Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN REFLEKSI KASUS

KEBIASAAN BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN

Disusun Oleh:
PUTRINDA ELLANIKA KUSWANDA
10711176

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
PUSKESMAS MUNTILAN 1
MAGELANG
2016

FORM REFLEKSI KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
_______________________________________________________________________________
______________
Nama Dokter Muda

: Putrinda Ellanika Kuswanda

Stase

: IKM

NIM:10711176

Identitas Pasien
Nama / Inisial

: Ny. S

No RM

:-

Umur

: 42 tahun

Jenis kelamin

: Wanita

Diagnosis/ kasus

: Buang air besar di sungai

Pengambilan kasus pada minggu ke: 2


Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya wajib)
a. Ke-Islaman*
b. Etika/ moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
e. Aspek lain
Form uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang
diambil)
Hasil observasi, interview dengan beberapa tokoh masyarakat di desa Ngawen, terdapat beberapa
masalah yang sampai saat ini masih dihadapi, salah satunya masalah buang air besar sembarangan
(BABS). Dari kesepuluh dusun di desa Ngawen, semuanya mengeluhkan hal yang sama, yaitu BABS.
BABS di desa Ngawen sebagian besar dilakukan di sungai-sungai yang melintasi setiap dusun, baik
sungai besar maupun sungai kecil. Beberapa dusun bahkan mendirikan tempat buang air besar di pinggir
sungai. Perilaku BABS ini sebagian besar dilakukan oleh orang yang sudah berusia lanjut. Beberapa
alasannya adalah karena tidak mempunyai jamban, atau sudah menjadi kebiasaan sehingga sulit untuk
diubah, merasa lebih gampang buang air besar di sungai. Ada juga sebagian rumah yang sudah memiliki
jamban leher angsa namun tidak memiliki septic tank, sehingga pembuangannya juga langsung ke sungai.
Salah satu yang masih melakukan praktek buang air besar sembarangan khususnya di sungai ini
adalah Ny. S Seorang ibu berusia 42 tahun yang bertempat tinggal di dusun Citromenggalan desa
Ngawen. Dari hasil SMD rumah Ny. S belum dapat dikatakan sebagai rumah sehat, selain itu rumah Ny.S

juga tidak memiliki jamban. Alasan Ny. S buang air besar di sungai adalah karena tidak mempunyai
jamban di rumahnya. Hal inilah yang menjadi motivasi Ny. S untuk buang air besar di sungai, selain karena
lebih dekat dari rumah, Ny.S juga tidak merasakan efek negatif dari perbuatannya tersebut. Beliau juga
merasa tidak nyaman jika harus menggunakan kamar mandi tetangga untuk buang air besar setiap
harinya.

2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus


Salah satu indikator dari program Millenium Development Goals yang termasuk dalam program
kelestarian lingkungan adalah terjadinya penurunan hingga setengah jumlah penduduk yang tidak
mempunyai akses terhadap air minum dan sanitasi dasar (Andika, 2011).Perilaku buang air besar
sembarangan berdampak pada terhalangnya pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs)
terkait masalah sanitasi di Indonesia. Sekitar 71% penduduk Indonesia telah stop dari buang air besar
sembarangan (BABS) pada tahun 2010, sehingga masih terdapat 29% penduduk Indonesia yang masih
BABS. Salah satu kebijakan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
adalah pada tahun 2014 seluruh wilayah di Indonesia bebas dari BABS (Widhaswari, 2012).
Penyakit yang diakibatkan oleh tercemarnya lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan air
(related-water borne diseases) prevalensinya masih tinggi di Indonesia. Sebagai contoh dampak sanitasi
yang kurang baik adalah bakteri E. coli yang hidup dari sisa-sisa feses yang terserap di tanah atau
terbawa oleh sungai (Apriatman, 2011). Feses yang mengendap di tanah nantinya akan mencemari
sumber-sumber air yang ada disekitar rumah penduduk, dan feses yang terbawa oleh sungai akan secara
langsung mencemari sungai, yang nantinya keduanya dapat meningkatkan risiko terkena penyakit seperti
diare dan muntaber (Hasibuan, 2010). Data dari puskesmas Muntilan 1 didapatkan bahwa penyakit diare
merupakan 10 penyakit terbesar pada tahun 2015.
Di desa Ngawen sebagian warganya masih berperilaku kurang sehat seperti buang air besar
sembarangan (BABS) di sungai. Dari segi psikologis, kebiasaan buang air besar sembarangan ini
merupakan kebiasaan yang terjadi karena suatu dorongan, dan hal ini tidak mudah untuk diubah. Selain
itu, desa Ngawen sendiri sebagian besar penduduknya beragama Islam, dan dari ajaran Islam sendiri
buang air besar sudah memiliki adabnya sendiri. Buang air besar sembarangan-pun merupakan hal yang
dilaknat menurut Islam.
3. Refleksi dari aspek etika moral /medikolegal/ sosial ekonomi beserta penjelasan
evidence / referensi yang sesuai *
*Psikologis

