Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Makan merupakan salah satu kegiatan biologis yang kompleks yang


melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan keluarga, khususnya
ibu. Jika dilihat dari segi gizi anak, makan merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan individu terhadap berbagai macam zat gizi (nutrien) untuk berbagai
keperluan metabolisme berkaitan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
hidup, mempertahankan kesehatan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Di
samping itu, makan merupakan pendidikan agar anak terbiasa kebiasaan makan
yang baik dan benar dan juga untuk mendapatkan kepuasan dan kenikmatan bagi
anak maupun bagi pemberinya terutama ibu. 1
Batasan kesulitan makan pada anak yaitu segala sesuatu yang berkaitan
dengan ketidakmampuan bayi/anak untuk mengkonsumsi sejumlah makanan yang
diperlukannya secara alami dan wajar, yaitu dengan menggunakan mulutnya
secara sukarela. Prevalens kesulitan makan pada anak prasekolah (usia 4 6
tahun) di Jakarta sebesar 33,6% dan 44,5% di antaranya menderita malnutrisi
ringan sedang, serta 79,2% telah berlangsung lebih dari 3 bulan. George Town
University program for child development (GUAPCD) pada tahun 1971
mendapatkan angja 33%, terutama pada anak prasekolah dengan kecacatan.
Laporan GUAPCD menyebutkan jenis masalah makan yang terjadi adalah hanya
mau makanan lumat/cair (27,3%), kesulitan menghisap, mengunyah, atau menelan
(24,1%), kebiasaan makan yang aneh/ganjil (23,4%), tidak menyukai banyak

makanan (11,1%), keterlambatan makan mandiri (8%), dan mealtime tantrums


(6,1%). 2
Masalah kesulitan makan pada anak dapat berakibat buruk bagi tumbuh
kembang anak. Anak dapat mempunyai peluang besar untuk menderita kurang
gizi (Underweight) karena makanan yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit
sehingga tidak memenuhi kebutuhan nutrisinya.3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka disusunlah referat mengenai
kesulitan makan pada anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Beberapa istilah dipakai untuk menggambarkan kesulitan makan pada
anak, seperti pickiness (Amerika Serikat) dan faddiness (Inggris), yang berarti
suka memilih-milih makanan. Picky Eating atau hanya mau makanan tertentu
merupakan proses normal yang sering terjadi pada balita dan tidak akan
berlangsung lama. Ada yang berpendapat bahwa anak sehat yang waktu
makannya lebih lama dari 30 menit tergolong gangguan perilaku makan.
Menurut Samsudin, masalah makan yang dikaitkan dengan bidang nutrisi
klinis anak adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakmampuan
bayi atau anak untuk mengkonsumsi sejumlah makanan yang diperlukannya
secara alamiah dan wajar dengan menggunakan mulutnya secara sukarela.5

B. Etiologi
Penyebabnya dibagi dalam 3 kelompok:2
-

Faktor yang meliputi kemampuan untuk mengkonsumsi makanan


Berdasarkan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan, memilih jenis
makanan dan menentukan jumlah makanan.

Faktor penyakit/kelainan organic

Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan makanan
dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan,
sistem syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim.
-

Faktor gangguan/kelainan jiwaan

Gangguan proses makan di mulut


Ketrampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar
mulut sangat berperan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik
tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan
dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot
lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali
berupa

gangguan

mengunyah

makanan.

Tampilan

klinis

gangguan

mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar tidak bisa makan nasi tim
saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat usia 1 tahun sehingga makan
harys selalu diblender pada usia di bawah 2 tahun. Tidak bisa makan bahan
makanan yang berteksut kasar dan berserat seperti daging sapi (empal) atau
sayur seperti kangkung. Sehingga anak akan lebih suka makanan yang
bertektur lembut seperti telor, ayam dan agar-agar. Bila anak sedang muntah
dan akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan nasi yang masih utuh. Hal
ini menunjukkan bahwa proses mengunyah nasi tersebut tidak sempurna.
Tetapi kemampuan untuk makan bahan makanan yang keras seperti krupuk
atau biskuit tidak terganggu, karena hanya memerlukan beberapa kali
kunyahan. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkani

kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.
Gangguan ini tampaknya bersifat heriditer atau menurun dari orang tua.
Biasanya salah satu orang tuanya juga mengalami gangguan proses makan di
mulut, seperti bila makan selalu cepat selesai, tidak dikunyah banyak
langsung ditelan dan suka pilih-pilih makanan. Kelainan lain yang berkaitan
dengan koordinasi motorik mulut adalah keterlambatan bicara dan gangguan
bicara (cedal, gagap, bicara terlalu cepat sehingga sulit dimengerti).
Gangguan motoric proses makan ini biasanya disertai oleh gangguan
keseimbangan dan motorik kasar lainnya seperti tidak mengalami proses
perkembangan normal duduk, merangkak dan berdiri. Sehingga terlambat
bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk merangkak (normal 6-8
bulan) atau tidak merangkak tetapi langsung berjalan, keterlambatan
kemampuan mengayuh sepeda (normal usia 2,5 tahun), jalan jinjit, duduk
bersimpuh leter W. Bila berjalan selalu cepat, terburu-buru seperti berlari,
sering jatuh atau menabrak, sehingga sering terlambat berjalan. Ciri lainnya
biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif hingga
hiperaktif. Juga sering diikurti gangguan perilaku seperti mudah marah serta
sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu terburu-buru. 6

Gangguan fungsi saluran cerna sebagai penyebab


Bila terdapat gangguan saluran cerna maka mempengaruhi fungsi susunan
saraf pusat atau otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut berupa
gangguan neuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu manifestasi klinis

yang terjadi adalah gangguan koordinasi motorik kasar mulut. Gangguan


pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan.
Tampak anak sering mudah mual atau muntah bila batuk, menangis atau
berlari. Sering nyeri perut sesaat dan bersifat hilang timbul, bila tidur sering
dalam posisi nungging atau perut diganjal bantal Sulit buang air besar (bila
buang air besar ngeden, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya
buang air besar sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau
hijau dan baunya sangat menyengat, berbentuk keras, bulat (seperti kotoran
kambing), pernah ada riwayat berak darah. 6

C. Klasifikasi
Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI, klasifikasi kesulitan makan
adalah sebagai berikut.2

Abnormalitas struktur
Abnormalitas naso-orofaring: atresia koana, bibir dan langit-langit
sumbing, makroglosia, ankiloglosia, Pierre Robin sequence
Abnormalitas laring dan trakea: laryngeal cleft, kista laring, stenosis
subglotik, laringotrakeomalasia
Abnormalitas esophagus: fistula trakeoesofagus, atresia atau stenosis
esophagus kongenital, striktur esophagus, vascular ring
Kelainan perkembangan neurologis
Palsi serebral
Malformasi Arnold-chiari
Mielomeningocele
Familial dysautonomia

Distrofi miotonik kongenital


Miastenia gravis
Distrofi okulofaringeal
Gangguan perilaku makan
Feeding disorder of state regulation (0-2 bulan)
Feeding disorder of reciprocity (2-6 bulan)
Anoreksia infantile (6 bulan-3 tahun)
Sensory food aversions
Gangguan makan yang berkaitan dengan kondisi medis
Gangguan makan pascatrauma
Penelitian di Amerika menemukan empat pola makan pada anak yaitu5
a. menolak makan
b. meminta jenis makanan tertentu
c. makan hanya sedikit
d. picky
Umumnya hal yang disebutkan diatas ini tidak mengalami pengurangan
masukan zat gizi sehingga tumbuh kembang tidak mengalami gangguan.
Terdapat enam situasi makan yang merupakan bagian dari dinamika tumbuh
kembang anak yang normal yaitu5
a.

food jag (makan hanya satu jenis makanan)

b.

food strikers (menolak apa yang disajikan dan minta makanan yang lain)

c. tv habbit (akan makan bila menonton televisi)


d.

the complainers (selalu mengeluh apa yang disajikan)

e. white food diet (hanya makan yang berwarna putih seperti roti, kentang ,
makaroni,atau nasi saja)

f. takut mencoba makanan baru.

