Anda di halaman 1dari 29

MOLA HIDATIDOSA

KELOMPOK 2
1. MARSELA RUSTAM
2. RAISSYA RAHMA
3. PRATIWI RAHMA MAGHFIRA
4. ANNISA NUR AL IZZA MH
5. YERI ENGLANIA RUSMAT
6. HAFSHAH DALILAH PUTRI
7. AQILLA SALSABELA
8. SALSABILA AULIA IBON
9. MAULIDA KHAIRUN NISA
Definisi Mola Hidatidosa

Suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau


seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik
berupa gelembung yang menyerupai anggur
(Martaadisoebrata, 2005).
Mola Hidatidosa (MH) secara histologis ditandai oleh
kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas
dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. MH
biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang
MH terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium
(Cunningham FG, 2010).
Jenis Mola Hidatidosa

1. Mola hidatidosa komplit


MHK merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang
seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik yang
menyerupai anggur. Mikroskopik tampak edema stroma vili
tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari kedua lapisan
trofoblas (Sastrawinata S, 2004).
MHK dapat didetiksi pada usia kehamilan yang lebih
muda.
Secara klinis tampak pembesaran uterus yang lebih besar
dari usia kehamilan dan pasien melihatkan gejala toksik
kehamilan. Abortus
terjadi dengan perdarahan abnormal dan disertai dengan
keluarnya
jaringan mola. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi
peningkatan titer
serum β human Chorionic Gonadotropin (β hCG) yang
jumlahnya diatas
82,350 mlU/ml (Lumongga, 2009).
2. Mola hidatidosa parsial
Merupakan keadaan dimana perubahan mola bersifat lokal
serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau
sedikitnya kantong amnion. Umumnya janin mati pada
bulan pertama (Sudiono J, 2001).
ETIOLOGI
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya.
Oleh karena itu, pengetahuan pengetahuan tentang faktor resiko
menjadi penting agar dapat menghindari terjadinya MH, seperti
tidak hamil di usia ekstrim dan memperbaiki gizi
(Martaadisoebrata, 2005).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya MH adalah :

a. Usia ibu

Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia

reproduksi yang ekstrim (terlalu muda dan terlalu tua) (Daftary,

2006). Menurut Kruger TF, hal ini berhubungan dengan

keadaan patologis ovum premature dan postmature (Kruger TF,

2007).
Ovum patologis terjadi karena gangguan pada proses meiosis,
sehingga ovum tidak memiliki inti sel (Martaadisoebrata, 2005).
Jika ovum patologis tersebut dibuahi oleh satu sel sperma maka
karyotipe yang dihasilkan adalah 46,XX homozigot dan ini
adalah karyotipe tersering yang ditemukan pada MHK (90%)
(Berek, 2007).
Menurut Berek, ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan
terhadap pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian,
resiko untuk MHK meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita yang
lebih tua dari 35 tahun dan 7,5 kali lipat untuk wanita yang lebih
tua dari 40 tahun (Berek, 2007).
b. Status gizi

Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi

meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial

ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang

diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan

dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya (Saleh, 2005).


Studi kasus kontrol dari Italia dan Amerika Serikat telah
menunjukkan bahwa asupan makanan rendah karoten dapat
dikaitkan dengan peningkatan resiko kehamilan MHK. Daerah
dengan tingginya insiden kehamilan mola juga memiliki
frekuensi tinggi kekurangan vitamin A. Faktor diet, karena itu,
sebagian dapat menjelaskan variasi regional dalam insiden MHK
(Berek, 2007).
c. Riwayat obstetri

Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita

dengan riwayat aborsi spontan sebelumnya (Brinton LA, 2005).

