Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT SESSION

EFUSI PLEURA PADA KEGANASAN

Oleh :
ADELIN PRIMA DEVITA (1740312402)
FITRI SUKMAWATI (1840312729)

Preseptor :
dr. Russilawati, Sp. P
dr. Oea Khairsyaf, Sp. P (K) FISR.FAPSR

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
DAFTAR ISI I
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2 LAPORAN KASUS 3
BAB 3 DISKUSI 11
DAFTAR PUSTAKA 15

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas i


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pleura merupakan kondisi di mana terdapat akumulasi cairan berlebih pada

cavitas pleuralis yang disebabkan oleh meningkatnya produksi atau berkurangnya absorpsi

cairan pleura. Cairan biasanya bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe, kadang

juga disebabkan karena adanya abses atau lesi yang didrainase ke cavitas pleuralis. Efusi

pleura merupakan manifestasi dari banyak penyakit, mulai dari penyakit paru sampai

inflamasi sistemik atau malignansi.1

Efusi pleura merupakan manifestasi dari penyakit lain yang mendasari, maka angka

insidennya sulit untuk untuk ditentukan. Masih sedikit penelitian dan survey yang telah

dilakukan. Namun, beberapa studi menuliskan bahwa estimasi prevalensi efusi pleura adalah

320 dari 100.000 kasus di negara industri di mana persebaran etiologi tergantung dari

prevalensi penyakit yang mendasarinya. Frekuensi penyebab efusi pleura juga beragam di

bagian tertentu di dunia. Di negara-negara yang sedang berkembang, efusi pleura akibat

tuberculosis dan parapneumonic sering ditemukan. Sedangkan, di negara-negara maju efusi

pleura banyak diakibatkan oleh gagal jantung, malignansi, dan pneumonia. Di Amerika

Serikat sendiri, insiden efusi pleura diestimasi mencapai 1,5 juta per tahun.1,2

Di Indonesia, belum ada data nasional yang menggambarkan prevalensi efusi pleura.

Namun, beberapa studi telah dilakukan oleh beberapa rumah sakit. Hasil catatan medis di RS

Dokter Kariadi Semarang jumlah prevalensi penderita efusi pleura untuk wanita 66,7.% dan

laki-laki 33,3%. Studi lain di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011 dengan 136

kasus menunjukan prevalensi wanita 34,6% dan laki-laki 65,4%.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Ada dua tipe penyebab utama dari efusi pleura, yaitu efusi pleura transudatif dan

eksudatif. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari peningkatan

tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik kapiler; misalnya gagal jantung,

sirosis, dan sindrom nefrotik. Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang

mengakibatkan perubahan pada pembentukan dan penyerapan cairan pleura; peningkatan

permeabilitas kapiler menyebabkan eksudasi cairan, protein, sel, dan komponen serum

lainnya Penyebab yang paling sering terjadi, yaitu pnemonia, malignansi, dan pulmonary

embolism, infeksi virus, dan tuberculosis.1,2

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan case report ini adalah untuk memahami dan menambah
pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, faktor resiko, patogenesis, diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis efusi pleura pada keganasan.

1.3 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas mengenai efusi pleura pada keganasan.

1.4 Metode Penulisan


Laporan kasus ini dibuat dengan metode diskusi yang merujuk dari berbagai referensi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3
BAB 2
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. I

Umur/tgl lahir : 40 tahun / 5 Juli 1979

Jenis kelamin : Laki - Laki

Pekerjaan : Petani

No. RM : 01055815

Alamat : Sleman, Kerinci

Status perkawinan : Menikah

Negeri asal : Kerinci

2. ANAMNESIS PASIEN

Keluhan Utama

Nyeri dada sejak 6 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

- Nyeri dada sejak 6 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan sebelah kanan, tidak menjalar dan

dirasakan nyeri hilang timbul, terutama saat pasien batuk. Nyeri bertambah berat

dengan aktivitas. Nyeri dirasakan membaik jika pasien tidur miring ke arah kanan.

Awalnya, pasien berobat ke RS Lubuk Alung pada pertengahan Juli 2019, dilakukan

rongent toraks, lalu dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang.

- Sesak nafas ada sejak 6 bulan yang lalu, tidak menciut dan tidak meningkat dengan

aktifitas.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


- Batuk-batuk ada sejak 6 bulan yang lalu, batuk berdahak dengan warna putih, encer

dan tidak pernah dibawa berobat oleh pasien

- Batuk darah tidak ada, riwayat batuk darah tidak ada

- Suara serak sejak 6 bulan yang lalu, makin lama suara dirasakan semakin menghilang

- Bengkak pada dada kanan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, makin lama makin

membesar

- Keringat malam tidak ada

- Nyeri menelan tidak ada

- Mual dan muntah tidak ada

- Demam tidak ada

- Penurunan nafsu makan ada sejak 6 bulan yang lalu

- Penurunan berat badan ada 10 kg dalam 6 bulan terakhir

- BAB dan BAK tidak ada kelainan

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat minum OAT (-)

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat diabetes melitus (-)

- Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat minum OAT dalam keluarga (-)

- Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)

- Riwayat diabetes melitus dalam keluarga (-)

- Riwayat keganasan dalam keluarga (-)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Riwayat Sosial Ekonomi dan lain-lain

- Pasien seorang petani

- Pasien seorang perokok, merokok mulai usia 13 tahun, selama 27 tahun, sebanyaj 12

batang / hari, baru berhenti 6 bulan ini (bekas perokok, Indeks Brinkman sedang)

3. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan umum : Sedang

- Kesadaran : Komposmentis kooperatif

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 88 x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Suhu : 37,5°C

- Sianosis : (-)

- TB : 155 cm

- BB : 47 kg

- BMI : 19,56 Kg/cm2 (Normoweight)

- Anemia : -/-

- Ikterus : -/-

- Kepala : normocephal, rambut tidak mudah rontok

- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

- Leher : JVP 5-2 cmH2O, ada deviasi trakea

- KGB : tidak ada pembesaran KGB

- Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


Palpasi : iktus kordis teraba tidak kuat angkat

Perkusi : batas kanan : sulit dinilai

batas atas : RIC III linea parasternalis sinistra

batas kiri : RIC V, 1 jari lateral LMCS

Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-)

- Paru

Dada Depan

Inspeksi :

Asimetris, dada kanan lebih cembung dari dada kiri (statis)

Pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri (dinamis)

Pasien terpasang pigtail cateter di linea mid axilaris dekstra

setinggi sela iga ke 4

Palpasi : fremitus kanan lemah dari kiri

Perkusi : Kanan = pekak

Kiri = sonor

Auskultasi : kanan: SN melemah

kiri: suara nafas bronkovesikuler, Rh (-), Wh (-)

Punggung

Inspeksi :

Asimetris, punggung kanan lebih cembung dari dada kiri

(statis)

Pergerakan punggung kanan tertinggal dari kiri (dinamis)

Pasien terpasang pigtail cateter di linea mid axilaris dekstra

setinggi sela iga ke 4

Palpasi : fremitus kanan lemah dari kiri

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Perkusi : Kanan = pekak

Kiri = sonor

Auskultasi : kanan: SN melemah

kiri: suara nafas bronkovesikuler, Rh (-), Wh (-)

- Abdomen

Inspeksi : perut tidak membuncit, distensi tidak ada

Palpasi :

- Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas tidak ada

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

- Genitalia :

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Ekstremitas : Edema -/-, clubbing finger -/-,

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Hb : 12,9 g/dl

Ht : 38 %

Leukosit : 12.310 /mm3

Trombosit : 523.000/mm3

Ur/cr :16/0,7

Na/K/Cl : 138/4,0/64

Bil tot/ bil direk/bil indirek : 0,49/0,19/0,3

SGOT/SGPT :20/13

Kesan: Anemia, Leukositosis, Trombositosis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


Gambaran Rontgen

Kesan rontgen thoraks : Efusi Pleura Kanan dengan pendorongan

5. DIAGNOSIS KERJA

Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui TxNxM1A (efusi pleura) stage IV PS

70 - 80

6. DIAGNOSIS BANDING

Efusi Pleura Kanan ec. TB Paru

7. PENATALAKSANAAN

- IVFD NaCL 0,9 % 12 jam/kolf

- Sitologi Sputum

- BTA 1, 5, TCM

- Pungsi cairan pleura

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


- USG Thoraks ; TTNA dan Cor Biopsi

- Bronkoskopi dengan persiapan

- CT Scan toraks dengan kontras

PERJALANAN PENYAKIT (follow up)

