usia 6-
12 bulan. Sebelum adanya vaksin untuk Hib di Amerika Serikat, kira-kira 12.000
kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada anak umur kurang dari 5 tahun
dibandingkan dengan hanya 25 kasus pada tahun 1998. Sejak tahun 1990-an,
dengan penggunaan vaksin secara luas pada anak-anak, meningitis yang
disebabkan Hib boleh dikatakan telah menghilang; sekarang banyak kasus terjadi
pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Kasus sekunder dapat terjadi di
lingkungan dan tempat penitipan anak.
d)      Reservoir – Manusia.
e)      Cara penularan

17
Melalui droplet, sekret hidung dan tenggorokan selama periode infeksius. Tempat
masuknya kuman seringkali adalah nasofaring.
f)       Masa inkubasi – Tidak diketahui, mungkin sekitar 2-4 hari.
g)      Masa penularan
Selama masih ada kuman di tenggorokan selama itu orang tersebut dapat
menularkan kepada orang lain; berlangsung cukup lama, walaupun tidak
ada discharge hidung. Penderita tidak lagi menular dalam waktu 24-48 jam
setelah dimulainya pengobatan dengan antibiotika yang efektif.
h)      Kerentanan dan kekebalan
Semua orang rentan terhadap infeksi. Imunitas timbul ditandai dengan adanya
antibodi bakterisidal dan atau antibodi antikapsul di dalam darah baik yang
didapat secara transplacental maupun karena terinfeksi sebelumnya atau karena
imunisasi.

  5.      Pneumococcal Meningitis

Meningitis pneumokokus mempunyai angka kematian yang sangat tinggi.


Dapat muncul dalam bentuk fulminan dan timbul bakterimia tanpa harus ada
infeksi di tempat lain, walaupun mungkin terjadi otitis media
atau mastoiditis pada saat yang sama. Biasanya penyakit muncul tiba-tiba berupa
demam tinggi, kelemahan umum atau koma dan tanda-tanda iritasi
meningeal. Pneumococcal meningitis dapat muncul sebagai penyakit sporadis
pada neonatus, pada orang usia lebih tua dan kelompok tertentu yang berisiko
seperti pasien tanpa limpa dan pada penderita dengan hipogamaglobulinemia.
Fraktur pada basis crania menyebabkan terjadi hubungan yang menetap dengan
nasofaring diketahui sebagai faktor predisposisi.

6.      Neonatal Meningitis
Neonatus dengan neonatal meningitis, timbul letargi, kejang, episode apnoe
(napas terhenti), susah makan, hipotermi dan kadang-kadang terjadi gangguan
berat pada pernafasan dan biasanya terjadi pada minggu-minggu pertama
kehidupan. Hitung darah putih bisa meningkat atau menurun. Kultur LCS
memperlihatkan adanya streptokokus grup B, Listeria monocytogenes  E. coli K-
1  atau kuman lainnya yang didapat melalui jalan lahir. Bayi usia 2 minggu-2
bulan bisa menunjukkan gejala yang sama, ditemukan mikroorganisme

18
Streptokokus grup B atau kelompok Klebsiella- Enterobacter-Serratia didalam
LCS dan bakteri ini biasanya didapat dari ruang perawatan. Meningitis pada kedua
grup ini berkaitan dengan terjadinya septikemia. Pengobatan dilakukan dengan
ampisilin ditambah dengan obat generasi
ketiga cephalosporin atau aminoglycoside, sampai kuman penyebab diketahui dan
hasil tes sensitivitas terhadap antibiotika sudah ada.

2.3.5. Patofisiologis

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ


atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai
ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu
kedua sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus,
cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri.
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

19
1. Aliran darah (hematogen) karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,
tonsillitis, endocarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering
didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman
yang berada dalam cairan otak.
2. Perluasan langsung dari infeksi (per kontinuitatum) yang disebabkan oleh
infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus karvenosus.
3. Implantasi langsung: trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi
lumbal, dan mielokel.
4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi karena :
 Aspirasi cairan dari cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui
jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir.
 Infeksi bakterial secara transplasental terutama listeria.

Sebagian besar infeksi susunan syaraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen.
Saluran napas merupakan port de entrée utama bagi banyak penyebab meningitis
purulenta. Proses terjadinya meningitis bacterial melalui jalur hematogen diawali
dengan perlekatan bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan
kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan memperbanyak diri dalam
aliran darah dan menimbulkan bakterimia. Selanjutnya bakteri masuk ke dalam
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri di dalamnya. Bakteri ini
menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Infeksi

Pembuluh Darah Penetrasi Luka

CSS

Seluruh rongga sub arachnoid

Eksudat Tuberkel

Kelainan pembuluh darah Obstruksi sisterna basalis


(Arthritis-phlebitis) 20
Infark otak Hidrocephalus

Perlunakan otak

Gambar. Patofisiolofi Meningitis

2.3.6. Gejala Klinis


Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Meningitis karena virus ditandai
dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu
berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai
dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer
parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang
disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular
yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang
tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada
palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit
kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan
dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan
gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan
berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella
yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %
oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,

21
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadiumprodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksibiasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
tanpa demam,muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan
turun, mudahtersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupaapatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala,konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama
1 – 3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami
nyeri kepala yang hebat dankadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-
anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai
dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini
penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat
pengobatan sebagaimana mestinya.

