Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PRESENTASI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PATOLOGIS


Ny.S UMUR 29 TAHUN G1P0A0 UMUR KEHAMILAN 41 MINGGU
DENGAN ANANSEPHAL DAN POSTERM DI RUANG VK
RSUD BANYUMAS

Disusun Oleh :
1. Fatimah Nur Rahma (B1301053)
2. Novi Asih Purnama Sari (B1301077)
3. Yuni Mularsih (B1301134)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2015

i
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PATOLOGIS


Ny.S UMUR 29 TAHUN G1P0A0 UMUR KEHAMILAN 41 MINGGU
DENGAN ANANSEPHAL DAN POSTERM DI RUANG VK
RSUD BANYUMAS

Telah disetujui pada,


Hari/Tanggal :
Waktu :

Pembimbing,

1. Eti Sulastri, S. ST (.............................................)

2. Cahyani, Amd. Keb. (.............................................)

ii
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERASALIN PATOLOGIS


Ny.S UMUR 29 TAHUN G1P0A0 UMUR KEHAMILAN 41 MINGGU
DENGAN ANANSEPHAL DAN POSTERM DI RUANG VK
RSUD BANYUMAS

Telah dipresentasikan pada,


Hari/Tanggal :
Waktu :

Pembimbing,

1. Eti Sulastri, S. SiT (.............................................)

2. Cahyani, Amd. Keb. (.............................................)

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah–Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
laporan “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Patologis Ny.S Umur 29 Tahun
G1P0A0 Umur Kehamilan 41 Minggu dengan Anansephal dan Posterm di Ruang
VK RSUD Banyumas”.
Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin Patologis ini disusun untuk
memenuhi laporan kelompok PKK II Program Studi Diploma III Kebidanan di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
Penyusunan laporan ini tidak akan berjalan dengan baik dan lancar tanpa
bantuan dari segenap pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, Kami ucapkan terima kasih Kepada:
1. M.Madhan Anis,S.KepNs, selaku Ketua STIKES Muhamadiyah Gombong.
2. Hastin Ika I., S. SiT., MPH, selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan.
3. Dyah Puji Astuti, S.SiT., MPH, selaku Koordinator Patologi Kebidanan.
4. Eti Sulastri, S. SiT, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. dr. Gempol Suwandono, MM, selaku Direktur RSUD Banyumas.
6. Supriyatin,S.ST, selaku Kepala Ruang Bersalin / VK
7. Cahyani, Amd. Keb., selaku Dosen Pembimbing Klinik RSUD Banyumas.
8. Serta semua pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini yang
tidak dapat kami sebutkan satu per-satu.
Demikianlah laporan ini kami buat semoga dapat bermanfaat, kami minta
maaf apabila dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan.

Banyumas, Mei 2015

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i


LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................... 2
C. Manfaat..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Kehamilan ............................................................................... 4
B. Induksi persalinan.......................................................................10
C. Anancephalus............................................................................ 23
BAB III TINJAUAN KASUS .................................................................. 31
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 56
B. Saran .............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anencephaly adalah kecacatan lahir bawaan (dari kata
Latin congenitus “terlahir dengan”). Anencephaly terjadi pada tahap awal
terjadinya kehidupan di dalam kandungan. Arti kata anencephaly sendiri
adalah “tanpa adanya encephalon”, encephalon merupakan kumpulan pusat
saraf otak. Pengartiannya ini tidak sepenuhnya benar. Walaupun seorang bayi
anencephaly dilahirkan tanpa kulit kepala, tempurung kepala vault of
cranium, meninges, hemisphere otak dan cerebellum, biasanya bayi terlahir
dengan sebagian batang otak cerebral trunk, brainstem (Müller 1991).
Hampir 75% bayi anencephaly yang lahir pada waktunya, selamat pada
saat persalinan. Harapan hidup untuk bayi yang selamat setelah lahir hanyalah
beberapa jam atau beberapa hari saja (Jaquier 2006). Kira-kira 20% bayi
anencephaly menderita kecacatan bawaan lainnya (Botto 1999).
Sekitar satu anak setiap 1000 kelahiran (Eropa Tengah), (catatan
redaksi: menurut laporan Kompas tertanggal 30.Januari 2009, di Indonesia
diperkirakan angka rata-rata ini lebih tinggi). Tingkat rata-rata ini dapat
berubah-ubah tergantung populasinya (Sadler, T.W. 2005).
Anencephaly tergolong rumpun cacat bumbung saraf atau neural tube
defect (NTD). Cacat bumbung saraf ini merupakan cacat bawaan pada
pembentukan yang terjadi antara 20 sampai 28 hari setelah pembuahaan sel
telur (Sadler 1998). Sel-sel plat saraf (neural plate) membentuk sistim saraf
pada janin. Pada pertumbuhan yang normal, sel-sel tersebut saling melipat
satu sama lainnya untuk membentuk yang dinamakan bumbung atau tabung
saraf (neural tube), yang selanjutnya membentuk menjadi tulang punggung
dan urat sarafnya. Setelah beberapa transformasi (perubahan bentuk), kutup
utama (superior pole) akhirnya terbentuk menjadi otak. Pada kasus NTD,
bumbung saraf ini gagal menutup secara sempurna. Anencephaly terjadi bila

1
2

ujung tabung saraf ini gagal menutup. Janin dengan penyakit ini terlahir tanpa
kulit kepala atau cerebellum. Juga tanpa meninges, kedua belah hemisphere
otak dan tempurung kepala (vault of cranium), akan tetapi bagian dari batang
otak biasanya tetap ada. Sisa jaringan otak terlindung oleh selaput yang tipis
saja. Kemungkinan bayinya buta dan tidak ada pergerakan reflek atau hanya
beberapa saja yang berfungsi. Kira-kira ¼ bayi anencephaly meninggal pada
saat dia dilahirkan, sedangkan yang selamat pada saat dilahirkan dapat
bertahan hidup selama beberapa jam atau beberapa hari (Jaquier 2006).
Sebab anencephaly masih belum diketahui dengan pasti. Ada
kemungkinan disebabkan oleh gabungan faktor genetis (keturunan) dan
pengaruh lingkungan (Sadler 2005).
Yang telah diketahui adalah, bahwa dengan mengkonsumsi tambahan
vitamin asam folat (folic acid ) kemungkinan akan terjadinya bayi
anencephaly dapat dikurangi. Beberapa obat-obatan (pil KB, valproic acid,
obat antimetabolik dll.) dapat menurunkan kadar asam folat dalam tubuh kita,
dengan demikian dapat meningkatkan risiko akan bayi yang dikandung
menderita anencephaly (Sadler, 2005).
25% bayi anencephaly yang bertahan hidup sampai berakhirnya
kehamilan, meninggal pada saat persalinan; 50% mempunyai harapan hidup
dari beberapa menit sampai dengan 1 hari; 25% lainnya dapat bertahan hidup
sampai dengan 10 hari (Jaquier 2006).
Dengan pemaparan dari berbagai penelitian kasus dan teori yang ada,
penulis tertarik untuk mengambil judul ini karena permasalahan yang
kompleks dan ingin menambah pengetahuan tentang bersalin patologis. Serta
masih kurang adanya pembahasan lebih untuk kasus ini.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan
Ananchepalus.
3

2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin
dengan Ananchepalus dan Posterm.
b. Dapat melakukan interpretasi Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin
dengan Ananchepalus dan Posterm.
c. Dapat menegakkan diagnosa Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin
ngan Ananchepalus dan Posterm.
d. Dapat melaksanakan tindakan yang telah direncanakan Asuhan
Kebidanan pada Ibu bersalin dengan Ananchepalus dan Posterm.
e. Dapat mengevaluasi Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin dengan
Ananchepalus dan Posterm.

