PEMICU 1
“Anak saya cengeng”
DISUSUN OLEH :
SALSABILA
210600091
KELOMPOK 4
FASILITATOR :
MEDAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Skenario:
Seorang ibu berusia 34 tahun, datang ke klinik gigi membawa anak lelaki yang berusia 3
bulan. Keadaan umum anak terlihat kurang berat badan, dan keluhan ibunya, bibir anaknya
sumbing dan anaknya sering tersedak jika disusui. Pemeriksaan intraoral terlihat adanya celah
pada palatum dan bibir anak tersebut. Bibir anak terdapat celah bibir unilateral, tidak ada
cacat ataupun kelainan lain pada wajah dan tubuhnya.
Pertanyaan :
1. Jelaskan nama kelainan rahang pada kasus di atas dan jelaskan patogenesisnya.
2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kelainan tersebut di atas.
3. Bagaimana mekanisme terjadinya bibir yang sempurna?
4. Bandingkan anatomi normal dengan kasus di atas.
5. Mengapa anak tersebut sering tersedak sewaktu disusui?
6. Jelaskan kelainan-kelainan malformasi pada wajah lainnya.
7. Gambarkan dan jelaskan anatomi maksila dan mandibula, otot-otot pengunyahan,
persyarafan dan pembuluh darah pada maksila dan mandibula normal.
8. Gambarkan dan jelaskan radioanatomi maksila dan mandibula normal.
9. Gambarkan dan jelaskan radioanatomi TMJ normal.
1. Jelaskan nama kelainan rahang pada kasus di atas dan jelaskan patogenesisnya.
Jawab :
Celah bibir / cleft lip dan celah langitan / cleft palate merupakan salah satu kelainan
paling sering dijumpai dari semua cacat bawaan. Celah bibir dapat terjadi dengan disertai
celah langit-langit atau dengan tidak disertai celah langit-langit dan umumnya disebut
sebagai “cleft lip with or without cleft palate” (Leslie dan Merry, 2014). Celah bibir
merupakan suatu kelainan yang diakibatkan oleh kegagalan dalam proses penyatuan
bagian bibir saat masih di dalam janin. Sedangkan celah langit-langit terjadi saat langit-
langit mulut tidak menyatu dengan normal sehingga menyebabkan adanya celah antara
rongga mulut dan rongga hidung (Kummer, 2014). 1
Celah bibir dan palatum adalah salah satu bentuk kelainan bawaan yang paling sering
dijumpai. Celah orofasial berupa celah bibir dengan atau tanpa celah palatum dan celah
palatum yang terjadi tanpa disertai celah bibir dapat terjadi pada 1 diantara 500 hingga
1000 bayi yang lahir di dunia. Efek pada kemampuan berbicara, pendengaran,
penampilan, dan psikologis dapat mengarah pada kondisi kesehatan dan integrasi sosial
yang buruk pada penderita. Biasanya, anak dengan kelainan ini membutuhkan perawatan
multidisipliner sejak lahir hingga dewasa dan memiliki morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan individu tanpa kelainan bawaan ini.2
a) Celah Bibir
Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir:
1) Teori Fusi
Disebut teori klasik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa
kehamilan, prosesus maksilaris berkembang ke arah depan menuju garis median,
mendekati prosesus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi
antara prosesus maksilaris dengan proses medialis maka celah bibir akan terjadi.
2) Teori hambatan perkembangan
Disebut juga teori penyusupan dari mesoderm. Mesoderm mengadakan penyusupan
menyeberangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Victor Veau bersama
dengan Hochsteter menyatakan bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal
menyeberangi celah maka celah bibir akan terbentuk.
3) Teori Mesodermal sebagai kerangka membran brankhial
Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memerlukan jaringan mesodermal
yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal
tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga
akan terbentuk celah bibir.
4) Gabungan teori fusi dan penyusupan mesodermal
Adanya fusi prosesus maksilaris dan penggabungan kedua prosesus naso medialis
yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah.
b) Celah Palatum
Celah palatum terjadi oleh karena suatu kegagalan penyatuan dua prosesus maksilaris kiri
dan kanan atau kegagalan penyatuan prosesus fronto nasalis pada saat perkembangan
janin. Selain itu karena pertumbuhan lapisan palatum yang tidak adekuat, peninggian
lapisan palatum yang tidak tepat, kepala janin yang sangat lebar, atau dapat juga terjadi
rupture setelah fusi.2
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kelainan rahang yang dialami anak pada kasus yaitu
kombinasi dari celah bibir dan celah palatum yang disebut sebagai Labiopalatoschisis.
b) Factor lingkungan
Faktor lingkungan adalah faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan embrio,
seperti usia ibu saat hami, penggunaan obat – obatan, defisiensi nutrisi, penyakit
infeksi, radiasi, stress emosional dan trauma pada masa kehamilan.
- Usia ibu
usia ibu hamil di usia lanjut biasanya berisiko melahirkan bayi dengan bibir sumbing.
Keadaan ini dapat meningkatkan resiko ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang
akan menyebabkan bayi lahir dengan keadaan trisomi. Risiko ini meningkat diduga
sebagai akibat bertambahnya umur sel telur yang dibuahi.
- Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat – obatan untuk ibu hamil juga harus diperharikan karena terdapat
beberapa obat yang bisa menyebabkan terjadinya celah bibir antara lain asetosal atau
aspirin sebagai obat analgetik khususnya aspirin dengan dosis diatas 81 mg,
contohnya Aspirin Bayer, Naspro dan merk lain dari Ibuprofen, juga obat – obat
antiinflamasi non steroid (NSAID) seperti Sodium Naproxen dan Ketoprofen serta
obat golongan antihistamin yang digunakan sebagai anti emetik pada masa kehamilan
trisemester pertama.
- Defisiensi nutrisi
Faktor lingkungan berikutnya yaitu defisiensi nutrisi khusunya defisiensi asam folat
dan vitamin B6 pada masa kehamilan. Menurut refferensi, wanita hami yang
mengkonsumsi asam folat sejak kehamilan dini diketahui dapat mengurangi resiko
terjadinya bibir sumbing pada bayinya sekitar 40%. Asam folat bisa ditemukan pada
hati, sayuran hijau (contohnya sayur bayam), asparagus, brokolo, kacang kedelai,
kacang – kacangan dan jus jeruk.
- Stress emosional dan trauma pada masa kehamilan.
Trauma pada masa kehamilan dan stress emosional diduga dapat menyebabkan celah
bibir dan langitan. Pada keadaan stress, kortkes adrenal menghasilkan hidrokortison
yang berlebihan. Radiasi yang berlebihan saat kehamilan dapat menyebabkan celah
bibir atau celah langit – langit. Efek ini terjadi bila mengenai organ reproduksi
seseorang yang akibatnya diturunkan pada generasi berikutnya. Makin besar dosis
radiasi yang diberikan makin besar kemungkinan terjadinya defek ini.
- Radiasi
Efek teratogenik sinar ion telah diakui dan diketahui dapat mengakibatkan timbulnya
celah bibir dan celah langit-langit. Efek genetik yaitu efek yang mengenai alat
reproduksi yang akibatnya diturunkan pada generasi selanjutnya, dapat terjadi bila
dosis penyinaran tidak menyebabkan kemandulan. Efek genetik tidak mengenal
ambang dosis. Dosis yang kecil pun dapat menimbulkan mutasi gen, makin tinggi
dosis makin tinggi kemungkinannya.
Pada minggu keempat kehamilan, telah terbentuk 5 tonjolan muka, yaitu processus
frontonasalis, sepasang processus maxillaris, sepasang processus mandibularis. Pada
minggu kelima, tanda letak (placodes) masuk untuk membentuk lubang hidung. Sepasang
processus maxillaris telah berkembang ke medial dan mendorong sepasang tonjolan
nasalis medial pada minggu keenam. Fusi dari tonjolan nasalis medial ialah membentuk
filtrum, bibir tengah atas, ujung hidung, dan Columella. Fusi dari sepasang tonjolan
maxillaris dengan sepasang tonjolan nasalis medial membentuk bibir atas sempurna
(tonjolan maxillaris membentuk bibir lateral). Sedangkan tonjolan nasalis lateralis
membentuk ala nasalis bilateral.4
Kemudian, pembentukan palatum dimulai pada akhir minggu kelima dari perkembangan
dan sempurna pada minggu kedua belas. Dikatakan sempurna apabila telah terbentuk
palatum primer dan palatum sekunder yang dibatasi oleh foramen incisivus.5
Palatum primer terdiri dari arcus alveolaris maxillaris dengan 4 incisors dan palatum
durum di depan foramen incisivus. Palatum primer terbentuk sebelum palatum sekunder.
Selanjutnya, selama minggu keenam, pertumbuhan palatum sekunder seperti rak (Shelf)
dari processus maxillaris bilateral, tumbuh secara vertical kebawah pada kedua sisi dari
lidah. Selama minggu ketujuh, lidah pindah kebawah dan bentukan rak (shelf) berpindah
tempat ke posisi horizontal dibawah lidah. Fusi palatum terjadi secara haluan dari depan
ke bekang dan sempurna satu minggu kemudian dengan adanya fusi uvula (Smith's &
Grabb, 2014).4
Supplai darah ke bibir berasal dari arteri karotis eksterna yang diteruskan ke arteri
fasialis. Arteri fasialis bercabang menjadi arteri labialis superior dan inferior (Matros &
Pribaz, 2014). Inervasi motorik otot bibir dipersarafi oleh cabang nervus fasialis (VII).
Cabang zygomaticus dan buccal berfungsi untuk elevasi, sedangkan nervus mandibular
marginal menginervasi otot depresor bibir. Inervasi sensorisnya dipersyarafi oleh cabang
infraorbital (V2) dan mental (V3) dari nervus trigeminal (Matros & Pribaz, 2014).6
Keterangan gambar:
(A) Celah bibir unilateral tidak komplit,
(B) Celah bibir unilateral
(C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar,
(D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC Medical genetics.5
Kemampuan mengisap, menelan dan bernapas merupakan tiga keahlian dasar dalam
pemberian makanan pada bayi dengan susu botol maupun menyusu air susu ibu. Gerakan
mengisap membawa makanan ke dalam mulut dengan menciptakan tekanan secara
bertahap. Tekanan positif terbentuk ketika puting ditekan sehingga mengeluarkan cairan
untuk masuk ke rongga mulut. Tekanan negatif atau isapan terbentuk ketika rongga mulut
yang tertutup sedikit membesar dan bolus makanan ditarik ke dalam mulut. Bayi
penderita celah bibir dan langit-langit bermasalah terhadap keberhasilan terpenuhinya
kebutuhan nutrisi, karena bayi sulit untuk mengisap susunya, karena lemahnya tekanan
pengisapan dan sulitnya memeras air susu. Otot-otot pada regio bibirnya tidak dapat
menekan dot susu. Langit-langit yang tidak tertutup membuat bayi makin sulit mengisap
susu karena tekanan negatif intra oralnya sangat lemah.
b. Paramedian cleft
Celah yang sangat mirip dengan celah garis tengah, tetapi secara anatomis tidak terletak
tepat di tengah.
Paramedian Cleft
c. Orbital cleft
Memiliki keterlibatan orbital
- Aganasia
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi
telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibular
sehingga telinga bertemu di garis tengah. Agenesis absolut mandibula masih diragukan
apakah bias terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau mengalami
reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi,
mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada
hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran bukofaringeal. Agnasia sering
juga disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.
7. Gambarkan dan jelaskan anatomi maksila dan mandibula, otot-otot pengunyahan,
persyarafan dan pembuluh darah pada maksila dan mandibula normal.
Jawab :
a. Anatomi maksila
Os maxilla adalah tulang rahang atas pada manusia dan diketahui memiliki fungsi
dalam menyokong gigi-gigi yang berada dibagian atas mulut. Selanjutnya, rahang
atas juga diketahui berfungsi dalam menjaga bentuk tulang hidung tetap ideal.
Keberadaan dari tulang rahang atas ini diketahui juga merupakan penyokong dari
keberadaan tulang langit-langit.
Maksila terbentuk dari dua bagian komponen piramidal iregular yang berkontribusi
terhadap pembentukan bagian tengah wajah dan bagian orbit, nasal fossa, oral cavity,
dan sebagian besar palatum, nasal cavity, serta apertura piriformis. Maksila terdiri
dari badan dan empat prosesus; frontal, zygomatic, palatina, dan alveolar.13
• Os maxilla Processus palatina: membentuk bagian besar dari palatum durum.
Foramen insisivus terletak di daerah anterior palatum durum, di belakang gigi
insisivus.
b. Anatomi mandibulla
Mandibula atau tulang rahang bawah merupakan bagian dari tulang wajah.
Mandibular merupakan satu-satu nya tulang yang wajah yang bisa bergerak. Tulang
mandibular berasal dari dua tulang yang terpisah, yang kemudian bergabung menjadi
satu pada usia sekitar satu tahun.
− Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V
atau nervustrigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah
orofacial, selain saraftrigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf
cranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.
➢ Nervus makxila
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum,
dan gingiva di maksila. selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan
bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini
kemudian akan bercabanglagi men!adi tiga, yaitu nervus alveolaris superior
anterior, nervus alveolaris superior medii,dan nervus alveolaris superior posterior.
Nervus alveolaris superior anterior mempersarafigingiva dan gigi anterior, nervus
alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I
bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafigingiva dan gigi
molar I bagian distal serta molar II dan molar III.15
➢ Nervus mandibula
- Nervus alveolarisinferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di
bawah akar gigi molar sampai ketingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini
tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapimerupakan dua atau tiga cabang
yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini
memasuki tiap akar gigi.
- Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini juga
memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva
buccal di area molar pertama.
- Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang
mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva.
- Nervus mylohyoid, terkadang dapatmelan!utkan per!alanannya pada
permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibulamelalui foramen
kecila pada kedua sisi midline.15
➢ Arteri facialis
merupakan pembuluh darah utama yang mensuplai wajah. Arteri ini keluar dari
permukaan anterior arteri carotis eksterna, berjalan ke atas melalui struktur
profunda leher dan muncul pada batas bawah mandibula setelah melewati kelenjar
submandibula di bagian posterior. Arteri facialis selanjutnya melengkung di sekitar
batas bawah mandibula tepat di anterior dari otot masseter di mana pada posisi ini
denyut arteri facialis dapat dirasakan, dan selanjutnya arteri facialis berjalan terus
ke area wajah. Pada wajah, arteri facialis berjalan melewati mandibula, otot
buccinator dan maxilla kemudian berjalan terus menuju sudut medial mata.16
8. Gambarkan dan jelaskan radioanatomi maksila dan mandibula normal.
Jawab :
Maksila
Rahang atas dibentuk oleh penyatuan tulang maksila. Tulang maksila mempunyai bentuk
seperti piramid dengan basisnya membentuk dinding lateral kavum nasi dan apeksnya
berartikulasi dengan tulang zigomatikusum. Apeks premolar pertama, premolar kedua,
molar pertama, dan molar kedua biasanya tertutup oleh tulang yang tipis, yang
membentuk bagian dasar sinus maksilaris. Orifisium dan foramina yang perlu
diperhatikan pada maksila yaitu foramen infraorbital, foramen alveolaris superior
posterior, foramen insisivum, dan foramen palatinum mayus. Tulang maksila merupakan
tulang yang mendukung 16 gigi-gigi permanen rahang atas.17
Mandibula
Tulang mandibula merupakan tulang pada rahang bawah tempat menempelnya gigi-gigi
rahang bawah. Tulang mandibula berbentuk menyerupai tapal kuda dan juga berbentuk
seperti huruf U. Tulang mandibula tersusun atas dua tulang yang bergabung pada garis
tengah dagu. Tiap belahan mandibula terdiri dari korpus dan ramus. Pada badan ramus
terdapat prosesus alveolaris, di akhiran ramus terdapat dua tonjolan tulang, yaitu prosesus
koronoideus pada bagian anterior dan prosesus kondiloideus pada bagian posterior,
sedangkan korpus mandibula merupakan bagian yang membentang dari garis median
sampai ke angulus mandibula dan merupakan tempat tertanamnya gigi rahang bawah.18
9. Gambarkan dan jelaskan radioanatomi TMJ normal.
Jawab :
Sendi temporomandibular adalah tempat pertemuan kondilus mandibula dengan dasar
tengkorak atau fossa glenoid tulang temporal. Sebuah diskus memisahkan dua tulang.
Bagian diskus yang bersentuhan dengan tulang kondilus mandibula terdiri dari jaringan
ikat fibrosa tanpa saraf atau pembuluh darah. Sendi ini adalah gabungan. Diskus dibagi
menjadi tiga bagian, dalam tampilan sagital: anterior, posterior, dan tengah. Zona tengah
adalah bagian yang paling tipis. Diskus menjadi lebih tebal di bagian anterior dan
posterior. Kondilus mandibula merupakan struktur tulang ellipsoid yang terhubung ke
ramus mandibula dengan leher sempit. Kondilus memiliki panjang sekitar 20 mm di
mediolateral dan tebal 8 sampai 10 mm di anteroposterior.
Kondilus mandibula sangat bervariasi baik dalam ukuran dan bentuk. Gambaran kondilus
mandibula sangat bervariasi dilihat dari aspek superior terdapat gambaran yang datar,
bulat, atau sangat cembung. Ada juga yang mengklasifikasikan kondilus rahang bawah
manusia menjadi lima tipe : pipih (flattened), pointed, bersudut (angled), bulat (round),
dan crooked finger. Variasi bentuk kepala kondilus normal terjadi akibat faktor usia, jenis
kelamin, tipe wajah, daya oklusal, dan tipe maloklusi. Kondilus mandibular mengalami
perkembangan sejak awal kehidupan dan mengalami modifikasi sepanjang kehidupan
sebagai bentuk adaptasi dengan daya fungsional. Bentuk kepala kondilus juga memiliki
bentuk patologis yaitu osteophyte, sclerosis, flattening, dan erosi dilihat dari arah
koronal.18
(a)Komponen tulang pada persendian dilihat dari samping(b).Kepala kondilus dilihat dari
aspek anterior (c).Basis rahang dilihat dari bawah. Fossa glenoidalis (yang ditunjukkan oleh
anak panah) dan angulasinya terhadap bidang koronal.19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit(CB/L) adalah suatu kelainan bawaan yang
terjadi pada bibir bagian atas dengan atau tanpa disertai celah langit-langit lunak
(palatummolle) dan langit-langit keras(palatum durum)rongga mulut. Celah bibir terjadi
karena hipoplasia pada lapisan mesenkim, yang mengakibatkan kegagalan medial nasal dan
proses maksila untuk bergabung.
