PENDAHULUAN
Biologi sel (juga disebut sitologi, dari bahasa Yunani Kytos, “wadah”) adalah ilmu yang
mempelajari sel. Hal yang dipelajari dalam biologi sel mencakup sifat-sifat fisiologis sel
seperti struktur dan organel yang terdapat didalam sel, lingkungan dan antaraksi sel, daur
hidup sel, pembelahan sel, dan fungsi sel (fisiologis), hingga kematian sel. Pemeriksaan
sitologi adalah salah satu pemeriksaan sangat penting dalam menunjang penentuan satu
penyakit. Pemeriksaan ini memerlukan tindakan khusus, karena itu mutlak teknik tertentu
mulai dari pengambilan, pengumpulan, proses pewarnaan sampai dengan hasil
interpretasinya.
1
Alat dan Bahan:
Dalam melakukan eksfoliatif sitologi didalam mulut membutuhkan alat seperti kaca
mulut, pinset, gelas objek, alat pengerok epitel yang terbuat dari kayu, plastik, logam atau
sikat (cytobrush) yang steril. Alat pengerok dari plastik dan logam tidak dianjurkan, karena
tidak memberikan kerokkan epitel yang maksimal.
Hasil kerokkan epitel yang didapat, membutuhan bahan fiksasi yang digunakkan
adalah larutan alkohol 95% yang paling baik, namun dapat pula digunakan methyl spritus
atau hair spray. Untuk mengurangi rasa sakit pada saat dilakukan pengerokan epitel dapat
digunakan anastesi topikal semprot.
Metode Pengambilan
1. Imprint 3. Cytobrush 5. Kumur-kumur
2. Kapas Lidi 4. Smear/hapusan/spatel
PROSEDUR KERJA:
1. Imprint
• Lesi yang akan diambil, dibersihkan dgn larutan normal saline
• Objek glass yang telah diberi nomor kode, ditempelkan ke lesi
• Lesi yang diambil adalah lesi permukaan yaitu misalnya ujung lidah, bibir.
• Objek glass dibiarkan sebentar, fiksasi dgn alkohol 96 %, kirim ke
Laboratorium Patologi Anatomi (PA)
2
Gambar 2. Cara Imprint
2. Kapas Lidi
• Lesi dibersihkan dengan normal saline
• Kapas lidi diputarkan ke lesi 360 derajat
• Kapas lidi ditransfer ke objek glass berputar 360 derajat.
• Fiksasi dgn alkohol 96%, kirim ke laboratorium Patologi Anatomi
A B
Gambar 3. A & B Kapas lidi
3. Cytobrush
• Lesi dibersihkan dengan normal saline
• Lesi di brush dengan alat cytobrush
• Di brush ke atas objek glas
• Fiksasi, kirim ke laboratorium Patologi Anatomi(PA)
Gambar 4. Cytobrush
3
4. Smear /Spatel
• Lesi dibersihkan dengan normal saline
• Lesi dikerok dengan spatel
• Ditransfer ke objek glass
• Fiksasi, kirim ke laboratorium Patologi Anatomi(PA)
5. Kumur-kumur
• Dilakukan pada lesi yang banyak dan luas
• Kumur-kumur dengan normal saline
• Dilakukan centrifuge
• Endapannya di transfer ke objek glass.
• Fiksasi dan kirim ke laboratorium Patologi Anatomi(PA) Fiksasi
4
Gambar 8. Pengiriman sediaan
Tujuan :
Mengetahui adanya tanda-tanda keganasan suatu lesi pada epitel.
Pelaksanaan Sitologi
Praktikan harus menyediakan alat-alat berupa :
1. Objek glass: banyak objek glass yang dianjurkan para ahli antara lain :
a. Gelas standard biasa.
b. Objek glass albumin
c. Objek glass dengan satu sisi yang kasar.
Objek glass yang sering dipakai adalah objek glass standard biasa atau objek glass yang
dilapisi albumin dengan keuntungan bahwa sel-sel yang lebih banyak dapat melekat ke objek
glass tapi objek glass albumin dapat terwarnai lapisan albuminnya sehingga menganggu
dalam interpretasinya.
Objek glass dengan satu sisi yang kasar dapat juga digunakan keuntungannya adalah bahwa
identifikasi pasien mudah ditulis dengan pinsil biasa disisi yang kasar tersebut.