2.3.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga
untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan
infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor
resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah
diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
danrotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kernig

22
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendipanggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinyadibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendipanggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
 
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.

23
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
CT SCAN
Pada keadaan yang diduga meningitis bakterialis dengan penurunan
kesadaran, pemeriksaan CT-Scan cranium direkomendasikan sebelum lumbal
pungsi untuk menghindari herniasi otak akibat edema serebri. Pada meningitis
fase akut, Pemeriksaan CT-Scan biasanya normal. Lesi pada parenkim tidak
mudah terlihat pada gambaran CT-Scan, kecuali pada iskemik yang disebankan
oleh vaskulitis sekunder yang merupakan komplikasi pada lebih dari 20% kasus.

24
Gambaran parenkim yang abnormal sebanding lurus dengan gejala neurologis dan
akan memperburuk prognosis nya.
Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan
maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal
(bila tidak ada tanda edema otak). Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan
eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang
selanjutnya akan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada beberapa kasus
didapatkan gyrii dan cysterna menyempit (dengan kontras terlihat) yang
disebabkan oleh melebarnya sulcii karena eksudat yang mengisi sulcii akibat
proses inflamasi, gyral enhancement, tampak lesi hipodens di ganglia basalis, dan
sistem ventrikel melebar

Gambar. Gyral enhancement pada meningitis bacterial akut

Komplikasi

1. Empiema
Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi atau kantong pus yang
terlokalisasi (abses) dalam otak. Empiema adalah suatu efusi eksudat yang
disebabkan oleh infeksi langsung pada rongga tubuh yang menyebabkan
cairan tubuh menjadi purulen atau keruh. Gambaran CT-scan tampak lesi
hipodens.

25
2. Abses
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa
hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista
berisi pus. Gambaran CT scan tampak lesi hipodens dengan dinding bulat
(kantong) hiperdens.

3. Hydrocephalus
Berdasarkan Anatomi /tempat obstruksi CSS
 Hidrosefalus tipe obstruksi /non komunikans
Terjadi bila CSS otak tergangu (Ganguan di dalam atau pada sistem
ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem
ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital : stenosis
akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan
ventrikel I. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan
lokasinya). Yang agak jarang ditemukan sebagai penyebab
hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, Atresia foramen Monro,
malformasi vaskuler atau tumor bawan. Radang (Eksudat, infeksi
meningeal). Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor dalam
sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor paraselar, tumor fosa
posterior).
 Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau ganguan
penyerapan (Ganguan di luar sistem ventrikel).
 perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan
perlekatan lalu menimbulkan blokade vili arachnoid.
 Radang meningeal
 Kongenital :
- Perlekatan arachnoid/sisterna karena ganguan pembentukan.
- Ganguan pembentukan vili arachnoid
- Papiloma plexus choroideus
CT scan kepala

26
 Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering menunjukan pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel I. Dapat terjadi di atas ventrikel ebih besar
dari ocipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukuranya
normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS.
 Pada hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di
proksimal dari daerah sumbatan.

Keuntungan CT scan :
1. Gambaran lebih jelas
2. Non traumatik
3. Meramal prognose
4. Penyebab hidrosefalus dapat diduga

Gambar. Ventriculomegaly pada hidrosefalus


Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) bukan merupakan pemeriksaan rutin
pada kasus meningitis bakterialis tanpa komplikasi. pemeriksaan MRI akan
membantu memberikan gambaran yang lebih jelas pada parenkim otak. Pada
kasus komplikasi berupa kejang dan disertai dengan gejala-gejala fokal, MRI
lebih baik jika dibandingkan dengan CT-Scan dalam menggambarkan lesi
parenkim pada kasus meningoensefalitis atau komplikasi vaskulitis akibat rentetan
FLAIR (Fluid Attenuated Inversion Recovery).

27
Gambar. Acute bacterial meningitis. This axial T2-weighted magnetic resonance
image shows only mild ventriculomegaly.

Gambar. Acute bacterial meningitis. This contrast-enhanced, axial T1-weighted


magnetic resonance image shows leptomeningeal enhancement (arrows).

