Anda di halaman 1dari 8

REFLEKSI KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Tn. RS

Umur

: 31 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Desa Mausole Bungku Tengah

Agama

: Islam

Suku

: Bungku

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

Pendidikan terakhir

: SMA

Tanggal Pemeriksaan : 06 Maret 2016


Tempat Pemeriksaan : RSD Madani Palu

I. Deskripsi Kasus
Seorang laki-laki berusia 31 tahun tamatan SMA, sudah
menikah dibawa ke RSJ Madani pada tanggal 27 Februari 2016 oleh
keluarga serta aparat TNI setempat dengan keluhan mengamuk dan gelisah
serta berteriak-teriak di rumahnya. Pasien mengamuk dengan cara merusak
barang-barang yang berada di sekitarnya, serta memanjat ke lantai dua
rumah lalu melempar barang-barang dari atas. Pasien juga mendengar
suara-suara bisikan yang tidak jelas dari telinganya. Hal ini dilakukan
pasien ketika merasa tidak sepaham dengan orangtuanya. Pasien merasa
orangtuanya tidak perlu lagi bekerja keras karena sudah memiliki
penghasilan yang cukup dengan memiliki usaha hotel di bungku, namum
pasien masih sering melihat orangtuanya yang terjun langsung membantu
usaha dan mengurus segala keperluan di hotel tersebut sehingga hal
tersebut membuat dirinya marah-marah dan mengamuk.
Gejala ini diakui oleh keluarganya sudah dialami pasien sejak 1
mingggu yang lalu sebelum masuk RSJ Madani. Hal ini diakui pasien serta
1

keluarga baru pertam kali dialami. Sebelumnya pasien merupakan orang


yang sangat pendiam dan tidak pernah marah-marah menurut keluarganya.
Pasien merupakan anak yang sering membantu keluarga dalam hal
mengurusi pekerjaan serta membantu usaha orangtua hingga sukses pada
sekarang ini. Keluarga mengatakan bahwa pasien merupakan orang yang
tidak pernah memiliki permintaan yang macam-macam kepada kedua
orangtuanya maupun keluarga lainnya. Namun dalam menjalankan usaha
orangtua, pasien memiliki adik yang merasa memegang kekuasaan penuh
dalam hal pengelolaan keuangan. Pasien bercerita adiknya sering memakai
uang hasil usaha untuk keperluan pribadinya namun tidak dimarahi oleh
orangtuanya. Pasien menganggap hal ini sebagai suatu ketidak adilan
orangtuanya dalam memperlakukan anak-anaknya. Sehingga pasien kerap
kali merasa jengkel dan marah-marah sendiri.
Dari pengakuan pasien, pasien lahir di Puskesmas di desanya
dibantu oleh bidan setempat, tidak mengalami masalah saat kelahiran dan
mengaku orangtuanya tidak mengalami sakit pada saat mengandungnya.
Pasien merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara. Dari pengakuan keluarga,
pasien lebih dekat dengan kaka pertama dibandingkan dengan saudarasaudara laiinya. Pasien lahir dari keluarga yang bercukupan dengan
orangtua yang bekerja keras dari ia kecil hingga saat ini. Keluarga pasien
mengaku orang tua pasien merupakan orang yang tipe pekerja, oleh karena
itu hingga saat ini ketika sudah bercukupan dan memiliki usaha hotel,
orangtuanya masih sering turun langsung dalam mengurus usaha hotelnya.
Dalam menjalankan usaha terebut, pasien juga turut langsung membantu
orang tuanya namun untuk kekuasaan merasa lebih di serahkan ke adik
pasien.
Pasien mengaku sudah menikah dan memiliki satu orang anak
laki-laki. Setelah menikah, pasien masih tetap tinggal dengan orangtuanya
yang bertujuan untuk tetap membantu usaha dari orangtuanya. istri pasien
juga turut serta membantu usaha dari keluarga pasien tersebut. Pasien
mengaku dalam rumah tangganya kerap dilanda percekcokan, pasien
sering marah-marah namun tidak sampai memukul istrinya.
2

II.

Emosi yang Terlibat


Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien dengan kooperatif
dapat menjelaskan masalahnya sehingga informasi yang dibutuhkan
terkait untuk mendiagnosis gangguan dapat dikumpulkan. Hal ini juga
melatih kemampuan dalam melakukan wawancara anamnesis, serta
melakukan penilaian mental status pada pasien.

III.

