Oleh :
Pembimbing :
Dr. Hajjul Kamil, S.Kp, M.Kep
A. Definisi
B. Etiologi
Penyebab hirschsprung belum diketahui secara pasti namun diduga terjadi karena
faktor genetik (penyakit familial), lingkungan, sering terjadi pada anak down syndrome,
Waardenburg, tuli bawaan, malrotasi, divertikulum lambung, dan atresia usus (Moore,
2018).
C. Patofisiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis pada plexus myentericus (Aurbach) dan plexus
submucosa (Meissner) dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke
arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan
sekitarnya, 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus (Palissei, Wirawan, &
Faruk, 2021).
Kerusakan primer pada segmen kolon menimbulkan terjadinya abnormalitas
hinggahkan tidak adanya gerakan peristaltik pada usus sehingga terjadi penumpukan isi
usus dan dan distensi usus yang berdekatan. Selain itu, kegagalan relaksasi otot sfingter
ani menyebabkan gejala klinis berupa obstruksi dan mempersulit pengeluaran gas, zat
padat (feses), maupun cairan.
Saat usia 5 hingga 12 bulan kegagalan migrasi kraniokaudal pada precursor sel
ganglion saluran gastrointestinal penyebabkan penyakit hirschsprung berupa distensi dan
iskemia pada dinding usus. Distensi dinding usus ini menyebabkan enterokolitis
(inflamasi pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian pada bayi
atau anak dengan penyakit hirschsprung (Radeanty, Ilawanda, & Anjarwati, 2020).
D. Klasifikasi
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penyakit hirschsprung terbagi menjadi dua periode, yaitu periode
neonatal dan periode anak-anak (Setiadi, Haikal, & Sunanto, 2021):
1. Periode neonatal : terlambat pengeluaran mekonium lebih dari 24 jam pasca lahir,
muntah berwarna hijau, serta terjadi distensi abdomen
2. Periode anak-anak.
Pada anak gejala klinis yang sering terjadi adalah konstipasi kronis dan gizi buruk.
Jika pada dinding abdomen terlihat gerakan peristaltik gejala klinis yang terlihat jika
dilakukan rectal examination atau pemeriksaan colok dubur feses biasanya keluar
menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau busuk, penderita biasanya buang air
besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Penatalaksanaan Medis
I. Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Inkontinensia Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi fekal
fekal keperawatan selama 3x 24 jam Observasi
kontinensia fekal membaik - Identifikasi masalah usus dan
SLKI Kriteria Hasil: penggunaan obat pencahar.
- Pengontrolan pengeluaran - Monitor buang air besar (mis.
feses warna, frekuensi, konsistensi
- Defekasi. dan volume).
- Frekuensi buang air besar. - Monitor tanda dan gejala diare,
konstipasi atau impaksi.
Terapeutik
- Jadwalkan waktu defekasi
bersama pasien.
- Sediakan makanan tinggi serat.
Edukasi
- Jelaskan jenis makanan
yang membant
meningkatkan keteraturan
peristaltik usus.
- Anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukkan gas.
- Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung
tinggi serat.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu.
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama 3x 24 jam
kontinensia fekal membaik Observasi
SLKI Kriteria Hasil: - Identifikasi status nutrisi
Porsi makanan yang di - Alergi dan intoleransimakan
habiskan meningkat. - Identifikasi makan yang disukai
Kekuatan otot pengunyah - Identifikasi kebutuhan kalori
meningkat. dan jenis nutrient
Verbalisasi keinginan untuk - Monitor asupan makanan
meningkatkan nutrisi - Monitor hasil pemeriksaan
meningkat. laboratorium
meningkat Edukasi:
meningkat infeksi.