Buang air besar sembangan adalah membuang air besar secara sembarangan atau
di sembarang tempat dan membiarkan fesesnya di tempat terbuka. Dari pendekatan
Psikologis Lingkungan yang menganalisis hubungan atara perilaku manusia dan aspek
lingkungan sosiofisik, maka jelaslah bahwa psikologi lingkungan adalah pendekatan yang
paling tepat digunakan dalam menjelaskan maupun menganalisis antara gejala hubungan
dan keterkaitan antara manusia dan masalah lingkungan yang ditimbulkan dari perbuatan
manusia tersebut (Wibowo, 2009). Salah satu fenomena yang sering terjadi di masyarakat
khususnya masyarakat di desa Ngawen dalam hubungannya antara perilaku masyarakatnya
dengan lingkungan di sekitarnya adalah kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS)
yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dekat dengan sungai. Kebiasaan BABS di
sungai ini merupakan salah satu penyebab terjadinya diare, yang dampaknya dari penyakit
tersebut sangat berdampak negatif bagi anak-anak khususnya.
Dari behaviorisme, yang diawali oleh John B. Watson, et al., perilaku manusia buakn
dikendalikan oleh faktor dari dalam (alam bawah sadar), namun juga dapat dipengaruhi oleh
faktor dari luar, yaitu lingkungan. Bagi penganut behaviorisme, mereka tidak mempersoalkan
apakah manusia itu baik atau buruk, rasional atau emosional. Behaviorisme hanya ingin
mengetahui sebagaimana perilaku individu dikendalikan oleh faktor-faktor dari lingkungan.
Menurut teori ini, individu bersifat seperti plastik, mudah dibentuk menjadi apapun, dan
berperilaku sesuai dengan lingkungan yang dialaminya. Oleh karena itu, respon dan perilaku
individu dalam situasi tertentu sangat dipengaruhi oleh stimuli yang diterimanya dari
lingkungannya (Basuki, 2008).
Menurut teori behaviorisme, prinsip pendekatan ini adalah perilaku suatu individu
akan terbentuk melalui kebiasaan, selain itu perilaku yang nantinya akan mendapatkan
hadiah akan cenderung diulangi, dan perilaku yang mendatangkan hukuman akan
cenderung dihindari oleh individu tersebut. Dari pandangan teori ini, perilaku buang air besar
sembarangan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di desa Ngawen merupakan
perilaku pembiasaan yang dibentuk oleh lingkungan. Dimungkinkan, pengalaman buang air
besar tersebut selama ini tidak mendapatkan sanksi atau hukuman, sehingga tidak ada efek
jera. Sebaliknya, yang mereka dapatkan justru mendapatkan keuntungan dengan mereka
buang air besar sembarangan di sungai, yaitu feses yang sekiranya jika dibuang dijamban
akan memenuhi jamban, dengan dibuang disungai dirasa lebih praktis untuk
membersihkannya.
Perilaku buang air besar sembarangan ini mungkin dapat dikembalikan lagi menjadi
perilaku buang air besar pada tempatnya (jamban) dari segi psikologi behavioristik. Hal ini