D. Gejala yang mungkin timbul pada gangguan makan


a. Posseting, Vomitus, dan Gastro-esofageal Reflux (GOR) 5
Posseting atau 'innocent vomiting' adalah regurgitasi tanpa tenaga
dan berulang, sejumlah susu segera setelah pemberian makan. Keadaan
ini juga disebut sebagai GOR fisiologis. Hal ini disebabkan imaturitas
mekanisme sphinter gastro-esopfageal. Keadaan ini akan berkurang
dengan sendirinya setelah berusia 1 tahun, terutama setelah pemberian
makanan padat.
Vomitus yang terjadi secara proyektil dan persisten selama lebih dari
2 minggu, mengacu pada stenosis pyloric, kadang-kadang dijumpai pula
pertambahan berat badan yang terhenti. Keadaan ini harus segera dirujuk
ke unit pediatrik untuk pemeriksaan lebih lanjut. Diagnosis banding
lainnya adalah overfeeding, intoleransi protein susu sapi. Apabila
ditemukan cairan empedu, perlu dicurigai adanya suatu obstruksi
gastrointestinal, yang membutuhkan penanganan segera. Gambaran yang
mengacu pada GOR yang patologis, dan membutuhkan pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
(1) Pertambahan berat badan yang tidak adekuat
(2) Penolakan makan dan nyeri pada saat pemberian makan
(3) Muntah darah
(4) Batuk yang terus menerus, wheezing dan tersedak

(5) Episode apnoe.


b. Kolik 5
Penyebab kolik pada bayi masih belum diketahui dengan jelas, tetapi
beberapa hal berikut yang banyak dibahas pada beberapa literatur.
Pertama, intoleransi protein susu sapi, laktosa atau produksi gas yang
berlebihan menyebabkan kontraksi dari usus yang menimbulkan nyeri.
Kedua, interaksi yang tidak baik antara orangtua dengan anak,
menyebabkan gangguan perilaku, yang bermanifestasi sebagai kolik.
c. Konstipasi dan Diare akut 5
Faktor predisposisi terjadinya konstipasi adalah asupan cairan yang
tidak adekuat pada bayi dan asupan susu yang berlebihan pada anak usia
sekolah. Penatalaksanaan dengan laksatif kadang diperlukan dan relatif
aman pada gejala yang telah berlangsung beberapa bulan. Diare akut
merupakan penyebab tersering seorang anak dirawat di rumah sakit. Diare
akut biasanya mengacu pada gastroenteritis yang disebabkan virus.
Apabila tidak terdapat gejala dehidrasi, makanan biasa dapat tetap
diberikan. Dan untuk cairan dapat diberikan dalam bentuk cairan
elektrolit dan glukosa. Apabila terdapat gejala dehidrasi, maka makanan
harus dihentikan sampai tercapai rehidrasi.
d. Overfeeding 5
Mekanisme selera makan dan rasa kenyang, memungkinkan bayi
untuk mengontrol jumlah energi yang dicerna. Pada penelitian pada
hewan percobaan, bahwa pemberian makanan yang berlebihan pada saat

bayi, akan meningkatkan faktor predisposisi untuk menjadi obesitas di


kemudian hari, karena sel adiposit yang meningkat jumlahnya.
e. Alergi makanan 5
Merupakan

reaksi

yang

merugikan

akibat

makanan

yang

menyebabkan beberapa gejala. Yang harus dibedakan adalah intoleransi


makanan dengan alergi makanan. Pada alergi makanan terdapat reaksi
imunologi yang abnormal (dimediasi oleh antibody, limfosit T, atau
keduanya).

E. Diagnosis
a. Anamnesis 2
-

riwayat antenatal dan perinatal

Riwayat atopi atau kesulitan makan pada anak

Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat perawatan di rumah sakit, adakah manipulasi daerah


orofaring seperti pemberian makan melalui tube

Kronologis kesulitan makan:


o Diet sejak lahir, pengenalan makanan padat, diet saat ini,
tekstur, cara dan waktu pemberian, serta posisi saat makan.
o Keengganan makan, banyaknya yang dimakan, durasi makan
dan kebiasaan makan, strategi yang telah dicoba, dan
lingkungan serta kebiasaan saat waktu makan.

Curiga kelainan anatomis bila terdapat hal-hal berikut:

10

o Gangguan menelan
o Pneumonia berulang aspirasi kronik
o Strior yang berkaitan dengan makan kelainan glottis atau
subglotis
o Koordinasi mengisap menelan bernapas atresia koana
o Muntah, diare atau konstipasi, kolik dan nyeri abdomen
refluks gastroesofageal reflux (GER) atau alergi susu sapi
-

Cari faktor stress, dinamika keluarga, dan masalah emosional

b. Pemeriksaan fisik 2
-

Dimulai dengan pengukuran antropometris, termasuk lingkar kepala

Penilaian

pertumbuhan

sejak

lahir

dengan

menilai

kurva

pertumbuhannya
-

Abnormalitas kraniofasial, tanda penyakit sistemik, dan atopi harus


dicari

Pemeriksaan neurologis menyeluruh harus dilakukan sebagai


evaluasi perkembangan psikomotor

c. Pemeriksaan penunjang 2
-

Tidak diindikasikan pada anak dengan pemeriksaan fisik normal,


memiliki kurva pertumbuhannya yang normal, dan hasil penilaian
perkembangan normal

Kolik dan muntah kadang-kadang:


o alergi susu sapi dikonfirmasi dengan skin test dan tes
radioallergosorbent kurang dapat dipercaya (level of evidence I)

11

o GER dikonfirmasi dengan pemeriksaan saluran cerna atas


dengan kontras dapat memperlihatkan gambaran bolus saat
melewati orofaring dan esophagus dan untuk mendeteksi
kelainan anatomis.
-

Kesulitan makan disertai pertumbuhan terhambat:


o Pemeriksaan laboratorium lini pertama: darah perifer lengap,
laju endap darah, albumin, protein, serum, besi serum, ironbinding capacity, dan ferritin serum untuk mendeteksi defisiensi
zat gizi spesifik serta menilai fungsi ginjal dan hati.
o Esofagoduodenoskopi dan biopsy dapat menentukan ada
tidaknya tingkat keparahan esophagitis, striktur dan webs (level
of evidence II), bila GER tidak jelas.

Analisi diet: kualitas dan kuantitas asupan makanan harus dinilai


untuk menentukan defisiensi kalori, vitamin, dan keengganan
makan, tanyakan pula konsumsi susu dan jus berlebihan.

Interaksi orangtua dengan anak: adakah interaksi positif (misalnya


kontak mata, sentuhan, pujian) atau interaksi negative (misalnya
memaksa makan, mengancam, perilaku anak yang merusak seperti
melempar makanan)

Hargai perilaku makan anak, seperti positive reinforcement bila


menerima makanan.

12

F. Tatalaksana
Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI, tata laksana kesulitan makan
bersifat individual bagi masing-masing anak, namun pada dasarnya mencakup
tiga aspek, yaitu identifikasi faktor penyebab, evaluasi dampak yang telah
terjadi, serta upaya memperbaiki nutrisi dan faktor penyebab. Berdasarkan
ketiga hal tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah.4
a. Mengatasi faktor penyebab (organik, neuromotor, infeksi, dan psikologik)
b. Menangani dampak yang telah terjadi (malnutrisi atau defisiensi nutrien
tertentu)
c. Melakukan upaya nutrisi dengan memperbaiki asupan makanan
d. Reedukasi tentang perilaku makan pada anak maupun orangtua/keluarga
ataupun pengasuh anak
e. Fisioterapi bagi anak yang mengalami kesulitan mengunyah/menelan baik
karena faktor neurologik ataupun karena pembinaan keterampilan makan
yang tidak adekuat.

Pemeriksaan antropometri
Berat dan tinggi badan anak perlu diperhatikan dalam hal ini sehingga dapat
dinilai status gizi anak serta tumbuh kembang yang sesuai dengan kurva
pertumbuhan mereka. Perlu dijelaskan kepada orangtua secara baik karena
terkadang mereka panik melihat anak mereka yang kecil meskipun asupan
makanannya baik.3 Pada usia 2 sampai 5 tahun, berdasarkan kurva tumbuh
kembang "National Center for Health Statistics", anak akan mengalami

13

perlambatan dalam perkembangannya. Dengan demikian kalori yang


dibutuhkan tidak sebanyak pada saat mereka bayi. Bila status gizinya baik,
maka dijelaskan kepada orangtua bahwa anak hanya perlu dikembangkan
makanan kesukaannya tanpa perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Apabila di temukan gizi kurang dan kelainan organik maka sebaiknya dirujuk
ke tenaga ahli dalam disiplin ilmu tertentu seperti gastroenterologis, pskiater,
psikologi dan sebagainya.5

Anamnesa pola makan


Dalam hal ini perlu ditanyakan siapa yang mengurus dan mempersiapkan
makanan karena akan ada hubungannya dengan perilaku makan anak. Bila
tidak memahami hal ini, akan menimbulkan konflik antara orangtua atau
pengasuh dengan anak dalam proses makan. Kebiasaan mengkonsumsi
makanan atau jajanan yang manis seperti permen, coklat, teh botol, dan
sebagainya dapat mengakibatkan timbulnya rasa kenyang. Hal ini disebabkan
karena asupan glukosa yang tinggi mengakibatkan "rem" terhadap nucleus
lateralis sehingga menimbulkan rasa kenyang. Susu yang berlebih merupakan
salah satu sebab gangguan pola makan. Kebijakan makan yang harus
disampaikan dan dibina kepada orangtua yaitu berikan ASI setelah lahir dan
lanjutkan ASI eksklusif selama 6 bulan. Setelah usia 6 bulan , dilanjutkan
dengan pemberian makanan padat secara bertahap tanpa menghentikan ASI.
Konsistensi makanan disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak,
seperti usia 6 bulan makanan saring atau semi padat yang dilunakan dengan

14

ASI, usia 611 bulan makanan lebih padat, usia 8 bulan beri makanan yang
bisa dipegang (finger like), usia 12 bulan transisi ke makanan keluarga. Selain
itu frekuensi pemberian makanan perlu ditingkatkan secara bertahap melalui
kombinasi makanan dan camilan sebagai berikut: usia 68 bulan (makan 23
kali sehari), usia 912 bulan (makan 34 kali sehari), usia 1224 bulan
(makan 45 kali sehari). Vitamin merupakan obat yang dipercaya para
orangtua dapat mengatasi kesulitan makan anak, hendaknya diresepkan secara
bijak dalam menghadapi masalah ini. The American Academy of Pediatrics
tidak menganjurkan pemberian multivitamin dan mineral pada anak sehat
secara rutin kecuali fluor. Perlu ditekankan kepada orangtua bahwa dalam
mengevaluasi asupan makan anak sebaiknya dilakukan dalam seminggu dan
bukan berdasarkan asupan pada saat mereka makan. Anak dapat makan
banyak pada keesokan harinya dibanding hari ini ataupun sebaliknya.5

Tabel 1. Food rules dalam membina pola makan anak 5


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jangan memberikan snack atau susu 1-1,5 jam sebelum waktu makan,
dimana susu dibatasi hanya 2-3 gelas sehari
Penjadwalan makan yang baik dan teratur waktu makan tidak lebih dari
30 menit
Tidak menawarkan makanan lain selain menu yang disajikan kecuali air
Sebaiknya duduk di kursi dan tidak bermain ketika makan
Penyajian dalam porsi kecil dan jangan terlalu sering minum
Hentikan proses makan bila dalam 10-15 menit anak hanya bermain dan
bila mereka marah sambil melempar menu yang disajikan
Jangan membersihkan mulut anak kecuali bila proses makan telah selesai
Biasakan anak menyantap makanan sendiri sedini mungkin

15

Tabel 2. Strategi menghadapi anak picky eater 5


1. Jangan memancing nafsu makan anak dengan junk food atau makanan
siap saji
2. Pengasuh atau orang tua hendaknya kreatif dalam menyajikan menu
makan anak
3. Porsi makan sebaiknya tidak terlalu banyak
4. Sajikan menu makan baru yang sama 10-20 kali pertemuan
5. Buatlah makanan semenarik mungkin
6. Konsistensi makanan harus disesuaikan dengan yang menyantapnya
7. Tambahkan saus yang anak suka atau keju parut untuk menambah kalori

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunarjo, D. Kesulitan makan pada anak. [internet] [cited 2016 March 24]
2014. Available from: http:/rsud.patikab.go.id/
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis: Kesulitan makan.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2014
3. Fitriani, F., Febry, F., Mutahar, R. Gambaran Penyebab Kesulitan Makan
Pada Anak Prasekolah Usia 3-5 Tahun Di Perumahan Top Amin Mulya
Jakabaring Palembang Tahun 2009. Palembang: Universitas Sriwijaya; 2009
Available at: http:/eprints.unsri.ac.id/ 58/3/Abstrak2.pdf/
4. Soedibyo, S., Mulyani, RL. Kesulitan makan pada pasien: survey di unit
pediatri rawat jalan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Sari
pediatri: 11(2); 2009
5. Sudjatmoko. Masalah makan pada anak. Damianus Journal of Medicine.
10(1): 36 41;2011
6. Judarwanto, W. Gangguan proses makan pada anak. Jakarta: Klinik khusus
kesulitan makan pada anak; 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai