Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatupenyakit infeksi yang disebabkan
bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium
tuberculosis dan ditularkan melalui perantara droplet udara (Hiswani, 2004).
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksis sepertiga penduduk dunia.
PadaTahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada
sebagian besar negara di dunia (Depkes RI, 2002).
Penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan, terutama penderita menular /BTA (+). Jumlah penderita TB
diperkirakan akan meningkat seiring dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia
(Kemenkes RI, 2014).
Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia
adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per
tahun. World Health Organization memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit
infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa.
Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat malaria dan AIDS. Pada
wanita, kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan,
persalinan, dan nifas. Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit Pusat
Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (19982002) adalah 1086 penyandang TB
dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% hingga 14,1%. Kelompok usia
terbanyak adalah 1260 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan
16,5% (Anonim, 2014).
Pada area kerja puskesmas tipo pada tahun 2011 terdapat 4 orang penderita TB
paru BTA positive dan 98 orang BTA negative. Pada tahun 2012 terdapat 9 kasus BTA
positif dan 43 kasus bta negative. Tahun 2013 terdapat 5 orang penderita BTA positive
dan BTA negative 49. Tahun 2014 terdapat 7 penderita BTA positif 59 BTA negative.
Tahun 2015 terdapat 14 kasus BTA positive dan 37 kasus BTA negatif. Namun, data
pada kasus ini tidak digambarkan secara spesifik jumlah kasus pada anak. Pada tahun
2016 dari bulan januari hingga bulan Desember tercatat 3 kasus kejadian TB pada anak,

1
dan pada tahun 2017 data bulan Januari hingga Mei tercatat 2 kasus kejadian TB pada
anak (UPTD Puskesmas Tipo, 2016).
1.2. Identifikasi Masalah
Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program P2 (Program
Penanggulanagan) TB Paru yang akan dibahas antara lain :
1. Bagaimana pelaksanaan P2TB Paru di Pukesmas Tipo?
2. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan

P2TB Paru di Puskesmas Tipo?

BAB II

2
PERMASALAHAN

2.1. Gambaran Umum UPTD Urusan Puskesmas Tipo


Puskesmas Tipo merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang berada di
wilayah Provinsi Sulawesi Tengah tepatnya berada di Kota Palu. Puskesmas Tipo
berada di wilayah Kecamatan Ulujadi yang memiliki luas wilayah 32,97 km2 dan secara
administratif pemerintahan terdiri atas 3 kelurahan, 16 RW serta 37 RT. Wilayah kerja
Puskesmas Tipo mencakup tiga kelurahan yaitu: Kelurahan Tipo, Kelurahan Buluri dan
Kelurahan Watusampu (UPTD Puskesmas Tipo, 2016).
Berdasarkan data BPS Kota Palu tahun 2015, jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Tipo adalah 8.967 jiwa yang tersebar di tiga kelurahan yaitu Kelurahan
Tipo, dengan jumlah penduduk 3.495 jiwa, Kelurahan Buluri dengan jumlah penduduk
3.250 jiwa dan Kelurahan Watusampu dengan jumlah penduduk 2.222 jiwa. Adapun
jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2015 sebesar 4.585 jiwa dan perempuan sebesar
4.382 jiwa (UPTD Puskesmas Tipo, 2016).
Program kegiatan puskesmas mengacu pada program kesehatan nasional dengan
visi Indonesia Sehat, dengan mempertimbangkan paradigma masyarakat, dimana
masyarakat semakin sadar akan tuntutan pelayanan kesehatan yang lebih optimal,
dengan dilandasi oleh kesadaran dan keyakinan bahwa kesehatan merupakan hak azasi
manusia, sehingga pemerintah dalam hal ini lembaga pelayanan kesehatan dituntut peka
terhadap berbagai permasalahan kesehatan yang berkembang di masyarakat serta
memberikan pelayanan lebih optimal kepada masyarakat (UPTD Puskesmas Tipo,
2016).
Dengan memperhatikan kondisi nyata pelayanan kesehatan saat ini, maka
disepakati bahwa Motto Puskesmas Tipo yaitu TERSENYUM dengan makna
Terdepan, Sehat, Nyaman, Utuh dan Merata. Serta Visi Puskesmas Tipo adalah
Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang Mandiri dan Berkeadilan.
Pelaksanaan visi tersebut diuraikan dalam 3 misi berikut ini:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat melalui peningkatan upaya-upaya kesehatan
yang bersumber pada masyarakat.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

3
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, maka tugas puskesmas dibagi ke
dalam beberapa program dengan masing-masing program memiliki cakupan kegiatan
masing-masing. Beberapa program tersebut:
1. Program Kesehatan Lingkungan
2. Program KIA dan Keluarga Berencana
3. Program Promosi Kesehatan
4. Program Gizi
5. Program Pencegahan Penyakit Menular (P2M)
6. Program Keperawatan Kesehatan Masyarakat
7. Program Kesehatan Jiwa
8. Program Pelayanan Kesehatan Gigi
9. Program Penyakit Tidak Menular
10. Program Kesehatan Olahraga
11. Program Kesehatan Lansia
12. Program Keselamatan Kerja
(UPTD Puskesmas Tipo, 2016).
2.2. Penyakit TB Paru
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB.
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang orang tubuh
lain. TB pada anak terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Di Negara-negara berkembang
jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi
umum dan terdapat sekitar 500.000 anak didunia menderita TB setiap tahun
(Hiswani,2004).
Faktor risiko penularan TB pada anak sama halnya dengan penularan TB pada
umumnya, tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan dan daya tahan tubuh.
Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan yang lebih
besar dibandingkan dengan pasien yang BTA negative (Kementrian Kesehatan RI,
2016).

2.3. Tujuan Program Penanggulangan TB paru


Adapun tujuan program penanggulangan TB Paru meliputi tujuan jangka panjang
dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian yang diakibatkan penyakit TB paru dengan cara memutuskan
rantai penularan,sehingga penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia, sedangkan tujuan jangka pendek adalah Melaksanakan kegiatan
penemuan dan tata laksana kasus TB (UPTD Puskesmas Tipo,2016).

2.4. Strategi Program Penanggulangan TB paru

4
1) Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan
sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas.
2) Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara
bertahap dan sistematis.
3) Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui kegiatan
advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial.
4) Kerjasama dengan mitra untuk mendapatkan komitmen dan bantuan sumber daya.
5) Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan
dan evaluasi yang berkesinambungan (UPTD Puskesmas Tipo,2016).

2.5. Kegiatan Program Penanggulangan TB paru


Kegiatan pada Program Penanggulangan (P2) TB Paru yaitu kegiatan pokok dan
kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita (case
finding) pengamatan dan monitoring penemuan penderita didahului dengan penemuan
tersangka TB paru dengan gejala klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga
minggu atau lebih. Kegiatan pendukung mencakup kegiatan penanganan logistik yaitu
penanganan tersedianya OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan penanganan tersedianya
reagensia di laboratorium. Setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan
dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberkulosis atau tersangka TB Paru
dengan pasive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan
promosi yang aktif) (Kemenkes RI,2014).
Kegiatan-kegiatan penanggulangan TB Paru tersebut merupakan jenis kegiatan
yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas, artinya puskesmas sebagai
sarana kesehatan terdepan bertanggung jawab terhadap keseluruhan upaya
penanggulangan TB paru. Petugas kesehatan yang terlibat langsung sebagai petugas
pelaksana program TB paru di Puskesmas adalah seluruh petugas yang sudah dilatih
tentang program penanggulangan TB Paru yaitu dokter, perawat dan tenaga
laboratorium untuk petugas di Puskesmas satelit dibutuhkan tenaga yang telah dilatih
terdiri dari dokter dan perawat dan bagi Puskesmas pembantu cukup 1 orang perawat
sebagai petugas pengelola TB. Keseluruhan petugas tersebut mempunyai tugas masing-
masing sesuai uraian tugas pokoknya dalam penanggulangan kasus TB. Tanpa
penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru dari penemuan sampai
pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan suspek TB paru oleh
petugas sangat menentukan keberhasilan program. Proses ini akan berhasil apabila
kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap petugas dan keterampilan petugas baik
(Kemenkes RI, 2016).

5
Penatalaksanaan komprehensif TB anak yaitu apabila telah terdiagnosis
menderita TB segera beri obat anti tuberkulosis (OAT) selama dua bulan terapi bila ada
perbaikan lanjutkan pengobatan, namun bila tidak ada perbaikan terapi TB di teruskan
sambil mencari penyebabnya atau untuk fasilitas kesehatan yang terbatas rujuk ke
Rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap (Anonim, 2014).
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly
Observed Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek
dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka
proses penyembuhan TB dapat secara tepat. DOTS menekankan pentingnya
pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya secara teratur sesuai
ketentuan sampai dinyatakan sembuh (Permatasari, 2005).
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%.
Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para pengambil
keputusan, termasuk dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan
dahak secara mikroskopis, (c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk
penderita, dan (d) Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi
secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) (Permatasari, 2005).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya pendekatan yang
paling tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia. Pengobatan TB
tanpa didukung oleh kualitas dan persediaan OAT yang baik akan menyebabkan
kegagalan pengobatan dan Multi Drug Resistance yang dapat memperparah keadaan
penderita TB. OAT yang tersedia saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah
tablet yang cukup banyak dan dapat menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab
itu banyak ahli berusaha untuk mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination (FDC),
yaitu kombinasi OAT dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan
masing-masing komponen sudah disesuaikan dengan dosis yang diperlukan.
Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat menyederhanakan proses pengobatan,
meminimalkan kesalahan pemberian obat, dan mengurangi efek samping (Kemenkes
RI,2016).

2.6. Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru


Indikator dalam data yang terdaftar pada puskesmas tipo tidak di rincikan
indikator pada TB anak namun indikator TB secara keseluruhan.

6
- Cakupan penderita baru BTA positif target 20 pencapaian 14 atau 70%
- Cakupan proporsi suspek yang diperiksa dahak 37,84%
- Cakupan proporsi penderita positif antara suspek yang ditemukan yaitu 70%
- Cakupan cure rate atau angka kesembuhan target 14 pencapaian 14 atau 100 %
(UPTD Puskesmas Tipo, 2016).

2.7. Evaluasi program penanggulangan TB paru


Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan secara berkala dan terus
menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan
yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi
dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1
tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauhmana tujuan dan target yang telah
ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan
indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program.
Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat)
bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-
masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses,
maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan,
pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan
masyarakat sasaran (UPTD Puskesmas Tipo,2016).
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan
dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar. Evaluasi hasil kegiatan
penanggulangan TB didasarkan pada indikatorindikator program penanggulangan TB
yang dilakukan pada tahap akhir program dilakukan. Indikator merupakan alat yang
paling efektif untuk melakukan evaluasi dan merupakan variabel yang menunjukkan
keadaan dan dapat digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang
baik harus memenuhi syarat syarat tertentu antara lain : valid, sensitive dan specific,
dapat dimengerti, dapat diukur dan dapat dicapai (UPTD Puskesmas Tipo,2016).

2.8. Uraian Tugas Pengelola Program Penanggulangan TB Paru


Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang bertangung jawab dan
mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
dalam program TB di Puskesmas. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program
TB paru di Puskesmas yaitu :
a. Menemukan Penderita

7
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB paru, antara
lain
1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4) Membuat sediaan hapus dahak
5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7) Membuat klasifikasi penderita
8) Mengisi kartu penderita
9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.
b. Memberikan Pengobatan
1) Menetapkan jenis paduan obat
2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4) Menentukan PMO (bersama penderita)
5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6) Memantau keteraturan berobat
7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
c. Penanganan Logistik
1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
(UPTD Puskesmas Tipo,2016).

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Input
Program Penanggulangan (P2) TB Paru di puskesmas Tipo dikelola oleh seorang
perawat yang bekerjasama dengan dokter. Kegiatan awalnya berupa penemuan kasus
yang bersifat pasif yaitu penemuan kasus berdasarkan pasien yang datang berobat ke
puskesmas yang memiliki gejala utama seperti batuk lebih dari 3 minggu. Pasien yang
memiliki gejala tersebut akan berstatus suspek yang selanjutnya akan dilakukan
pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakuan untuk menjaring pasien yang BTA
positif terhadap pasien suspek. Pemeriksaan sputum dilakukan selama 2 hari berturut-
turut yaitu sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)-dahak pagi (keesokan
harinya)-sewaktu (pada saat mengantarkan dahak pagi (SPS).
Untuk pemeriksaan sputum di puskesmas Tipo hanya sebatas pembuatan
spesimen, karena puskesmas Tipo belum memiliki laboratorium sendiri. Spesimen akan
di periksa di laboratorium puskesmas Kamonji karena puskesmas ini yang memiliki
laboratorium khusus TB. Pasien dengan hasil pemeriksaan sputum BTA positif akan
dilakukan pengobatan sesuai kategori.
Untuk pengantaran sample disini ada kendala SDM karena sampel kadang
dikumpulkan beberapa sampel baru kemudian dilakukan pengantaran sampel ke
puskesmas kamonji, dengan demikian point pada five level prevention point tiga yaitu
penegakan diagnosis dini dengan pengobatan yang cepat dan tepat belum tercapai.
B. Proses
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB paru, antara
lain
1. Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2. Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3. Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4. Membuat sediaan hapus dahak
5. Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6. Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7. Membuat klasifikasi penderita
8. Mengisi kartu penderita
9. Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10. Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.

9
Memberikan Pengobatan
1. Menetapkan jenis paduan obat
2. Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3. Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4. Menentukan PMO (bersama penderita)
5. Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6. Memantau keteraturan berobat
7. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8. Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara penanganannya
9. Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita

Penanganan Logistik
1. Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2. Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
(UPTD Puskesmas Tipo,2016).
C. Output
Untuk program p2TB pada tahun 2016 kemarin angka keberhasilannya yaitu
sekitar 70% pada data, namun untuk cakupan cure rate atau angka kesembuhan dari
target yaitu 14 dan pencapaian juga 14 maka angkat cure rate 100%.

Indikator dalam data yang terdaftar pada puskesmas tipo tidak di rincikan
indikator pada TB anak namun indikator TB secara keseluruhan.
- Cakupan penderita baru BTA positif target 20 pencapaian 14 atau 70%
- Cakupan proporsi suspek yang diperiksa dahak 37,84%
- Cakupan proporsi penderita positif antara suspek yang ditemukan yaitu 70%
- Cakupan cure rate atau angka kesembuhan target 14 pencapaian 14 atau 100 %
(UPTD Puskesmas Tipo,2016).

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan program P2TB paru di puskesmas Tipo sejauh ini telah
berjalan sesuai dengan pedoman pedoman nasional pengendalian tuberculosis,
namun banyak menemui kendala.

10
2. Permasalahan yang didapat selama pelaksanaan program antara lain yaitu masih
banyak nya pasien yang tidak mengantar pot dahak yang diberikan oleh petugas
kesehatan sehingga banyak pasien suspek yang belum diperiksa sputum.
4.1. Saran
1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan untuk
meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga angka penemuan
kasus bisa dideteksi lebih cepat.
2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru harus lebih
ketat sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan lebih baik.
3. Jumlah SDM dalam hal ini petugas P2TB harus ditambah untuk memaksimalkan
program kerja yang telah ditargetkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014, Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer,
edisi revisi. IDI, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis, Cetakan ke-8, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

11
Hiswani, 2004,Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara,
Medan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan


Penyehatan Lingkungan, 2014, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. 2016. Petunjuk teknis menajement dan tatalaksana TB anak. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Permatasari, A., 2005, Pemberantasan Penyakit TB Paru Dan Strategi DOTS, Bagian Paru,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara, Medan.

UPTD Puskesmas Tipo, 2016-2017. Profil Kesehatan Puskesmas Talise. Depkes RI, Palu.

12

Anda mungkin juga menyukai