Evaluasi
a. Pengalaman Baik
Pasien saat dianamnesis bersifat koperatif, dan mengakui senang
ditanya-tanya oleh pemeriksa, serta tidak sungkan untuk menceritakan
yang dia alami.
b. Pengalaman Buruk
Pada saat awal dianamnesis pasien hanya menjawab pertnyaanpertanyaan yang diajukan oleh penanya, lama-kelamaan pasien mulai
terbuka dan kooperatif terhadap penanya.

IV.

Analisis
Seorang laki-laki berusia 31 tahun tamatan SMA, sudah
menikah dibawa ke RSJ Madani pada tanggal 27 Februari 2016 oleh
keluarga serta aparat TNI setempat dengan keluhan mengamuk dan
gelisah serta berteriak-teriak di rumahnya. Pasien mengamuk dengan cara
merusak barang-barang yang berada di sekitarnya, serta memanjat ke
lantai dua rumah lalu melempar barang-barang dari atas. Pasien juga
mendengar suara-suara bisikan yang tidak jelas dari telinganya. Hal ini
dilakukan pasien ketika merasa tidak sepaham dengan orangtuanya.
Pasien merasa orangtuanya tidak perlu lagi bekerja keras karena sudah
memiliki penghasilan yang cukup dengan memiliki usaha hotel di
bungku, namum pasien masih sering melihat orangtuanya yang terjun
langsung membantu usaha dan mengurus segala keperluan di hotel
tersebut sehingga hal tersebut membuat dirinya marah-marah dan
mengamuk.
Gejala ini diakui oleh keluarganya sudah dialami pasien sejak
1 mingggu yang lalu sebelum masuk RSJ Madani. Hal ini diakui pasien

serta keluarga baru pertam kali dialami. Sebelumnya pasien merupakan


orang yang sangat pendiam dan tidak pernah marah-marah menurut
keluarganya. Pasien merupakan anak yang sering membantu keluarga
dalam hal mengurusi pekerjaan serta membantu usaha orangtua hingga
sukses pada sekarang ini. Keluarga mengatakan bahwa pasien merupakan
orang yang tidak pernah memiliki permintaan yang macam-macam
kepada kedua orangtuanya maupun keluarga lainnya. Namun dalam
menjalankan usaha orangtua, pasien memiliki adik yang merasa
memegang kekuasaan penuh dalam hal pengelolaan keuangan. Pasien
bercerita adiknya sering memakai uang hasil usaha untuk keperluan
pribadinya namun tidak dimarahi oleh orangtuanya. Pasien menganggap
hal ini sebagai suatu ketidak adilan orangtuanya dalam memperlakukan
anak-anaknya. Sehingga pasien kerap kali merasa jengkel dan marahmarah sendiri.
Dari pengakuan pasien, pasien lahir di Puskesmas di desanya
dibantu oleh bidan setempat, tidak mengalami masalah saat kelahiran dan
mengaku orangtuanya tidak mengalami sakit pada saat mengandungnya.
Pasien merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara. Dari pengakuan keluarga,
pasien lebih dekat dengan kaka pertama dibandingkan dengan saudarasaudara laiinya. Pasien lahir dari keluarga yang bercukupan dengan
orangtua yang bekerja keras dari ia kecil hingga saat ini. Keluarga pasien
mengaku orang tua pasien merupakan orang yang tipe pekerja, oleh
karena itu hingga saat ini ketika sudah bercukupan dan memiliki usaha
hotel, orangtuanya masih sering turun langsung dalam mengurus usaha
hotelnya. Dalam menjalankan usaha terebut, pasien juga turut langsung
membantu orang tuanya namun untuk kekuasaan merasa lebih di
serahkan ke adik pasien.
Pasien mengaku sudah menikah dan memiliki satu orang anak
laki-laki. Setelah menikah, pasien masih tetap tinggal dengan
orangtuanya yang bertujuan untuk tetap membantu usaha dari
orangtuanya. istri pasien juga turut serta membantu usaha dari keluarga
pasien tersebut. Pasien mengaku dalam rumah tangganya kerap dilanda
4

percekcokan, pasien sering marah-marah namun tidak sampai memukul


istrinya.
Berdasarkan deskripsi kasus diatas, kasus ini merupakan pasien
dengan Gangguan Psikotik akut dan Sementara. Hal ini dapat dijelaskan
dari terpenuhinya kriteria diagnostik berdasarkan DSM-IV-TR.
Tabel. 1 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR
Gangguan Psikotik Sementara
A. Adanya satu (atau lebih) gejala berikut :
1. waham
2. halusinasi
3. bicara kacau (contoh; inkoheren atau frequent derailment)
4. perilaku katatonik atau kacau secara keseluruhan.
Catatan; jangan memasukkan gejala jika merupakan pola respons yang
sesuai budaya.
B. Durasi episode gangguan sekurang-kurangnya 1 hari tetapi kurang dari 1
bulan, dan akhirnya kembali ke tingkat fungsi sebelum sakit.
C. Gangguan tidak disebabkan gangguan mood dengan gambaran psikotik,
gangguan skizoafektif, atau skizofrenia dan tidak disebabkan efek fisiologi
langsung suatu zat (contoh: penyalahgunaan obat, pengobatan) atau
kondisi medis umum.
Tentukan apakah :
Dengan stresor nyata (psikosis reaktif singkat); jika gejala terjadi segera
setelah dan tampak sebagai respon terhadap peristiwa yang secara sendirisendiri atau bersamaan, secara nyata menekan hampir setiap orang dalam
situasi yang sama dalam budaya seseorang.
Tanpa stressor nyata; jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah, atau
tidak tampak sebagai respons terhadap peristiwa yang secara sendiri-sendiri
atau bersamaan, secara nyata akan menekan hampir semua orang dalam situasi
yang sama dalam budaya seseorang.
Dengan awitan pascapartus; jika awitan dalam 4 minggu pasca partus.

Gejala gangguan psikotik sementara selalu mencakup sekurangkurangnya satu gejala utama psikosis, biasanya dengan awitan
mendadak, tetapi tidak selalu mencakup seluruh pola gejala yang terjadi
pada skizofrenia. Beberapa klinisi mengobservasi bahwa mood labil,
kebingungan dan gangguan perhatian dapat lebih sering terjadi pada
awitan gangguan psikotik sementara daripada awitan gangguan psikotik
kronik. Gejala khas gangguan psikotik sementara mencakup emosi
mudah berubah, perilaku aneh atau bizar, berteriak atau terdiam, dan
gangguan memori terhadap kejadian yang baru saja terjadi. Beberapa
gejala menunjukkan diagnosis delirium dan memerlukan penanganan
medis, terutama untuk menyingkirkan reaksi simpang obat.
Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk
gangguan psikotik akut dan sementara adalah :
F.23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara
Pedoman Diagnostik

Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang


diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. urutan prioritas
yang dipakai adalah :
1. onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu
gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya
beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk
periode prodromal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas
yang menentukan seluruh kelompok.
2. adanya sindrom yang khas (berupa polimorfik = beraneka ragam dan
berubah cepat, atau scizoprenia-like = gejala skizofrenia yang khas)
3. adanya stres akut yang berkaitan (tidak selalu ada, sehingga
dispesifikasi dengan karakter ke-5; .x0=tanpa penyerta stres akut;
.x1=dengan penyerta stres akut). kesulitan atau problem yang
berkepanjangan tida boleh dimasukkan sebagai sumber stres dalam

konteks ini;
4. tanda diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung.
Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode

manik (F30) atau episode depresi (F32), walaupun perubahan emosional

dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.


Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium, atau
demensia. tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alkohol atau
obat-obatan.

RENCANA TERAPI.
Farmakoterapi :
-

Antipsikotik tipikal yaitu Haloperidol ini merupakan obat golongan


butirofenone,yang bekerja secara tipikal atau spesifik pada reseptor
dopamine di otak, suatu neurotransmitter yang bertanggungjawab pada
mood dan tingkah laku. Haloperidol merupakan antipsikotik tipikal
bersifat menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang
mengalami eksitasi. Dosis yang diberikan dimulai dengan dosis
anjuran yaitu 2 mg diberikan 2x/hari (pagi dan malam hari). Dosis
kemudian dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif.

Psikoterapi suportif

Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega

Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol

dan minum obat dengan rutin.


Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat

sembuh (penyakit terkontrol).


Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam
lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.

Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif

untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan


kunjungan berkala.

V.

KESIMPULAN
1. Gangguan skizofrenia dapat ditegakkan berdasarkan adanya gejala
psikotik oleh pasien, baik gejala positif atau gejala negatif, yang
memenuhi pedoman diagnostic, seperti PPDGJ III
2. Pasien skizorenia diterapi dengan pemberian psikofarmaka, non
psikofarmaka berupa psikoterapi suportif, edukatif dan rekonstruktif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya,
Jakarta.
2. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya, Jakarta.
3. Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi
5. Departemen Farmakologi dan Terapetik. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
6. Sadock B.J. & Sadock V.A., 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2.
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai