Anda di halaman 1dari 8

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Lablopalatoschizis

Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :
Andriansyah
Nanda Dwi Oktaviani (202105054)
Fauzi
Audiah Aprita (202105093)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Labiopalatoschizis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen. atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menyusun makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada pihak-
pihak yang berkontribusi melalui sumber - sumber yang dipakai penulis untuk menyelesaikan
makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, penulis
menyadari masih banyak kekurangan pada makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang
mendukung sangat dibutuhkan sebagai pembelajaran untuk membuat makalah selanjutnya.

Bekasi, 12 September 2023


DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Kelainan sumbing pada bibir dan langit-langit mulutmerupakan kelainan kongenital yang
paling sering ditemui pada kasus bedah plastik. Kelainan bibir dan langit-langit atau biasa
disebut dengan bibir sumbing atau labioschizis. Labioschizis sendiri merupakan kelainan
bawaan yang dimana terdapat adanya celah di antara kedua sisi kanan dan / atau kiri bibir.
Kelainan ini terjadi saat pembentukan janin, kadang kala meluas mencapai langit-langit
bahkan merusak estetika cuping hidung yang disebut dengan labiopalatoschizis atau
labiognatoschizis.
Insiden kejadian bibir sumbing dan celah pada langit-langit sering terjadi, prevalensi
terjadinya bibir sumbing pada saat kelahiran di dunia ialah 1:1000 kelahiran dan 1:2000
kelahiran untuk celah langit-langit, sedangkan etnis Asia memiiki angka kejadian yang
lebih tinggi dari etnis Kaukasia yaitu 2,1 : 1000 kelahiran 3. Berdasarkan RISKESDAS
2018 (Riset Kesehatan Dasar Indonesia) prevalensi terjadinya bibir sumbing di Indonesia
ialah 0,08 persen, dan berdasarkan data yang terdapat di Kemenkes RI pada awal
September 2014 - akhir Agustus 2015 terdapat bayi dengan 1 kelainan kongenital
sebanyak 87% sedangkan bayi yang lahir dengan > 1 kelainan kongenital hanya 13%.
Kelainan kongenital yang paling sering ditemukan adalah celah bibir dan langitlangit.
Untuk penyebab bibir sumbing masih belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat bukti
bahwa ada dua faktor yang berperan dalam timbulnya bibir sumbing, yaitu faktor
keturunan dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan memiliki peran terjadinya bibir
sumbing pada saat kritis penyatuan bagian-bagian bibir dan palatum. Pada wanita hamil
yang mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan atau tidak benar, seperti kortison,
aspirin, obat-obatan anti-konvulsi, hal ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
bibir sumbing. Radiasi yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya cacat
pada bayi, juga pada ibu yang mempunyai kebiasan merokok dan waktu hamil masih
diteruskan juga mempunyai resiko terjadinya cacat pada bayinya.Penanganan
labiopalatoschizis dilakukan dengan operasi. Beberapa operasi telah dikembangkan untuk
mengatasi labiopalatoschzis. Operasi tersebut yaitu Celah bibir bilateral berpotensi
mengubah struktur dan bentuk wajah secara signifikan serta menyebabkan gangguan
dalam perkembangan makan, bicara, gigi geligi, dan kosmetik. Selain dampak fisik, celah
bibir juga memberikan efek psikologis dan sosio-ekonomis pada pasien dan keluarga,
sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup.4 Variasi metode operasi celah bibir
bilateral secara primer telah banyak dikembangkan, tetapi hasilnya sering tidak adekuat.
Banyak bayi yang lahir dengan celah bibir bilateral menjalani prosedur yang
konvensional, multi-tahap dan memerlukan tindakan revisi saat anak-anak dan dewasa.
Salah satu prinsip repair celah bibir bilateral modern adalah melakukan repair bibir dan
rinoplasti primer secara bersamaan.

A. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Labiopalatoschizis
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari Labiopalatoschizis
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi pada Labiopalatoschizis
c. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi Labiopalatoschizis
d. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui penatalaksanaan dari
Labiopalatoschizis
e. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari Labiopalatoschizis
f. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Labiopalatoschizis

B. Metode penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode literature review dari artikel
penelitian. Penelusuran artikel melalui Google Scholar, Neliti, Pub-Med, Sciene Derict,
dengan menggunakan kata kunci “ sistem Perkemihan penyakit Batu Ginjal” Jurnal dan
artikel tersebut mempunyai judul dan isi yang sama sesuai dengan materi tersebut.

C. Sistematika penulisan
Bab I Pendahuluan : Menjelaskan tentang latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka meliputi: penjelasan tentang konsep penyakit ( Defenisi,
Klasifikasi, etiologi, Patofisiologi/Path way); Tanda dan gejala; Penatalaksanaan
(Farmakotherapi, non Farmakotherapi), Komplikasi. Serta Asuhan keperawatan
(Pengkajian – Evaluasi ).
Bab III Telaah jurnal.
Bab IV Kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Labiopalatoschizis

Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara
mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna
sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.
Celah pada satu sisi disebut labioschisisunilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi
disebut labioschisis bilateral. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada
kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang
janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan
nutrisi, stres pada kehamilan, trauma dan faktor genetik. Faktor yang diduga dapat
menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stres pada kehamilan, trauma dan
faktor genetik.
B. Etiologi
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya deformitas celah rongga mulut. Faktor
tersebut antara lain yaitu:
a). Faktor genetik atau keturunan
Faktor genetik atau keturunan dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan
kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22
pasang kromosom non sex (kromosom 1-22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X
dan Y) yang menentukan jenis kelamin .Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13
atau sindroma patau9 dimana ada tiga untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,
sehingga jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini
selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada
perkembangan otak, jantung dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
b). Kurang nutrisi, seperti defisiensi Zn, B6, vitamin C dan asam folat selama hamil.
c). Radiasi
d). Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama
e). Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin, seperti infeksi rubella, sifilis,
toxoplasma dan klamidia.
f). Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu, kontrasepsi
hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan seperti kecanduanalkohol dan terapi
penitonin.
g). Multi faktoral dan mutasi genetic.

C. Patofisiologi
D. Klarifikasi

Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenai
salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum
durum, serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena
menjadi beberapa bagian berikut.

1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum di belahan
foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhdap
foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keudanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan
belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
E. Manifestasi Klinis
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan
1. Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu mempunyai refleks
mengeluarkan air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan
payudara.
2. Bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squieezer bottles). Untuk
mengatasi gangguan mengisap, pakailah dot yang panjang dengan memeras botol maka
susu dapat didorong jatuh di belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak tidak mau,
berikan dengan cangkir dan sendok.
3. Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk menutup sementara celah
palatum agar memudahkan pemberian minum, dan sekaligus mengurangi deformitas
palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah.
4. Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis, dokter
anak, dokter THT, serta ahli wicara.
B. Konsep Tumbuh kembang pada Anak infan
a. PERTUMBUHAN
b. PERKEMBANGAN
Motorik kasar

motoric halus, Bahasa & sosialisasi

Teori Perkembangan anak (Psikososial, Psikoseksual, moral, kognitif)


C. Konsep hospitalisasi

Anda mungkin juga menyukai