Identitas Pasien
Nama
: Tn. RS
Umur
: 31 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Bungku
Status Perkawinan
: Sudah Menikah
Pendidikan terakhir
: SMA
I. Deskripsi Kasus
Seorang laki-laki berusia 31 tahun tamatan SMA, sudah
menikah dibawa ke RSJ Madani pada tanggal 27 Februari 2016 oleh
keluarga serta aparat TNI setempat dengan keluhan mengamuk dan gelisah
serta berteriak-teriak di rumahnya. Pasien mengamuk dengan cara merusak
barang-barang yang berada di sekitarnya, serta memanjat ke lantai dua
rumah lalu melempar barang-barang dari atas. Pasien juga mendengar
suara-suara bisikan yang tidak jelas dari telinganya. Hal ini dilakukan
pasien ketika merasa tidak sepaham dengan orangtuanya. Pasien merasa
orangtuanya tidak perlu lagi bekerja keras karena sudah memiliki
penghasilan yang cukup dengan memiliki usaha hotel di bungku, namum
pasien masih sering melihat orangtuanya yang terjun langsung membantu
usaha dan mengurus segala keperluan di hotel tersebut sehingga hal
tersebut membuat dirinya marah-marah dan mengamuk.
Gejala ini diakui oleh keluarganya sudah dialami pasien sejak 1
mingggu yang lalu sebelum masuk RSJ Madani. Hal ini diakui pasien serta
1
II.
III.
Evaluasi
a. Pengalaman Baik
Pasien saat dianamnesis bersifat koperatif, dan mengakui senang
ditanya-tanya oleh pemeriksa, serta tidak sungkan untuk menceritakan
yang dia alami.
b. Pengalaman Buruk
Pada saat awal dianamnesis pasien hanya menjawab pertnyaanpertanyaan yang diajukan oleh penanya, lama-kelamaan pasien mulai
terbuka dan kooperatif terhadap penanya.
IV.
Analisis
Seorang laki-laki berusia 31 tahun tamatan SMA, sudah
menikah dibawa ke RSJ Madani pada tanggal 27 Februari 2016 oleh
keluarga serta aparat TNI setempat dengan keluhan mengamuk dan
gelisah serta berteriak-teriak di rumahnya. Pasien mengamuk dengan cara
merusak barang-barang yang berada di sekitarnya, serta memanjat ke
lantai dua rumah lalu melempar barang-barang dari atas. Pasien juga
mendengar suara-suara bisikan yang tidak jelas dari telinganya. Hal ini
dilakukan pasien ketika merasa tidak sepaham dengan orangtuanya.
Pasien merasa orangtuanya tidak perlu lagi bekerja keras karena sudah
memiliki penghasilan yang cukup dengan memiliki usaha hotel di
bungku, namum pasien masih sering melihat orangtuanya yang terjun
langsung membantu usaha dan mengurus segala keperluan di hotel
tersebut sehingga hal tersebut membuat dirinya marah-marah dan
mengamuk.
Gejala ini diakui oleh keluarganya sudah dialami pasien sejak
1 mingggu yang lalu sebelum masuk RSJ Madani. Hal ini diakui pasien
Gejala gangguan psikotik sementara selalu mencakup sekurangkurangnya satu gejala utama psikosis, biasanya dengan awitan
mendadak, tetapi tidak selalu mencakup seluruh pola gejala yang terjadi
pada skizofrenia. Beberapa klinisi mengobservasi bahwa mood labil,
kebingungan dan gangguan perhatian dapat lebih sering terjadi pada
awitan gangguan psikotik sementara daripada awitan gangguan psikotik
kronik. Gejala khas gangguan psikotik sementara mencakup emosi
mudah berubah, perilaku aneh atau bizar, berteriak atau terdiam, dan
gangguan memori terhadap kejadian yang baru saja terjadi. Beberapa
gejala menunjukkan diagnosis delirium dan memerlukan penanganan
medis, terutama untuk menyingkirkan reaksi simpang obat.
Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk
gangguan psikotik akut dan sementara adalah :
F.23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara
Pedoman Diagnostik
konteks ini;
4. tanda diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung.
Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode
RENCANA TERAPI.
Farmakoterapi :
-
Psikoterapi suportif
Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif
V.
KESIMPULAN
1. Gangguan skizofrenia dapat ditegakkan berdasarkan adanya gejala
psikotik oleh pasien, baik gejala positif atau gejala negatif, yang
memenuhi pedoman diagnostic, seperti PPDGJ III
2. Pasien skizorenia diterapi dengan pemberian psikofarmaka, non
psikofarmaka berupa psikoterapi suportif, edukatif dan rekonstruktif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya,
Jakarta.
2. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya, Jakarta.
3. Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi
5. Departemen Farmakologi dan Terapetik. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
6. Sadock B.J. & Sadock V.A., 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2.
EGC, Jakarta.