Pada kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa kelainan rahang yang dialami anak pada kasus
yaitu kombinasi dari celah bibir dan celah palatum yang disebut sebagai Labiopalatoschisis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Malek R. Prosthetics Feeding Aids for Infants with Cleft Lip and Palate: Journal of
Prosthetic Dentistry. 1980; Vol.44 (5).
2. http://repository.unissula.ac.id/15774/4/bab%201.pdf
3. Gilarsi TR. Celah Bibir, Faktor Penyebab dan Penanggulangannya.
https://www.tempo.idmedika/arsip/042001/sek-2.htm. (20 September 2021).
4. Mukti AR. Keparahan sumbing bibir bilateral terhadap kualitas scar pasca operasi di cleft
lip palate center fakultas kedokteran universitas muhammadiyah malang tahun 2011-
2017. Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2018
5. https://repository.unsri.ac.id/25184/1/ASPEK_BIOMOLEKULER_PALATOSKIZIS.pdf
6. Matros, E. & Pribaz, J. J., 2014. Reconstruction of Acquired Lip Deformities. In: Plastic
Surgery. Newyork: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business, pp. 372-
73.
7. Hopper, R. A., Cutting, C. & Grayson, B., 2007. Cleft Lip and Palate. In: Grabb and
Smith's Plastic Surgery. Newyork: Lippincott William & Wilkins, a Wolters Kluwer
business.
8. Beumer J. Maxillofacial rehabilitation prosthodontic and surgical consideration. St.
Louis: Ishiyaku Euro America, Inc.; 1996. p.234-240.
9. Neville BW. Oral and maxillofacial pathology. 2nd Ed. Philadelphia: WB Saunders Co.;
2002. p.2-4.
10. Dachlan I, Handaya AY, Sagiran. Sumbing Median (Midline cleft). Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan, 2005; Vol.5 (2): 139.
11. Muhamad AH, Azzaldeen A, Watted Nizar. Cleft Lip and Palate: A Comprehensive
Review. International Journal of Basic and Applied Medical Science. 2014; 4(1): 338-
355.
12. Hafiz A, Munilson J, Huriyati E, dkk. Diagnosis dan penalaksanaan tragus asesorius dan
stenosis liang telinga pada hemifisial mikrosomia. J Kesehatan Andalas 2016; 5(1): 274-
83.
13. Ayu H. 2011. Anatomi Mandibula. Web FK Universitas Airlangga http://hanifah-ayu-
fk13.web.unair.ac.id/artikel_detail-87482-Anatomi-Mandibula.html/ (22 September
2021).
14. Suhartini. Fisiologi pengunyahan pada system stematognatig. Stomatognatic (J.K.G Unej)
Vol. 8 No. 3, 2011: 122-126.
15. Stanley J. Nelson and Major. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology, and Occlusion. 9th
Ed. Missouri: Saunders Elsevier 2010; 256-258.
16. Abdurachman. Anatomi Senyum: Kajian Kinesiologi. Surabaya: Airlangga University
Press, 2018.
17. Malaysia Documen. Pemeriksaan radiografi.DOCX. 14 April 2018.
https://vdokumen.net/pemeriksaan-radiografidocx.html. (22 September 2021).
18. Leutikaprio. Teknik anastesi lokal rahang atas.
http://www.leutikaprio.com/main/media/sample/Teknik%20Anestesi%20Lokal%20Raha
ng%20Atas_SD.pdf. (22 September 2021).
19. Anjani KG, Nurrachman AS, Rahman FUA, Firman RN. Bentuk dan posisi kondilus
sebagai marker pada Temporomandibular Disorder (TMD) melalui radiografi panoramik.
J Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia 2020; Vol. 4 (3): 91-100.
20. Epsilawati L. Firman RN. Diagnosa kelainan sendi tempomandibular dengan
memanfaatkan panoramik foto. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2011/07/Diagnosa_Kelainan_Sendi_TMJ-KOREA.doc. 22 September
2021).