C. Manfaat
Diharapkan studi khusus ini dapat bermanfaat bagi :
1. Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam Asuhan
Kebidanan pada Ibu Hamil dan Bersalin dengan Ananchepalus dan
Posterm Serta sebagai laporan kasus PKK II Kebidanan.
2. Bagi Profesi
Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama pada ibu hamil
dan bersalin dengan Ananchepalus dan Posterm.
3. Bagi Institusi
a. Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini diharapkan agar dapat memberikan manfaat bagi
RSUD Banyumas dalam meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Ananchepalus
dan posterm.
b. Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi referensi pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kehamilan Serotinus
1. Pengertian Kehamilan Serotinus
Kehamilan lewat waktu (Serotinus) adalah kehamilan melewati waktu
287 hari atau 41 minggu. Kehamilan lewat dari 41 minggu ini
didasarkan pada hitungan usia kehamilan (dengan rumus neagle),
menurut Anggarani (2007 : 83). Rumus neagle ini adalah untuk
menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu (tanggal +7, bulan -3, tahun +1)
atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0) (Trihendradi 2010 : 1).
2. Etiologi Kehamilan Serotinus
Faktor yang menyebabkan kehamilan serotinus ini, menurut (Sujiyatini
2009 : 35).
a. Penurunan kadar estrogen pada kehamilan normal umumnya tinggi
b. Faktor hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap
oksitosin berkurang.
c. Faktor lain yaitu hereditas, karena post matur sering dijumpai
pada suatu keluarga tertentu.
d. Teori kortisol
e. Pemberi tanda untuk memulainnya persalinan adalah janin, diduga
akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol
janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh
terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan
janin seperti anasefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
bulan (Prawiroharjo 2009 : 687).

4
5

f. Saraf uterus
g. Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat
pendek dan bagian bawah masih tinggi diduga itu sebagai
penyebabnya.
3. Patofisiologi Kehamilan Serotinus
Menurut Wijayarini (2005 : 283), patofisiologi kehamilan serotinus
meliputi bayi yang sangat besar dan akan mengakibatkan trauma
lahir atau apabila bayinya kecil karena pada saat kehamilannya
kekurangan nutrisi dan akibat penuaan plasenta atau disfungsi
plasenta dan penurunan cairan amnion. Menurut Manuaba (2007 : 450),
patofiologi pada kehamilan serotinus adalah sebagai berikut :
a. Jika fungsi plasenta masih cukup baik dapat menyebabkan tumbuh
kembang janin berlangsung terus, sehingga berat badan terus
bertambah sekalipun lambat, dapat mencapai lebih dari 4.000-4.500
gram yang disebut makrosomia.
b. Jika fungsi plasenta telah mengalami disfungsi, sehingga tidak mampu
memberikan nutrisi dan oksigen yang cukup, akan terjadi sindrom
postmatur, dengan kriteria :
1) Bayi tampak tua
2) Kuku panjang
3) Lemak kulit berkurang sehingga menimbulkan keriput, terutama
ditelapak tangan dan kaki
4) Verniks kaseosanya telah hilang atau berkurang.
4. Klasifikasi Kehamilan Serotinus
Menurut Prawiroharjo (2009 : 691), klasifikasi pada bayi lewat bulan
adalah :
a. Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan
terjadi maserasi seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
6

b. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium


(kehijauan) di kulit.
c. Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan
kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
5. Diagnosa Kehamilan Serotinus
Menilai beberapa pemeriksaan untuk kehamilan matur atau tidak,
menurut Sujiyatini (2009 : 36), yaitu :
a. Berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil dan air
ketuban berkurang.
b. Pemeriksaan dengan USG yaitu dengan pemeriksaan ini diameter
biparental kepala janin dapat diukur dengan teliti tanpa bahaya.
c. Pemeriksaan sitologi cairan amnion yaitu amniostropi dan periksa
pHnya dibawah 7,20 dianggap sebagai tanda gawat janin.
6. Pemeriksaan Penunjang untuk Kehamilan Serotinus
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kehamilan serotinus,
menurut Dr. Taufan (2012 : 144) adalah :
a. Sitologi vagina yaitu dengan indeks kariopiknotik meningkat (> 20 %).
b. Amniostropi yaitu warna air ketuban.
c. USG yaitu menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban, derajat
maturitas plasenta, besarnya janin, keadaan janin.
d. Kardiotografi yaitu menilai kesejahteraan janin dengan Nonstress test
(NTS) relaktif atau tidak, maupun Contraction Stress Test (CTS)
negatif atau positif.
7. Penilaian pada Kehamilan Serotinus
Menurut Sastrawinata (2005 : 14), untuk mengingat morbiditas dan
mortalitas yang tinngi pada kehamilan serotinus, penilaian terhadap
resiko terjadinya dismaturitas harus dilakukan antepartum untuk
memutuskan apakah fetus masih boleh tinggal dalam rahim (menunggu
persalinan spontan) atau harus dilahirkan segera. Penilaian kesejahteraan
janin dapat dilakukan dengan cara :
7

a. Evaluasi cairan amnion dengan amniosentesis atau USG untuk melihat


adanya oligohidramnion.
b. Pantau perubahan denyut jantung janin tanpa beban (nonstress
test) atau dengan beban (contraction stress test).
c. Tentukan skoring profil biofisik yang didapat dari pemeriksaan NST,
USG untuk melihat pernafasan janin, tonus fetus, pergerakan fetus,
dan jumlah cairan amnion.
8. Penatalaksanaan Kehamilan Serotinus
Adapun penatalaksanaan kehamilan serotinus adalah sebagai berikut :
a. Setelah usia kehamilan > 40 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik- baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat, menurut Dr. Taufan (2012 :
145).
c. Bishop score
Bishop score adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks
dan responsnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah
diketahui bahwa serviks bishop score rendah artinya serviks belum
matang dan memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi
dibanding servik yang matang. Lima kondisi yang dinilai dari serviks
adalah :
1) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang
terenggang. Ini melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan
indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap pertama
kerja.
2) Pendataran (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di leher
rahim.
3) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin
kepala dalam hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung,
8

yang dapat teraba jauh di dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm)
sebagai tonjolan tulang.
4) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim
perempuan biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan,
seperti sebuah balon sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh
lagi, pada wanita muda serviks lebih tangguh dari pada wanita yang
lebih tua
5) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan
bervariasi antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya
menghadap ke bawah, anterior dan posterior lokasi relatif
menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina. Posisi anterior
lebih baik sejajar dengan rahim, dan kare na itu memungkinkan
peningkatan kelahiran spontan.
9. Komplikasi dari Kehamilan Serotinus
Menurut Manuaba ( 2009 :125-126), komplikasi dari kehamilan serotinus
adalah sebagai berikut :
a. Ibu
1) Timbulnya rasa takut akibat terlambat melahirkan atau rasa
takut menjalani operasi yang mengakibatkan
2) Perdarahan post partum yaitu atonia uteri (karena janin besar atau
penggunaan oksitoksin).
b. Janin
1) Kematian janin (3 kali resiko pada kehamilan aterm) yaitu 30
% sebelum partus, 55 % intrapartum, 15 % post natal.
2) Gawat janin karena aspirasi mekoneum, hipoksia, kompresi tali
pusat
3) Kelainan letak seperti defleksi, oksiput posterior, distosia bahu,
trauma kepala janin.
4) Gangguan pembekuan darah.
9

5) Oligohidramnion adalah air ketuban normal pada kehamilan 34-37


minggu adalah 1.000 cc, aterm 800 cc, dan lebih dari 42
minggu 400 cc. akibat oligohidramnion adalah amnion menjadi
kental karena mekonium (diaspirasi oleh janin), asfiksia
intrauterine (gawat janin), pada in partu (aspirasi air ketuban,
nilai APGAR rendah, sindrom gawat paru, bronkus paru
tersumbat sehingga menimbulkan atelektasis).
6) Makrosomia apabila plasenta yang masih baik, terjadi tumbuh
kembang janin dengan berat 4.500 gram yang disebut makrosomia.
Akibatnya terhadap persalinan adalah perlu dilakukan tindakan
operatif seksio caesaria, dapat terjadi trauma persalinan karena
operasi vagina, distosia bahu yang menimbulkan kematian bayi
atau trauma jalan lahir ibu.
10. Pengelolaan selama Persalinan tentang Hamil Serotinus
Menurut Kurniawati (2009 : IX-42) yaitu pengolalaan selama persalinan
tentang serotinus sebagai berikut :
a. Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan
kesejahteraan janin.
b. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
c. Awasi jalannya persalinan.
d. Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi
kegawatan janin.
e. Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap
neonatus dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin
dengan cairan ketuban bercampur mekoneum.
f. Segera setelah lahir, bayi harus segera di periksa terhadap
kemungkinan hipoglikimia, hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi.
g. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda serotinus.
h. Hati – hati kemungkinan terjadinya distosia bahu
10

i. Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi
janin serotinus sehingga setiap persalinan kehamilan serotinus
harusdilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di
rumah sakit.

B. Induksi Persalinan
1. Definisi Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk memulai
terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi persalinan
adalah meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam
persalinan (Saifuddin, 2002). Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi
kontraksi sebelum mulai terjadi persalinan spontan, dengan atau tanpa
rupture membrane. Augmentasi merujuk pada stimulasi terhadap kontraksi
spontan yang dianggap tidak adekuat karena kegagalan dilatasi serviks dan
penurunan janin (Cunningham, 2013).
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-
cara buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan
merangsang timbulnya his (Sinclair, 2010). Secara umum induksi
persalinan adalah berbagai macam tindakan terhadap ibu hamil yang
belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang
timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga terjadi
persalinan. Atau dapat juga diartikan sebagai inisiasi persalinan secara
buatan setelah janin viable (Llewellyn, 2002).
2. Indikasi Induksi Persalinan
Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya atau
kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan
mungkin diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra
uteri yang potensial berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai
alasan atau karena kelanjutan kehamilan membahayakan ibu (Llewellyn,
2002). Adapun indikasi induksi persalinan yaitu ketuban pecah dini,
11

kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, preeklampsi


berat, hipertensi akibat kehamilan, intrauterine fetal death (IUFD) dan
pertumbuhan janin terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, perdarahan
antepartum, dan umbilical abnormal arteri doppler (Oxford, 2013)
3. Kontra Indikasi
Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra indikasi untuk
menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Diantaranya yaitu:
disproporsi sefalopelvik (CPD), plasenta previa, gamelli, polihidramnion,
riwayat sectio caesarklasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat janin,
vasa previa, hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif (Cunningham,
2013 & Winkjosastro, 2002).
4. Komplikasi atau Risiko Melakukan Induksi Persalinan
Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan
maupun setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain:
atonia uteri, hiperstimulasi, fetal distress, prolaps talipusat, rupture uteri,
solusio plasenta, hiperbilirubinemia, hiponatremia, infeksi intra uterin,
perdarahan post partum, kelelahan ibu dan krisis emosional, serta dapat
meningkatkan pelahiran caesar pada induksi elektif (Cunningham, 2013 &
Winkjosastro, 2002).
5. Persyaratan
Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa
kondisi/persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak ada disproporsi sefalopelvik(CPD) Universitas Sumatera Utara
b. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar
dan menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika
kondisi tersebut belum terpenuhi maka kita dapat melakukan
pematangan serviks dengan menggunakan metode farmakologis atau
dengan metode mekanis.
c. Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat kelainan letak janin.
12

d. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul.


(Oxorn, 2010).
Apabila kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka induksi persalinan
mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan
serviks dapat dipakai skorBishop. Berdasarkan kriteria Bishop, yakni:
a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya
berhasil diinduksi dengan hanya menggunakan induksi.
b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor <5), matangkan serviks terlebih
dahulu sebelum melakukan induksi (Yulianti, 2006 & Cunningham,
2013).
Tabel. 2.1 Sistem Penilaian Pelvik Menurut Bishop
Faktor Nilai
0 1 2 3 Pembukaan (cm) 0 1-2 3-4 5-6 Penipisan/Pendataran (%)
0-30% 40-50% 60-70% 80% Penurunan -3 -2 -1 / 0 +1 / +2
Konsistensi Kuat Sedang Lunak Posisi Posterior Pertengahan Anterior
Pada kebanyakan kasus, teknik yang digunakan untuk meningkatkan
favorabilityatau kematangan serviks juga menstimulasi kontraksi. Jadi
teknik tersebut dapat digunakan untuk menginduksi persalinan. Metode
yang digunakan mematangkan serviks meliputi preparat farmakologis dan
berbagai bentuk distensi serviks mekanis (Cunningham, 2013).
Metode farmakologis diantaranya yaitu pemberian prostaglandin E2
(dinoprostone, cervidil, dan prepidil), prostaglandin E1 (Misoprostol atau
cytotec), dan donor nitrit oksida. Sedangkan ynag termasuk kedalam
metode mekanis yakni kateter transservikal (kateter foley), ekstra
amnionik salin infusion (EASI), dilator servikal higroskopik, dan stripping
membrane (Cunningham, 2013).
6. Proses Induksi
Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi,yaitu
kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
13

mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot


rahim berkontraksi.
a. Secara kimia atau medicinal/farmakologis
1) Prostaglandin E2 (PGE2)
PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat
dimasukkan intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini
yang digunakan secara lokal akan menyebabkan pelonggaran
kolagen serviks dan peningkatan kandungan air di dalam jaringan
serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan
merelaksasikan serabut otot serviks, sehingga mematangkan serviks.
PGE2 ini pada umumnya digunakan untuk mematangkan serviks
pada wanita dengan nilai bishop <5 dan digunakan untuk induksi
persalinan pada wanita yang nilai bishopnya antara 5-7 (Sinclair,
2010, Llewellyn, 2002).
Bentuk gelnya (prepidil) tersedia dalam suntikan 2,5 ml untuk
pemberian intraserviks berisi 0,5 mg dinoprostone. Ibu dalam posisi
terlentang, ujung suntikan yang belum diisi diletakkan di dalam
serviks, dan gel dimasukkan tepat di bawah os serviks interna.
Setelah pemberian, ibu tetap berbaring selama setidaknya 30 menit.
Dosis dapat diulang setiap 6 jam, dengan maksimum tiga dosis yang
direkomendasikan dalam 24 jam. Cervidil (dinoprostone 10 mg)
jugadiakui untuk pematangan serviks. Bentuknya yang persegi
panjang (berupa wafer polimerik) yang tipis dan datar, yang
dibungkus dalam kantung jala kecil berwarnaputih yang terbuat dari
polyester. Kantungnya memiliki ekor panjang agar mudah untuk
mengambilnya dari vagina. pemasukannya memungkinkan
dilepaskannya obat 0,3 mg/jam (lebih lambat dari pada bentuk gel)
(Cunningham, 2013).
Cervidil digunakan dalam dosis tunggal yang diletakkan
melintang pada forniks posterior vagina. Pelumas harus digunakan
14

sedikit, atau tidak sama sekali, saat pemasukan. Pelumas yang


berlebihan dapat menutupi dan mencegah pelepasan dinoprostone.
Setelah pemasukan, ibu harus tetap berbaring setidaknya 2 jam. Obat
ini kemudian dikeluarkan setelah 12 jam atau ketika persalinan aktif
mulai terjadi. Cervidil ini dapat dikeluarkan jika terjadi
hiperstimulasi. (American College of Obstetricians and
Gynecologists, 1999) merekomendasikan agar pemantauan janin
secara elektronik digunakan selama cervidil digunakan dan
sekurang-kurangnya selama 15 menit setelah dikeluarkan (Sinclair,
2010, Cunningham, 2013).
Efek samping setelah pemberian prostaglandin E2 pervaginam
adalah peningkatan aktivitas uterus, menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (1999) mendeskripsikannya sebagai
berikut:
a) Takisistol uterus diartikan sebagai ≥6 kontraksi dalam periode
10menit.
b) Hipertoni uterus dideskripsikan sebagai kontraksi tunggal yang
berlangsung lebih lama dari 2 menit. Hiperstimulasi uterus jika
salah satu kondisi menyebabkan pola denyut jantung janin yang
meresahkan.
Karena hiperstimulasi yang dapat menyebabkan masalah bagi
janin bisa berkembang jika prostaglandin diberikan sebelum adanya
persalinan spontan, maka penggunaannya tidak direkomendasikan.
Kontraindikasi untuk agen prostaglandin secara umum meliputi
asma, glaucoma, peningkatan tekanan intra-okular. (Sinclair, 2010,
Cunningham, 2013)
2) Prostaglandin E1 (PGE1)
Misoprostol atau cytotec adalah PGE1 sintetik, diakui sebagai tablet
100 atau 200 μg. Obat ini telah digunakan secara off label (luas)
untuk pematangan serviks prainduksi dan dapat diberikan per oral
15

atau per vagina. Tablet ini lebih murah daripada PGE2dan stabil
pada suhu ruangan. Sekarang ini, prostaglandin E1 merupakan
prostaglandin pilihan untuk induksi persalinan atau aborsi pada
Parkland Hospital dan Birmingham Hospital di University of
Alabama. (Sinclair, 2010, Cunningham, 2013) Misoprostol oral
maupun vagina dapat digunakan untuk pematangan serviks atau
induksi persalinan. Dosis yang digunakan 25 – 50 μg dan
ditempatkan di dalam forniks posterior vagina. 100 μg misoprostol
per oral atau 25 μg misoprostol per vagina memiliki manfaat yang
serupa dengan oksitosin intravena untuk induksi persalinan pada
perempuan saat atau mendekati cukup bulan, baik dengan rupture
membrane kurang bulan maupun serviks yangbaik. Misoprostol
dapat dikaitkan dengan peningkatan angka hiperstimulasi, dan
dihubungkan dengan rupture uterus pada wanita yang memiliki
riwayat menjalani seksio sesaria. Selain itu induksi dengan PGE1,
mungkin terbukti tidak efektif dan memerlukan augmentasi lebih
lanjut dengan oksitosin, dengan catatan jangan berikan oksitosin
dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol. Karena itu, terdapat
pertimbangan mengenai risiko, biaya, dan kemudahan pemberian
kedua obat, namun keduanya cocok untuk induksi persalinan. Pada
augmentasi persalinan, hasil dari penelitian awal menunjukkan
bahwa misoprostol oral 75 μg yang diberikan dengan interval 4 jam
untuk maksimum dua dosis, aman dan efektif (Saifuddin, 2002,
Cunningham, 2013).
3) Pemberian oksitosin intravena
Tujuan induksi atau augmentasi adalah untuk menghasilkan
aktifitas uterus yang cukup untuk menghasilkan perubahan serviks
dan penurunan janin. Sejumlah regimen oksitosin untuk stimulasi
persalinan direkomendasikan oleh American College of
Obstetricians and Gynecologists (1999a).
16

Oksitosin diberikan dengan menggunakan protokol dosis


rendah (1 – 4 mU/menit) atau dosis tinggi (6 – 40 Universitas
Sumatera UtaramU/menit), awalnya hanya variasi protokol dosis
rendah yang digunakan di Amerika Serikat, kemudian dilakukan
percobaan dengan membandingkan dosis tinggi, dan hasilnya kedua
regimen tersebut tetap digunakan untuk induksi dan augmentasi
persalinan karena tidak ada regimen yang lebih baik dari pada terapi
yang lain untuk memperpendek waktu persalinan (Cunningham,
2013).
Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat
terjadi dari hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat pula
terjadi,lebih-lebih pada multipara. Untuk itu senantiasa lakukan
observasi yang ketat pada ibu yang mendapat oksitosin. Dosis efektif
oksitosin bervariasi, kecepatan infus oksitosin untuk induksi
persalinan dapat, yaitu:
Berbagai Regimen Oksitosin Dosis Rendah dan Tinggi:
Regimen Dosis awal (mU/menit) Penaikan dosis (mU/menit)
Interval (menit) Rendah 0,5 – 1,5 1 15 – 40 2 4,8,12,16,20,25,30 15
Tinggi 4 4 15 4,5 4,5 15 – 30 6 6 20 – 40 nnnn Dublin (tahun
1984) menguraikan protokol untuk penatalaksanaan aktif persalinan
yang menggunakan oksitosin dosis awal dan tambahan 6 mU/menit.
Dan di Parkland Hospital, Satin, dkk (1992) mengevaluasi regimen
oksitosin dengan dosis tersebut, peningkatan dengan interval 20
menit jika diperlukan, menghasilkan rata-rata waktu masuk ke
persalinan yang lebih singkat, lebih sedikit induksi yang gagal, dan
tidak ada kasus sepsis neonatus.
Dan dengan percobaan pada sampel yang berbeda, mereka
yang mendapat regimen 6 mU/menit memiliki durasi waktu
persalinan yang lebih singkat, persalinan forseps yang lebih sedikit,
pelahiran caesar karena distosia yang lebih sedikit, dan menurunnya
17

