Oleh :
A. Latar Belakang
Suatu organisme baik tumbuhan maupun hewan adalah suatu unit kehidupan
yang lengkap. Jika terorganisasi benar maka organisme mempunyai susunan yang
memiliki organ, jaringan dan sel yang fungsi dan hubungannya merupakan ciri khas
suatu individu maupun spesies. Bentuk kehidupan yang paling sederhana suatu
organisme dapat terdiri dari satu sel. Setiap organisme hidup ataupun hasil
pertumbuhannya merupakan suatu sumber yang penting sebagai bahan mikroteknik.
Tingkat kekerasan jaringan tumbuhan pada umumnya ditentukan oleh tingkat
pertumbuhannya, yang dalam hal ini berkaitan dengan derajat pengayuan
(lignifikasinya). Jaringan tumbuhan berbeda dengan jaringan hewan dalam satu hal
penting yaitu bahwa setiap sel tumbuhan terbungkus yang cukup tangguh yang
terutama terdiri dari selulosa. Membran tersebut berasal dari sel, sedangkan membran
sitoplasma yang asli, yang sesuai dengan membran luar pada sel hewan berada
sedikit di sebelah dalam (Sugiharto, 1989).
Semua sel yang menyusun tubuh tumbuhan dewasa berasal dari kegiatan sel-sel
jaringan muda. Pada proses pencapaian dewasa sel-sel tersebut tidak hanya
bertambah volumenya, tetapi strukturnya lebih termodifikasi untuk memenuhi fungsi
fisiologis tertentu pada tumbuhan dewasa. Modifikasi untuk memiliki fungsi yang
khusus tersebut dinamakan deferensiasi dan merupakan tahap pematangan sel
(Sumardi & Pudjoarinto, 2002). Sel tumbuhan mempunyai bentuk, ukuran dan
struktur yang bervariasi. Struktur sel rumit, namun demikian semua sel mempunyai
persamaan dalam beberapa segi dasar. Jaringan yang menyusun tumbuh-tumbuhan
terdiri dari jaringan muda dan dewasa. Jaringan-jaringan ini dapat ditemukan pada
bagian akar, batang dan daun tumbuhan. Jaringan ini dapat dilihat dengan membuat
suatu preparat penampang dari bagian-bagian tumbuhan (Johansen, 1940).
Mikroteknik atau teknik histologi ini akan dipelajari ilmu atau seni untuk
mempersiapkan organ, jaringan atau bagian yang lainnya untuk dapat diamati dan
dipelajari dengan lebih teliti. Pada umumnya untuk melihat jaringan atau organ ini
dilakukan dengan bantuan mikroskop, karena struktur jaringan secara terperinci pada
dasarnya terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Suatu spesimen
mikroteknik dapat merupakan sebagian ataupun keseluruhan dari struktur yang
ditetapkan. Selain diletakkan pada kaca preparat, spesimen tadi umumnya dilindungi
dengan kaca penutup, yaitu sepotong kaca yang sangat tipis ataupun plastik yang
tembus pandangan yang direkatkan di atas specimen (Sugiharto, 1989).
Banyak cara dalam pembuatan preparat jaringan tumbuhan, diantaranya adalah
dengan metode parafin. Metode ini sekarang banyak digunakan, karena hampir
semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metoda ini.
Kebaikan-kebaikan metoda ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis dari pada
menggunakan metoda beku atau metoda seloidin. Dengan metoda beku, tebal irisan
rata-rata diatas 10 mikron, tapi dengan metode parafin tebal irisan dapat mencapai
rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah
bila menggunakan metode ini. Prosedurnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan
metode seloidin. Namun metode parafin juga memiliki kelemahan yaitu jaringan
menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat
dikerjakaan, bila menggunakan metode ini. Sebagian besar enzim-enzim akan larut
dengan metode ini (Imron, 2008). Preparat awetan jaringan tumbuhan adalah salah
satu media pembelajaran biologi yang sangat efektif. Oleh karena itu dengan latar
belakang seperti di atas, maka dilakukanlah percobaan ini dengan harapan kita dapat
mengamati dan melihat preparat dengan menggunakan metode parafin.
B. Tujuan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah mikrotom putar beserta
asesorinya, kuas kecil dan sedang, botol kecil, pinset, pipet tetes, silet, gelas benda
dan gelas penutup, oven, mikroskop.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah organ tumbuhan (daun
tapak dara), larutan fiksatif FAA, safranin 1% dalam alkohol 70%, xylol, alkohol
70%, alkohol 80%, alkohol 96%, alkohol absolut, gliserin, parafin cair, gliserin
albumin, akuades dan entellan.
B. Metode
A. Hasil
1 2 3
4 5 6 7
8 9
Keterangan :
1. Pemotongan daun tapak dara (Catharanthus roseus).
2. Fiksasi dalam larutan FAA 1x24 jam.
3. Dehidrasi alkohol 70%, 80%, 96%, Absolut, masing-masing 30 menit.
4. Clearing alkohol absolut : xylol (3:1 ; 1:1 ; 1:3), xylol I dan xylol II masing-
masing 30 menit.
5. Infiltrasi xylol : parafin (1:9) selama 24 jam dilakukan dalam oven dengan
suhu 600 C.
6. Penempelan paraffin.
7. Pengirisan (sectioning).
8. Mounting.
9. Hasil mikroskopis irisan melintang daun tapak dara.
B. Pembahasan
A. Kesimpulan
B. Saran
Alat-alat yang tersedia pada praktikum cukup komplit, namun mikrotom yang
digunakan tidak sesui dengan hasil yang diharapkan. Pisau mikrotom sudah lama
dipakai sehingga berkarat menyebabkan hasil irisan tidak maksimal, tebelah, atau
pun rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Arisworo, D & Yusa. 2000. General Zoologi. Jakarta: PT. Grafindo Media.
Gunarso W. 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif yang Berbeda pada
Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik
Parafin. Bogor: IPB Press.
Imron & Tamyis, A. 2008. Pembuatan Preparat Jaringan Tumbuhan dengan Metode
Parafin. Lap.prak mikroteknik Universitas Brawijaya. http://cyber-
biology.blogspot.com. Diakses pada tanggal 15 Juni 2015.
Kelompok : 4
Rombongan: VI
A. Latar Belakang
Tubuh tumbuhan secara morfologi terdiri atas unit sel yang dilindungi oleh
dinding, dan masing-masing sel dengan mengadakan kesatuan dengan adanya
substansi antar sel. Di dalam tubuh tumbuhan sel-sel ini terdapat dalam kelompok
yang secara struktural dan fungsional berbeda dengan kelompok sel yang lain.
Kelompok-kelompok sel-sel tersebut dikenal dengan jaringan. Preparat awetan
jaringan tumbuhan adalah salah satu media pembelajaran Biologi yang sangat efektif.
Dengan latar belakang seperti di atas, maka diharapkan kita dapat mengamati dan
melihat preparat dengan menggunakan metode paraffin dengan pewarnaan tunggal.
Sel tumbuhan mempunyai bentuk, ukuran dan struktur yang bervariasi.
Struktur sel rumit, namun demikian semua sel mempunyai persamaan dalam
beberapa segi dasar. Jaringan yang menyusun tumbuh-tumbuhan terdiri dari jaringan
muda dan dewasa. Jaringan-jaringan ini dapat ditemukan pada bagian akar, batang
dan daun tumbuhan. Jaringan ini dapat dilihat dengan membuat suatu preparat
penampang dari bagian-bagian tumbuhan (Santoso, 2002).
Metode non embedding digunakan karena memiliki beberapa keuntungan
yaitu proses non embedding lebih cepat dan lebih sederhana untuk dilakukan apabila
dibandingkan dengan metode embedding, material non embedding memang tidak
dapat disimpan dalam waktu yang terlalu lama jika dibandingkan dengan metode
embedding pada kondisi kering, tetapi metode non embedding dapat menghasilkan
irisan yang tipis dengan keahlian dan menggunakan pisau yang tajam. Metode non
embedding dapat digunakan untuk mempelajari embriologi, anatomi dan sitologi
(Khasim, 2002).
