PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroteknik adalah ilmu yang mempelajari tentang pembuatan
preparat.Dalam setiap pembuatan preparat pada umumnya selalu dilakukan fiksasi
terlebihdahulu. Sedangkan fiksasi itu sendiri adalah suatu cara atau proses (metode)
yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah fungsi dan struktur di dalam
selitu sendiri. Jika telah dilakukan fiksasi maka preparat yang dibuat akan
menjadilebih awet dan tahan lama (Billi, 2008).
Dehidrasi adalah suatu cara atau pros es (metode)
p e n g u r a n g a n a t a u penghilangan air dari dalam sel. Penjernihan adalah
s u a t u c a r a a t a u p r o s e s (metode) yang digunakan untuk menghilangkan warna asli suatu
preparat supayak e t i k a p e m b e r i a n w a r n a y a n g b a r u m e n j a d i l e b i h s e m p u r n a
daripada warnaa s l i n y a . F u n g s i d a r i d e h i d r a s i p a d a m e t o d e
p e m b u a t a n p r e p a r a t d e n g a n penyelubungan agar parafin dapat terinfiltrasi
dengan sempuna ( Della, 2008).S e d i a a n a d a l a h b e n d a ya n g a k a n d i a m a t i
s t r u k t u r n ya .
S i f a t – s i f a t d a r i s e d i a a n a d a ya n g s e m e n t a r a , s e m i p e r m a n e n , d a n
p e r m a n e n . S u m b e r s e d i a a n a d a l a h s e m u a o r g a n i s m e a t a u ya n g p e r n a h
hidup baik itu tumbuhan, hewan,maupun manusia dan hasil
p e r t u m b u h a n n ya ( b a g i a n a t a u k e s e l u r u h a n t u b u h organisme). Garis besar
pembuatan sediaan adalah pengambilan dan persiapan material, fiksasi, pencucian,
pewarnaan, dehidrasi, penjernihan, penempelan padagelas objek, dan pemberian nama.
Beberapa metode dalam pembuatan sediaanantara lain: sediaan utuh (Whole
Mount), sediaan apus (Smear), sediaan remas (Squash), sediaan gosok, Maserasi, dan
sediaan sayatan tanpa embedding maupundengan embedding (Parafin, seloidin, maupun
resin) (Kusuma, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.2 Pembahasan
Praktikum pembuatan sediaan irisan jaringan hewan dengan
m e t o d e parafin dapat diketahui bahwa dalam pembuatan preparat hewan lebih
mudahu n t u k d i b u a t d a n t i d a k m e m a k a n w a k t u ya n g p a n j a n g . O r g a n ya n g
digunakan
adalah organ hati, paru-paru, jantung dan ginjal. Hewan yang diambil
organnyaadalah mencit. Tetapi ada sebagian organ yang gagal menjadi suatu preparat, halini
mungkin disebabkan kurangnya ketelitian dan keterampilan pada saat mengiris block parafin
saat menggunakan mikrotom, sehingga lembaran pita jaringan yangdidapatkan terlalu tebal
dan sulit diamati di bawah mikroskop. Selain itu, sebagian p r e p a r a t t i d a k d a p a t
d i k e n a l i d e n g a n j e l a s b a g i a n m a n a ya n g d i g u n a k a n d a r i bahan percobaan
karena pada saat proses pewarnaan, pencucian dan pencelupan sediaan ke larutan
alkohol ada beberapa kertas label yang terlepas dari kaca objek.Sehingga hanya preparat
yang kertas labelnya masih utuh yang dapat dikenali dengan benar.O r g a n ya n g
digunakan tersebut harus di isolasi terlebih dahulu sebelum d i g u n a k a n
hal ini bertujuan agar organ yang dijadikan sediaan siap
u n t u k melakukan berbagai tahap-tahap atau proses dalam percobaan. Proses
pembuatans e d i a a n p r e p a r a t s e t e l a h d i b e d a h d i a m b i l o r g a n n ya , k e m u d i a n
dicuci dengangaram fisiologis agar organ tersebut tidak mengalami
p e m b e k u a n . S e t e l a h i t u organ difiksasi digunakan larutan BNF selama ± 24
jam agar sel-sel dari organtersebut mati namun strukturnya tidak rusak sehingga
memudahkan langkah-langkah kedepannya.Fiksasi berfungsi untuk mempertahankan
bentuk jaringan sedemikian rupas e h i n g g a p e r u b a h a n - p e r u b a h a n b e n t u k a t a u
s t r u k t u r s e l a t a u j a r i n g a n ya n g m u n g k i n t e r j a d i h a n y a s e k e c i l
m u n g k i n . S e l a i n i t u f i k s a s i b e r g u n a u n t u k meningkatkan indeks bias
jaringan sehingga jaringan dapat terwarnai dengan baik.Larutan fiksatif dibuang dan dicuci
dengan alkohol 70 % selama 1 jam.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :1 . D a l a m p e m b u a t a n p r e p a r a t h e w a n l e b i h m u d a h