korioamnionitis intrapartum atau sepsis neonatorum. Dengan


demikian, manfaat yang lebih banyak didapatkan dengan
memberikan regimen dosis yang lebih tinggi dibandingkan dosis
yang lebih rendah.
Di Parkland hospital penggunaan regimen oksitosin dengan
dosis awal dan tambahan 6 mU/menit secara rutin telah dilakukan
hingga saat ini. Sedangkan di Birmingham Hospital di University
Alabama memulai oksitosin dengan dosis 2 mU/menit dan
menaikkannya sesuai kebutuhan setiap 15 menit yaitu menjadi 4, 8,
12, 16, 20, 25, dan 30 mU/menit. Walaupun regimen yang pertama
tampaknya sangat berbeda, jika tidak ada aktifitas uterus, kedua
regimen tersebut mengalirkan 12 mU/menit selama 45 menit ke
dalam infuse (Cunningham, 2013).
4) Kecepatan Infus Oksitosin untuk Induksi Persalinan
Waktu sejak induksi (jam) Konsentrasi oksitosin Tetes per menit
Dosis (mIU/menit)Volume infus Total volume infus 0,0 2,5 unit
dalam 500 ml dekstrose atau garam fisiologi (5mIU/ml) 10 3 0 0 0,5
Sama 20 5 15 15 1,0 Sama 30 8 30 45 1,5 Sama 40 10 45 90 2,0
Sama 50 13 60 150 2,5 Sama 60 15 75 225 3,0 5 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam fisiologi (10 mIU/ml) 30 15 90 315
Universitas Sumatera Utara 3,5 sama 40 20 45 360 4,0 sama 50 25
60 420 4,5 Sama 60 30 75 495 5,0 10 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (20 mIU/ml) 30 30 90 585 5,5 sama 40 40 45
630 6,0 Sama 50 50 60 690 6,5 Sama 60 60 75 765 7,0 sama 60 60
90 855 Jika setelah mengikuti protokol berdasarkan tabel di atas
tetap belum terbentuk pola kontraksi yang baik dengan penggunaan
konsentrasi oksitosin yang tinggi maka pada multigravida induksi
dinyatakan gagal, dan lahirkan janin dengan section caesar. Pada
primigravida dapat diberikan infuse oksitosin konsentrasi tinggi (10
unit dalam 500 ml) sesuai dengan protokol.
18

5) Kecepatan Infus Oksitosin Lanjutan untuk Induksi Persalinan


Pada primigravida waktu sejak induksi (jam) Konsentrasi oksitosin
Tetes per menit Dosis (mIU/menit) Volume infus Total volume infus
0,0 2,5 unit dalam 500 ml dekstrose atau garam fisiologi (5mIU/ml)
15 4 0 0 0,5 sama 30 8 23 23 1.0 Sama 45 11 45 68 1,5 sama 60 15
58 135 2,0 5 unit dalam 500 ml dekstrose atau garam 30 15 90 225
Universitas Sumatera Utarafisiologi (10 mIU/ml) 2,5 sama 45 23 45
270 3,0 Sama 60 30 68 338 3,5 10 unit dalam 500 ml dekstrose atau
garam fisiologik (20 mIU/ml) 30 30 90 428 4,0 sama 45 45 45 473
4,5 Sama 60 60 68 540 5,0 Sama 60 60 90 630. Jika masih tidak
terbentuk kontraksi yang baik pada dosis maksimal, lahirkanlah
janin melalui sectio caesar. Dalam pemberian infuse oksitosin,
selama pemberian ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
petugas kesehatan yaitu:
a) Observasi ibu selama mendapatkan infuse oksitosin secara
cermat.
b) Jika infuse oksitosin menghasilkan pola persalinan yang baik,
pertahankan kecepatan infuse yang sama sampai pelahiran.
c) Ibu yang mendapat oksitosin tidak boleh ditinggal sendiri
d) Jangan menggunakan oksitosin 10 unit dalam 500 ml (20
mIU/ml) pada
e) multigravida dan pada ibu dengan riwayat section caesar.
f) Peningkatan kecepatan infus oksitosin dilakukan hanya sampai
terbentuk pola kontraksi yang baik, kemudian pertahankan infus
pada kecepatan tersebut (Saifuddin, 2002).
b. Secara mekanis atau tindakan
1) Kateter Transservikal (Kateter Foley)
Kateter foleymerupakan alternatif yang efektif disamping
pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi
persalinan. Akan tetapi tindakan ini tidak boleh digunakan pada ibu
19

yang mengalami servisitis, vaginitis, Universitas Sumatera


Utarapecah ketuban, dan terdapat riwayat perdarahan. Kateter foley
diletakkan atau dipasang melalui kanalis servikalis (os seviksinterna)
di dalam segmen bawah uterus (dapat diisi sampai 100 ml). tekanan
kearah bawah yang diciptakan dengan menempelkan kateter pada
paha dapat menyebabkan pematangan serviks.
Modifikasi cara ini, yang disebut dengan extra-amnionic saline
infusion (EASI), cara ini terdiri dari infuse salin kontinu melalui
kateter ke dalam ruang antara os serviks interna dan membran
plasenta. Teknik ini telah dilaporkan memberikan perbaikan yang
signifikan pada skor bishop dan mengurangi waktu induksi ke
persalinan (Cunningham, 2013).
Penempatan kateter, dengan atau tanpa infuse salin yang
kontinu, menghasilkan perbaikan favorabilityserviks dan sering kali
menstimulasi kontraksi (Sherman dkk.1996). Merangkum hasil dari
13 percobaan dengan metode ini menghasilkan peningkatan yang
cepat pada skor bishop dan persalinan yang lebih singkat (Chung
dkk. 2003).
Secara acak mengikut sertakan 135 wanita untuk menjalani
teknik induksi persalinan dengan kateter foleyekstra amnion dengan
inflasi balon sampai 30 ml juga menghasilkan waktu rata-rata
induksi ke pelahiran memendek secara nyata. Dan Levy dkk. (2004)
melaporkan bahwa penggunaan balon kateter foley transservikal 80
mllebih efektif untuk pematangan serviks dan induksi dari pada yang
30 ml (Cunningham, 2013).
Adapun teknik pemasangan kateter foley yaitu sebagai berikut:
a) Pasang speculum pada vagina
b) Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui servik dengan
menggunakan cunam tampon.
c) Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum.
20

d) Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air


Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina.
e) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus
atau maksimal 12 jam.
f) Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan
kemudian lanjutkan dengan infuse oksitosin (Saifuddin, 2002).
2) Dilator Servikal Higroskopik (Batang Laminaria)
Dilatasi serviks dapat juga di timbulkan menggunakan dilator serviks
osmotik higroskopik. Teknik yang dilakukan yakni dengan batang
laminaria dan pada keadaan dimana serviks masih belum membuka.
Dilator mekanik ini telah lama berhasil digunakan jika dimasukkan
sebelum terminasi kehamilan, tetapi kini alat ini juga digunakan
untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan. Pemasangan
laminaria dalam kanalis servikalis dan dibiarkan selama 12-18 jam,
kemudian jika perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin.
(Cunningham, 2013)
3) Stripping membrane
Yang dimaksud dengan stripping membrane yaitu cara atau teknik
melepaskan atau mamisahkan selaput kantong ketuban dari segmen
bawah uterus. Induksi persalinan dengan “stripping” membrane
merupakan praktik yang umum dan aman serta mengurangi insiden
kehamilan lebih bulan. Stripping dapat dilakukan dengan cara
manual yakni dengan jari tengah atau telunjuk dimasukkan dalam
kanalis servikalis. (Cunningham, 2013)
4) Induksi Amniotomi
Ruptur membrane artifisial atauterkadang disebut dengan
induksi pembedahan, teknik ini dapat digunakanuntuk menginduksi
persalinan. Pemecahan ketuban buatan memicu pelepasan
prostaglandin. Amniotomi dapat dilakukan sejak awal sebagai
tindakan induksi, dengan atau tanpa oksitosin. Pada uji acak, Bacos
21

dan Backstrom (1987) menemukan bahwa amniotomi saja atau


kombinasi dengan oksitosin lebih baik dari pada oksitosin saja.
Induksi persalinan secara bedah (amniotomi) lebih efektif jika
keadaan serviks baik (skor Bishop> 5).
Pada dilatasi serviks sekitar 5 cm akan mempercepat
persalinan spontan selama 1 sampai 2 jam, bahkan Mercer dkk.
(1995) dalam penelitian acak dari 209 perempuan yang menjalani
induksi persalinan baik itu amniotomi dini pada dilatasi 1-2 cm
ataupun amniotomi lanjut pada dilatasi 5 cmdidapatkan awitan
persalinan yang lebih singkat yakni 4 jam (Cunningham, 2013;
Sinclair, 2010).
Namun ada komplikasi atau resiko yang dapat timbul setelah
dilakukan amniotomi yakni: sekitar 0,5 % terjadi prolaps tali pusat,
infeksi (jika jangka waktu antara induksi-persalinan > 24 jam),
perdarahan ringan, perdarahan post partum (resiko relatif 2 kali
dibandingkan dengan tanpa induksi persalinan), hiperbilirubinemia
neonatus (bilirubin > 250 μmol/l) (Llewellyn, 2002).
5) Stimulasi putting susu
Untuk stimulasi payudara gunakan pedoman CST dan pantau DJJ
dengan auskultasi atau pemantauan janin dengan cardiotografi.
Observasi adanya hiperstimulasi pada uterus. (Varney, 2002)
6) Hubungan seksual
Hanya dilakukan apabila ketuban dalam keadaan utuh. Orgasme
pada wanita akan menyebabkan kontraksi uterus. semen atau sperma
mengandung prostaglandin, sehingga dapat pula merangsang
kontraksi. (Varney, 2002)
7. Indikasi Induksi Persalinan :
a. KPD
b. Kehamilan Lewat Waktu
c. Oligohidramnion
22

d. Korioamnionitis
e. Preeklampsi
f. Hipertensi Gestasional
g. Insufisiensi Plasenta
h. Iufd dan PJT
i. Perdarahan Antepartum
j. Umbilical Abnormal Arteri
k. Doppler
8. Persyaratan Induksi Persalinan
a. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).
b. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah
mendaftardan menipis.
c. Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat kelainan letak janin.
d. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul.
9. Cara Mekanis Atautindakan
a. Kateter Transservikal (Kateter Foley)
b. Dilator Servikal Higroskopik
c. (Batang Laminaria)
d. Stripping membrane
e. Induksi Amniotomi
f. Stimulasi putting susu
g. Hubungan seksual
10. Cara Farmakologi atau Medisinal
a. Prostaglandin E2(PGE2)
b. Protaglandin E1(PGE1)
c. Donor Nitrit Oksida
d. Induksi Oksitosin Intravena
23

C. Ananchepalus
1. Pengertian
Annencephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang
tengkorak dan otak tidak terbentuk. Ancephalus adalah suatu kelainan
tabung saraf (suatu kelainan yang terjadi pada awal perkembangan janin
yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak dan korda
spinalis).
Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup,
tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui. penelitian menunjukkan
kemungkinan anensefalus berhubungan dengan racun di lingkungan juga
kadar asam folat yang rendah dalam darah.
Anencephalus adalah kerusakan jaringan saraf pada janin sehingga
pembentukan tulang pelindung otak terganggu. Anencephaly biasanya
terjadi 23 dan 26 hari usia kehamilan.
2. Etiologi
Kebanyakan bayi yang lahir dengan kelainan bawaan memiliki orang
tua yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun factor
resiko. Sebanyak 60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak
diketahui, sisanya disebabkan oleh factor lingkungan atau genetic atau
kombinasi dari keduanya. Kelainan struktur atau kelainan metabolisme
terjadi akibat : hilangnya bagian tubuh tertentu, kelainan pembentukan
bagian tubuh tertentu, serta kelainan bawaan pada kimia tubuh. Kelainan
metabolisme biasanya berupa hilangnya enzim atau tidak sempurnanya
pembentukan enzim. Penyebab lain dari kelainan bawaan adalah
pemakaian alcohol oleh ibu hamil. Pemakaian alcohol oleh ibu hamil bisa
menyebabkan sindroma alcohol pada janin dan obat-obat tertentu yang
diminum oleh ibu hamil juga bisa menyebabkan kelainan bawaan.
Penyakit Rh, terjadi jika ibu dan bayi memiliki factor Rh yang berbeda
juga dapat meningkatkan kejadian kelainan bawaan pada bayi baru lahir.
24

Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup,


tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui. Penelitian menunjukkan
kemungkinan anensefalus berhubungan dengan racun di lingkungan, juga
kadar asam folat yang rendah dalam darah. Anensefalus ditemukan pada
3,6-4,6 dari 10.000 bayi baru lahir. Resiko terjadinya anensefalus bisa
dikurangi dengan cara meningkatkan asupan asam folat minimal 3 bulan
sebelum hamil dan selama kehamilan bulan pertama. Beberapa factor yang
dapat menyebabkan meningkatnya resiko kelainan bawaan:
1. Faktor teratogenik
Teratogen adalah setiap factor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan
racun merupakan teratogen. Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan
teratogen. Beberapa infeksi selama kehamilan yang dapat menyebabkan
sejumlah kelainan bawaan sindroma rubella congenital, infeksi
toksoplasmosis pada ibu hamil, infeksi virus herpes genitalis pada ibu
hamil, serta sindroma varicella congenital
2. Faktor gizi
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat.
Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina
bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa
terjadi sebelum wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita
subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400
mikrogram/hari.

3. Faktor fisik pada rahim


Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga
merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang
abnormal, yang bisa menyebabkan atau menunjukkan kelainan bawaan.
Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa memperngaruhi pertumbuhan
paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya
25

kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih.


Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan
menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat misalnya
anensefalus atau atresia esophagus.
4. Faktor genetic dan kromosom
Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang
diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang
tua. Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam
kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika satu gen hilang atau
cacat, bisa terjadi kelainan bawaan. Kelainan pada jumlah ataupun
susunan kromosom juga bisa menyebabkan kelainan bawaan. Suatu
kesalahan yang terjadi selama pembentukan sel telur atau sperma bisa
menyebabkan bayi terlahir dengan kromosom yang terlalu banyak atau
sedikit, atau bayi terlahir dengan kromosom yang telah mengalami
kerusakan. Semakin tua seorang wanita ketika hamil terutama diatas 35
tahun maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan kromosom
pada janin yang dikandungnya. Kelainan bawaan yang lainnya
disebabkan oleh mutasi genetic (perubahan pada gen yang bersifat
spontan dan tidak dapat dijelaskan).
3. Patofisiologi
Anencephaly tergolong rumpun cacat bumbung saraf atau neural
tube defect (NTD). Cacat bumbung saraf ini merupakan cacat bawaan
pada pembentukan yang terjadi antara 20 sampai 28 hari setelah
pembuahaan sel telur (Sadler 1998). Sel-sel plat saraf (neural plate)
membentuk sistim saraf pada janin. Pada pertumbuhan yang normal, sel-
sel tersebut saling melipat satu sama lainnya untuk membentuk yang
dinamakan bumbung atau tabung saraf (neural tube), yang selanjutnya
membentuk menjadi tulang punggung dan urat sarafnya. Setelah beberapa
transformasi (perubahan bentuk), kutup utama (superior pole) akhirnya
26

terbentuk menjadi otak. Pada kasus NTD, bumbung saraf ini gagal
menutup secara sempurna.
Anencephaly terjadi bila ujung tabung saraf ini gagal menutup. Janin
dengan penyakit ini terlahir tanpa kulit kepala atau cerebellum. Juga tanpa
meninges, kedua belah hemisphere otak dan tempurung kepala (vault of
cranium), akan tetapi bagian dari batang otak biasanya tetap ada. Sisa
jaringan otak terlindung oleh selaput yang tipis saja. Kemungkinan
bayinya buta dan tidak ada pergerakan reflek atau hanya beberapa saja
yang berfungsi. Kira-kira ¼ bayi anencephaly meninggal pada saat dia
dilahirkan, sedangkan yang selamat pada saat dilahirkan dapat bertahan
hidup selama beberapa jam atau beberapa hari (Jaquier 2006).
4. Faktor Resiko
a. Faktor ibu usia resiko tinggi
b. Riwayat anencephalus pada kehamilan sebelumnya
c. Hamil dengan kadar asam folat rendah
d. Fenilketonuria pada ibu yang tidak terkontrol
e. Kekurangan gizi (malnutrisi)
f. Mengonsumsi alkohol selama masa kehamilan.
5. Tanda dan Gejala
a. Ibu
Polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak)
b. Bayi
1) Tidak memiliki tulang tengkorak
2) Tidak memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum)
3) Kelainan pada gambaran wajah
4) Kelainan jantung
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar asam lemak dalam serum ibu hamil
b. Amniosentesis (untuk mengetahui adanya peningkatan kadar alfa-
fetoprotein)
27

c. Kadar alfa-fetoprotein meningkat (menunjukkan adanya kelainan


tabung saraf)
d. Kadar estriol pada air kemih ibu
e. USG
7. Pemeriksaan anak dengan Ancephalus akibat stenosis akueduktus. Riwayat
prematuritas masa lalu dengan perdarahan intrakranial,
meningitis/ensefalitis adalah penting untuk pemastian. Bintik cafe-au-lait
multipel dan tanda klinis neutrofil bromatosis lain mengarah pada stenosis
akueduktus sebagai penyebab Ancephalus. Pemeriksaan meliputi infeksi
yang cermat, palpasi dan auskulatasi kepala dan spina. Terapi, terapi untuk
Ancephalus tergantung pada penyebabnya.
8. Diagnosa
Pada palpasi tidak dapat ditentukan dimana letaknya kepala, kedua ujung
badan lunak, tekanan pada tengkorak waktu toucher menyebabkan gerakan
yang tak beraturan dan bunyi jantung menjadi lambat.
a. Diagnosis antenatal
Diagnosa antenatal umumnya bila ibu hamil dengan faktor resiko
kelainan kongenital.
b. Diagnosa postnatal
Diagnosis postnatal bila kelainan kongenital sudah positif ditemukan.
Seorang spesialis dengan alat USG yang resolusinya tinggi, dapat
mendeteksi anencephaly pada umur kehamilan 10 minggu. Dalam keadaan
kurang menguntungkan, anencephaly baru dapat diketahui atau diduga
pada umur kehamilan 16 minggu. Tingkat AFP dapat diukur melalui
maternal serum screening (tes darah ibu). Kalau tingkat AFPnya tinggi,
maka ada kemungkinan janin menderita kelainan NTD. Pemeriksaan lebih
lanjut perlu dilakukan (USG atau amniocentesis) untuk memastikan
adanya masalah.
Scan mesti dilakukan diantara kehamilan 15 sampai 20 minggu,
paling tepat pada minggu ke-16. Anencephaly adalah kelainan yang dapat
28