Tanggal 25 Juli 2019 Jam 10.00 WIB

S : Nyeri dada (+) berkurang, batuk berdahak (+), sesak nafas (+) berkurang

O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 82, Nf: 22x/ menit

: Paru: Aus: Ka: suara nafas melemah

Ki: suara nafas bronkovesikuler, rh -, wh -

Pigtail Kateter: Cairan ±1000 mL serohemoragik

A : Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui TxNxM1A (efusi pleura)

stage IV PS 70 - 80

P :

- IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf

- Sitologi Sputum

- BAJAH KGB

- Core Biopsy Pleura

- Bronkoskopy dengan perencanaan

- Cek darah rutin, PT/APTT

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Tanggal 26 Juli 2019 jam 14.00 WIB

S : Nyeri dada (+) berkurang, batuk berdahak (-), sesak nafas (+) berkurang

O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 120/70, Nd: 78x/i, Nf: 22x/ menit

: Paru: Aus: Ka: suara nafas melemah

Ki: suara nafas bronkovesikuler, rh -/-, wh -/-

Pigtail Kateter: Cairan ±800 mL serohemoragik

A : Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui TxNxM1A (efusi pleura)

stage IV PS 70 - 80

P :

- IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf

- Sitologi Sputum

- BAJAH KGB

- Core Biopsy Pleura

- Bronkoskopy dengan perencanaan

- Cek darah rutin, PT/APTT

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


BAB 3
DISKUSI

Telah dirawat pasien laki-laki 40 tahun dengan efusi pleura kanan keganasan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kanan yang telah berlangsung selama 6 bulan
yang lalu. Nyeri dada tidak menjalar dan bertambah berat dengan aktivitas dan batuk. Pasien
pertama kali berobat ke RS Paru di Lubuk Alung pada pertengahan Juli 2019 dan pasien telah
melakukan rontgen thoraks lalu dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pasien juga
mengeluhkan sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu, batuk hilang timbul dan tidak menciut.
Pasien ada batuk sejak 6 bulan yang lalu, berdahak dengan warna dahak putih, tidak
berdarah, dan tidak encer. Pasien merasakan bahwa dada kanannya terasa lebih bengkak
dibanding kiri sejak 6 bulan yang lalu dan makin lama makin besar. Pasien tidak ada riwayat
batuk darah dan juga keringat malam. Penurunan nafsu makan ada pada pasien dan pasien
mengalami penurunan berat badan sekitar 10kg selama 6 bulan ini. Pasien mengalami
perubahan suara, yaitu suara pasien menjadi serak sampai menghilang dalam 6 bulan ini.
Nyeri menelan tidak ada, mual dan muntah tidak ada, demam tidak ada, BAB dan BAK tidak
bermasalah.
Pada pemeriksaan fisik paru saat inspeksi ditemukan asimetris dimana dada kanan
terlihat lebih cembung dan tertinggal saat bernafas disbanding dada kiri, pada palpasi
ditemukan fremitus pada dada kanan lemah dibandingkan dengan dada kiri, pada perkusi
ditemukan redup di dada kanan dan sonor di dada kiri, dan pada auskultasi ditemukan suara
nafas yang melemah sampai menghilang di dada kanan sedangkan dada kiri bronkovesikuler
tanpa ronki dan wheezing. Dari pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil bahwa pasien
mengalami anemia ringan (Hb 12,9 g/dL), leukositosis (leukosit 12.310/mm3), dan
trombositosis (523.000/mm3). Pada tanggal 23/7/2019 pasien telah dilakukan pungsi cairan
pleura di linea axillaris posterior RIC VII dan keluar cairan ± 1200 mL yang bersifat
serohemoragik dan saat ini pasien terpasang pigtail kateter. Pada hasil rontgen toraks
ditemukan perselubungan homogen pada lapang paru kanan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien diatas, dapat dicurigai pasien mengalami
gangguan pada ruang interpleura akibat adanya cairan sehingga membuat pengembangan
paru tidak maksimal dan muncul gejala sesak. Gangguan tersebut disebut efusi pleura.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang
berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura ataupun adanya cairan di cavum
pleura yang volumenya melebihi normal. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam
rongga pleura sekitar 5-15 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,
kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Cairan
dalam jumlah yang berlebih dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan
paru selama inhalasi. Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk
sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis, yang saling bergerak karena
pernapasan. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parieatalis yang bertekanan tinggi
dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang bertekanan rendah dan diserap juga oleh
kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura visceralis.3,4
Efusi cairan pleura dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi
karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis hati,
sindroma nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, keganasan, atelektasis paru, dan pneumotoraks. Sedangkan pada efusi eksudat,
terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah
pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudati yang paling sering
adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudatif tuberkulosa. Sebab lain
seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia
atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis
lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis,
pleuritis uremia, dan akibat radiasi.5
Keganasan dapat menyebabkan efusi pleura dengan beberapa mekanisme, namun
secara umum cairan yang terbentuk merupakan cairan eksudat. Cairan eksudat merupakan
cairan yang memenuhi satu atau lebih kriteria Light, seperti rasio protein cairan pleura
terhadap protein serum >0,5, rasio lactate dehydrogenase (LDH) cairan pleura terhadap LDH
serum >0,6, dan level LDH cairan pleura lebih besar dari 2/3 batas atas level normal LDH
serum.4,5 Pada pasien diperoleh hasil analisis cairan pleura yaitu, jumlah sel 2000, PMN 40,
protein 13,6 g/dL, glukosa 2 g/dL, LDH 2.510 u/L, dan albumin 6,5 g/dL. Berdasarkan dari
hasil pemeriksaan tersebut, jenis cairan adalah eksudat.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