Sebuah MH sebelumnya juga merupakan faktor resiko yang

kuat (Berek, 2009). Ibu multipara cenderung beresiko terjadi

kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau

penyimpangan tranmisi secara genetik (Saleh, 2005).


d. Genetik
Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik.
Hasil penelitian sitogenetik Kajii et al dan Lawler et al,
menunjukkan bahwa pada kasus MH lebih banyak ditemukan
kelainan Balance translocation dibandingkan dengan populasi
normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan, pada wanita
dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak
mengalami gangguan proses meiosis berupa nondysjunction,
sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya
tidak aktif (Martaadisoebrata, 2005).
e. Kontrasepsi oral dan perdarahan irreguler
Resiko untuk mola parsial dihubungkan dengan penggunaan
kontrasepsi oral dan riwayat perdarahan irregular (Berek,
2007). Kontrasepsi oral, peningkatan resiko MH dengan
lamanya penggunaan. Sepuluh tahun atau lebih meningkatkan
resiko lebih dari 2 kali lipat (Berek, 2009). Pada salah satu
penelitian efek ini terbatas pada pengguna estrogen dosis
tinggi, meskipun pada penelitian yang lain menyebutkan pil
tidak berefek pada komplikasi pascaMH (Hoskins WJ, 2005).
f. Golongan darah

Ibu dengan golongan darah A dan ayah dengan golongan


darah A atau O memiliki resiko meningkat dibandingkan
dengan semua kombinasi golongan darah lain . Penemuan ini
mendukung faktor genetik atau faktor imunologik berkaitan
dengan histokompatibilitas ibu dan jaringan trofoblas. (Hoskins
WJ, 2005)
g. Merokok, konsumsi alkohol, infeksi
Merokok dilaporkan meningkatkan resiko GTD. Resiko
relatif wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari
adalah 2,6 dibandingkan 2,2 pada wanita yang merokok kurang
dari 15 batang per hari. Lama waktu merokok berhubungan
dengan insiden GTD. Peran alkohol dan infeksi (Human
Papilloma virus, Adenovirus, dan Tuberkulosis) juga telah
dipertimbangkan (Berek, 2009).
Meskipun peran genetik di dalam perkembangan MH adalah
pasti, sedikit diketahui tentang genotip yang menjadi faktor
predisposisi MH atau faktor lingkungan yang meningkatkan
resiko patologis ovum. (Hoskins WJ, 2005).
PATOFISIOLOGI
Menurut Purwaningsih, 2010 patofisiologi mola hidatidosa yaitu
ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi sehingga
terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur
membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing sel membelah lagi
menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya hingga membentuk
kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum
uteri kurang lebih 3 hari dan didalam morula terdapat exozeolum.
Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang
berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur) sel
kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel 16 yang
terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi).
Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena
adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau
degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh
darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang
berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras
uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga
mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual
dan muntah. Pada mola hidatidosa tidak jarang terjadi perdarahan
pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang
berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung
vilus yang dapat memastikan diagnose mola hidatidosa.
Manifestasi Klinis Mola hidatidosa
a. Perdarahan
Perdarahan uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi
dari bercak sampai perdarahn berat. Perdarahan mungkin terjadi
sesaat sebelum abortus atau, yang lebih sering, terjadi secara
intermitten selama beberapa minggu sampai bahkan bulan. Efek
delusi akibat hipervolumia yang cukup berat dibuktikan terjadi
pada sebagian wanitayang molanya lebih besar. Kadang-kadang
terjadi perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus. Anemia
defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat
eritropoisis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi
karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat
trofoblas yang cepat berproliferasi (Cunningham FG, 2005).
b. Ukuran Uterus
Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya.
Ini adalah kelainan yang etrsering dijumpai, dan pada
sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas melebihi
yangyang diharapkan berdasarka usia gestasi. Uterus
mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi,
terutama pada wanita nullipara, karena konsistensiny
yang lunak di bawah dinding abdomen yang kencang.
Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-
kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang
membesar (Cunningham FG, 2005)
c.Aktivitas janin
Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai
jauh di atas simfisis, bunyi jantung janin biasanya tidak
terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin terdapat plaseta
kembar dengan perkembangan kehamilan MHK pada
salah satunya, sementara plasenta lain dan janinya
tampak normal.demikian juga, walaupun sangat jarang,
plasenta mungkin mengalami perubahan mola yang luas
tetapi disertai janin hidup (Cunningham FG, 2005).
d. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual dan
muntah yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada
14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu
dan keluhan mual muntah terdapat pada MH dengan
tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu. Pada kehamilan
MH, jumlah hormon estrogen dan gonadotropin korionik
terlalu tinggi dan menyebabkan hiperemesis gravidarum
(Manuaba, 2008).
e. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester
I
Preeklamsia pada MHK tidak berbeda dengan kehamilan
biasa, bisa ringan, berat, bahkan sampai eklamsia. Hanya
saja pada MHK terjadinya lebih dini. Hal yang paling
penting adalah keterkaitan MH dengan preeklamsia yang
menetap hingga ke trimester kedua. Memang, karena
preeklamsia jarang dijumpai sebelum 24 minggu,
preeklamsia yang terjadi sebelum ini mengisyaratkan MH
(Leveno KJ, 2004).
f. Kista lutein unilateral/bilateral
Pada banyak kasus MH, ovarium mengandung banyak
kista teka lutein yang diperkirakan terjadi akibat stimulasi
berlebihan elemen-elemen lutein oleh hormon
gonadotropin korion (hCG) dalam jumlah besar, dapat
mengalami torsio infark, dan perdarahan. Karena kista
mengecil setelah melahirkan, ooferektomi jangan
dilakukan, kecuali jika ovarium mengalami infark yang
luas (Leveno KJ, 2004).
g. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak
berhubungan dengan keluhan obstetri, seperti
tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi
kordis, perdarahan intrakranial, perdarahan gastrointestinal,
dan hemoptoe. Karena efek hCG yang mirip tirotropin,
kadar tiroksin plasma pada wanita dengan MH sering
meningkat, tetapi biasanya jarang terjadi gejala klinis
hipertiroidisme (Leveno KJ, 2004).
Cara pencegahan molahidatidosa
• Memenuhi asupan gizi dengan baik sebelum kehamilan
Kurangnya asupan nutrisi pada wanita yang sedang
merencanakan kehamilan menjadi pemicu terjadinya
penyakit hamil anggur meskipun tidak spesifik benar. Oleh
karena hal tersebut, maka salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan memenuhi kebutuhan nutrisi bagi
wanita selama program kehamilan yang sedang dijalani.
Asupan nutrisi ibu hamil dan sebelum hamil dapat diperoleh
dari beberapa sumber seperti makanan yang sehat,
multivitamin, hingga susu pra kehamilan yang banyak juga
beredar.
• Mempersiapkan kehamilan dengan baik
Agar kondisi kehamilan selalu dalam kondisi yang sehat
dan tidak mengalami keadaan yang mengarah pada
gangguan kehamilan seperti hamil anggur maka setiap
wanita perlu mempersiapkan kehamilan dengan baik
melalui program kehamilan yang ada. Kehamilan yang
dipersiapkan dengan baik akan membantu menjaga kondisi
psikis dan fisik ibu hamil selalu dalam keadaan yang sehat.
• Konsumsi Vitamin A dan asam folat
Memberikan asupan vitamin A dan asam folat pada wanita
yang sedang menjalani program kehamilan juga dapat
mencegah terjadinya kondisis hamil anggur lagi. Vitamin A
dan asam folat dapat bertindak sebagai salah satu senyawa
atau nutrisi yang sangat penting bagi proses pertumbuhan
dan perkembangan bayi. Asam folat akan membantu
mengkondisikan tubuh dalam menghadapi setiap proses
kehamilan yang terjadi.
• Selalu menerapkan gaya hidup sehat
Menjaga kondisi kesehatan merupakan salah satu hal yang
berkaitan dengan gaya hidup seseorang demi menghindari
terjadinya berbagai macam ancaman penyakit terutama
pada ibu hamil salah satunya kondisi hamil anggur pada
wanita. Gaya hidup sehat dapat dilakukan oleh setiap orang
dengan cara memperhatikan setiap makanan yang
dikonsumsinya, menghindari alkohol maupun rokok,
memperbanyak olahraga, dan memberikan waktu tubuh
istirahat secara layak.
Komplikasi mola hidatidosa

Komplikasi pada Mola Hidatidosa menurut Nugroho, 2011


meliputi :
a. Perdarahan hebat
b. Anemia
c. Syok hipovolemik
d. Infeksi Sekunder
e. Perforasi uterus
f. Keganasan (PTG)

Anda mungkin juga menyukai