dapat dilakukan dengan latihan yang berulang-ulang dan berkesinambungan agar


menimbulkan suatu kebiasaan. Dari penelitian yang dilakukan oleh dr. Maxwell Maltz di
bukunya yang berjudul Psycho-cybernatic, dibutuhkan waktu sekurangnya 21 hari untuk
menimbulkan suatu kebiasaan. Latihan tersebut diperlukan sarana pembantu yang berasal
dari luar. Sarana pembantu ini contohnya adalah suatu sanksi yang diterapkan kepada
setiap masyarakat yang buang air besar sembarangan, tentunya hal ini harus disertai
dengan kondisi lingkungan yang dapat mempermudah masyarakat untuk buang air besar di
tempatnya, misalnya dengan adanya jamban umum. Selain itu, alat bantu yang juga
diperlukan adalah poster yang dapat mengingatkan masyarakat untuk buang air besar di
tempatnya.
Akhirnya, membentuk perilaku individu memang hal yang paling sulit untuk dilakukan.
Pembentukan perilaku ini, khususnya perilaku buang air besar di jamban diharapkan baha
hal ini menjadi suatu disposisi setiap orang, sehingga alat-alat bantu pembentuk perilaku dari
luar diri individu tidak diperlukan lagi. Dengan menggunakan mekanisme pembiasaan,
pembentukan perilaku buang air besar di jamban perlu dilakukan sejak dini, hal ini dapat
dilakukan melalui lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Namun tidak menutup
kemungkinan orang tua dapat diajak untuk tidak buang air besar sembarangan, hal ini
mungkin membutuhkan pendekatan yang lebih intensif lagi, dan memerlukan alat bantu dari
luar yang cukup baik.
4. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
Menurut ISSDP hampir separoh penduduk Indonesia masih buang air besar
sembarangan. Padahal Islam adalah agama yang sangat menganjurkan manusia untuk
hidup bersih, sehat, dan cinta lingkungan. Buang air besar sembarangan merupakan
pebuatan yang terkutuk, sesuai dengan sabda Rasulullah berikut:
Rasulullah SAW pernah berkata, takutilah dua perbuatan terkutuk!
para sahabat bertanya, apakah kedua perbuatan itu wahai Rasulullah?
Beliau menjawab, orang yang buang air besar di jalan tempat orang banyak melintas atau
di tempat mereka berteduh. [HR. Muslim]
Buang air besar sembarangan masih sering terlihat di desa-desa yang terlintasi oleh
aliran sungai. Perilaku ini, masih banyak terlihat khususnya di desa Ngawen. Padahal,
sebagian besar warga desa Plosogede mayoritas beragama Islam. Perilaku ini biasanya
ditemukan di sungai-sungai yang ada di sepanjang desa Ngawen. Tidak hanya warga desa

Ngawen yang tidak memiliki jamban yang buang air besar di sungai, namun ada sebagian
warga yang memiliki jamban juga masih buang air besar di sungai. Alasan warga tersebut
buang air besar di sungai adalah karena takut septic tank rumahnya penuh. Padahal jelas
bahwa warga tersebut mempunyai fasilitas untuk buang air besar. Sesungguhnya ada
beberapa tempat yang harus dijaga dari kotoran manusia karena merupakan suatu fasilitas
yang dipakai dan merupakan tempat aktifitas banyak warga, dan Allah melaknat orang yang
mengotori semua tempat umum yang dimanfaatkan oleh manusia. Rasulullah bersabda:


:
Waspadallah perbuatan-perbuatan yang bisa mendatangkan laknat:buang air di sumber
mata air yang mengalir, tengah jalan, dan naungan (manusia). [HR.Abu Dawud, dan Ibnu
Majah]
Dari hadis di atas, terdapat tiga tempat yang tidak boleh digunakan untuk buang air, yaitu
sumber mata air mengalir, tengah jalan, dan naungan atau tempat berteduh. Artinya sendiri
adalah kita tidak boleh membuang kotoran termasuk buang air besar baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Jika seseorang membuang kotoran di hulu sungai, maka
yang akan mendapat akibatnya (risiko penyakit) adalah orang di sepanjang aliran sungai
tersebut yang memanfaatkan air sungai tersebut untuk kebutuhan sehari-harinya.
Sesungguhnya ada beberapa masalah yang ditimbulkan dari buang air besar
sembarangan ini. Diantaranya adalah beberapa warga yang tinggal di sekitar sungai
mengeluhkan bau busuk yang berasal dari sungai, selain itu masalah kesehatan juga tidak
kalah pentingnya. Banyak penyakit berbasis lingkungan khususnya yang berkaitan dengan
air (related-water borne diseases) seperti demam berdarah, diare, cacingan dan polio yang
sebagian besar prevalensinya masih besar di Indonesia, sedangkan untuk desa Plosogede
khususnya, penyakit diare angka prevalensinya juga masih cukup tinggi. Hal ini berarti
bahwa buang air besar sembarangan banyak mendatangkan akibat-akibat buruk bagi orang
lain.
Islam sendiri telah menerapkan adab untuk buang air yang sesuai dengan syariat.
Berikut adalah adab yang diajarkan oleh Rasulullah dalam melakukan buang air besar
maupun buang air kecil (Tamam, 2010):
1. Jangan menampakkan aurat kepada orang lain ketika buang air.
2. Masuklah ke dalam jamban mendahulukan kaki kiri, keluar kaki sebelah kanan.

3. Jangan berlama-lama di dalam jamban.


4. Tidak menjawab salam ketika berada di dalam jamban, cukup dengan isyarat.
5. Jangan membaca lafadz Allah atau Muhammad atau al-quran di dalam jamban.
6. Pergunakan tangan kiri ketika membersihkan kemaluan dan dubur.
7. Bersucilah sebanyak bilangan ganjil minimal tiga kali.
Umpan balik dari pembimbing

.,
...
TTD Dokter Pembimbing

Dr. Sani Rachman Soleman

TTD Dokter Muda

Putrinda Ellanika Kuswanda

DAFTAR PUSTAKA
Andika, Boni., 2011. Millenium Development Goals (MDGs) dalam
Pengentasan Kemiskinan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Apriatman, Nur., 2011. Stop Buang Air Besar Sembarangan Community
LED Total Sanitation. WASPOLA Facility, Jakarta.
H. Zaini Dahlan (penerjemah),1999, Quran Karim dan Terjemahan
Artinya, UII Press, Yogyakarta
Hasibuan, Rio Batarada, 2010. Perilaku Masyarakat Tentang Buang Air
Besar Sembarangan Pada Desa Yang Diberi Dan Tidak Diberi
Intervensi

Gerakan

Sanitasi

Total

Berbasis Masyarakat Di

Kecamatan Gumai Talang Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera


Selatan Tahun 2009. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tamam,

Badrul.,

2012.

Tuntunan

Buang

Air

Menurut

Islam.

http://www.voaislam.com/islamia/ibadah/2010/02/08/3193/tuntunan-buang-airmenurut-islam/. dilihat 5 Oktober 2013.


Widhaswari, Made Yati., 2012. Kajian Peningkatan Sanitasi untuk
Mencapai Bebas Buang Air Besar Sembarangan di Kecamatan
Karangasem
Surabaya.

Bali.

Institut

Teknologi

Sepuluh

Nopember,

Anda mungkin juga menyukai