B. Tujuan
A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, alat iris, botol
larutan, pinset,dan alat tulis. Sedangkan bahan yang dipergunan antara lain batang
tapak dara, larutan FAA, alkohol 70 %, 80%, 96%, absolute, bahan untuk
dealkoholisasi: alkohol-xilol (3:1), alkohol-xilol (1:1), dan alkohol-xilol (1:3), dan
safranin 1 %.
B. Metode
A. Hasil
Nichole, D. 2004. The Anatomy of Zea mays. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Pujawati, E. D. 2002. Petunjuk Praktikum Mikroteknik Tumbuhan. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi
UniversitasLambung Mangkurat, Banjarbaru
Santoso. H, B. 2002. Bahan Kuliah Teknik Laboratorium. FMIPA Unlam,
Banjarbaru.
PEMBUATAN PREPARAT METODE ASETOLISIS
Oleh :
Venthyana Lestary B1J012133
Desi Ariana Syahid B1J012145
Rochima Nailatus Sulaisi B1J012203
Trie Wulan Kurnianingsih B1J012009
Esti Puji Rahmawati B1J012035
Kelompok 4
Rombongan IV
A. Latar Belakang
kesehatan manusia.
B. Tujuan
A. Materi
B. Metode
didinginkan.
10. Supernatan dibuang, ditambahkan gliserin jelly dan safranin. Diamkan selama 5
menit.
11. Teteskan pada object glass dan tutup dengan cover glass.
A. Hasil
Metode asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari
yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat
glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari ornamentasi dari serbuk
sari tersebut. Serbuk sari yang digunakan dalam pembuatan preparat biasanya
merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari yang matang dapat ditandai dengan
sudah tidak ada air dalam serbuk sari tersebut, jika serbuk sari dipatahkan maka
hanya akan seperti tepung saja (Faegn, Kand & Iversen, 1989).
Proses asetolisis memerlukan beberapa langkah-langkah antara lain (Suntoro,
1983):
1. Fiksasi suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan,
dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada tempatnya, dan tidak mengalami
perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif. Fiksasi
umumnya memiliki kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel,
sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop.
2. Pemanasan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari
dan penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:9
berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari (asetolisis),
sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih
jelas dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, asetolisis ini juga
berfungsi seperti proses fiksasi, yaitu memelihara atau mempertahankan struktur
dari serbuk sari.
3. Pencucian dengan penambahan aquades ke dalam tabung sentrifuge yang berisi
serbuk sari kemudian melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang
sudah bersih. Perlakuan tersebut dilakukan dua kali untuk mendapatkan serbuk
sari yang bersih tanpa ada sisa zat kimia.
4. Pewarnaan (staining) dengan meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan
sekitarnya sehingga memudahkan dalam pengamatan serbuk sari doi bawah
mikroskop. Pewarnaan dapat memperjelas bentuk ornamen dinding sel serbuk
sati serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk sari.
5. Penutupan (mounting) merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat,
dimana serbuk sari diambil dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan
pada salah satu sisi object glass. Kemudian, di masing-masing sisi dari serbuk
sari yang diletakkan ini disusun empat potongan kecil parafin.
6. Labeling merupakan tindakan pelabelan preparat. Preparat diberikan label
dengan kertas label bertuliskan nama preparat
Fiksatif terdiri dari dua jenis, yaitu fiksatif sederhana dan majemuk atau
campuran. Fiksatif sederhana merupakan larutan yang di dalamnya hanya
mengandung satu macam zat saja, sedangkan fiksatif majemuk atau campuran adalah
larutan yang di dalamnya mengandung lebih adri satu macam zat. Fiksatif yang
digunakan serbuk sari dalam pembuatan preparat memliki satu bahan utama yaitu
asam asetat glasial dan satu bahan tambahan, yaitu H 2SO4 (asam sulfat) pekat. Kedua
fiksatif tersebut termasuk dalam fiksatif sederhana. Asam asetat adalah cairan yang
tidak berwarna dengan bau yang tajam, sedangkan asam asetat glasial adalah asam
asetat yang padat dan murni serta dapat mencair pada suhu 117C. Fungsi fiksasif
sebenarnya yaitu anatara lain:
Aprianty & Kriswiyanti, 2008. Studi variasi ukuran serbuk sari kembang sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan warna bunga berbeda. Jurnal Biologi. Vol
12(1)pp:1-5.
Arridjani & Agus P., 1998. Morfologi Komparatif Serbuk Sari Anggota
Myristicaceae di Jawa dan Nilai Taksonominya. Biologi. Bandung: Penerbit
ITB Bandung.
Faegn, Kand & J. Iversen, 1989. Texbook of Pollen Analysis. 4 th Edition. John Wiley
& amp. Sons Ltd Chichester.
Lesueur, D. Tassin, J., Enilorac, M. P., Sarrailh, J. M. & Peltier, R. 1996. Study of the
Calliandra calothyrsus-Rhizobium nitrogen fixing symbiosis. In : D.O. Evans
(ed). Proceedings of International Workshop in the Genus Calliandra. Forest,
Farm and Community Tree Research Reports (Special Issue). Winrock
International, Morrilton Arkansas USA. Vol.1(1)p:62-76.
Oleh :
Trie Wulan Kurnianingsih B1J012009
Venthyana Lestari B1J012033
Estri Puji Rahmawati B1J012035
Desi Ariana Syahid B1J012145
Rochima Nailatus Sulaisi B1J012203
Kelompok 4
Rombongan VI
Reproduksi sebuah sel terutama sel-sel somatis (sel penyusun tubuh pada
organisme multiseluler) dilakukan dengan cara pembelahan sel. Umumnya para ahli
biologi mengelompokkan pembelahan sel ke dalam dua kelompok besar, yaitu
pembelahan sel secara langsung dan pembelahan secara tidak langsung. Pembelahan
sel secara langsung yaitu sel membelah tanpa bisa diketahui adanya tahapan-tahapan
tertentu atau disebut dengan istilah amitosis. Pembelahan sel secara tidak langsung,
yaitu sel membelah melewati tahapan-tahapan tertentu (Suntoro, 1983).
Pembelahan sel secara tidak langsung dikelompokkan menjadi 2 yaitu,
pembelahan mitosis dan pembelahan meiosis. Pembelahan mitosis terjadi pada sel
tubuh yang menghasilkan sel yang sama dengan sel sebelumnya dan bersifat diploid,
sedangkan pembelahan meiosis terjadi pada sel gamet yang menghasilkan sel yang
bersifat haploid. Mitosis adalah pembelahan sel yang terjadi secara tidak langsung.
Hal ini dikarenakan pada pembelahan sel secara mitosis terdapat adanya tahapan-
tahapan tertentu. Tahapan (fase) yang terdapat pada pembelahan mitosis ini meliputi:
profase, metafase, anafase, dan telofase (Tripathy, et al., 2013).
Mitosis terjadi di dalam sel somatik yang bersifat meristematik, yaitu sel-sel
yang hidup terutama sel-sel yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang).
Proses pembelahan secara mitosis menghasilkan dua sel anak yang identik dan
bertujuan untuk mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui
pembelahan inti secara berturut-turut (Setjo, 2004).
Mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai beberapa
jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan terus-menerus.
Alasan penggunaan akar antara lain karena akar merupakan salah satu jaringan yang
sel-sel penyusunnya adalah sel-sel somatik, khusus pada ujung akar bersifat
meristematik. Mitosis merupakan pembelahan sel yang umumnya terjadi pada sel-sel
yang hidup terutama sel-sel yang sedang tumbuh, dan dan sel-sel ini umnya terdapat
pada ujung akar dan ujung batang tumbuhan (Iqbal, 2007).
Proses mitosis ini terjadi bersama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-
bahan di luar inti sel. Pada mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan menghasilkan
dua buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta memiliki sifat keturunan
yang sama dengan sel iduknya (Subowo, 1995).
Proses pembuatan preparat mitosis dan meiosis secara garis besar ada dua
macam, yaitu dengan metode pencet (squash) dan metode irisan. Sementara untuk
melihat kromosom juga diperlukan pewarna kromosom yang antara lain asetocarmin,
anilin gentian violet, hematoksilin-whitman, dan sebagainya. Kesulitan pembuatan
preparat mitosis dan meiosis adalah menentukan waktu yang tepat pada saat
pembelahan sel tersebut, hal ini harus dilakukan uji coba untuk menentukan waktu
pembelahan (Tamam, 2009).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui fase yang terjadi pada
preparat squash yang diamati beserta ciri-cirinya.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
B. Metode
A. Hasil
3.1 Gambar Fase Profase
B. Pembahasan
Mitosis adalah pembelahan sel yang terjadi secara tidak langsung. Hal ini
dikarenakan pada pembelahan sel secara mitosis terdapat adanya tahapan-tahapan
tertentu. Tahapan-tahapan (fase-fase) yang terdapat pada pembelahan mitosis ini
meliputi: profase, metafase, anafase, dan telofase. Sel paling banyak dijumpai pada
bagian akar yaitu ujung akar. Pada mitosis, bahan inti sel terbagi sedemikian rupa
sehingga dari satu sel dihasilkan dua buah sel anakan. Mitosis merupakan alat untuk
duplikasi dan pemisahan (pada anafase) kromosom. Biasanya, mitosis diikuti dengan
pembelahan sel yang disebut dengan sitokenesis dimana sel akan terpisah menjadi
dua oleh karena mitosis merupakan peristiwa yang penting bagi kelangsungan hidup
suatu organisme, dalam hal ini adalah tanaman dan juga dapat bermanfaat untuk
berbagai hal. Misalnya untuk melakukan sebuah penelitian sehubungan dengan
pertumbuhan serta perkembangan tanaman (Campbell et al., 2002).
Mitosis terjadi di dalam sel somatik yang bersifat meristematik, yaitu sel-sel
yang hidup terutama sel-sel yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang).
Proses pembelahan secara mitosis menghasilkan dua sel anak yang identik dan
bertujuan untuk mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui
pembelahan inti secara berturut-turut. Mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai
dari 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang
berputar dan terus-menerus (Campbell et al., 2002).
Praktikum preparat pembelahan (metode squash) kali ini menggunakan akar
bawang bombay (Allium cepa). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelompok 4
didapatkan hasil yaitu fase profase dan telofase. Namun yang paling mendominasi
adalah fase profase. Akar bawang merupakan salah satu yang sangat mudah diamati
tahapan mitosisnya karena bisa langsung diamati dengan bantuan mikroskop dan
tahapan pembelahan selnya dapat terlihat jelas. Bagian yang akan diamati adalah
ujung akar karena pada ujung akar merupakan bagian meristem yang masih
berkembang dengan baik sehingga masih mudah untuk diamati (Iqbal, 2007).
Proses pembuatan preparat squash akar bawang bombay terlebih dahulu
disiapkan bawang bombay yang sebelumnya telah ditumbuhkan pada medium air.
Setelah akar bawang bombay tumbuh, dipotong bagian ujungnya sepanjang 0,5 cm.
Pemotongan akar bawang untuk membuat pengamatan kromosom dilakukan pada
waktu-waktu tertentu agar dapat ditemukan fase mitosis (Imaniar & Pharmawati,
2014). Ujung akar yang sudah dipotong direndam dalam larutan HCl 10% selama 15
menit. Larutan HCl tersebut berfungsi untuk melunakkan sel agar mudah disquash
saat pembuatan preparat nantinya. HCl akan melarutkan pectin maupun selulose yang
ada pada dinding sel sehingga sel menjadi lunak. Akar diletakkan di gelas benda dan
ditetesi pewarna acetocarmin sebanyak 2 tetes. Proses pewarnaan ini bertujuan
untuk memberi warna pada benang-benang kromatin, sehingga sel yang akan diamati
terlihat di bawah mikroskop. Dengan adanya pewarnaan, bagian ujung akar yang
aktif membelah akan berwarna lebih tua dibandingkan sel-sel yang telah
terdiferensiasi. Selanjutnya ditutup dengan gelas penutup kemudian dilewatkan diatas
api bunsen sebanyak 2-3 kali. Pembakaran diatas api bunsen ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi pelunakan sel dimana suhu yang digunakan selama pemanasan
yakni berkisar anatara 50-60oC yang merupakan suhu optimal terjadinya reaksi. Jika
lebih dari 60oC maka akan terjadi kerusakan komponen sel sedangkan bila di bawah
50oC maka reaksi berjalan lambat. Tahap berikutnya, diketuk-ketuk menggunakan
pensil berkaret dan dipejet (squash) menggunakan ibu jari. Setelah proses squashing
selesai, diamati menggunakan mikroskop dan dicatat tahap mitosis yang terlihat.
Proses pembuatan preparat mitosis akar tanaman bawang merah kali ini
menggunakan metode pejetan (squash). Metode squash merupakan salah satu metode
untuk mendapatkan sediaan dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau
suatu organisme secara keseluruhan, sehingga didapat suatu sediaan yang tipis yang
dapat diamati di bawah mikroskop. Dalam pembuatan sediaan diusahakan agar sel
terpisah satu sama lain, tetapi tidak kehilangan bentuk aslinya dan tersebar dalam
suatu lapisan di atas suatu gelas benda (Suntoro, 1983).
Metode pencet menggunakan larutan fiksatif HCl 10%. Menurut Subowo
(1995), dengan perlakuan fiksasi membuat sel dapat lebih ditembus oleh zat warna
dan dapat menstabilkan kedudukan molekul-molekul yang membentuk struktur sel.
Menurut Moro et al. (2000), fiksatif umumnya mempunyai kemampuan untuk
mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian sel tersebut mudah terlihat
di bawah mikroskop dan memiliki kemampuan membuat jaringan mudah menyerap
zat warna. Kromosom akan lebih mudah dilihat apabila digunakan teknik pewarnaan
khusus selama nukleus membelah. Ini disebabkan karena pada saat itu kromosom
mengadakan kontraksi sehingga menjadi lebih tebal, selain itu penyerapan zat warna
lebih baik daripada kromosom yang terdapat di dalam suatu inti yang sedang
istirahat. Pewarnaan yang digunakan adalah asetocarmin (Suryo, 2003).
Proses mitosis terjadi bersama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-
bahan diluar inti sel. Pada mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan menghasilkan
dua buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta memiliki sifat keturunan
yang sama dengansel iduknya. Urutan terjadinya mitosis adalah sebagai berikut:
1) Tahap Profase :
Benang-benang kromonema memendek dan menebal membentuk kromosom
homolog dengan duplikatnya. Sehingga tampak jumlah kromosom 2 kali lebih
banyak.
Membran inti dan nukleolus menghilang
Sentriol membelah menjadi dua, dan bergerak saling menjauh menuju ke arah 2
kutub berlawanan
Dari masing-masing sentriol, menjulur benang-benang spindel (benang
gelendong)
2) Tahap Metafase :
Masing-masing kromosom homolog dengan duplikatnya berjajar disepanjang
bidang metafase atau dataran metafase
Kedua kromatid (kromatid bersaudara) dalam satu kromosom masih
dihubungkan oleh satu sentromer
3) Tahap Anafase :
Masing-masing kromosom homolog memisahkan diri dengan duplikatnya, dan
bergerak menuju ke arah dua kutub yang berlawanan. Gerakan ini disebabkan
oleh adanya kontraksi atau gaya tarik dari benang spindel.
Proses ini didahului oleh membelahnya sentromer menjadi dua bagian.
4) Tahap Telofase :
Kromosom homolog maupun kromosom duplikat mencapai kutub selnya masing-
masing
Mulai terlihat adanya membran inti sel dan nukleolus
Pada bagian tengah sel mulai terbentuk adanya sekat pemisah
Terbentuk dua buah sel anak
Setelah tahap telofase berakhir, dan terbentuk 2 sel anak. Maka sel sel anak tersebut
akan mengalami masa istirahat (interfase). Meskipun istilah istirahat di sini kurang
tepat, karena pada interfase sel tersebut akan mengalami berbagai aktifitas
pertumbuhan baik pertumbuhan atau pembentukan organel-organel sel, pengumpulan
energi, proses sintesis untuk mempersiapkan pembelahan mitosis berikutnya
(Subowo, 1995).
IV. KESIMPULAN
DAFTAR REFERENSI
Dane F., Dalgic O. 2005. The effects of fungicide Benomyl (Benlate) on growth and
mitosis in onion (Allium cepa L.) root apical meristem. Acta Biologica
Hungarica 56(12):119128.
Iqbal, A. 2007. Fase mitosis akar bawang merah (Alium cepa). www.iqbalali.com.
Diakses Tanggal 16 Juni 2015.
Tripathy S. K., Bijayinee S., Samad I. & Das R. K. 2013. Endosulfan: A potential
Genotoxicant on Allium cepa Root Tip Cells. Journal of Agricultural
Biotechnology and Sustainable Development. Vol. 5(2), pp. 29 35.
Campbell, N. A., J. B. Reece, dan L. W. Mitchell. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid I.
Erlangga: Jakarta.
Stack S. M., and D. E. Comings. 1979. The cromosomes and DNA of Allium cepa.
Chromosoma. 70:161 181.
Suprihati, D., Elimasni, E., E. Sabri. 2007. Identifikasi Karyotipe Terung Belanda
(Solanum betaceum Cav.) Kultivar Brastagi Sumatera Utara. Jurnal Biologi
Sumatera Utara, 2 (1), pp: 7-11.
MIKROMETRI
Oleh :
Trie Wulan Kurnianingsih B1J012009
Estri Puji Rahmawati B1J012035
Desi Ariana Syahid B1J012145
Rochima Nailatus S. B1J012203
Venthyana Lestary B1J012133
Kelompok 4
Rombongan VI
Tujuan dari praktikum kali ini adalah dapat melakukan dan menghitung
kalibrasi, menghitung panjang, lebar, serta kerapatan stomata daun Rhoeo discolor.
Alat yang digunakan adalah gelas benda dan gelas penutup, silet, kertas
tissue, pipet tetes, mikroskop, mikrometer obyektif dan mikrometer okuler.
Bahan yang digunakan adalah daun Rhoeo discolor dan akuades/air.
B. Metode
1. Kalibrasi
1.1 Peralatan yang dibutuhkan seperti mikroskop dan mikrometer disiapkan.
1.2 Mikrometer okuler dipasang di lensa okuler, sedangkan mikrometer obyektif
dipasang di lensa obyektif.
1.3 Bayangan mikrometer obyektif dicari fokusnya, kemudian tentukan
perbesaran yang ingin digunakan.
1.4 Kedua mikrometer pada skala 0 dihimpitkan, kemudian dicari skala
berikutnya yang berhimpitan.
1.5 Skala-skala yang berhimpitan dicatat, baik skala mikrometer okuler maupun
obyektif.
1.6 Skala mikrometer obyektif telah diketahui sebelumnya yaitu 0,01 mm atau
sama dengan 10 m.
1.7 Peneraan diulang hingga 5 kali. Nilai skala mikrometer okuler dapat
diketahui dengan rumus berikut :
skala obyektif
x 10 m
skala okuler
A. Hasil
1. Perhitungan Kalibrasi
Tabel 3.1 Hasil peneraan/kalibrasi (perbesaran 100 x)
skala obyektif
x 10 m
Kalibrasi = skala okuler
38
x 10 m
= 145
= 2,62 m
2. Pengukuran stomata
Tabel 3.2 Hasil pengukuran panjang dan lebar stomata
Sel porus
Ulangan ke- Panjang Lebar
(skala okuler) (skala okuler)
1 22 5
2 19 5
3 24 6
4 20 4
5 28 5
Rata-rata 20,6 5
3. Kerapatan stomata
Tabel 3.3 Perhitungan kerapatan stomata
B. Pembahasan
IV. KESIMPULAN
DAFTAR REFERENSI
Haryanti, S. 2010. Jumlah dan Distribusi Stomata pada Daun Beberapa Spesies
Tanaman Dikotil dan Monokotil. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 18(2), pp.
21-28.
Pelezar & Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Jakarta Press.