2. Glass cover (deck glass)
Glass cover yang lebih baik digunakan dalam apusan/smear penutup yang sedikit
menyebabkan kerusakan/perubahan sel.
Prosedur
Cara penggunaan metode Imprint .
1. Lesi yang akan diambil untuk sediaan dibersihkan dengan larutan nomal saline.
2. Ambil objek glass dan tekan ke lesi.
3. Objek glass diangkat dan lesi akan melekat pada objek glass tersebut.
4. Sediaan(epitel lepas) yang melekat pada objek glass diratakan dengan spatula dari
arah kiri ke kanan cukup sekali saja.
5. Pemberian nomor pada tepi objek glass untuk identifikasi.
6. Biarkan diudara sebelum proses fiksasi
7. Selanjutnya menunggu proses fiksasi
6
PERTEMUAN PRAKTIKUM 1:
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti blok ini diharapkan mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan
exfoliative sitologi.
Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mengetahui cara-cara pengambilan dan pengiriman sediaan sitologi rongga mulut.
Mahasiswa mengetahui dan dapat melakukan teknik kapas lidi, scraping, imprint, dan
cytobrush.
Tugas Praktikum 1:
Lakukan cara-cara pengambilan sedian sitologi dalam rongga mulut!
Prosedur kerja:
1. Setiap kelompok melakukan metode pengambilan: imprint, kapas lidi, cytobrush,
smear/hapusan/spatel, dan kumur-kumur.
2. Setiap anggota kelompok membagi tugas untuk melakukan metode imprint,
kapas lidi, cytobrush, smear/hapusan/spatel, dan kumur-kumur secara
bergantian. Masing-
7
3. Hasil dari diskusi cara melakukan metode pengambilan sediaan sitologi
tersebut kemudian dipresentasikan kepada kelompok lain secara bergantian,
dimana setiap kelompok dengan memilih salah satu metode pengambilan:
imprint, kapas lidi, cytobrush, smear/hapusan/spatel, dan kumur-kumur.
4. Dosen pembimbing diharapkan memberikan penjelasan atau pengarahan
kepada setiap kelompok yang telah melakukan presentasi kepada kelompok
yang lainnya.
5. Pada akhir diskusi, dosen pembimbing memberi tugas individual yang harus
dijawab setiap mahasiswa untuk evaluasi pemahaman mahasiswa tentang
Praktikum 1.
8
Diskusi
Jawablah pertanyaan - pertanyaan dibawah ini pada kolom yang disediakan .
1. Teknik oral sitologi.
1. Tuliskan teknik pengambilan sediaan dengan kapas lidi
Paraf Tutor
( )
9
FINE NEEDLE ASPIRASI BIOPSI
I. PENDAHULUAN
Fine Needle Aspirasi adalah prosedur per kutan yang menggunakan jarum halus dan
jarum suntik untuk mendapatkan sample cairan. Aspirasi biopsi dilakukan untuk
benjolan(tumor) yang mencurigakan sebagai contoh sebuah tonjolan pada payudara atau pada
pembesaran lymphnode, atau jika sebuah abnormalitas terdeteksi pada imaging test seperti
sinar X, ultrasound atau mamografi. Dengan aspirasi biopsi, materi selular yang diambil
akan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Secara taknis, prosedur aspirasi biopsi berbeda
dengan biopsi, dimana aspirasi biopsi mengambil material berupa cairan dari ruang
interseluler dan beberapa sel dengan jarum halus tanpa mendapatkan struktur jaringan,
histologis sedangkan biopsi mengambil potongan jaringan dimana struktur jaringannya dapat
dilihat pada gambaran histopatologi.
10
11
12
A
12
Prosedur Pewarnaan Staining papanicolau (modifikasi pada laboratorium sitologi)
Diterima sediaan apus terfiksasi alkohol (etanol) 95%. Urutan pewarnaan sbb : Nama zat cairan
Lama perlakuan
1. Alkohol 80% 5 celup
2. Alkohol 70% 5 celup
3. Alkohol 50% 5 celup
4. Air suling 5 celup
5. Hematoksilin Harris 5 – 7 menit
6. Airyang mengalir 0.5 menit
7. HCI 0.5% 1celup
8. Airyang mengalir 0.5 menit
9. LiCO3 0.5% 5 celup
10. Air yang mengalir 0.5 menit
1l. Alkohol 50% 5 celup
12. Alkohol 70% 5 celup
13. Alkohol 80% 5 celup
14. Alkohol 95% 5 celup
15. Orange G-6 3 menit
16. Alkohol 95% 5 celup
17. Alkohol 95% 5 celup
I 8. Eosin-Alkohol (EA-50) 3 menit
20. Alkohol 95% 5 celup
21. Alkohol 95% 5 celup
22. Alkohol 95% 5 celup
23. Alkohol absolut 1 menit
24. Alkohol absolut 1 menit
25.Xylol 2 menit
26. Xylol 2 menit
27. Sediaan direkat dengan balsem Kanada, selanjutnya ditutup dengan kaca
penutup (deck glass).