Mekanisme yang bertanggung jawab dalam pembentukan efusi pleura pada keganasan
adalah peningkatan permeabilitas membran atau dinding kapiler dengan atau tanpa kerusakan
vaskular dan obstruksi parsial atau lengkap saluran limfa pada rongga pleura.8,9
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disebabkan karena reaksi inflamasi yang
ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan atau viseral. Teori lain
menyebutkan peningkatan permeabilitas terjadi karena gangguan fungsi beberapa sitokin,
antara lain tumor necrosing factor-a (TNF-a), tumor growth factor-ß (TGF-ß) dan vascular
endothelial growth factor (VEGF).8 Peningkatan permeabilitas permukaan pleura
menyebabkan protein dan cairan lebih mudah memasuki rongga pleura sehingga cairan yang
terakumulasi memiliki kandungan protein yang relatif tinggi.6
Cairan pleura juga dapat terakumulasi ketika produksi lebih besar dibanding
pembersihan yang terutama terjadi melalui saluran limfa. Aliran limfa dihambat oleh tumor
sehingga dapat merusak mekanisme pembersihan normal protein dan cairan dari rongga
pleura. Absorpsi akan berkurang ketika tumor menginvasi sistem drainase dari pleura parietal
ke hilus dan nodus limfa mediastinum.6,11
Gejala yang ditimbulkan tergantung besar efusi dan penyakit yang mendasari. Gejala
tersering pada pasien efusi pleura adalah nyeri dada dan sesak napas. Sesak napas terjadi
karena refleks neurogenik paru dan dinding dada yang disebabkan penurunan keteregangan
(compliance) paru, penurunan volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah
kontralateral, dan penekanan diafragma ipsilateral.4,8 Gejala lain adalah akumulasi cairannya
kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Efusi pleura karena
keganasan biasanya unilateral, tetapi bisa juga bilateral karena obstruksi saluran getah
bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan pengaliran cairan dari rongga pleura melalui
diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna.5
Pemeriksaan fisik pada toraks menunjukkan hemitoraks yang terlibat efusi tampak
lebih cembung. Fremitus taktil pada palpasi bisa menurun atau tidak teraba akibat gangguan
hantaran getaran suara oleh cairan pleura. Pemeriksaan perkusi di bagian toraks yang terkena
efusi sebagian besar adalah pekak. Suara napas bisa menurun atau hilang saat pemeriksaan
auskultasi pada bagian yang terkena efusi karena gangguan transmisi suara napas dari paru ke
dinding dada.6,12
Pemeriksaan penunjang foto polos toraks merupakan pemeriksaan awal yang paling
penting dalam diagnosis pasien yang dicurigai efusi pleura. CT-Scan toraks juga dapat
dilakukan dan hasil lebih sensitif dibandingkan foto polos dalam mendeteksi pleura.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


