Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Beberapa istilah dipakai untuk menggambarkankesulitan makan pada

anak, seperti pickiness(Amerika Serikat) dan faddiness (Inggris), yang

berarti

suka memilih-milih makanan. Picky Eating atau hanya mau makanan

tertentu merupakan proses normal yang sering terjadi pada balita dan

tidak akan berlangsung lama. Ada yang berpendapat bahwa anak sehat

yang waktu makannya lebih lama dari 30 menit tergolong gangguan

perilaku makan.Menurut Samsudin, masalah makan yang dikaitkan

dengan bidang nutrisi klinis anak adalah segala sesuatu yang berkaitan

dengan ketidakmampuan bayi atau anak untuk mengkonsumsi sejumlah

makanan yang diperlukannya secara alamiah dan wajar

dengan menggunakan mulutnya secara sukarela. 5

B. Etiologi

Penyebabnya dibagi dalam 3 kelompok: 2

- Faktor yang meliputi kemampuan untuk mengkonsumsi makanan

Berdasarkan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan, memilih jenis

makanan dan menentukan jumlah makanan.


- Faktor penyakit/kelainan organic

Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan

makanan dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah,

tenggorokan, sistem syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim.

- Faktor gangguan/kelainan jiwaan

Gangguan proses makan di mulut

Ketrampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di

sekitar mulut sangatberperan dalam proses makan tersebut. Pergerakan

morik tersebut berupa koordinasi gerakanmenggigit, mengunyah dan

menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah

danbanyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut

tersebut seringkali berupagangguan mengunyah makanan. Tampilan klinis

gangguan mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar tidak bisa

makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat usia 1 tahun

sehingga makan harys selalu diblender pada usia di bawah 2 tahun. Tidak

bisa makan bahan makanan yang berteksut kasar dan berserat seperti

daging sapi (empal) atau sayur seperti kangkung. Sehingga anak akan lebih

suka makanan yang bertektur lembut seperti telor, ayam dan agar-

agar. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat tumpahannya terdapat

bentukan nasi yang masih utuh. Hal ini menunjukkan bahwa proses

mengunyah nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk


makan bahan makanan yang keras seperti krupuk atau biskuit tidak

terganggu, karena hanya memerlukan beberapa kali kunyahan. Gangguan

koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkani kejadian tergigit

sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja. Gangguan ini

tampaknya bersifat heriditer atau menurun dari orang tua.Biasanya salah

satu orang tuanya juga mengalami gangguan proses makan di

mulut, seperti bila makan selalu cepat selesai, tidak dikunyah banyak

langsung ditelan dan suka pilih-pilih makanan.Kelainan lain yang berkaitan

dengan koordinasi motorik mulut adalah keterlambatan bicara

dangangguan bicara (cedal, gagap, bicara terlalu cepat sehingga sulit

dimengerti). Gangguan motoric proses makan ini biasanya disertai oleh

gangguan keseimbangan dan motorik kasar lainnya sepertitidak

mengalami proses perkembangan normal duduk, merangkak dan berdiri.

Sehingga terlambatbolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk

merangkak (normal 6-8 bulan) atau tidakmerangkak tetapi langsung

berjalan, keterlambatan kemampuan mengayuh sepeda (normal usia

2,5tahun), jalan jinjit, duduk bersimpuh leter “W”. Bila berjalan selalu

cepat, terburu-buru seperti berlari,

sering jatuh atau menabrak, sehingga sering terlambat berjalan. Ciri

lainnya biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif

hingga hiperaktif. Juga sering diikurti gangguan perilaku seperti mudah

marah serta sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu terburu-buru.  6


 

Gangguan fungsi saluran cerna sebagai penyebab

Bila terdapat gangguan saluran cerna maka mempengaruhi fungsi

susunan saraf pusat atau otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat

tersebut berupa gangguan neuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu

manifestasi klinis yang terjadi adalah gangguan koordinasi motorik kasar

mulut. Gangguan pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak

ada gangguan. Tampak anak sering mudah mual atau muntah bila batuk,

menangis atau berlari. Sering nyeri perut sesaat danbersifat hilang timbul,

bila tidur sering dalam posisi ”nungging” atau perut diganjal bantal Sulit

buangair besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air

besar, atau sebaliknya buang air besar sering (>2 kali/perhari). Kotoran

tinja berwarna hitam atau hijau dan baunya sangat menyengat, berbentuk

keras, bulat (seperti kotoran kambing), pernah ada riwayat berak darah.  6

C. Klasifikasi

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI, klasifikasi kesulitan makan

adalah sebagai berikut. 2

 
Abnormalitas struktur
 Abnormalitas naso-orofaring: atresia koana, bibir dan langit-langit sumbing, makroglosia, ankiloglosia, Pierre Robin
sequence
 Abnormalitas laring dan trakea: laryngeal cleft, kista laring, stenosis subglotik, laringotrakeomalasia
 Abnormalitas esophagus: fistula trakeoesofagus, atresia atau stenosis esophagus kongenital, striktur esophagus,
vascular ring
Kelainan perkembangan neurologis
 Palsi serebral
 Malformasi Arnold-chiari
 Mielomeningocele
 Familial dysautonomia
 Distrofi miotonik kongenital
 Miastenia gravis
 Distrofi okulofaringeal
Gangguan perilaku makan
 Feeding disorder of state regulation (0-2 bulan)
 Feeding disorder of reciprocity (2-6 bulan)
 Anoreksia infantile (6 bulan-3 tahun)
 Sensory food aversions
 Gangguan makan yang berkaitan dengan kondisi medis
 Gangguan makan pascatrauma
 
Penelitian di Amerika menemukan empat pola makan pada anak yaitu 5

a. menolak makan

b. meminta jenis makanan tertentu

c. makan hanya sedikit

d. picky

Umumnya hal yang disebutkan diatas ini tidak mengalami

pengurangan masukan zat gizi sehingga tumbuh kembang tidak mengalami

gangguan.Terdapat enam situasi makan yang merupakan bagian dari

dinamika tumbuh kembang anak yang normal yaitu 5

a. food jag (makan hanya satu jenis makanan) 

b. food strikers (menolak apa yang disajikan dan minta makanan yang lain) 

c. tv habbit (akan makan bila menonton televisi)

d. the complainers (selalu mengeluh apa yang disajikan) 

e. white food diet (hanya makan yang berwarna putih seperti roti, kentang ,

makaroni,atau nasi saja)

f. takut mencoba makanan baru.

D. Gejala yang mungkin timbul pada gangguan makan 


a. Posseting, Vomitus, dan Gastro-esofageal Reflux (GOR)  5

Posseting atau 'innocent vomiting' adalah regurgitasi tanpa tenaga

dan berulang, sejumlah susu segera setelah pemberian makan. Keadaan

ini juga disebut sebagai GOR fisiologis. Hal ini disebabkan

imaturitas mekanisme sphinter gastro-esopfageal. Keadaan

ini akan berkurang dengan sendirinya setelah berusia 1 tahun, terutama

setelah pemberian makanan padat.

Vomitus yang terjadi secara proyektil dan persisten selama lebih dari

2 minggu, mengacu pada stenosis pyloric, kadang-kadang dijumpai pula

pertambahan berat badan yang terhenti.Keadaan ini harus

segera dirujuk ke unit pediatrik untuk pemeriksaan lebih

lanjut.Diagnosis banding lainnya adalah overfeeding,

intoleransi protein susu sapi. Apabila ditemukan cairan empedu, perlu

dicurigai adanya suatu obstruksi gastrointestinal, yang membutuhkan

penanganan segera. Gambaran yang mengacu pada GOR yang

patologis, dan membutuhkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut

adalah sebagai berikut:

(1) Pertambahan berat badan yang tidak adekuat

(2) Penolakan makan dan nyeri pada saat pemberian makan

(3) Muntah darah

(4) Batuk yang terus menerus, wheezing dantersedak

(5) Episode apnoe.
b. Kolik  5

Penyebab kolik pada bayi masih belum diketahui dengan jelas,

tetapi beberapa hal berikut yang banyak dibahas pada beberapa

literatur. Pertama, intoleransi protein susu sapi, laktosa atau produksi

gas yang berlebihanmenyebabkan kontraksi dari usus yang

menimbulkan nyeri. Kedua, interaksi yang tidak baik antara orangtua

dengan anak, menyebabkan gangguan perilaku, yang bermanifestasi

sebagai kolik.

c. Konstipasi dan Diare akut  5

Faktor predisposisi terjadinya konstipasi adalah asupan cairan yang

tidak adekuat pada bayi dan asupan susu yang berlebihan pada anak usia

sekolah. Penatalaksanaan dengan laksatif kadang diperlukan dan relatif

aman pada gejala yang telah berlangsung beberapa bulan. Diare akut

merupakan penyebab tersering seorang anak dirawat di rumah

sakit. Diare akut biasanya mengacu pada gastroenteritis yang

disebabkanvirus. Apabila tidak terdapat gejala dehidrasi, makanan biasa

dapat tetap diberikan. Dan untuk cairan dapat diberikan dalam bentuk

cairan elektrolit dan glukosa. Apabila terdapat gejala dehidrasi, maka

makanan harus dihentikan sampai tercapai rehidrasi.

d. Overfeeding  5

Mekanisme selera makan dan rasa kenyang, memungkinkan bayi

untuk mengontrol jumlah energi yang dicerna. Pada penelitian pada


hewan percobaan, bahwa pemberian makanan yang berlebihan

pada saat bayi, akan meningkatkan faktor predisposisi untuk menjadi

obesitas di kemudian hari, karena sel adiposit yang meningkat

jumlahnya.

e. Alergi makanan  5

Merupakan reaksi yang merugikan akibat makanan yang

menyebabkan beberapa gejala.Yang harus dibedakan adalah intoleransi

makanan dengan alergi makanan. Pada alergi makanan terdapat

reaksi imunologi yang abnormal (dimediasi oleh antibody, limfosit T,

atau keduanya).

E. Diagnosis

a. Anamnesis  2

- riwayat antenatal dan perinatal

- Riwayat atopi atau kesulitan makan pada anak

- Riwayat penyakit sebelumnya

- Riwayat perawatan di rumah sakit, adakah manipulasi daerah orofaring seperti

pemberian makan melalui tube

- Kronologis kesulitan makan:

o Diet sejak lahir, pengenalan makanan padat, diet saat ini, tekstur, cara dan

waktu pemberian, serta posisi saat makan.


o Keengganan makan, banyaknya yang dimakan, durasi makan dan kebiasaan

makan, strategi yang telah dicoba, dan lingkungan serta kebiasaan saat waktu

makan.

- Curiga kelainan anatomis bila terdapat hal-hal berikut:

o Gangguan menelan

o Pneumonia berulang → aspirasi kronik

o Strior yang berkaitan dengan makan → kelainan glottis atau subglotis

o Koordinasi mengisap – menelan – bernapas → atresia koana

o Muntah, diare atau konstipasi, kolik dan nyeri abdomen → refluks

gastroesofageal reflux (GER) atau alergi susu sapi

- Cari faktor stress, dinamika keluarga, dan masalah emosional

b. Pemeriksaan fisik  2

- Dimulai dengan pengukuran antropometris, termasuk lingkar kepala

- Penilaian pertumbuhan sejak lahir dengan menilai kurva pertumbuhannya

- Abnormalitas kraniofasial, tanda penyakit sistemik, dan atopi harus dicari

- Pemeriksaan neurologis menyeluruh harus dilakukan sebagai evaluasi

perkembangan psikomotor

c. Pemeriksaan penunjang  2

- Tidak diindikasikan pada anak dengan pemeriksaan fisik normal, memiliki

kurva pertumbuhannya yang normal, dan hasil penilaian perkembangan

normal

- Kolik dan muntah kadang-kadang:


o alergi susu sapi dikonfirmasi dengan skin test dan tes radioallergosorbent

kurang dapat dipercaya (level of evidence I)

o GER dikonfirmasi dengan pemeriksaan saluran cerna atas dengan kontras

dapat memperlihatkan gambaran bolus saat melewati orofaring dan

esophagus dan untuk mendeteksi kelainan anatomis.

- Kesulitan makan disertai pertumbuhan terhambat:

o Pemeriksaan laboratorium lini pertama: darah perifer lengap, laju endap

darah, albumin, protein, serum, besi serum, iron-binding capacity, dan ferritin

serum untuk mendeteksi defisiensi zat gizi spesifik serta menilai fungsi ginjal

dan hati.

o Esofagoduodenoskopi dan biopsy dapat menentukan ada tidaknya tingkat

keparahan esophagitis, striktur dan webs (level of evidence II), bila GER tidak

jelas.

- Analisi diet: kualitas dan kuantitas asupan makanan harus dinilai untuk

menentukan defisiensi kalori, vitamin, dan keengganan makan, tanyakan pula

konsumsi susu dan jus berlebihan.

- Interaksi orangtua dengan anak: adakah interaksi positif (misalnya kontak

mata, sentuhan, pujian) atau interaksi negative (misalnya memaksa makan,

mengancam, perilaku anak yang merusak seperti melempar makanan)

- Hargai perilaku makan anak, seperti positive reinforcement bila menerima

makanan.

 
 

F. Tatalaksana

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI, tata laksana kesulitan makan

bersifat individual bagi masing-masing anak, namun pada dasarnya

mencakup tiga aspek, yaitu identifikasi faktor penyebab, evaluasi dampak

yang telah terjadi, serta upaya memperbaiki nutrisi dan faktor penyebab.

Berdasarkan ketiga hal tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah. 4

a. Mengatasi faktor penyebab (organik, neuromotor, infeksi, dan psikologik)

b. Menangani dampak yang telah terjadi (malnutrisi atau defisiensi nutrien

tertentu)

c. Melakukan upaya nutrisi dengan memperbaiki asupan makanan

d. Reedukasi tentang perilaku makan pada anak maupun orangtua/keluarga

ataupun pengasuh anak

e. Fisioterapi bagi anak yang mengalami kesulitan mengunyah/menelan baik

karena faktor neurologik ataupun karena pembinaan keterampilan makan

yang tidak adekuat.

Pemeriksaan antropometri

Berat dan tinggi badan anak perlu diperhatikan dalam hal ini sehingga

dapat dinilai status gizi anak serta tumbuh kembang yang sesuai dengan

kurva pertumbuhan mereka. Perlu dijelaskan kepada orangtua secara baik

karena terkadang mereka panik melihat anak mereka yang kecil meskipun


asupan makanannya baik.3 Pada usia 2 sampai 5 tahun, berdasarkan kurva

tumbuh kembang "National Center for Health Statistics", anak akan

mengalami perlambatan dalam perkembangannya. Dengan demikian kalori

yang dibutuhkan tidak sebanyak pada saat mereka bayi. Bila status gizinya

baik, maka dijelaskan kepada orangtua bahwa anak hanya perlu

dikembangkan makanan kesukaannya tanpa perlu dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut.Apabila di temukan gizi kurang dan kelainanorganik maka

sebaiknya dirujuk ke tenaga ahli dalam disiplin ilmu tertentu

sepertigastroenterologis, pskiater, psikologi dan sebagainya. 5

Anamnesa pola makan

Dalam hal ini perlu ditanyakan siapa yang mengurus dan mempersiapkan

makanan karena akan ada hubungannya dengan perilaku makan anak. Bila

tidak memahami hal ini, akanmenimbulkan konflik antara orangtua atau

pengasuh dengan anak dalam proses makan. Kebiasaan mengkonsumsi

makanan atau jajanan yang manis seperti permen, coklat, teh botol, dan

sebagainya dapat mengakibatkan timbulnya rasakenyang. Hal ini

disebabkan karena asupan glukosayang tinggi mengakibatkan "rem"

terhadap nucleus

lateralis sehingga menimbulkan rasa kenyang. Susuyang berlebih

merupakan salah satu sebab gangguan pola makan. Kebijakan makan

yang harus disampaikan dan dibina kepada orangtua yaitu berikan


ASI setelah lahir dan lanjutkan ASI eksklusif selama 6 bulan. Setelah usia

6 bulan ,dilanjutkan dengan pemberian makanan padat secara bertahap

tanpa menghentikan ASI. Konsistensi makanan disesuaikan

dengankemampuan dan kebutuhan anak, seperti usia 6 bulan makanan

saring atau semi padat yang dilunakan dengan ASI, usia 6–11 bulan

makanan lebih padat, usia 8 bulan beri makanan yang bisa dipegang

(finger like), usia 12 bulan transisi ke makanan keluarga. Selain itu

frekuensi pemberian makanan perlu ditingkatkan secara bertahap melalui

kombinasi makanan dan camilan sebagai berikut: usia 6–8 bulan

(makan 2–3 kali sehari), usia 9–12 bulan (makan 3–4 kali sehari), usia 12–

24 bulan (makan 4–5 kali sehari). Vitamin merupakan obat yang

dipercaya para orangtua dapat mengatasi kesulitan makan

anak, hendaknya diresepkan secara bijak dalam menghadapi masalah

ini. The American Academy of Pediatrics

tidak menganjurkan pemberian multivitamin danmineral pada anak sehat

secara rutin kecuali fluor.Perlu ditekankan kepada orangtua bahwa

dalammengevaluasi asupan makan anak sebaiknya dilakukan dalam

seminggu dan bukan berdasarkanasupan pada saat mereka makan. Anak

dapat makanbanyak pada keesokan harinya dibanding hari iniataupun

sebaliknya. 5

Tabel 1. Food rules dalam membina pola makan anak  5

Jangan memberikan snack atau susu 1-1,5 jam sebelum waktu makan,dimana susu dibatasi hanya 2-3 gelas sehari
Penjadwalan makan yang baik dan teratur waktu makan tidak lebih dari 30 menit
Tidak menawarkan makanan lain selain menu yang disajikan kecuali air
Sebaiknya duduk di kursi dan tidak bermain ketika makan
Penyajian dalam porsi kecil dan jangan terlalu sering minum
Hentikan proses makan bila dalam 10-15 menit anak hanya bermain dan bila mereka marah sambil melempar menu
yang disajikan
Jangan membersihkan mulut anak kecuali bila proses makan telah selesai
Biasakan anak menyantap makanan sendiri sedini mungkin
 

Tabel 2. Strategi menghadapi anak picky eater 


5

 Jangan memancing nafsu makan anak dengan junk food atau makanan siap saji
 Pengasuh atau orang tua hendaknya kreatif dalam menyajikan menu makan anak
 Porsi makan sebaiknya tidak terlalu banyak
 Sajikan menu makan baru yang sama 10-20 kali pertemuan
 Buatlah makanan semenarik mungkin
 Konsistensi makanan harus disesuaikan dengan yang menyantapnya
 Tambahkan saus yang anak suka atau keju parut untuk menambah kalori
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 

1. Sunarjo, D. Kesulitan makan pada anak. [internet] [cited 2016 March 24]

2014. Available from: http:/rsud.patikab.go.id/

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis: Kesulitan

makan. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2014

3. Fitriani, F., Febry, F., Mutahar, R. Gambaran Penyebab Kesulitan Makan Pada

Anak Prasekolah Usia 3-5 Tahun Di Perumahan Top Amin Mulya Jakabaring

Palembang Tahun 2009. Palembang: Universitas Sriwijaya; 2009 Available

at: http:/eprints.unsri.ac.id/ 58/3/Abstrak2.pdf/

4. Soedibyo, S., Mulyani, RL. Kesulitan makan pada pasien: survey di unit pediatri

rawat jalan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Sari pediatri:

11(2); 2009

5. Sudjatmoko. Masalah makan pada anak. Damianus Journal of Medicine. 10(1):

36 – 41;2011

6. Judarwanto, W. Gangguan proses makan pada anak. Jakarta: Klinik khusus

kesulitan makan pada anak; 2015.

Anda mungkin juga menyukai