C4/ 102016221
dwiisamuel@ymail.com
Abstrak
Refluks Gastroeosofagus merupakan suatu keadaan fisiologis yang sering ditemukan pada anak, namun
dapat berkembang menjadi patologis sehingga menimbulkan bagi anak. Esofagitis merupakan gambaran
patologi/komplikasi yang sering ditemukan akibat pajanan asam lamung pada dinding esophagus secara
berlebihan. Refluks Gastroesofagus yang ditatalaksanakan dengan baik dapat menurunkan kualitas hidup
anak dan menyebabkan komplikasi yang berat, seperti gagal tumbuh, striktur esophagus, atau esophagus
Barrets. Tatalaksana RGE pada anak perlu dipahami secara tepat agar penanganan dapat dilakukan sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi dikemudian hari. Pada RGE yang dicurigai telah terjadi
komplikasi( esofagitis), maka pemeriksaan endoskopi merupakan pilihan pertama. Pemantauan pH
esophagus dengan menggunakan pH-metri merupakan prosedur diagnostic baku emas saat ini untuk
diagnose RGE. Golongan prokinetik merupakan obat yang memberikan hasil efektif pada anak dengan
RGE.
Abstract
Reflux Gastroeosophage is a physiological form that is often found in children, but can develop into
pathological. Eosophagitis is a common pathological disorder. Good Gastroesophageal Reflux Can be
Managed Reduce Life Quality and Heavy Children, such as Growing Failure, esophageal stricture, OR
Barret's esophagus. Management of RGE in children is needed so that the process can be done as early
as possible to prevent future disruption. In RGE with suspected complications (esophagitis), endoscopic
examination is the first choice. Monitoring the pH of the esophagus using pH meter is the procedure of
checking for this for the diagnosis of RGE. Prokinetics are drugs that produce effective results in children
with RGE.
Keywords: Gastroesophageal reflux, esophagitis, pH-metri endoscopy
Pendahuluan
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara terarah antara dokter dan pasien. Tujuan anamnesis adalah
dokter dapat memperoleh informasi mengenai keluhan dan gejala penyakit yang dirasakan oleh
pasien,hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab penyakit dan hal-hal lain yang akan
mempengaruhi perjalanan penyakit dan proses pengobatan. Pada anamnesis itu ada
autoanamnesis (wawancara anatara dokter langsung dengan pasien) dan alloanamnesis
(wawancara anatara dokter dengan orang tua pasien atau yang mendampingi pasien saat datang
melakukan pemeriksaan).4 Pada skenario 3 dilakukan alloanamnesis.
Pada anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan; (1) menanyakan identitas pasien, (2)
keluhan utama dan lamanya sakit, (3) riwayat penyakit sekarang dengan menanyakan karakter
keluhan utama,perkembangan keluhan utama seperti obat-obat yang telah diminum dan hasilnya,
(4) riwayat penyakit dahulu, (5) riwayat pribadi seperti kebiasaan makan, kebiasaan merokok,
alkohol, dan penggunaan narkoba, serta riwayat imunisasi, (6) riwayat sosial ekonomi seperti
lingkungan tempat tinggal dan hygiene, (7) riwayat kesehatan keluarga, dan (8) riwayat penyakit
menahun keluarga seperti alergi, asma, hipertensi, kencing manis, dll.
Kita harus ingat bahwa gejala tipical / khas (misalnya: heartburn, muntah, regurgitasi) pada
orang dewasa tidak dapat langsung dinilai pada bayi dan anak-anak. Pasien anak dengan refluks
gastroesophageal (RGE) biasanya menangis dan gangguan tidur serta penurunan nafsu makan.
Identitas Pasien
2. Jenis kelamin
3. Umur pasien
5. Status perkawinan
6. Agama
7. Suku bangsa
8. Alamat
9. Pendidikan
10. Pekerjaan
11. Riwayat keluarga yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek sebelah
ibu, ayah, ibu, saudara kandung dan anak-anak
Keluhan utama
Pada kasus keluhan yang dialaminya adalah bayinya sehabis minum susu sering
mengeluarkannya kembali melalui mulut
1. Apakah setelah makan atau berbaring pasien mengalami regurgitasi? (keluarnya susu atau
ASI dari mulut setelah diminum oleh bayi)
2. Apakah ada riwayat muntah ?
3. Bagaimana muntahnya? ( warna, apakah ada darah)
4. Seberapa sering bayi diberikan susu?
5. Apakah ada rasa terbakar?
6. Apakah disertai nyeri epigastrium? (faktor yang memperingan dan memperburuk nyeri,
serta derajat nyeri)
7. Apakah mulut bayi bau?
8. Apakah ada erosi pada gigi?
9. Apakah nafsu makanya baik atau berkurang ?
10. Apakah ada penurunan berat badan ?
11. Apa ibu mencoba untuk mengobatinya?
12. Bayi ibu minum obat apa?
13. Bila minum obat, apa obatnya memberikan efek?
Riwayat Keluarga
Riwayat Sosial
Pemeriksaan Fisik 3
Pemeriksaan fisik yang diperlukan meliputi survei umum keadaan pasien, tingkat
kesadaran, ekspresi wajah dan aktivitas motorik, tanda-tanda vital, pemeriksaan mata, dan yang
pasti adalah pemeriksaan abdomen, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding
abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
• Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada
orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas
garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya),
striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena
kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
• Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau tumor
apa.
• Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada dinding
abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
• Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan gambaran
pulsasi di daerah epigastrium dan umbilikal.
Palpasi
• Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
• Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan untuk
menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan
penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
• Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
• Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk
menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah
muskulus rektus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka
itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu
adalah spasme sejati.
• Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri
berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian depan
dinding abdomen.
• Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya,
tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di
atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.
Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan, menentukan
besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista),
adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga
abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi
udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
Aukultasi
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltik usus dan bising pembuluh
darah.Dilakukan selama 2-3 menit.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh bagian
abdomen.Suara peristaltik usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam
usus.Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.Bila terdapat obstruksi usus, peristaltik
meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak
membesar dan tegang, peristaltik lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-
sound).Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan
sampai hilang.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase.Misalnya pada aneurisma
aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising
vena (venous hum) di daerah epigastrium.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan OMD adalah pemeriksaan dari saluran pencernaan bagian atas yang meliputi
esophagus, lambung, dan duodenum dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukkan
melalui mulut atau disebut juga dengan barium meal.5 Pemeriksaan ini dapat dibagi menjadi 2
metode yaitu : metode single contrast dan metode double contrast. Dimana pada metode single
contrast, pasien diinstruksikan untuk meminum suspense barium sulfat sebanyak 60 ml dengan
perbandingan kekentalan 1:1, pemberian suspensi barium sulfat ini dilakukan untuk melihat
kelainan yang terjadi pada oesofagus dan mukosa lambung dengan menggunakan teknik
flourscopy. Sedangkan pada metode double contrast Pemeriksaan dimulai dengan peminuman
suspense barium sulfat yang telah dicampur dengan ez-gas. Pasien akan merasa lambungnya
terisi oleh gas, pasien diinstruksikan untuk tidak bersendawa selama pemeriksaan. Kemudian
pasien disuntikkan busopan atau glucagon sebanyak 1 ampul secara intra vena yang bertujuan
untuk mengurangi gerak peristaltic lambung. Langkah berikutnya, pasien dipersilahkan untuk
tiduran diatas meja pemeriksaan dan diinstruksikan untuk merubah posisi dari supine – oblique –
prone. Tujuan dari gerakan ini agar suspense barium sulfat melapisi seluruh mukosa lambung.
Pengukuran pH Esophagus
Adanya variasi sekresi asam lambung selama 24 jam merupakan alasan utama mengapa perlu
dilakukan pemantauan atau pemeriksaan pH esophagus ( pH-metri). Selain dapat melakukan
pemantauan dalam waktu yang lama ( 24 jam), pemantauan juga dilakukan dalam keadaan
normal, pH esophagus antara 5-7 dan kalau di bawah 4 merupakan pertanda adanya episode
RGE. Pemantauan pH mentri, dapat menghitung jumlah refluks yang berlangsung lebih dari 5
menit, durasi terlama dari episode refluks, dan persentase durasi total pH kurang dari 4,0 ( indeks
refluks). Cara itu memiliki sensitivitas sebesar 90%-93%.6 Dimana pemeriksaan ini
menggunakan kateter yang dilengkapi dengan elektroda pada ujungnya yang dihubungkan
dengan pencatat di atas portable Digitraper yang dapat merekam pH esophagus di sekelilingnya.