Diagnosis radiologi lain dapat dilakukan melalui USG dan MRI terutama untuk mendeteksi
efusi pleura yang kecil.6,13
Penatalaksanaan efusi pleura pada keganasan tergantung dari beberapa faktor, antara
lain penyakit dasar, jenis sel stadium, luas penyakit, tampilan dan angka harapan hidup.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan efusi pleura adalah memperbaiki keluhan dan
mengurangi cairan dalam rongga pleura dan menangani penyakit yang mendasari. Banyak
penderita yang memerlukan penatalaksaan invasif untuk menghilangkan gejala seperti
torakosentesis, pleurodesis, bedah pintas pleuroperitonial, dan pleurektomi. Terapi dengan
torakosentesis dan aspirasi cairan menjadi prosedur pertama dalam penatalaksanaan yang
berguna dalam menangani gejala sesak napas. Torakosentesis mempunyai efek terbatas.
Lebih dari 98% kasus efusi pleura ganas yang berhubungan dengan kanker paru akan kambuh
dalam 30 hari pasca torakosentesis pertama.6,13
Pada pasien ini telah dilakukan torakosintesis dan pemasangan pigtail kateter untuk
mengurangi gejala sesak nafas sekaligus evakuasi cairan pleura. Sebagai terapi terapeutik
evakuasi ini bertujuan mengeluarkan sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun
dalam rongga pleura, sehingga diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi
dengan baik, serta jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan
penderita dapat bernapas dengan lega kembali. Pengeluaran cairan pleura dianjurkan tidak
sekaligus (maksimal 1500 mL) karena akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga menyebabkan edema paru re-ekspansif. Komplikasi lain adalah hematotoraks,
pneumotoraks, emfisema sub-kutis, reflex vasovagal, hipotensi, gagal jantung, dan infeksi
sekunder.14
Pigtail kateter merupakan teknik sederhana mengeluarkan cairan pleura menggunakan
kateter yang berukuran kecil antara 12-14 Fr. Teknik ini dinilai lebih aman, efektif, dan dapat
meminimalisir rasa tidak nyaman pada pasien. Pemasangan pigtail dianjurkan antara RIC IV-
VI pada linea axilaris media.15

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


DAFTAR PUSTAKA
1. Hooper, C. Lee, Y.C.G. Maskell, N. Investigation of a unilateral pleural effusion in
adults: British Thoracic Society pleural diseaseguideline 2010. Thorax. 2010;65(2):ii4-
ii17.
2. Brashers, V. L. Alterations of Pulmonary Function. Dalam McCance, K. L. & Huether,

S. E. Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 5th
Edition. Elsevier Mosby; 2006:1205-1245.
3. Davies HE, Lee YCG. 2008. Pleural effusion, empyema, and pneumothorax. Di dalam :
Albert RK, Spiro SG, Jett JR, editor. Clinical Respiratory Medicine. Philadelphia (US) :
Mosby Inc.Hlm 853-62.
4. Yataco JC, Dweik RA. 2005. Pleural effusions : evaluation and management. Cleveland
clinic journal of medicine, vol 72, No 10.
5. Halim H. Penyakit-penyakit Pleura. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta:
Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. hal. 1066–70.
6. Weinberger SE, Cockrill BA, Mandel J. 2014. Principles of pulmonary medicine, sixth
edition. Philadelphia: Saunders.
7. Surjanto E, Sutanto YS, Aphridasari J, Leonardo. 2014. Penyebab efusi pleura pada
pasien rawat inap di rumah sakit. J Respir Indo; 34:102-8.
8. Ahmad Z, Krishnadas R, Froeschle P. 2009. Pleural effusion: Diagnosis and management.
Journal of Perioperative Practice; 19(8):242-247.
9. Kastelik J. 2013. Current management of pleural disorders. American Medical Journal;
4(1):110-121.
10. Syahruddin E, Hudoyo A, Arief N. 2009. Efusi pleura ganas pada kanker paru. J Respir
Indonesia; 29(4).
11. Stathopoulos GT and Kalomenidis L. 2012. Malignant pleural effusion, tumor– host
interactions unleashed. Am J Respir Crit Care Med; 186:487–492.
12. Light RW. 2013. Pleural diseases sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
13. Zarogoulidis K, Zarogoulidis P, Darwiche K, Tsakiridis K, Machairiotis N, Kougioumtzi
I, Courcoutsakis N, et al. 2013. Malignant pleural effusion and algorithm management. J
Thorac Dis; 5(S4):S413-S419.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


14. Burrows CM, Mathews WC. Predicting Survival in Patients With Recurrent Symptomatic
Malignant Pleural Effusions. CHEST. 2000;117(1):73–8.
15. Mehta AA, Satish A, Kallikunnel A, Mohamed S. The Pigtail Catheter for Pleural
Drainage : A Less Invasive Alternative to Tube Thoracostomy. J Curr Surg.
2016;6(2):52–6.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17

Anda mungkin juga menyukai