Kelompok 1
Disusun oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN AJARAN 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang penyakit
Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing yang penyusun sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini memuat tentang definisi, penyebab, gejala,
dan cara pengobatannya. Makalah ini telah disusun sebaik mungkin agar memudahkan
pembaca dalam menyerap informasi secara benar dan jelas.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen biologi yaitu dr.Hema Dwi
Anggraeni yang telah membimbing penyusun .Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Penyusun sangat mengharap kritik dan saran yang
membangun bilamana terdapat kesalahan dalam penggunaan kata, isi maupun ejaan.
Terimakasih.
(Penyusun)
BAB I
PENDAHULUAN
Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi
masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi
yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa.
Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan kelainan
kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi untuk
pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya
banyak dilakukan.
Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktorial. Selain faktor
genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu
melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan
defisiensi vitamin B6.
Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin
dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek
multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah
lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-gigi dan
psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada
akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh
masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang
komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja.
Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta
terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Celah Bibir dan Celah Langit-langit adalah suatu
kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras
mulut. Celah bibir (Bibir sumbing) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian
atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Celah langit-langit adalah suatu saluran
abnormal yang melewati langit-langit mulut dan menuju ke saluran udara di hidung. Kelainan ini
dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan komplit
satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut
labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.
2. Penyebab
• Nutrisi
• Radiasi
• Stres emosional
Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom
non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan
jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3
untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah
47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat
pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
3. Gejala Klinis
Gejala klinis sangat bervariasi. Sumbing bibir juga diklasifikasikan menjadi unilateral (hanya
sebelah / satu sisi) dan bilateral (melibatkan dua sisi bibir), serta lengkap dan tidak lengkap. Bibir
sumbing tidak lengkapditandai oleh garis sumbing yang tidak mencapai dasar lubang hidung (nasal
sill). Dalam hal ini nasal sill harus intak, dan bagian ini sering disebut sebagai Simonart’s band. Bibir
sumbing lengkap melibatkan seluruh ketebalan bibir dan prosesus alveolaris (palatum primer), meluas
menuju nasal sill dan tidak terdapat Simonart’s band, serta sering disertai sumbing palatum (sumbing
langit-langit). Biasanya sebagai konsekuensi adanya bibir sumbing, hidung juga mengalami
perubahan bentuk.
Gejalanya berupa:
• pemisahan bibir
• pemisahan langit-langit
• distorsi hidung
• regurgitasi nasal ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung).
1. Etiologi
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus
nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Salah satu penyebab terjadinya celah orofasial ialah heterogenitas, sebanyak sekitar
20% menyertai sindrom yang disebabkan mutasi yang spesifik. Namun juga terjadinya celah
orofasil juga berhubungan dengan asam folat dan multivitamin lainnya. Beberapa mungkin
memiliki etiologi karena asam folat namun sebagian lagi tidak, sehingga menyulitkan untuk
mencari efeknya.
2. Klasifikasi
Komplit
Inkomplit
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain :
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya
labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu
atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek
menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap
lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin
dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga
daapt membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada
palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya
membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan
tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan
masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
Gambar 1. Perbedaan antara keadaan normal, cleft lip, dan cleft palate
Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari
celah bibir yang terbentuk.
Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius.
Gangguan berbicara
4. Penatalaksanaan
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima
tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai
dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan
lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu
, jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang
tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi
minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar
sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot
dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan
sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya
susu melewati langit-langit yang terbelah.
Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non
alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses
tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla)
akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat
operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal
kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh
seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3
bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan
sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang
sempurna.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-
tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan
instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi
dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum
bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia
optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan
secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi
beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.
Cara menyusui bagi ibu yang memiliki anak dengan bibir sumbing:
a. Memberi tahu ibu kepentingan ASI untuk bayinya,
b. Usaha untuk menutup celah atau sumbing bibir agar bayi dapat memegang puting
dan areola dalam mulutnya waktu menyusui (jari ibu atau plak gigi yg khusus atau
obturator), kadang-kadang payudara ibu menutup celah itu.
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir atau sendok
teh.
5. Prognosis
Bibir sumbing langit-langit (palatum) secara rutin terkait dengan lebih dari 200
sindrom / malformasi. Insidensinya bervariasi antar kelompok etnis sebagai berikut:
American Indian (3.6:10,000), Asia (3:1000), dan Amerika Afrika (0.3:1000). Bibir sumbing
dan / atau dengan langit-langit terbelah adalah kelainan bawaan yang sering dilihat di seluruh
dunia. Rata-rata, sekitar 1 dalam setiap 500-750 kelahiran hidup menghasilkan sumbing.
Selain itu, di Amerika Serikat, prevalensi untuk bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit
terbelah adalah 2,2-11,7 per 10.000 kelahiran. Sumbing langit-langit saja menghasilkan
tingkat prevalensi 5,5-6,6 per 10.000 kelahiran. Bibir sumbing, langit-langit mulut, atau
keduanya adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum dan memiliki tingkat
kelahiran prevalensi berkisar dari 1 / 1000 sampai 2.69/1000 antara berbagai belahan dunia.
Orang Afrika Atau Afrika Amerika Satu per 2.500 Afrika Amerika dilahirkan dengan
sumbing. Afrika-Amerika memiliki tingkat prevalensi yang lebih rendah dari bibir dan/atau
langit-langit sumbing bila dibandingkan dengan orang Kaukasia. Tingkat prevalensi sebesar
0,61 per 1.000 dan 1,05 per 1.000 kelahiran hidup masing-masing dilaporkan oleh Croen,
Shaw, Wasserman dan Tolarova (1998). Di Malawi dilaporkan terdapat tingkat prevalensi
yang rendah untuk bibir sumbing dan / atau langit-langit, 0,7 per 1.000 kelahiran hidup.
Amerika Latin Dan Penduduk Latin Asli. Amerika Latin berasal dari Meksiko, Amerika
Tengah dan Amerika Selatan, dan Karibia. Prevalensi Amerika Latin lebih rendah daripada
Kaukasia dan penduduk asli Amerika, namun masih lebih tinggi daripada Afrika Amerika.
Orang latin memiliki prevalensi sumbing sebesar 9,7 per 10.000 kelahiran hidup. Dalam
Sucre, tingkat prevalensi bibir dan/atau langit-langit sumbing di Bolivia adalah 1,23 per
1.000 kelahiran hidup.
7. Pengaruh Lingkungan
Bukti untuk prevalensi celah orofasial yang lebih banyak terjadi pada masyarakat
kelas sosial ekonomi rendah masih samar-samar.
9. Aspek Psikologis Terhadap Individu Bibir Sumbing
10. Pencegahan
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah
dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama
kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah
orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok
dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu.
Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya
tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan public dan politik tingkat
yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002). Banyak laporan
telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan
berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002).
Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok
selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan
hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002).
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh
kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan
dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol
syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara
pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara
alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh bias yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak
penelitian tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada
hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus.
a. Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya enan celah orofasial sulit untuk
ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan
memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan
vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek
protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat
alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada
ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai
persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu,
ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada
kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh
kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil
memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir
dan/atau langit-langit sumbing.
b. Vitamin B-6
c. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti
pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek
pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis
manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A
jugadapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif
lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan
malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000
IU vitamin A pada masa perikonsepsional.
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan
antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi,
pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air
yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari
pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian. namun tidak semua. Maka sebaiknya
pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait.
Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam
kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.
5. Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk
mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai
tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada
binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya
kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya
dalam usaha memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan
di Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif,
namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi
hasilnya.Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial
adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSKATA
miswans.com/search/makalah-bibir-sumbing
Harrington, J.M. Gill, FS. 1995. “Labioschisis”. Jakarta : EGC.
Sudarma, momon. 1997. “Bibir Sumbing”. Jakarta : Salemba.
Pusat Pendidikan dan Kesehatan. 2007. “Labioschisis”.