I. Pengertian
Konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus besar pada waktu cukup
lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak adanya gerakan
peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar dan timbul
perasaan tidak nyaman pada perut (Akmal, dkk, 2010).
Obstipasi adalah bentuk konstipasi parah yang biasanya disebabkan oleh terhalangnya
pergerakan feses dalam usus (adanya obstruksi usus). Gejala antara obstipasi dan konstipasi
sangat mirip dimana terdapat kesukaran mengeluarkan feses (defekasi). Namun obstipasi
dibedakan dari konstipasi berdasarkan penyebabnya. Konstipasi disebabkan selain dari obstruksi
intestinal sedangkan obstipasi karena adanya obstruksi karena adanya obstruksi intestinal.
Ada beberapa variasi pada kebiasaan buang air besar yang normal. Pada bayi baru lahir biasanya
buang air besar 2-3 x sehari tergantung jenis susu yang dikonsumsi akan tetapi masih mungkin
normal bila buang air besar 36-48 jam sekali asal konsistensi tinja normal. Obstipasi adalah
pengeluaran mekonium tidak terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran atau kesulitan atau
keterlambatan pada feses yang menyangkut konsistensi feses dan frekuensi berhajat. Gejala
obstipasi berupa pengeluaran feses yang keras dalam jangka waktu tiap 3-5 hari, kadang disertai
adanya perasaan perut peuh akibat adanya feses atau gas dalam perut.
Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya obstruksi
pada saluran cerna. Bisa juga didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran feses selama 3 hari
atau lebih (Endang Khoirunnisa, 2010).
Lebih dari 90% bayi baru lahir akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan
sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi,
maka harus dipikirkan adanya obstipasi. Akan tetapi harus diingat bahwa ketidakteraturan
defekasi bukanlah suatu obstipasi karena pada bayi yang menyusu pada ibunya dapat terjadi
keadaan tanpa defekasi selama 5-7 hari dan tidak menunjukkan adanya gangguan karena feses
akan dikeluarkan dalam jumlah yang banyak sewaktu defekasi. Hal ini masih dikatakan normal.
Dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya akan menyebabkan defekasi menjadi lebih
jarang dan fesesnya lebih keras (Endang Khoirunnisa, 2010).
Obstipasi atau sembelit adalah tidak buang air besar pada lima hari atau lebih. Obstipasi menetap
terutama jika mulai timbul sebelum bayi mencapai usia 1 bulan, biasa menunjukkan gangguan
yang serius. Misalnya penyakit Hirshspung (kelainan saraf yang disertai dengan usus yang
berukuran besar) atau kelenjar tiroid yang kurang aktif. (Wati Nur M, 2010; 108- 109).
I.
II. Etiologi
Menurut Endang Khoirunnisa (2010), obstipasi pada anak dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :
I.
II.
III.
IV. Patofisiologi dan Patogenesis
Pada keadaan normal sebagian besar rektum dalam keadaan kosong kecuali bila adanya refleks
masa dari kolon yang mendorong feses ke dalam rectum yang terjadi sekali atau dua kali sehari.
Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus aferen dan refleks defekasi. Dengan adanya
stimulus pada arkus aferen tersebut akan menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen sehingga
terjadilah defekasi.
Mekanisme usus yang normal terdiri atas 3 faktor, yaitu sebagai berikut :
Dalam keadaan normal, ketika bahan makan yang akan dicerna memasuki kolon, air dan
elektrolit diabsorsbsi melewati membran penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat pada
perubahan bentuk feses, dari bentuk cair menjadi bahan yang lunak dan berbentuk. Ketika feses
melewati rectum, feses menekan dinding rectum dan merangsang untuk defekasi. Apabila anak
tidak mengonsumsi cairan secara adekuat, produk pencernaan lebih kering dan padat, serta tidak
dapat dengan segera digerakkan oleh gerakan peristaltik menuju rektum, sehingga penyerapan
terjadi terus menerus dan feses menjadi semakin kering, padat dan susah dikeluarkan, serta
menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit ini dapat menyebabkan anak malas atau tidak mau buang air
besar yang dapat menyebabkan kemungkinan berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila
anak kurang beraktivitas, menurunnya peristaltik usus, dan lain- lain. Hal tersebut menyebabkan
sisa metabolisme berjalan lambat yang kemungkinan akan terjadi penyerapan air yang berlebihan
(Endang Khoirrunnisa, 2010)
Bahan makanan berserat sangat dibutuhkan untuk merangsang peristaltik usus dan pergerakan
normal dari metabolisme dalam saluran pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar.
Sumbatan pada usus dapat juga menyebabkan obstipasi (Endang Khoirunnisa, 2010)
I. H
II. H
III. H
IV. H
V. Klasifikasi
Obstipasi obstruksi total
Memiliki ciri tidak keluarnya feses atau flatus dan pada pemeriksaan colok dubur di
dapatkan rectum yang kosong, kecuali jika obstruksi terdapat pada rectum.