Kateter dimasukkan ke esophagus melalui hidung sampai elektroda menempati sepertiga distal
esophagus atau lebih kurang 3 vertebra di atas diagfragma yang dapat diketahui dengan bantuan
fluoroskopi. Maka untuk evaluasi yang lebih sistematis, maka beberapa aktifitas pada saat
pemeriksaan harus dicatat seperti makan/ minuman termaksud jenisnya, posisi dan gejala-gejala
lainnya yang ada.5,6
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan pemeriksaan yang sering di
lakukan untuk mendiagnosis GER dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis
refluks). Dengan endoskopi, dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus, serta
dapat menyingkirkan kelainan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GER.6
Skintigrafi Esofagus
Dimana prinsip pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan barium cairan. karena sensitivitasnya
yang lebih baik dari pemeriksaan barium peroral, juga mempunyai radiasi yang lebih rendah
sehingga aman bagi pasien.7 Prinsip utama pemeriksaan sintigrafi adalah untuk melihat
koordinasi mekanisme aktifitas mulai dari orofaring, esofagus, lambung dan waktu pengosongan
lambung. Kelemahan modalitas ini tidak dapat melihat struktur anatomi. Gambaran sintigrafi
yang terlihat pada refluks adalah adanya gambaran spike yang keluar dari lambung. Tinggi spike
menggambarkan derajat refluks sedangkan lebar spike menggambarkan lamanya refluks.5,7
Esofagus manometri
Merupakan teknik pemeriksaan dengan mengukur tekanan antara pertemuan abdomen dan thorak
atau sfingternya.5-7
Diagnosis Kerja
Etiologi
Penyebab dari RGE adalah kompleks. Mungkin ada berbagai penyebab-penyebab, dan berbeda
mungkin bekerja pada individu-individu yang berbeda, atau bahkan pada individu yang sama
pada waktu-waktu yang berbeda. Meskipun derajat gastroesopagheal reflux dicatat pada anak-
anak dan dewasa derajat dan tingkat episode refluks meningkat selama masa bayi. Dengan
demikian gastroesohageal reflux mewakili fisologis umum pafa tahu pertama kehidupan 60%-
70% bayi mengalami ini.8 Refluks gastroesophageal dapat disebabkan karena tekanan pada
lambung yang lebih tinggi daripada tekanan esophagus, tekanan lambung sama dengan tekanan
esophagus, faktor-faktor lain seperti penyakit gastrointestinal, eradikasi helicobacter pylori,
faktor genetic, respon imun berlebihan, obat-obat yang mempengaruhi asam lambung : NSAIDs,
calcium, channel blocker dan lain-lain.7,8
Epidemiologi
RGE paling sering terlihat pada masa bayi, dengan puncak pada usia 1-4 bulan. Namun, hal itu dapat
dilihat pada anak dari segala usia bahkan remaja yang sehat. Kejadian di Amerika Serikat sekitar 85%
bayi muntah selama minggu pertama kehidupan, dan 60-70% manifest RGE klinis pada usia 3-4 bulan
Gejala mereda tanpa pengobatan pada 60% bayi pada usia 6 bulan, ketika bayi ini mulai menganggap
posisi tegak dan makan makanan padat. Resolusi gejala terjadi pada sekitar 90% bayi pada usia 8-10
bulan.8
DIAGNOSA BANDING
Stenosis Pilorus
Stenosis pilorus terjadi pada bayi berusia antara 2-6 minggu. Pada bayi yang mengalami stenosis
pilorus akan merasa lapar dan tetap makan dengan baik, tetapi kemudian makanan itu akan
dimuntahkan dengan kuat (muntah proyektil). Pada kondisi normal, makanan yang masuk ke
lambung akan ditahan oleh cincin otot pilorus sehingga lambung sempat mencerna dan
mempersiapkan makanan ke proses selanjutnya. Kemudian, makanan yang telah diproses di
lambung akan disalurkan ke usus untuk pencernaan selanjutnya dan penyerapan oleh tubuh.9
Namun, pada pengidap stenosis pilorus, otot pilorus yang menjadi gerbang antara lambung dan
usus mengalami penebalan dan penyempitan, akibatnya makanan tidak bisa disalurkan. Jika
tidak ditangani secara seksama, stenosis pilorus berpotensi memicu kondisi serius pada bayi,
seperti berkali-kali muntah dan tidak adanya nutrisi yang terserap oleh tubuh.8
Bayi yang mengalami kondisi ini biasanya mulai menunjukkan gejala muntah-muntah pada usia
dua minggu hingga dua bulan. Di samping muntah, beberapa gejala lain yang umumnya dialami
oleh sang bayi meliputi:5,9
Patofisiologi
Penyakit RGE terjadi bila terdapat ketidakseimbangan antara faktor yang mencegah RGE
(defence mechanisms) dan menyebabkan RGE (aggressive factors). Isi cairan lambung yang
masuk ke dalam lumen esophagus dapat berupa air liur, makanan-minuman, dan cairan sekresi
lambung, pancreas, atau empedu. Peningkatan frekuensi dan durasi episode refluks, serta
bertambahnya zat toksik yang masuk ke dalam esophagus merupakan hal yang berperan pada
patofisiologi penyakit RGE. Sfingter esophagus bagian bawah (SEB) ang tersusun oleh oto polos
merupakan barier antirefluks terpenting. Pada keadaan normal SEB akan mengalami relaksasi
sebagi respon terhadap proses menelan sehingga makanan atau minuman akan masuk ke dalam
lambugn. Peristaltik berikutnya akan membatasi jumlah refluks akibat relaksasi tersebut,
sehingga mencegah terjadinya kerusakan mukosa esophagus akibat kontak yang lama dengan
asam, pepsin, atau asam empedu.8,10
Relaksasi sementara SEB (transient LES relaxation = TLSR ) yaitu relaksasi sfingter esophagus
yang tidak berhubungan dengan proses menelan merupakan mekanisme utama yang
menyebabkan kembalinya isi lambung ke dalam esophagus. Gangguan pengosongan lambung
(delayed gastric emptying) adalah mekanisme lain yang dapat menyebabkan distensi lambugn,
peningkatan sekresi asam lambung, dan dapat meningkatkan TLSR. Bagian esophagus yang
berasa di rongga abdomen berperan terhadap frekuensi refluks. Pada neonates, bagian tersebut
hampir tidak berkembang sehingga mempermudah masuknya isi lambung kedalam esophagus
akibat adanya perbedaan tekanan negative antara rongga abdomen dan toraks. Sudut yang
dibentuk antara esophagus dengan fundus juga berperan dalam membentukkompetisi sfingter.
Lengkung diafragma juga berpengaruh terhadap kompetisi SEB. Kontraksi diafragma akan
meningkatkan tekanan SEB (sfingter esophagus bagian bawah).10,11
Klirens esophagus merupakan rangkaian proses dari pengeluaran asam di dalam esophagus oleh
gerakan peristaltic esophagus sehingga sisa asam yang tertinggal sangat sedikit dan netralisasi
sisa asam yang tertinggal oleh air liur yang tertelan. Semakin lam durasi episode refluks
berlangsung, semakin terganggu mekanisme klirens esophagus. Selain itu gaya grafitasi juga
memegang peranan dalam mekanisme klirens esophagus.9
Manifestasi Klinik
Gejala RGE dapat ditemukan secara insidentil pada anak normal, sedangkan pada keadaan
patologis gejala tersebut akan terlihat lebih sering dan berat. Regurgitasi merupakan gejala klinis
yang paling sering dijumai pada bayi. Gejala ini merupakan gejala awal RGE dan sering
digunakan sebagai pertanda RGE pada bayi. Sekitar 70% bayi yang diperiksa terhadap
kemungkinan adanya RGE datang dengan keluhan regurgitasi.12 Sekitar 25% bayi dengan
regurgitasi dikeluhkan oleh orang tua sebagai suatu hal yang bermasalah, baik itu dalm frekuensi
maupun volume refluks, dan merupakanalasan untuk membawa bayi untuk ke dokter berobat.
Regurgitasi umumnya jarang ditemukan di atas umur 1 tahun. Pada beberapa bayi dapat
ditemukan keadaan silient gastroesophageal refluksd diseases (GERD), yaitu bayi yang
berdasarkan pemeriksaan pH-metri jelas memperlihatkan adanya RGE tetapi tidak
memeperlihatkan gejala klinis. Kejadian RGE patologis tidak hanya ditentukan oleh frekuensi
dan intensitas refluks yang terjadi tetapi juga oleh adanya gejala klinis lainnya yang berhubungan
dengan komplikasi RGE. Gejala nyeri pada umumnya timbul pada pajanan asam yang berlebihan
dan berlangsung lama. Bayi akan rewel, cengeng, dan kadang-kadang menjerit. Bayi juga sering
memperlihatkan posisi hiperekstensi tuang belakang pada saat atau setelah makan (back
arching). Pada esofagitis berat mungkin dijumpai darah pada isi muntahan pada, nyeri atau
gangguan menelan, dan darah pada tinjanya. RGE yang terjadi secara terus-menerus dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Gagal tumbuh terjadi apabila jumlah masukan kalori
lebih sedikit dibandingkan jumlah yang keluar . Pada gangguan respirasi berulang ( batuk kronik,
hiperaktivitas bronkus , asma, bronchitis, stridor berulang) yang tidak respon terhadap terapi
yang biasa diberikan untuk kelainan tersebut. Perlu dipikirkan adanya RGE yang mendasari
gangguan tersebut.
Penatalaksanaan
Non- medikamentosa
Perubahan posisi
Posisi terlentang mengurangi jumlah paparan asam lambung pada esofagus yang bisa dikteahui
melalui pemeriksaan PH, dibandingkan dengan posisi telungkup. Akan tetapi, posisi telentang
dan posisi lateral berhubungan dengan meningkatnya angka kejadian sindrom bayi mati
mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS). Oleh karena resiko tersebut, maka posisi
telentang atau lateral tidak terlalu direkomendasikan untuk bayi dengan GER, tetapi sebagian
besar bayi usia dibawah 12 bulan lebih disarankan untuk ditidurkan dengan posisi telungkup.10
Bayi dengan GER harus ditidurkan telungkup dengan posisi kepala lebih tinggi (30o). Setelah
menetek atau minum susu formula bayi digendong setinggi payudara ibu, dengan muka
menghadap dada ibu (seperti metoda kangguru, hanya baju tidak perlu dibuka). Hal ini
menyebabkan bayi tenang sehingga mengurangi refluks.
Antagonis Reseptor H2
Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidine,ranitidine, famotidine, nizatidine. Sebagai
penekan sekresi asam, golongan obat iniefektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
komplikasi. Antagonis reseptor H2 adalah lini pertama untuk pasien dengan gejala ringan sampai
sedang dan kelas I-II esofagitis. Pilihan meliputi ranitidine (Zantac), cimetidine (Tagamet),
famotidine (Pepcid). 6,11
Para antagonis reseptor H2 blocker kompetitif reversibel pada reseptor histamin H2, khususnya
di sel parietal lambung, di mana mereka menghambat sekresi asam. Obat golongan ini sangat
selektif, tidak mempengaruhi reseptor H1, dan antikolinergik. Pemberian intravena blocker H2
dapat digunakan untuk mengobati komplikasi akut (misalnya, perdarahan gastrointestinal),
imbalan tersebut belum terbukti. 6,9,10
Agen ini efektif untuk penyembuhan hanya esofagitis ringan pada 70-80% pasien dengan GER
dan untuk menyediakan terapi pemeliharaan untuk mencegah kambuh. Tachyphylaxis telah
diamati, menunjukkan bahwa toleransi farmakologik dapat mengurangi khasiat jangka panjang
obat ini. 6,7
Tambahan H2 blocker terapi telah dilaporkan berguna pada pasien dengan penyakit berat
(terutama mereka dengan esofagus Barrett) yang memiliki terobosan asam nokturnal.
Obat-obatan Prokinetik. Secara teoritis obat ini paling sesuai untuk pengobatan GER karena
penyakit ini dianggap lebig condong ke arah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya,
pengobatan GER sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam. 6,11
Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamin dengan efek
samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalu sawar
darah otak. Golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta
mempercepat pengosongan lambung.
Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektifitasnya dalam
menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik dibandingkan
domperidon.
Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan antasida dan
penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung.
Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai
buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dangaram empedu.
Golongan opat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
6,11
Tindakan Operasi
Bayi yang memiliki komplikasi berat atau bayi yang tidak respon terhadap terapi farmakologi
atau bayi yang respon terhadap terapi farmakologi namun selalu timbul kembali setelah
pengobatan dihentikan merupakan kandidat untuk tindakan bedah. Tindakan bedah yang paling
sering dilakukan ialah fundouplikasi. Bagian paling atas dari lambung ( daerah fundus) dibuat
melingkari bagian bawah dari esophagus. Tonus otot lambung diharapkan nantinya dapat
membantu menguatkan penutupan bagian atas lambung. Tindakan bedah ini hanya dilakukan
pada sebagian kecil kasus, terutama pada anak dengan usia lebih dari 2 tahun dengan
kemungkinan resolusi spontan refluks sangat kecil.
Prognosis
Selama masa bayi, prognosis untuk resolusi gastroesophageal reflux sangat baik (meskipun cacat
perkembangan merupakan pengecualian diagnostik yang penting) kebanyakan pasien
menanggapi perawatan konservatif, nonfarmakologis. Ada, sebagian besar kasus
gastroesophageal reflux pada bayi dan anak-anak yang sangat muda jinak, dan 80% sembuh pada
usia 18 bulan (55% sembuh pada usia 10 bulan), Meskipun beberapa pasien memerlukan "Step
up" untuk obat-obat pengurang asam. Gejala yang menetap setelah usia 18 bulan menunjukkan
kemiripan yang lebih tinggi dari gastroesophageal reflux kronis dalam kasus seperti itu, risiko
jangka panjang dari kondisi tersebut meningkat.12 Dalam kasus refraktori gastroesophageal
reflux atau ketika komplikasi terkait dengan penyakit refluks diidentifikasi, esophagus barrett,
perawatan bedah (fundoplication) biasanya diperlukan. Prognosis dengan morbiditas dan
mortalitas bedah lebih tinggi pada pasien yang memiliki masalah medis kompleks selain
gastroesophageal reflux. Seperti disebutkan sebelumnya, anak-anak dengan ketidakmampuan
perkembangan syaraf, inculding cerebral palsy, sindrom down, dan sindrom turun-temurun
lainnya yang terkait dengan keterlambatan perkembangan, memiliki peningkatan prevalensi
gastroesophageal reflux.10 Bayi dengan disfungsi neurologis yang menunjukkan masalah
menelan pada usia 4-6 bulan mungkin memiliki kemungkinan sangat tinggi mengembangkan
gangguan makan jangka panjang. Meskipun volume data yang sangat besar menunjukkan
diagnosis, manajemen dan prognosis terkait, manegemenent dan prognosis yang berkaitan
dengan refluks gastroesophageal pediatrik, ulasan terbaru dari 46 artikel (dari lebih dari 2400
publikasi diidentifikasi) menunjukkan variasi yang luas dan pendekatan dan dalam ukuran
keluar.1,12
Kesimpulan
Refluks gastroesofagus merupakan suatu keadaan fisiologi yang sering ditemukan pada anak,
namun dapat berkembang menjadi patologis sehingga menimbulkan masalah bagi anak.
Tatalaksana RGE pada anak perlu dipahami secara tepat agar penanganan dapat dilakukan sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi dikemudian hari. Untuk tatalaksana dari refluks
gastroesofagus sendiri disarankan dengan terapi konservatif seperti posisi, diet, dan obat.
Golongan prokinetik merupakan obat yang memberikan hasil efektif pada anak dengan RGE.
Daftar Pustaka