2.3.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan
pengobatan meningitis meliputi:
a. Pengobatan Simtomatis:

28
1) Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2 – 0,5 mg/kgBB/dosis, atau rektal : 0,4 – 0,6
mg/kgBB indikasi meringankan spasme otot rangka, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24
jam indikasi anti kejang, 3 x sehari atau Fenonarbital 5 – 7 mg/kgBB/24 jam, 3 x
sehari. Indikasi anti kejang
2) Antipiretik : parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. Indikasi analgesik
3) Antiedema serebri: Diuretik osmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
4) Pemenuhan Oksigenisasi dengan O2.
5) Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian tambahan
volume cairan intravena.

b. Obat anti infeksi (meningitis tuberkulosa)


1) Isoniazid 10 – 20 mg/kgBB/24 jam, oral,2 x sehari maksimal 500 mg selama 1½
tahun. Indikasi memnghambat pembentukan dinding sel bakteri
2) Rifampisin 10 – 15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun indikasi : anti
infeksi
3) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kgBB/ 24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3
bulan.Indikasi Indikasi Menghambat/membunuh pertumbuhan mikroorganisme

c. Obat anti infeksi (meningitis bakterial)


1) Sefalosporin generasi ketiga Indikasi menghambat sintesis dinding sel mikroba
2) Amfisilin 150 – 200 mg (400mg)/kgBB/24 jam, IV, 4 – 6 x sehari
Indikasi antibakteri Gram + dan Gram – 
3) Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari. Indikasi menghambat sintesa
protein sel mikroba. 

Pengobatan biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai untuk setiap


mikroorganisme penyebab meningitis :

Dosis Total Sehari Interval


Antibiotik Organisme
Untuk Dewasa Pemberian
Penicilin G Pneumoccocci 20 juta U/hr 2 – 4 jam
Meningoccocci
Streptoccocci
Ampicillin 18 gr/hr 4 jam
Cefotaxime 12 gr/hr 4 jam
Ceftazidime 6 gr/hr 4 jam
Ceftriaxone 4 gr/hr 6 jam

29
Chlorampenikol Haemofilus 4 gr/hr 6 jam
Influenza
Amikacin 15 mg/kg/hr 12 jam
Bactrim 10 mg/kg/hr 8 jam
Metronidazole 1 – 2 gr/hr 12 jam
Sulbenicillin 12 gr/hr 4 jam
Cloxacillin 12 gr/hr 4 jam
Gentamicyn Klebsiella
Pseudomonas
Proleus
Terapi TBC Micobacterium
Tuber culosis
·           INH 5 - 10 mg/kg/hr 24 jam
·           Rifampisin 15 - 20 mg/kg/hr 24 jam
·           Pyrazinamide 30 - 35 mg/kg/hr 6 – 8 jam
·           Streptomicyn 15 mg/kg/hr i.m. 12 – 24 jam

30
BAB III

KESIMPULAN

Meningitis adalah proses infeksi dan inflamasi yang terjadi pada selaput otak. Infeksi
ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang tinggi.
Meningitis dapat terjadi karena infeksi virus, bakteri, jamur maupun parasit.Tanpa
memandang etiologi, kebanyakan penderita dengan infeksi sistem saraf pusat mempunyai
sindrom yang serupa. Gejala – gejala yang lazim adalah : nyeri kepala, nausea, muntah,
anoreksia, gelisah dan iritabilitas. Sayangnya, kebanyakan dari gejala – gejala ini sangat tidak
spesifik. Tanda – tanda infeksi sistem saraf pusat yang lazim, disamping demam adalah :
fotofobia, nyeri dan kekakuan leher, kesadaran kurang, stupor, koma, kejang – kejang dan
defisit neurologis setempat. Keparahan dan tanda – tanda ditentukan oleh patogen spesifik,
hospes dan penyebaran infeksi secara anatomis

Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan di seluruh
dunia. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan klinis meningitis
sangat dibutuhkan untuk diagnosis. Bila tidak terdeteksi dan tidak diobati, meningitis dapat
mengakibatkan kematian.

Selama pengobatan meningitis, perlu dimonitor efek samping penggunaan antiobiotik


dosis tinggi; periksa darah perifer serial, uji fungsi hati dan uji fungis ginjal. Perlu dilakukan
pemantauan ketat terhadap tumbuh kembang pasien yang sembuh dari meningitis.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available


in : http://www.emedicine.com
2. Imaging in Bacterial Meningitis.Author: Lutfi Incesu, MD; Chief Editor: James G
Smirniotopoulos, MD. Available in : http://emedicine.medscape.com/article/341971-
overview#a20
3. Lange, S., Thomas, Kluge. Cerebral and Spinal Computerized Tomography – Second
Revised and Enlarged Edition.
4. Patterns of Contrast Enhancement in the Brain and Meninges, James G.
Smirniotopoulos, MD, Frances M. Murphy, MD, MPH, Radiographics.
5. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009.
available in :http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
6. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William
and Wilkins. 2004.h.443.
7. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
8. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical
Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.
9. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
10. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial
Meningitis. NEJM.2004.

32

Anda mungkin juga menyukai