Obstipasi obstruksi parsial
Memiliki ciri pasien tidak dapat buang air besar selama beberapa hari tetapi kemudian
dapat mengeluarkan feses disertai gas. Keadaan obstruksi parsial kurang darurat daripada
obstruksi total.
Obstipasi akut
Rektum tetap mempertahankan tonusnya dan defeksi timbul secara mudah dengan
stimulasi laksatif, supositoria, atau enema (Endang Khoirunnisa, 2010)
Obstipasi kronik
Rektum tidak kosong dan dindingnya mengalami peregangan berlebihan secara kronik,
sehingga tambahan feses yang datang mencapai tempat ini tidak menyebabkan rectum
meregang lebih lanjut. Reseptor sensorik tidak memberikan respons pada dinding rektum
lebih lanjut, flaksid dan tidak mampu untuk berkontraksi secara efektif (Endang
Khoirunnisa, 2010).
I.
II.
III.
IV.
V.
VI. Diagnosa Obstipasi di diagnosa melalui cara :
Anamnesa
Riwayat penyakit difokuskan pada gagal untuk mengeluarkan feses maupun gas. Perlu
untuk menentukan apakah termasuk obstruksi total atau partial. Anamnesa ditujuakan
untuk menggali lebih dalam riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
menstimulasi terjadinya obstipasi. Dicari juga apakah ada kelainan usus sebelumnya,
nyeripada perut, dan masalah sistemik lain yang penting, sebagai contoh riwayat adanya
penurunan berat badan yang kronis dan feses yang bercampur darah kemungkinan akibat
obstipasi neoplasma.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksan abdomen standart seperti inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi untuk melihat
apakah ada masa abdomen, nyeri abdomen, dan adanya distensi kolon. Obstruksi usus
pada fase lanjut tidak terdengar bising usus. Pemeriksaan region femoral dan inguinal
untuk melihat apakah ada hernia atau tidak. Obstruksi kolon dapat terjadi akibat
herniainguinal kolon sigmoid. Pemeriksaan rectal tussae (colok dubur) untuk
mengidentifkasi kelainan rectum yang mungkin menyebabkan obstruksi dan memberikan
gambaran tentang isi rectum.
Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium (feses rutin, khusus)
b. Pemeiksaan Hb
c. Pemeriksaan urine
d. Radiologi (foto polos, kontras dengan enema)
e. Manometri
f. USG
g. Pencitraan dengan CT scan, USG, X rays dengan atau tanpa bahan kontras.
Pencitraan untuk melihat apakah ada dilatasi kolon. Dilatasi kolon tanpa udara
memandakan obstruksi total dan dilatasi kolon dengan terdapat udara
memandakan partial obstruksi parsial. Pencitraan ini dapat dilakukan untuk
menentukan letak obstruksi dan penyebab obstruksi. Laboratorum seperti
pemeriksaan elektrolit darah (mengetahui dehidrasi dan ketidak seimbangan
elektrolit), hematokrit (apakah ada anemia yang dihubungkan dengan perdarahan
usus misal akibat neoplasma), hitung leukosit (mengetahui infeksi usus).
Endoskopi untuk melihat bagian dalam kolon dan menentukan sebab obstipasi.
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII. Komplikasi
Komplikasi Menurut Endang Khoirunnisa (2010), komplikasi yang bisa terjadi adalah :
Perdarahan
Ulserasi
Obstruksi
Diare intermitten
Distensi kolon akan menghilang jika ada sensasi regangan rectum yang mengawali proses
defekasi
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII. Penilaian
Berikut adalah penilaian yang perlu dilakukan pada saat melakukan manejemen
kebidanan menurut Endang Khoirunnisa (2010):
Penilaian asupan makanan dan cairan
Penilaian dari kebiasaan usus (kebiasaan pola makan)
Penilaian penapakan stress emosional pada anak yang dapat mempengaruhi pola defekasi
bayi.
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII. Penanganan
Perawatan medis Meliputi resusitasi untuk mengoreksi cairan dan elektrolit tubuh,
nasograstis decompression pada obstruksi parah untuk mencegah muntah da aspirasi, dan
pengobatan lain untuk mencegah semakin parahnya sakit.
Operasi Untuk mengatasi obstruksi sesuai dengan penyebab obstruksi, dan untuk mencegah
perforasi usus akibat tekanan tinggi. Ostipasi obstruksi total bersifat sangat urgent untuk
dilakukan tindakan segera dimana jika terlambat dilakukan dapat mengakibatkan perforasi
usus karena peningkatan tekanan feses yang besar.
Diet Pada obstruksi total dianjurkan tidak makan apa-apa, pada obstruksi parsial dapat
diberikan makanan cair dan obat-obatan.
IX. Penatalaksanaan
Dwi,Eni. 2009.Obstipasi pada Bayi dan Balita serta Cara Menyembuhkannya. Bandung : Hahayz
Fauziah, Afroh. 2012.Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Nuha Medika