u n t u k d i b u a t d a n t i d a k memakan waktu yang panjang.2 . H a s i l p e n g a m a t a n
y a n g d i d a p a t k a n d a r i p r e p a r a t a t a u s e d i a a n i r i s a n j a r i n g a n hewan dengan
metode parafin ini sulit untuk dibedakan antara hati, paru-paru, jantung dan ginjal. Selain itu,
juga sulit di amati jaringan apa yang digunakansebagai preparat karena warna dan bentuknya
sama.3 . K e l e b i h a n - k e l e b i h a n d a r i m e t o d e p a r a f i n , ya i t u : i r i s a n d a p a t j a u h
l e b i h t i p i s , tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron, irisan-irisan yang bersifat
seridapat dikerjakan dengan mudah, dan prosesnya lebih cepat dari metode
lain.4 . K e l e m a h a n d a r i m e t o d e i n i a d a l a h j a r i n g a n m e n j a d i k e r a s ,
mengerut danmudah patah, jaringan -jaringan yang besar tidak
d a p a t d i k e r j a k a n , d a n sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan metode ini.
5.2 Saran
Sebaiknya untuk praktikum yang akan datang hendaknya praktikan harus benar-
benar menyiapkan bahan terlebih dahulu agar praktikum berjalan dengan lancar.
Selain itu kebersihan ruangan juga harus tetap terjaga.
Tubuh kodok terbagi atas terdiri atas empat bagian yaitu bagian caput
(kepala), cervix (leher), truncus (badan), dan extrimitas (anggota badan). Anatomi
eksternal dari Bufo sp. terdiri atas caput (kepala), cervix (leher) yang kurang jelas
bagiannya karena pada daerah tersebut terjadi penebalan pada kulitnya, truncus
(badan) dan extrimitas (anggota badan). Anatomi internal dari Bufo sp. Terdiri atas
cor (jantung), hepar (hati), ventriculus, intestinum (usus), vesica urinaria, dan pulmo.
Inspectio merupakan anatomi eksternal dari Bufo sp. yang terdiri atas empat bagian
yaitu bagian caput (kepala), cervix (leher), truncus (badan), dan extrimitas (anggota
badan). Sectio merupakan anatomi internal dari Bufo sp. diantaranya cor (jantung),
hepar (hati), ventriculus, intestinum (usus), vesica urinaria (gelembung kencing) dan
pulmo.
Rana dan bufo adalah dua contoh spesies dari Anura yang sering
dipelajari. Tubuh Rana dan Bufo dewasa pada umumnya dibedakan atas kepala,
badan dan anggota gerak. Bufo mempunyai badan berbentuk bulat, sedangkan
badan Rana berbentuk langsing memanjang. Rana mempunyai penonjolan pada
tempat persendian antara columna vertebralis dengan gelang panggul. Ujung
posterior badan terdapat kloaka. Kulit Bufo berbintil-bintil kasar dan kering,
sedangkan pada Rana dapat berwarna karena adanya kromatofor yang terdiri atas
melanofor yang mengandung pigmen hitam dan coklat, serta lipo yang mengandung
pigmen merah, kuning, dan orange.
Topografi Organ Dalam Bufo sp.:
- Cor : dexter + sinister (diantara) pulmo
- Pulmo : dexter + sinister (diantara) cor
- Gland bladder : cauda cor
- Hepar : cauda dari pulmo
- Intestinum tenum : sinister hepar
- Ventrikulus : inferior hepar
- Ren : inferior intestinum tenum
- Fat body : posterior pankreas
- Testis : posterior intestinum
- Pankreas : dexter hepar
- Intestinum crassum : dexter ren
- Kloaka : arah caudal
Pada pengamatan anatomi eksternal Bufo sp. diperoleh hasil bahwa
tubuhnya terdiri dari beberapa bagian yaitu caput, cervix, truncus, extrimitas, dan
integumentum. Caput berbentuk seperti segitiga yang terdiri atas rima oris (celah
mulut) yang terletak pada ujung rostrum (moncong), cavum oris (rongga mulut),
nares anteriores yang merupakan lubang hidung kecil pada dorsal rima oris,
organon visus, dan membrana tympani di belakang organon visus. Di dalam cavum
oris terdapat organ-organ lain yang berupa maxilla (rahang atas), mandibula (rahang
bawah), os vomer yang berbentuk huruf V dan terdapat dentes, nares posteriores
sive choanae di kanan kiri os vomer yang berbentuk lubang kecil, palatum yang
melekat pada maxilla karena merupakan atap mulut, lingua (lidah) yang berpangkal
di mandibula, berwarna merah muda dan bercabang serta ostium tubae auditivae
yang terletak di dekat sudut mulut dan terdapat 2 buah. Sama halnya dengan cavum
oris, organon visus juga dilengkapi beberapa organ di dalamnya yaitu palpebra
superior (pelupuk mata atas), palpebra inferior (pelupuk mata bawah), pupil yang
berwarna hitam, berukuran kecil, iris berwarna bening terletak disekitar pupil, dan
membrana nictitans.
Cervix pada amphibi tidak tampak nyata karena bersatu dengan truncus
yang terletak di sebelah caudal caput. Pada truncus terdapat 2 pasang extrimitas
yaitu extrimitas anterior yang terdiri dari brachium (lengan atas), antebrachium
(lengan bawah), manus (tangan secara keseluruhan), dan digiti (jari-jari) sebanyak 4
buah serta extrmiitas posterior yang terdiri dari femur (paha), crus (tungkai bawah),
pes sive pedes (kaki secara keseluruhan), digiti sebanyak 5 buah dan membrana
yang berupa kulit tipis dan terletak di sela-sela digiti. Digiti berukuran kecil dan
melebar serta dilengkapi kuku yang berwarna hitam.
Bagian integumentum pada amphibi terdiri dari 2 bagian yaitu epidemis
dan dermis (corium). Epidermis Bufo sp. berwarna cokelat dan memiliki benjolan-
benjolan kecil berwarna hitam sehingga kulitnya menjadi kasar.
Organ-organ yang berada di dalam tubuh Bufo sp. akan tampak setelah
dilakukan proses seksi seperti pada langkah kerja. Berdasarkan pengamatan yang
telah dilakukan, organ dalam dari spesimen ini terdiri atas pulmo, pankreas,
intestinum tenue, intestinum crasum, kloaka, telur, ventriculus, vesica fellea, hepar,
spleen, ren, dan cor. Pulmo terletak di dekat hepar, berwarna putih, mengembung
dan didalamnya terdapat gelembung-gelembung kecil. Di sebelah pulmo terdapat
cor, berwarna merah kecoklatan yang terdiri dari 2 atrium dan 1 ventrikel. Tepat
dibawah cor terdapat spleen yang warnanya hampir sama dengan cor yaitu merah
kecoklatan. Spleen menyatu dengan hepar yang berwarna merah cokelat, terdiri dari
2 lobus yaitu lobus dexter dan lobus sinister yang ukurannya lebih besar daripada
lobus dexter karena memiliki 2 lobuli. Hepar terletak di ventro caudal. Diantara lobus
hepar, terdapat vesica fellea yang berwarna hijau kehitaman. Di bawah hepar
ditemukan ventriculus yang berwarna merah muda dan berhubungan dengan
intestinum crasum serta intestinum tenue yang keduanya berwarna abu-abu terletak
di lateral ventral. Diantara ventriculus dan intestinum melekat pankreas yang
berwarna kuning dan berukuran kecil. Selain itu, diperoleh ren yang melekat pada
columna vertebralis berjumlah 2 pasang dan berwarna merah cokelat. Ren ini juga
terhubung pada kloaka yang berada di daerah caudal. Kemudian, diperoleh juga
telur dari Bufo sp. yang berwarna hitam, berukuran besar dan hampir menutupi
bagian organ dalam yang lain. Hal ini menandakan bahwa jenis kelamin dari amphibi
tersebut adalah betina.
Alur sistem pencernaan dimulai dari mulut dan rongga mulut. Di belakang
lidah terdapat faring dan di dalamnya ada esofagus yang pendek, berbentuk saluran
silindris yang menjadi jalan masuknya makanan ke perut yang di dalamnya terdapat
intestinum tenue. Bagian anterior dari intestinum tenue adalah duodenum yang
berfungsi untuk menerima sekresi dari liver dan pankreas melalui saluran empedu.
Di belakang duodenum terdapat lilitan ileum, yaitu bagian posterior dari intestinum
tenue yang melengkapi pencernaan dan merupakan tempat terjadinya seluruh
penyerapan sari-sari makanan dalam aliran darah. Ileum tersebut menyalurkan sari-
sari makanan ke intestinum crasum, dimana hampir seluruh air, vitamin dan ion
dapat diserap sebaik mungkin. Bagian batas akhir intestinum crasum adalah kloaka.
Kloaka biasanya merupakan tempat untuk mengumpulkan bahan-bahan dari
pencernaan, ekskresi, dan sistem reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, J.D. 1992. Pembuatan Preparat Mikroskopis. University Press. IKIP. Surabaya.
Campbell, Reece, Mitchell. 2004. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 3. Jakarta. Erlangga.
Duellman, W. E. and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book Company. New
York
Frandson, RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak IV. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
Gray, P. 1954. The Microtomits’ Formulary and Guide. The Blakiston Company Inc. New York.
Toronto.
Hudha, Atok M. 2000. Vertebrata. UMM Press. Malang.
Iskandar, D. T. and E. Colijn, 2000,Preliminary Checklist of Southeast Asian and New Guinean
Herpetofauna: Amphibians,Treubia 31 (3): 1-133.
Kusumawati, Diah. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
Sundoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologis dan Histokimia). Penerbit Bhrataro Karya
Aksara. Jakarta.
Zug, George R. 1993.Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles. Academic
Press. London, p : 357 – 358.
DISUSUN OLEH :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biologi berkembang dari hasil kerja para peneliti biologi, menggali pengetahuan dari
objek biologi. Objek dalam hal ini berkaitan dengan semua makhluk hidup. Mengenali ciri-
ciri objek harus dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap objek tersebut. Dengan
demikian, semua mahkluk dapat menjadi objek pengamatan.
Salah satu sasaran pengamatan suatu objek biologi adalah bentuk dan susunan tubuh,
misalnya saja tubuh hewan. Tubuh hewan tersusun dari sel dan masing-masing sel akan
mengadakan kesatuan dengan adanya substansi antar sel. Didalam tubuh hewan sel-sel ini
terdapat dalam kelompok yag secara struktural dan fungsional berbeda dengan kelompok sel
yang lain. Kelompok sel ini dikenal dengan jaringan. Dari jaringan ini nantinya akan
membentuk organ yang dijadikan sebagai penyusun tubuh. Untuk mengetahui bagian dari
organ tersebut, dibutuhkan preparat. Preparat awetan hewan baik jaringan maupun bagian
lain merupakan salah satu metode pembelajaran biologi yang sangat efektif (Kimball, 1983).
Objek pengamatan yang digunakan ini harus dipersiapkan dengan cara membuat
objek pengamatannya yang dapat diamati secara mikroskopis yang biasa dikenal sebagai
mikroteknik. Misalnya dengan cara membuat sayatan untuk mengetahui susunan sel atau
jarinngan dengan cara membuat awetan.
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknik pembuatan sediaan sayatan
organ hewan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODE KERJA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh pada sayataon organ hewan Rana sp. dapat dilihat pada gambar 4.1.1.
4.1.1 Sayatan Organ Lambung Rana sp.
Keterangan :
Pewarnaan : HE (Hematoxylin-Eosin)
Perbesaran : 10 x 10
Gambar : 1. Villi
2. Lumen
3. Muscularis
4. Mucosa
5. Submucosa
4.2 Pembahasan
Pengerjaan yang dilakukan melalui proses irisan atau sayatan merupakan sebuah
proses yang di anggap sebagai suatu teknik rutin atau teknik baku bagi penyiapan spesimen
histologi atau histopatologi. Pengirisan atau penyayatan umumnya di lakukan dengan
menggunakan bantuan alat pemotong yang di kenal dengan mikrotom. Mikrotom merupakan
alat yang di gunakan untuk memotong atau mengiris agar mendapatkan hasil setipis mungkin.
Jaringan yang telah di persiapkan untuk sayatan ini dengan berbagai metode tertentu dan
diusahakan agar mempunyai kekerasan tertentu sehingga dapat di potong dengan
menggunakan pisau mikrotom. Oleh karena itu, biasanya di lakukan proses pembekuan dan
penanaman di dalam medium tertentu yang dikenal dengan embedding.
Embedding merupakan salah satu contoh metode pengerasan jaringan. Medium yang
umum digunakan pada metode penanaman adalah parafin dan nitrosilulosa (pyroxylin).
Metode parafin adalah metode pembuatan preparat dengan melalukan penanaman jaringan di
dalam blok parafin untuk menghasilkan preparat jaringan hewan yang tipis. Pembuatan
sediaan dengan cara pemotongan jaringan menggunakan parafin dengan mikrotom sebagai
alat pemotongnya.
Praktikum kali ini yaitu membuat preparat dengan mengguanakan organ dari hewan
Rana sp. atau katak. Organ yang di ambil terdiri dari jantung, hepar, usus halus, usus besar
dan lambung. Tahapan awal dari pembuatan organ hewan setelah dipotong menjadi beberapa
bagian kemudian organ tersebut dicuci dengan menggunakan garam fisiologis. Garam
fisiologis berfungsi untuk membersihkan organ dari sisa-sisa darah yang masih menempel
pada organ tersebut. Fiksasi organ hewan di lakukan dengan menggunakan formalin 10%.
Fiksasi ini berguna untuk mematikan serta menghentikan proses-proses metabolisme jaringan
dengan cepat sehingga keadaanya semaksimal mungkin mendekati keadaan aslinya dan
dapat pula mencegah proses autolysis yaitu keluarnya enzim-enzim yang dapat merusak sel
maupun jaringan. Selain itu fiksasi juga berfungsi untuk menaikan daya pewarnaan karena
adanya bahan-bahan keras yang merupakan komponen cairan fiksatif. Pada praktikum ini
menggunakan fiksatif berupa formalin 10% dikarenakan fiksatif ini merupakan fiksatif yang
paling cocok dan paling baik untuk memfiksasi jaringan hewan. Fiksasi dilakukan selama 24
jam.
Washing merupakan proses pencucian organ menggunakan alkohol 70% yang di
lakukan selama 30 menit. Washing ini bertujuan untuk menghilangkan larutan ataupun cairan
fiksatif yang terdapat pada organ. Washing menggunakan alkohol 70% karena larutan ini
bersifat isotonik yang artinya memiliki tekanan maupun konsentrasi yang sama terhadap
larutan yang terdapat didalam organ, sehingga tidak menyebabkan organ mengalami krenasi
atau pengkerutan yang mengakibatkan jaringan pada organ tersebut rusak, karena adanya
perbedaan larutan yang sifatnya ekstrim.
Dehidrasi dilakukan setelah proses washing yang bertujuan untuk mengeluarkan air
dari jaringan, dalam prosesnya air harus di keluarkan dari jaringan. Jika didalam preparat
masih terdapat air maka ketahanan preparat tidak begitu lama akibat serangan dari bakteri
maupun jamur tersebut. Selain itu, air juga dapat mengganggu keberlangsungan proses
selanjutnya. Salah satu proses yang dapat terkena dampak yaitu pada proses infiltrasi. Proses
infiltrasi merupakan proses memasukan parafin cair pada organ yang dilakukan secara
bertahap. Parafin merupakan senyawa yang dapat digolongkan sebagai lipid atau lemak yang
bersifat non polar. Sedangkan air merupakan larutan atau senyawa yang bersifat polar,
sehingga dalam proses ini keduanya tidak dapat bersatu karena perbedaan sifat tersebut.
Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan alkohol bertingkat naik yaitu 70%, 80%,
90%, 96% dan 100% masing-masing dilakukan 15 menit. Dehidrasi ini dilakukan secara
bertingkat dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi dimaksudkan agar jaringan pada
organ tidak terkejut akibat perbedaan jenis dan konsentrasi yang mengakibatkan terjadinya
pengkerutan pada sel maupun jaringan yang mengakibatkan sel akan rusak. Clearing
dilakukan dengan menggunakan larutan xylol selama 24 jam. Clearing bertujuan untuk
membersihkan organ hewan yang akan di gunakan dari alkohol yang telah digunakan dalam
proses dehidrasi. Menurut Khairul (2001), clearing bertujuan untuk menarik dehidrasi dari
dalam jaringan yang nantinya dapat di gantikan oleh molekuk parafin. Lamanya jaringan ini
berada dalam medium tersebut tergantung pada ketebalan serta tingkat kepadatan jaringan
serta jenis bahan kimia yang di gunakan.
Proses infiltrasi adalah suatu tahapan dimana jaringan dimasukan kedalam media
penanaman secara bertahap. Infiltrasi ini dilakukan dengan cara merendam organ pada
parafin cair sebelum proses penanaman kedalam blok parafin. Infiltrasi dilakukan dengan
menggunakan parafin : xylol (1:1) selama 30 menit di dalam oven dengan suhu 60 drajat
celcius. Tujuan perbandingan ini agar parafin dapat masuk atau mengalami penetrasi lebih
mudah karena adanya xylol. Hal ini terjadi karena pada proses sebelumnya organ telah
kontak dengan larutan xylol pada proses clearing. Proses infiltrasi dilakukan secara bertahap
menggunakan parafin 1, II, dan III yang masing-masing dilakuan selama 50 menit didalam
oven dengan suhu 60 0C. Penggunaan oven ini di karenakan parafin merupakan senyawa
yang memiliki melting point atau titik leleh pada suhu 56 0C. Jadi tujuannya untuk mencegah
agar parafin tersebut tidak beku. Fungsi infiltrasi ini yaitu untuk mengisi ruang-ruang inter
maupun intra seluler dengan parafin cair sehingga kedudukan dehidrasi dapat digantikan oleh
parafin.
Menurut Dasumiati (2008), dalam proses infiltrasi parafin, sebaiknya jangan
dimasukan langsung dari zat penjernih kedalam parafin murni, tetapi sebaiknya sebelum
parafin murni, jaringan dimasukan terlebih dahulu kedalam campuran antara parafin dan
penjernih (parafin : xylol) dengan volume perbandingan yang sama. Hal ini dimaksudkan
agar menghindari perubahan lingkungan yang sangat mendadak terhadap jaringan tersebut
sehingga jaringan dapat mengkerut karena tertarik secara maksimal.
Proses yang dilakukan selanjutnya adalah embedding atau penanaman yang
merupakan proses memasukan organ kedalam blok-blok parafin (cetakan) yang terbuat dari
kertas sehingga memudahkan di dalam penyayatan dengan alat bantu mikrotom. Keuntungan
menggunakan kotak kertas yaitu dapat membuat sayatan dan menandai jaringan. Pada
praktikum ini diinginkan organ yang nantinya dapat dipotong secara melintang sehingga
organ tersebut diletakkan dalam posisi berdiri. Blok parafin yang telah membeku ini
dimasukan kedalam refrigator dengan tujuan agar blok parafin tersebut dapat membeku
secara sempurna.
Parafin yang telah membeku ini dapat segera dipotong menggunakan alat
mikrotom. Pengirisan organ dilakukan dengan mikrotom agar didapat hasil irisan yang sangat
tipis. Namun terlebih dahulu blok parafin dilukis sedimikian rupa sehingga membentuk suatu
persegi dengan organ berada ditengah-tengahnya dan kemudian blok parafin ditempel pada
holder yang sesuai dengan ukuran blok parafin. Proses section menghasilkan pita-pita sayatan
yang nantinya akan disortir kembali untuk memilih pita dengan sayatan organ yang baik dan
tidak rusak.
Proses dilanjutkan dengan affixing yaitu penempelan sayatan organ pada glass objek
dengan albumin. Albumin merupakan suatu senyawa yang terdiri dari putih telur dan gliserin
yang berfungsi untuk merekatkan irisan jaringan pada glass objek. Albumin dioleskan pada
objek glass dengan rata. Ketika memberika albumin pada objek glass tidak boleh terlalu
banyak, karena albumin yang terlalu banyak akan mengakibatkan albumin tersebut ikut
terwarnai yang nantinya menyebabkan objek glass menjadi kotor. Setelah pemberian
albumin, objek glass ditetesi dengan akuades. Akuades ini bertujuan agar irisan mudah
direntangkan dan tidak menggulung, karena ketika proses peletakan sayatan organ diatas hot
plate, akuades yang terdapat pada sayatan tersebuat akan menguap dan pita-pita sayatan akan
merentang dengan sendirinya. Akuades yang diberikan tidak boleh terlalu banyak, karena jika
kandungan air terlalu banyak dapat menyebabkan sayatan terlepas ketika proses staining..
Tahapan setelah affixing yaitu proses staining atau pewarnaan. Proses diawali dengan
proses deparafinisasi yang bertujuan untuk menghilangkan parafin yang terdapat dalam
jaringan. Proses deparafinisasi menggunakan xylol yang di lakukan selama 15 menit. Proses
dilanjutkan dengan dialkoholisasi yaitu proses penarikan alkohol dengan menggunakan
alkohol bertingkat turun dari konsentrasi 96% - 30% masing-masing dilakukan selama 3
menit. Dilanjutkan dengan akuades selama 2 menit dan proses pewarnaan dengan
menggunakan pewarna hemotoxylin yang di lakukan selama 20 detik. Pewarnaan bertujuan
agar mempertajam atau memperjelas berbagai elemen sayatan jaringan terutama sel-selnya
sehingga dapat dibedakan dan ditelaah dengan menggunakan mikroskop.
Pewarnaan yang digunakan pada sayatan organ hewan ini yaitu pewarnaan ganda
yang terdiri dari hematoxylin eosi. Hematoxylin digunakan pada tahap awal. Digunakan
pewarnaan hematoxylin ini karena hematoxylin adalah pewarna yang bersifat basa sehingga
akan mewarnai nukleus yang bersifat basa. Sedangkan eosin yaitu pewarnaan yang di berikan
selama 20 menit setelah proses dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat turun dari
konsentrasi 70% - 30% yang masing-masing di lakukan selama 2 menit. Eosin digunakan
dalam praktikum ini karena eosin merupakan pewarna yang bersifat asam dan akan mewarnai
setoplasma yang bersifat suka asam. Penggunaan pewarnaan ganda bertujuan agar terjadi
kekontrasan antara pewarna yang bersifat asidofilik dengan pewarna yang besifat basidofilik,
sehingga pengenalan bagian tertentu dapat lebih cepat dan dapat terlihat secara jelas.
Proses setelah pemberian warna eosin di lajutkan dengan prose washing dengan
bebarapa tahapan yaitu alkohol 70% bekas selama 4 menit dan alkohol 70% baru selama 2
menit dan di lakukan proses dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat naik dari 70%
hingga 100% masing-masing selama 2 menit. Ketika proses perpindahan preparat dari larutan
satu dan yang lainya terutama larutan yang berupa xylol, preparat sayatan tersebut harus
menerima proses lipatan tissue untuk mehilangkan larutan. Karena jika larutan xylol terkena
air, maka xylol akan rusak. Proses akhir sebelum maunting yaitu pemberian atau di rendam
kedalam larutan xylol selama 2 menit yang berfungsi untuk menjernihkan preparat agar
terlihat lebih transparan antar bagian-bagiannya.
Mounting adalah proses finishing pada tahapan ini dengan menetapkan sayatan pada
proses penutupan objek glass dengan menggunakan perekat berupa Canada balsam.
Dilanjutkan dengan proses labelling dan pengamatan tentang bagian yang di hasilkan pada
suatu sayatan organ.
Berdasarkan hasil pengamatan pada lambung Rana sp, hasil dari preparat yang dip
roses cukup jelas, pada preparat terdapat villi, lumen, muscularis, mucosa dan submucosa.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pembuatan preparatan sayatan organ hewan rana sp. dapat dilakukan dengan metode
penanaman jaringan dalm media penanaman atau embedding dengan metode parafin.
2. Urut-urutan dalam proses pengerjaan harus sesuai agar hasil yang diperoleh baik.
3. Waktu pengerjaan harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam prosedur kerja.
4. Hasil yang terlihat pada preaprat lambung Rana sp. yaitu villi, mukosa, submukosa,
muskularis dan lumen.
DAFTAR PUSTAKA
Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN
Syarif Hidayatullah. Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Tujuan praktikum adalah:
1. untuk mengetahui pembuatan preparat dengan metode parafin
hewan, dan
2. untuk mengetahui struktur jaringan hewan.
B. DASAR TEORI
Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen den
gan menggunakan paraffin sebagai media embedding
dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-
8 µm. Metode ini memiliki irisan yang lebih
tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode
seloidin yang tebal irisannya kurang lebih mencapai 10
µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode
seloidin. Selain itu metode parafin juga memiliki
kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah
patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat
dikerjakan, dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena
menggunakan metode ini(Gunarso, 1986).
Metode paraffin memiliki langkah-
langkah penting dalam metode ini antara lain fiksasi,
pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan
(section), penempelan, pewarnaan, dan penutupan(Dasumiati,
2008).
Prosedur pembuatan sediaan menggunakan metode parafin pada
umumnya sama baik pada jaringan hewan maupun tumbuhan.
Pertama-tama organ yang akan dijadikan preparat diisolasi
terlebih dahulu, kemudian difiksasi minimal 24 jam,
didehidrasi dengan alkohol bertingkat selama 30 menit,
diclearing dengan xylol murni juga selama 30 menit,
diinfiltrasi agar parafin yang masuk berfungsi sebagai
penyangga jaringan saat diiris dengan mikrotom, lalu
diembedding (proses penanaman) yaitu merendam jaringan saat ke
dalam parafin cair, dan parafin akan masuk ke seluruh bagian
jaringan, proses pemotongan dengan mikrotom, penempelan pada
kaca objek, pewarnaan dengan hematoksilin (pada umumnya bahan
ini yang sering digunakan untuk jaringan hewan) sedangkan
jaringan tumbuhan seringkali menggunakan safranin ataupun fast
green. Setelah diwarnai lalu dimounting, diberi perekat
entellan, dan diberi label nama (Santoso, 2002).
Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang
jauh, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Burung
puyuh disebut juga gemak (jawa) atau quail (asing), merupakan
bangsa burung (liar) yang pertama ali diternakkan di Amerika
Serikat tahun 1870. Sedangkan di Indonesia burung puyuh
dikenal dan diternakkan sejak 1979.
Jenis burung puyuh yang biasa diternakkan adalah berasal dari
jenis Coturnix coturnix japonica. Produksi telur burung puyuh
ini mencapai 250-300 butir per tahun dengan berat rata-rata 10
gram per butir. Di samping produksi telurnya, burung puyuh
juga dimanfaatkan daging dan kotorannya.
Klasifikasi burung puyuh sebagai berikut:
Class : Aves
Ordo : Galiformes
Family : Phasianidae
Genus : Coturnix
Spesies : Coturnix coturnix japonica
(Anonim, Tanpa Tahun).
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran
pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu (Anonim,
2013).
BAB II
METODOLOGI
A. WAKTU PELAKSANAAN
Alat:
1. alat untuk pemotongan/ pengambilan organ (seperangkat
alat bedah),
2. alat untuk infiltrasi parafin (oven, beaker glass,
pinset),
3. alat untuk embedding (pinset, kotak-kotak kecil 1,5 cm x
1,5 cm),
4. alat untuk sectioning (mikrotom dan kuas),
5. alat untuk affixing (objek glass, pipet tetes, cotton
bud, dan hot plate),
6. alat untuk staining/ pewarna (staining jar, kertas label
dan tissue),
7. alat untuk mounting (cover glass), dan
8. alat untuk pengamatan (mikroskop).
Bahan:
1. organ burung puyuh (usus halus),
2. NaCl 0,9% fisiologis,
3. FAA atau formalin 10%,
4. alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% dan 100%,
5. meyer albumin (albumin dan gliserin),
6. larutan xylol,
7. parafin,
8. pewarna eosin,
9. pewarna hematoxilin, dan
10. canada balsam.
C. CARA KERJA
1. Hewan disembelih, dibedah dan diambil organ yang
diperlukan (usus halus).
2. Pencucian (Washing): organ dicuci dengan larutan NaCl
0,9% fisiologis selama 30 menit.
3. Fiksasi: organ dimasukkan ke dalam botol film, kemudian
difiksasi dengan larutan FAA atau formalin 10% selama 3 jam
atau sampai jaringan matang.
4. Dehidrasi: organ dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat
yakni 30%, 50%, 70%, 80%, 90% dan 96% masing-masing selama 15
menit.
5. Penjernihan (clearing): organ dimasukkan ke dalam xylol
selama ± 60 menit hingga kelihatan transparan.
6. Infiltrasi: media penanaman disusupkan ke dalam jaringan.
Media penanaman disimpan di dalam oven bersuhu 58ºC. Langkah
pada infiltrasi adalah:
a. Xylol : Parafin (3 : 1) selama 15 menit
b. Xylol : Parafin (1 : 1) selama 15 menit
c. Xylol : Parafin (1 : 3) selama 15 menit
9. Penempelan (Affixing):
-gelas benda dibersihkan dengan alkohol 70% agar bebas lemak,
-diteteskan albumin pada gelas benda, digosok rata,
-diberi akuades secukupnya,
-diletakkan pita sayatan (coupes) di atas akuades, dan
-gelas benda dipindahkan ke atas hot plate dengan suhu ± 50ºC,
diatur posisi pita organ, dibiarkan sampai akuades kering.
10. Staining:
-deparafinasi: jaringan dimasukkan ke dalam xylol selama 3
menit,
-rehidrasi dengan alkohol dari tinggi ke rendah (96%, 96%,
90%, 80%, 70%, 50% dan 30%) masing-masing 10 kali celupan,
-dicuci dengan air mengalir, setelah itu dicelupkan ke dalam
akuades selama 10 menit,
-diwarnai dengan hematoksilin (15 detik), kemudian dicuci
dengan air mengalir dan dicek dibawah mikroskop,
-diwarnai lagi dengan eosin (10 detik), dicuci lagi dengan air
mengalir dan dicek di bawah mikroskop,
-dehidrasi dengan alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, 96%, dan
96%) selama 3 menit, dan
-clearing dengan xylol selama 3 menit.
11. Mounting: ditutup dengan canada balsam dan gelas penutup,
hindari terbentuknya gelembung udara.
12. Pelabelan
13. Diperiksa di bawah mikroskop
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENGAMATAN
B. PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Usus Halus. (online).
http://id.wikipedia.org/wiki/Usus_halus. (Diakses 14 Juni
2013).
Anonim. Tanpa Tahun. Beternak Burung Puyuh.
(online). http://www.kaskus.co.id/thread/5145555e1fd7190c3e000
000/berternak-burung-puyuh/. (Diakses 14 Juni 2013).
Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif.
Gunarso W. 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif yang Berbeda pada Pembuatan Preparat
dari Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin. Bogor: IPB Press.