Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN REFLEKSI KASUS

Disusun Oleh:
PUTRINDA ELLANIKA KUSWANDA
10711176

Pembimbing:
dr Tri Riyanto, Sp.THT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSUD MUNTILAN
2016

FORM REFLEKSI KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
_______________________________________________________________________________
Nama Dokter Muda

: Putrinda Ellanika Kuswanda

NIM:10711176

Stase

: Ilmu Kesehatan Telingan Hidung Tenggorokan

Identitas Pasien
Nama / Inisial

: Ny. S

No RM

: 268363

Umur

: 53 tahun

Jenis kelamin

: Wanita

Diagnosis/ kasus

: Sinusitis Maxilaris

Pengambilan kasus pada minggu ke: 3


Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya wajib)
a. Ke-Islaman*
b. Etika/ moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
e. Aspek lain
Form uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang
diambil)
Ny. S datang ke poliklinik THT RSUD muntilan karena merasa hidung tersumbat dan nyeri pada
pipi,pasien juga merasa hidung pasien berbau amis. Pada saat di tekan di daerah pipi pasien merasa
kesakitan, pasien kemudian melaksakan pemeriksaan radiologi dan hasil pemeriksaan radiologi
menunjukkan pasien mengalami sinusitis maxilaris. Pasien kemudian diberikan obat selama 5 hari. Lima
hari kemudian pasien kembali kontrol ke poliklinik THT RSUD Muntilan dan merasa keluhan tidak
membaik, pasien kemudian dianjurkan untuk menjalani operasi sinus, namun pasien menolak karena
merasa takut, dan pasien meminta diberikan obat saja. Seminggu kemudian pasien datang kembali dan
mengatakan sudah siap untuk dioperasi, pasien kemudian melakukan pemeriksaan darah pre-operative
dan dijadwalkan untuk dilakukan operasi.
2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus
Sinusitis menjadi masalah kesehatan penting hampir di semua Negara dan angka prevalensinya

makin meningkat tiap tahunnya. Sinusitis paling sering dijumpai dan termasuk 10 penyakit termahal karena
membutuhkan biaya pengobatan cukup besar. Kebanyakan penderita rhinosinusitis ini adalah
perempuan. Prevalensi sinusitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil penelitian tahun 1996 dari sub bagian
Rinologi Departemen THT FKUI-RSCM, dari 496 pasien rawat jalan ditemukan 50 persen penderita
sinusitis kronik. Pada tahun 1999, penelitian yang dilakukan bagian THT FKUI-RSCM bekerjasama
dengan Ilmu Kesehatan Anak, menjumpai prevalensi sinusitis akut pada penderita Infeksi Saluran Nafas
Atas (ISNA) sebesar 25 persen. Angka tersebut lebih besar dibandingkan data di negara-negara lain.
Latar belakang pemilihan kasus adalah pasien mengalami sinusitis dan ketika sudah diberikan obat
selama satu minggu keluhan tidak membaik, pasien kemudian disarankan untuk operasi awalnya pasien
menolak karena alasan takut dan meminta diresepkan obat saja, namun seminggu kemudian pasien
datang kembali dan mengatakan siap untuk di operasi.

3. Refleksi dari aspek etika moral /medikolegal/ sosial ekonomi beserta penjelasan
evidence / referensi yang sesuai *
*Psikologis
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual
pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi strees fisiologis maupun
psikologis. Pembedahan merupakan peristiwa komplek yang menegangkan, sehingga
selain mengalami gangguan fisik akan memunculkan pula masalah psikologis
diantaranya adalah kecemasan.
Effendy tahun 2005 (dikutip dalam Larasati 2009, h.2) mengemukakan bahwa
kecemasan pada masa preoperasi merupakan hal yang wajar. Beberapa pernyataan
yang biasanya terungkap adalah ketakutan munculnya rasa nyeri setelah pembedahan,
ketakutan terjadi perubahan fisik (menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi secara
normal), takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), , takut memasuki
ruang operasi, menghadapi peralatan bedah dan petugas, takut mati saat dilakukan
anestesi, serta ketakutan apabila operasi akan mengalami kegagalan. Maka tidak heran
jika seringkali pasien menunjukan sikap yang berlebihan dengan kecemasan yang
dialami.
Berdasarkan penelitian Khaerul Amri dan Mukhammad Saefudin diatas, kita dapat
merujuk kepada teori empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi
mekanisme respons stres yakni:
a. Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang

mengurangi intensitas respon stres


b. Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang
tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.
c. Persepsi: pendangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat
meningkatkan atau menurunkan intensitas respon stres.
d. Respons koping
Koping berasal dari bahasa Latin dan Yunani. Coping berasal dari kata KO-ping
yang berarti to strike atau melawan, untuk benar-benar menguasai sesuatu.
Sedangkan coping stres adalah perlawanan untuk menguasai stres yang sedang
dihadapi. Jadi koping merupakan suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan
merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal
yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Secara
alamiah baik disadari ataupun tidak individu sesungguhnya telah menggunakan strategi
koping dalam menghadapi stress. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk
merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang
dirasakan/dihadapi. Koping yang efektif akan menghasilkan adaptasi yang menetap
yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi lama, sedangkan koping
yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang dari
keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan,
setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu
strategi tetapi dapat melakukanya bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan
kondisi individu (Rasmun 2004, h. 30).
Strategi koping yang digunakan dalam menghadapi kecemasan pre operasi
meliputi koping psikologis dan koping psikososial. Pembahasan koping psikologis terbagi
menjadi dua tema yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang. Dalam
penelitian ini partisipan mengungkapkan bahwa koping jangka pendek yang digunakan
adalah dengan pengobatan, menangis, mengalihkan. Sedangkan koping jangka panjang
meliputi beribadah, sharing, mencari informasi, instropeksi, dan dukungan.

4. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai


Berkumur-kumur yang dalam bahasa arabnya Madhmadhah, adalah memasukkan air
ke dalam mulut lalu menggerak-gerakkannya di dalam. Sedangkan istinsyaq adalah
memasukkan air ke dalam lubang hidung dan menghirupnya hingga ke pangkal hidung.

Sementara istinsyar, adalah mengeluarkan air dari dalam hidung setelah beristinsyar.
Berkumur-kumur dan beristinsyar adalah bagian dari membasuk wajah yang
diperintahkan dalam ayat di atas. Sedangkan membasuh wajah adalah wajib, maka
berkumur-kumur dan beristinsyaq juga wajib menurut pendapat yang lebih shahih.
(Shahih Fiqih Sunnah: 1/150)
Perintah berkumur-kumur disebutkan dalam sejumlah hadits, di antaranya dalam hadits
Luqaith bin Shabrah:


"Apabila kamu berwudhu, maka berkumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi,


Nasai, dan Ibnu Majah. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: 1/151. Hadits ini dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani.)

Tentang istinsyaq dan istintsar telah diriwayatkan secara shahih dari sabda
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:


"Siapa yang berwudhu hendaknya ia beristintsar." (HR. Bukhari, Muslim, dan selain
keduanya)


"Dan apabila salah seorang kamu berwudhu, maka hendaknya ia memasukkan air ke
dalam hidungnya lalu ia keluarkan kembali." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan selain
keduanya)


"Apabila seorang kamu berwudhu hendaknya dia beristinsyaq." (HR. Muslim)

"Sempurnakan wudhu dan sela-sela di antara jari-jemari serta bersungguh-sungguhlah


dalam memasukkan air ke hidung (istinsyaq) kecuali saat engkau sedang berpuasa."
(HR. Ashabus Sunan dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)

Syaikhul

Islam

Ibnu

Taimiyah rahimahullah berkata,

"Nabi Shallallahu

'Alaihi

Wasallam menghususkan istinsyaq dengan perintah, bukan karena hidung lebih penting
untuk dibersihkan daripada mulut. Bagaimana mungkin, padahal mulut lebih mulia karena
digunakan untuk berdzikir dan membaca Al-Qur'an, serta mulut lebih sering berubah
baunya? Namun wallahu a'lam- karena syariat telah memerintahkan untuk
membersihkan mulut dengan siwak dan menegaskan perihalnya. Mencuci mulut sesudah
dan sebelum makan disyariatkan menurut sebuah pendapat. Telah diketahui perhatian
syariat untuk membersihkan mulut, berbeda dengan hidung. Jadi, membersihkan hidung
di sini untuk menjelaskan hukumnya, karena dikhawatirkan perkara ini akan diabaikan."
(Syarh al-'Umdah: 1/179-180)

Perlu sama-sama diperhatikan dan disadari, masalah ini sudah dibicarakan ulama sejak
dahulu dan terdapat perbedaan tentang status berkumur-kumur dan beristinsyaq saat
berwudhu. Ada yang menyatakannya mandub/sunnah, berargumen dengan hadits
Rifa'ah bin Rafi' tentang kisah orang yang buruk shalatnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda kepadanya:
"Sesungguhnya tidak akan sempurna shalat salah seorang kalian hingga ia berwudhu
dengan sempurna sebagaimana diperintahkan Allah, yaitu ia membasuh wajahnya,
kedua tangannya hingga siku,mengusap kepalanya dan mencuci kedua kakinya hingga
mata kaki . . ." (HR. Ashabus Sunan dan selain mereka)
Pada hadits tersebut, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menyebutkan tentang
berkumur-kumur dan istinsyaq mengenai apa yang diperintahkan Allah. Hal ini selaras
dengan

QS.

Al-Maidah:

di

atas.

Penyebutan

wajah

di

sini

bukan

perkara mujmal (global) yang membutuhkan perinciannya dari sunnah. Ini juga
merupakan pendapat yang tidak bisa dibatilkan. Wallahu Ta'ala a'lam.

Umpan balik dari pembimbing

.,...
TTD Dokter Pembimbing

dr Tri Riyanto, Sp.THT

TTD Dokter Muda

Putrinda Ellanika Kuswanda

Anda mungkin juga menyukai