13
PERTEMUAN PRAKTIKUM 2:
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti blok ini diharapkan mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan
Staining (pewarnaan) pada preparat sitologi.
Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mengetahui dan dapat melakukan Staining (pewarnaan) pada preparat sitologi
Mahasiswa mengetahui dan dapat melakukan teknik Staining (pewarnaan) pada preparat sitologi
Tugas Praktikum 2:
Kerjakan cara melakukan teknik Staining (pewarnaan) Hematoxiline Eosin pada preparat
sitologi
14
15
Tugas
1. Mahasiswa melakukan 2 teknik pengambilan sediaan sitologi
a. Pengiriman sediaan
b. Untuk processing
HE Diskusi :
Jawablah pertanyaan - pertanyaan di bawah ini pada kolom yang disediakan .
Paraf Tutor
16
( )
17
DIAGNOSA DINI KANKER RONGGA MULUT
Karsinoma rongga mulut merupakan salah satu bentuk malignansi yang umum
dijumpai di Asia tenggara terutama di India yaitu 50% dari kanker organ tubuh lainnya.
Insiden karsinoma sel skuamosa di rongga mulut dijumpai 4% pada laki- laki dan 2% pada
perempuan dibandingkan dengan kanker organ tubuh lainnya. Dari semua jenis kanker
rongga mulut dijumpai lebih dari 90% adalah tipe karsinoma sel skuamosa yang sering
disebut karsinoma Epidermatoid dan merupakan keganasan tipe seluler.
Penyebab terjadinya neoplasma dipengaruhi oleh multifaktor dan kompleks yang bekerja
saling kait mengkait. Dikenal dua tahap yang mempunyai hubungan dengan mekanisme
pertumbuhan perkembangan neoplasma, yaitu tahap perintisan (initiation) dan tahap
penggalakan (promotor). Di dalam perjalanan penyakitnya, karsinoma berkembang lebih
sering pada lesi pre- existing dan perubahan dimulai dari epitel displasia, karsinoma insitu,
karsinoma infiltratif dan akhirnya metastatik.
Epitel yang mengalami displasia disebut dengan lesi prekanker dan keadaan ini masih
bersifat reversible dan bila iritasi kronis dihilangkan maka sel ini dapat kembali
bertransformasi menjadi sel anaplasia yang didiagnosa sebagai karsinoma.
Mendeteksi/diagnosa secara dini lesi neoplasma akan membantu mengurangi morbiditi dan
mortality neoplasma ganas dan sebagai dokter gigi kita harus berperan aktif dalam
menurunkan insidensi kanker rongga mulut dengan mengenali faktor predisposisi penyebab
kanker rongga mulut.
Dalam tulisan ini akan mengemukakan sedikit mengenai patogenesis, diagnosa
sitologi, diagnosa histopatologi dan prognosa karsinoma sel squamosa rongga mulut.
18
Pengertian sel displasia adalah sel yang mengalami hiperplasia diikuti adanya
perubahan sel berupa proliferasi abnormal yang menyimpang. Sel displasia umumnya
bersifat reversibel yang berarti sel masih dapat kembali ke bentuk sel normal. Bila iritasi
kronis tidak dihilangkan, maka keadaan proliferasi abnormal dapat terus berlanjut hingga sel
jaringan epitel mengalami perubahan menjadi sel bersifat primitif yang disebut dengan
anaplasia yang merupakan perubahan irefersibel dan dikategorikan sebagai karsinoma. Pada
sel anaplasia, perubahan sel juga sama dengan sel displasia tetapi menyimpang lebih jauh
lagi dari keadaan normal. Jadi perubahan yang terjadi adalah dalam bentuk, ukuran, kualitas,
kromatin, jumlah mitosis dan orientasi dari sel-sel.
SITOLOGI
Oral sitologi dapat merupakan saran diagnostik rutin pada kelainan rongga mulut
dengan pertimbangan karena oral sitologi peka, cepat, murah, tidak sakit dan akurat terhadap
diagnosa karsinoma rongga mulut. Diagnosa sitologi juga dapat sebagai skrining, mencegah
biopsi yang tidak perlu, diagnosa dini karsinoma dan membantu mendeteksi rekuren
karsinoma. Dikenal beberapa metode pengambilan sediaan sitologi yaitu : 1. Kumur-kumur,
2. Kapas lidi, 3. Scrapping, 4. Imprint, 5. Aspirasi .
19
Koss mengklassifikasikan :
Klas I dan II : Negatif (normal)
Tindak lanjut :
Klas I : Observasi
Klas II : Umumnya terjadi pada kasus radang, dilakukan perawatan
terhadap radang.
Klas III : Masih dijumpai pendapat yang kontroversi, apakah dilakukan
pengawasan terhadap lesi selama 3 bulan dengan pengobatan
yang konservatif dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan
sitologi kembali. Pendapat lain menyarankan agar pada lesi
tersebut harus langsung dilakukan biopsi untuk mendapatkan
diagnosa histopatologi.
Klas IV dan V : Harus dilakukan biopsi untuk mendapatkan diagnosa histopatologi.
Gambar 20.
Perubahan sitoplasma pada sel epitel skuamosa dalam peradangan
1. Margin sel tampaknya kurang jelas(x200)
2. Ada semacam definisi batas sitoplasma sel skuamosa ini yang menghasilkan
penampilan yang mewakili perubahan degeneratif awal(x800)
20
PAP III
Gambar 21.
A. Sel parabasal eosionofilik dan polikromatofilik keduanya menunjukkan batas-batas
nuklir hiperkromatik yang menonjol.(x200)
B. Meskipun perbatasan nukleus sangat menonjol, rasio inti sitoplasma normal, nukleus,
nukleus merata bentuk oval dan di dalam batas yang berat, tampak 'kosong' dengan
hilangnya pola kromasi.(x800)
C. Sel parabasal menunjukkan batas yang menonjol dengan hilangnya struktur inti
internal. sel ini juga menunjukkan perubahan inflamasi pada sitoplasma dengan
perinuclear dan hilangnya definisi batas seluler.(x800)
D. Sitoplasma eosionofilik yang cerah dari sel parabasal ini dikombinasikan dengan
perbatasan nuklir hiperkromatik nya membuat pemeriksaan yang cermat diperlukan.
Rasio inti sitoplasma normal, pola bulat dan kromatin tidak ada, sehingga biasanya
buram dan kosong.(x800)
Gambar 22.
A dan B.Sel skuamosa yang menunjukkan perubahan inflamasi terlihat berlawanan dengan
latar belakang leukosit polimorfonuklear. Di kuadran kanan bawah, dua sel
superfisial menunjukkan hiperkromasia nukleus dan pleomorfisme. Hal ini
ditunjukkan dengan lebih jelas magnifacation(B) yang lebih tinggi dimana
tampilan abnormal nukleus ini jelas. Jelas bahwa sel-sel ini melatih dan jumlah
sitoplasma yang cukup (x200) (X800)
C. Sel-sel superfisial ini memiliki inti hiperkromasi yang tidak beraturan yang tidak
normal dengan pola kromatin abnormal, namun jumlah sitoplasma normal yang
ada melebihi diameter inti, sehingga membedakan sel-sel ini dari sel ganas yang
berdiferensiasi dengan tipe skuamosa.
21
Gambar 23.
22
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa rongga mulut secara umum, tidak
berbeda dengan kasinoma sel skuamosa kulit maupun organ tubuh lainnya.
1. Lesi Prekanker
Diagnosa lesi prekanker adalah dijumpainya sel displasia merupakan perubahan pada
epithelium, menunjukkan tanda-tanda sel yang mengalami keganasan. Bentuk sel yang
mengalami displasia adalah sebagai berikut :
Hilangnya polaritas sel basal, rasio antara inti sitoplasma bertambah, prosessus rete
berbentuk tetesan, etratifikasi epitel yang tidak teratur, bertambah jumlah mitosis, adanya
hasil mitosis pada setengah bagian superficial dari pitelium Pleomorphis seluler, inti
hiperkromatis, inti membesar berkurangnya kohesi seluler dan keratinisasi sel tunggal atau
kelompok sel pada lapisan spinal.
Menurut durasinya, sel displasia dapat dibagi atas: ringan, sedang dan berat, bergantung
pada luasnya epithelium terserang dan berdasarkan pada interpretasi histologi dari derajat
dan bentuk sel atipia.
Beberapa kondisi displasia berat yang melibatkan seluruh ketebalan epithelium sering
sulit dibedakan dengan karsinoma in situ.
2. Karsinoma Insitu
Suatu lesi didiagnosa bila sel mengalami keganasan yang disebut anaplasia, karsinoma
insitu adalah seluruh lapisan epithelium menunjukkan tanda keganasan seluler dan
membran basal masih utuh.
23
3. Karsinoma invasif
Karsinoma sel skuamosa yang mengalami invasive ditandai dengan abnormalitas
diseluruh ketebalan epitheliumnya, dan terputusnya kontinuitas membrane basalis dan
dijumpai sarang- sarang sel abnormal yang meluas sampai ke jaringan ikat dibawahnya.
Perubahan seluler mikroskopis yang konsisten dengan karsinoma meliputi ukuran sel dan
orientasi yang berubah- ubah, gangguan dalam proses maturasi, meningkatnya kecepatan
mitosis, perubahan ukuran dan bentuk nucleus, dan hiperkomatis.
Gambar 24: Terlihat dalam berbagai bentuk. Gambar 25. Pleomorpisan dan hiperkromatism
Pada keadaan ini sebagai mitosis tripolar Sel menunjukkan bentuk dan ukuran yang
bervariasi dan nuklei yang berwarna gelap.
anaplasia
Berdasarkan derajat diferensiasinya karsinoma sel skuamosa rongga mulut dibagi atas:
A. Diferensiasi baik :
Gambaran karsinoma sel skuamosa yang berdiferensiasi baik adalah adanya sel
keratinisasi, pertumbuhan sejumlah sel epitel atau gambaran keratin seperti mutiara
dengan besar yang bervariasi. Pertumbuhannya lambat dan tidak mengalami metastase
yang cepat, sehingga memiliki prognosa yang baik. Pada lesi tipikal kelompok sel
malignan ini dapat dijumpai secara aktif menginvasi jaringan konektif dengan bentuk
yang tidak teratur.
B. Diferensiasi Sedang :
Karsinoma sel skuamosa rongga mulut yang mengalami diferensiasi sedang memiliki
gambaran tertentu sehingga epithelium skuamosa juga kurang jelas. Bentuk karakteristik
dari sel ini berubah dari satu dan yang lainnya, tersusun secara tipikal. Laju pertumbuhan
sel individu lebih
24
cepat, ini ditunjukkan dengan mitosis yang lebih besar dan bahkan lebih bervariasi dalam
ukuran bentuk dan kegagalan untuk melakukan fungsi sel skuamosa yang berdiferensiasi
terbentuknya keratin.
C. Diferensiasi jelek :
Karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi jelek menghasilkan sedikit petunjuk sel-sel
asal dengan sering menimbulkan kesulitan dalam mendiagnosa karena gambaran histologi
malignan yang primitive tidak memiliki karakteristik, yang dengan cepat membagi sel-
sel . Sel-sel ini bahkan menunjukkan kurangnya daya kohesif yang sangat tidak teratur,
adanya
anaplasia, pembentukan tumor sel giant dan sejumlah mitosis serta tidak ada pembentukan
keratin.
Berdasarkan konsep broders, stadium karsinoma ditentukan oleh baik buruknya
tingkat diferensiasi sel yang dibagi menjadi stadium I, II, III dan IV dengan kemampuan
diferensiasi yang baik masing-masing lebih dari 75%, 50-75%, 25-50% dan stadium IV
mempertlihatkan semua sel mengalami anaplastik.
4. Metastase.
Dikenal dua cara penyebaran/metastase sel karsinoma yaitu :
a. Lokal metastase : Terjadi penyebaran sel neoplastik ke kelenjar limfe servikal disekitar
leher.
b. Distant metastase : Terjadi penyebaran sel neoplastik sel ke organ tubuh lainnya yang
jauh dari tumor primer misalnya ke paru-paru dan lain-lain.
25
PROGNOSA
Prognosa karsinoma sel skuamosa tergantung dari beberapa faktor yaitu: lokasi atau
sisi yang dikenai, kecepatan pertumbuhan, metastase, tingkat TNM system, serta usia dan
kesehatan pasien. Sistem yang dipakai adalah dari America Joint Committee for Cancer an
Result Reporting (ajccs)
T – Tumor Primer :
TIs : Karsinoma in situ
TI : Besar tumor 2 cm atau kurang. T2: Besar tumor > 2 cm
T3 : Besar tumor > 4 cm
M – Distant metastase :
M0 : Tidak ada metastase
M1 : Tanda-tanda klinis dan radiografis dijumpai adanya metastase melewati
kelenjar limfe servikal.
Stadium 1 : T1 N0 M0
Stadium 2 : T2 N0 M0
Stadium 3 : T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
Stadium 4 : T1 N2 M0 T1 N3 M0
T2 N2 M0 T2 N3 M0
T3 N2 M0 T3 N3 M0
Atau setiap T atau N dengan M1
26
Gambar 27. Tingkat kelenjar getah bening
onkologis leher. Tingkat I = simpul
submental / submandibular; tingkat II = nodus
jugular bagian atas; tingkat III = nodus jugular
tengah; tingkat IV = jugular jugular bawah;
level V = nodus segitiga posterior
Dokter gigi dalam hal ini sangat berperan untuk mendeteksi dini karsinoma rongga
mulut tersebut sehingga dapat menurunkan morbiliti dan mortaliti. Dokter gigi diharapkan
memberi perhatian pada pasien yang mempunyai kebersihan mulut yang jelek, karang gigi,
gigi tajam/kasar/radiks, protesa yang mengiritasi dan lesi inflammasi yang kronis. Dengan
mengeliminasi faktor-faktor tersebut dapat mengurangi faktor predisposisi terjadinya
karsinoma rongga mulut mengingat karsinoma terjadi secara bertahap dimulai dengan fase
perintisan dan dalam beberapa lama baru berubah menjadi fase penggalakan dan akhirnya
27
terjadi karsinoma. Adalah tanggung jawab dokter gigi untuk memberikan penyuluhan pada
pasien untuk membantu program pencegahan terjadinya karsinoma rongga mulut.
Diagnosa sitologi digunakan untuk mendapatkan diagnostik sel. Bila dijumpai lesi
yang dicurigai, dimana lesi tidak sembuh-sembuh selama tiga minggu perlu dicermati kasus
tersebut. Mengingat secara klinis lesi karsinoma mempunyai differential diagnosa dengan
lesi-lesi lain maka sebaiknya sebelum dilakukan biopsi perlu dilakukan pemeriksaan sitologi.
Jika diperoleh Pap IV dan Pap V maka dilakukan biopsi untuk melihat gambaran
histopatologi, dan bila diperlukan melakukan biopsi pada kelenjar liferegional dan
pemeriksaan apakah ada metastase ke organ lain seperti paru-paru dan lainnya.
Selain dokter gigi berperan dalam hal menurunkan insidensi karsinoma rongga mulut,
juga berperan penting dalam menunjang perawatan karsinoma jika di perlukan perawatan
dengan radioterapi maupun khemoterapi yang sering diikuti dengan keadaan patologis
berupa mukositis dan kandidiasis, keadaan ini juga dapat memperberat kondisi penyakit.
KESIMPULAN
Pencegahan kanker mulut merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini dapat
dicapai segera dengan menghindari faktor-faktor resiko seperti iritasi kronis. Diketahuinya
lesi premalignan maka akan dapat segera dirawat/diobati. Jika lesi rongga mulut dapat
dideteksi secara dini maka perkembangan kanker rongga mulut dapat dicegah.
Diagnosa sitologi juga berperan penting untuk mendeteksi dini karsinoma rongga mulut
sedangkan diagnosa histopatologi adalah untuk memastikan differensiasi sel maupun untuk
mengetahui durasi dari jaringan malignan tersebut.
28
MAKROSKOPIS SITOLOGI
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti blok ini diharapkan mahasiswa mengetahui dan mampu
melakukan pengambilan sitologi dan prosessing sedian sitologi.
Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mengetahui dan dapat melakukan cara-cara prosesing sediaan sitologi.
Mahasiswa melakukan pengambilan oral sitologi.
II. TUGAS
1. Mahasiswa berpasangan melakukan pengambilan oral sitologi secara bergantian
2. Mikroskopik perhatikan sel yang terlihat pada sediaan mikroskopik, gambarkan dan
beri keterangan.
29
Gambar 11. PAP I Sel Normal Gambar 12. PAP II Sel Radang
30
Gambar 16. Ulkus pada lidah Gambar 17. Radang
31
Contoh Kasus I :
Gambaran Sitologi
32
Contoh Kasus II :
Klinis:
• Luka tukak intra-oral pada daerah bukal kiri (Ø ± 3 cm, pinggir tukak iregular), nyeri
• Lesi menonjol di daerah pipi kiri yang disertai pembentukan tukak yang tertutup
massa krusta (Ø ± 3cm)
• Riwayat penggunaan sirih (+) sejak usia muda
Gambaran Sitologi
G
33
PERTEMUAN PRAKTIKUM 3:
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti blok ini diharapkan mengetahui dan dapat melakukan penggunaan
mikroskopis sitologi.
Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mengetahui dan dapat melakukan pengamatan pada mikroskopik.
Mahasiswa mengetahui dan dapat menggambarkan pengamatan di mikroskop
dan memberikan keterangannya.
Tugas Praktikum 3:
Lakukan pengamatan sedian sitologi pada mikroskop dan gambarkan hasil pengamatannya!
Prosedur kerja:
2. Setiap kelompok melakukan pengamatan sediaan pada mikroskop.
3. Setiap anggota kelompok mengamati sedian pada mikroskop secara bergantian
kemudian didiskusikan pada kelompok masing-masing.
4. Hasil dari diskusi pengamatan sediaan sitologi tersebut kemudian dipresentasikan
kepada kelompok lain secara bergantian.
5. Dosen pembimbing diharapkan memberikan penjelasan atau pengarahan kepada
setiap kelompok yang telah melakukan presentasi kepada kelompok yang lainnya.
6. Pada akhir diskusi, dosen pembimbing memberi tugas individual yang harus
dijawab setiap mahasiswa untuk evaluasi pemahaman mahasiswa tentang
Praktikum 3.
1. PAP I 2. PAP II
Keterangan : Keterangan :
3. PAP III 4. PAP IV
Keterangan : Keterangan
5.PAP V
Keterangan :
Daftar Pustaka
1. Kumar,Abbas,Fausto., Robbin and Cotran : Pathologic Basis Of Disease.,7 ed .,Elsevier
Saunders., 2005
2. Govan ADT.,Macfarlane PS.,Callander R. Pathology Illustrated., 3rd ed.,Churchill
Livingstone.,1991.
3. Morgenroth K.,Bremerich A.,Lange E Dieter : Pathologie der Mundhoehle Georg
Thieme Verlag, Stuttgard,1996.
4. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology clinical pathologic correlations., 5th
ed., Elsevier Saunders., 2008
5. Cawson RA, Odell EW. Cawson’s essentials of oral pathology and oral medicine., 8th
ed., Churchill Livingstone 2008
6. Kumar,Abbas,Fausto., Robbin and Cotran : Pathologic Basis Of Disease.,7 ed .,Elsevier
Saunders., 2005
7. Govan ADT.,Macfarlane PS.,Callander R. Pathology Illustrated., 3rd ed.,Churchill
Livingstone.,1991.
8. Morgenroth K.,Bremerich A.,Lange E Dieter : Pathologie der Mundhoehle Georg
Thieme Verlag, Stuttgard,1996.
9. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology clinical pathologic correlations., 5th
ed., Elsevier Saunders., 2008
10. Cawson RA, Odell EW. Cawson’s essentials of oral pathology and oral medicine., 8th
13. Pindborg JJ, et al. histological typing of cancer and Precancer of oral mucosa 2 nd ed :
Springer : World Health Organization, 1971 : 5-15.
14. Himawan S. Kumpulan kuliah Pathologi, Jakarta : Bagian Pathologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia , 1973:87-100, 106-23, 546-7
15. Becker R, Morgenroth K. Pathologie der Mundhoehle. Stuttgart : Georg Thieme Verlag.
1979 ; 158-62.
16. Hendarti HT, Kartabrata MD, Ayu S. Dampak terapi radiasi kepala dan leher terhadap
timbulnya kandidiasis mulut. Majalah Kedokteran Gigi Airlangga 2001 : 34 (3a):192
17. Wardhany II, Subita GP. Meningkatkan kualitas hidup pasien kanker kepala dan leher
yang mengalami radioterapi melalui pengendalian mukositas. Majalah Kedokteran Gigi
Airlangga 2001: 34(3a) 582-5.