dilihat dengan alat USG dengan sangat mudah. Jika seorang dokter yang
ahli melakukan scan pada umur kehamilan 16 minggu dan ternyata hasil
diagnosenya anencephaly, maka kemungkinan salah diagnose sangat kecil.
Sementara tes darah ibu yang hasil tingkat AFPnya tinggi hanya
menunjukkan bahwa ada risiko lebih tinggi bahwa bayinya memiliki
Trisomy 21 atau 18, atau NTD. Kebanyakan hasil tes darah ibu yang
tingkat AFPnya tinggi, ternyata tetap melahirkan bayi yang sehat. Ini
menunjukkan bahwa tes darah saja tidak cukup bukti, sebaiknya
melakukan tes-tes lebih lanjut untuk memastikan apakah bayi Anda
menderita salah satu kelainan tersebut diatas.
Kehamilan dengan bayi anencephaly tidak ada pengaruh apa-apa.
Akan tetapi, pada sekitar 25% wanita yang mengandung anak
anencephaly, mengalami polyhydramnios atau kelebihan air ketuban. Hal
ini terjadi, karena reflek untuk menelan pada si bayi, kadang-kadang tidak
berfungsi, sehingga dia tidak dapat menelan air ketuban seperti halnya
dilakukan bayi biasa. Kalau volume air ketuban sangat kelebihan, akan
mengakibatkan perasaan tidak nyaman bagi sang ibu. Ada kemungkinan
bayinya lahir premature atau air ketuban pecah. Untuk mengurangi
kelebihan air ketuban, seorang dokter dapat melakukan amniocentesis. Air
ketuban di sedot dengan syringe, sehingga sang ibu merasa lebih lega.
Tubuh sang bayi sama sekali tidak terpengaruh. Akan tetapi
tempurung kepalanya (vault of cranium) tidak ada mulai dari alis mata ke
atas. Separuh dari bagian belakang kepala biasanya tertutup kulit dan
rambut. Jaringan saraf berwarna merah tua hanya tertutup oleh selaput
yang tipis muncul pada bagian atas kepala yang dalam keadaan terbuka.
Besarnya “lobang” ini berbeda-beda dari satu bayi ke bayi lainnya. Ada
kemungkinan bola mata bayi agak menonjol keluar, diakibatkan oleh
karena kelainan bentuk tengkorak bagian mata, sehingga ucap kali bayi
anencephaly dapat julukan mirip “kodok”.
29

9. Bayi Anencephal
Dokter akan mengatakan bahwa anencephaly tidak dapat melihat,
mendengar, merasakan rasa sakit, bahwa ia sekedar hidup saja. Akan
tetapi, pernyataan ini sering tidak sesuai dengan pengalaman keluarga
yang pernah mengurus bayi anencephaly. Bagian otak yang terpengaruh
kecacatannya itu berbeda-beda dari satu bayi ke bayi yang lainnya.
Jaringan otak dapat berkembang pada tahap berbeda-beda. Ada bayi yang
bisa menelan, minum, menangis, mendengar, merasakan vibrasi (suara
yang keras) dan ada reaksinya kalau disentuh dan bahkan berreaksi pada
sinar. Tetapi yang paling penting, mereka memberi tanggapan terhadap
kasih sayang. Seseorang tidak memerlukan sebuah otak yang lengkap
untuk dapat merasakan kasih sayang yang diperlukan hanya sebuah hati.
Pada kehamilan yang pada umumnya, kelenjar di bawah otak
(pituitary gland) dan suprarenals atau kelenjar ginjal sang bayi yang
membantu merangsang proses persalinan. Pada bayi anencephaly kelenjar
di bawah otak dan kelenjar ginjal ini tidak ada, atau terhambat
pertumbuhannya, sehingga gejala-gejala akan melahirkan sering tidak
muncul dengan sendirinya. Hal ini bisa mengakibatkan ibunya meminta
perangsang persalinan pada masa kehamilannya sudah genap. Berhubung
bayi tidak memiliki tempurung kepala, pada saat melahirkan penting agar
air ketuban tidak pecah selama memungkinkan, sehingga leher rahim bisa
membuka dengan tekanan air ketuban. Kalau air ketuban tidak pecah,
proses melahirkan seorang bayi anencephaly hampir sama dan sama
lamanya dengan halnya kelahiran bayi normal. Hasil pengalaman
menunjukkan, bahwa kalau air ketuban sengaja dipecahkan, maka
kemungkinan bayinya lahir dalam keadaan hidup menurun drastis (Jaquier
2006). Pengaruh Anencephalus pada Persalinan
a. Sering menimbulkan kehamilan serotinus.
b. Biasanya disertai hidramnion.
c. Anak sering lahir dengan letak muka.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PATOLOGIS
Ny.S UMUR 29 TAHUN G1P0A0 UMUR KEHAMILAN 41 MINGGU
DENGAN ANANSEPHAL DAN POSTERM DI RUANG VK
RSUD BANYUMAS

I. PENGKAJIAN DATA
Hari / Tanggal : Sabtu , 2 Mei 2015
Jam : 09.30 WIB
A. SUBYEKTIF
1. IDENTITAS
KLIEN SUAMI
Nama : Ny.S Tn.S
Umur : 29 Tahun 30 Tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMP SMA
Pekerjaan : IRT Wiraswasta
Alamat : Kedawung 4/5 kroya Kedawung 4/5 kroya
No Telp : 083863 xxxxx 08224372xxxx

2. Alasan datang
Ibu mengatakan datang kiriman dari poli kandungan dengan hasil USG
hamil anancephal dan posterm.
3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan belum merasa kenceng – kenceng / kontraksi, dan
belum mengeluarkan cairan dari vagina.
4. Riwayat Menstruasi
Menarche umur : 14 tahun

31
32

Siklus : 30 hari teratur


Lama : 7 hari
Volume : Pada hari 1 dan 2 ganti pembalut 3 x sehari, dan
hari selanjutnya 2 kali ganti pembalut.
Warna Darah : Merah Kehitaman
Keluhan (Fluor albus, disminore) : Ibu mengatakan tidak ada keluhan.
5. Riwayat kehamilan sekarang
a. Riwayat kehmailan sekarang
G1P0A0
HPHT : 18 Juli 2014
HPL : 25 April 2015
UK : 41 Minggu
b. Kehamilan Trimester I
Tanggal PP Test : 5 September 2014
Hasil : Positif
Dilakukan Oleh : Bidan
Keluhan : Mual muntah
Penkes yang di dapat : Makan sedikit tapi sering
Penggunaan obat – obatan dan jamu – jamuan : ibu mengatakan
tidak mengkonsumsi obat – obatan dan jamu – jamuan.
c. Kehamilan Trimester II
Frekuensi pemeriksaan : 4 kali
Mulainya gerakan janin : Usia kehamilan 16 minggu
Keluhan yang dirasakan : Tidak ada
Penkes yang didapat : Mengkonsumsi tablet tambah darah
Imunisasi TT : TT lengkap ( 3x)
d. Kehamilan Trimester III
Frekuensi Pemeriksaan : 6 kali
Pergerakan janin dalam 12 jam terakhir : lebih dari 10 kali
Keluhan yang di rasakan : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
33

Penkes yang di dapat : Persiapan persalinan


6. Riwayat kesehatan
a. Dahulu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular
(Hepatitis, TBC, HIV/AIDS), menurun (Asma, Hipertensi, DM),
menahun (Jantung, Hati, Ginjal).
b. Sekarang
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular
(Hepatitis, TBC, HIV/AIDS), menurun (Asma, Hipertensi, DM),
menahun (Jantung, Hati, Ginjal).
c. Penyakit Reproduksi
Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit reproduksi (Kanker
Serviks, Tumor, Kista Ovari, dan lain-lain).
7. Riwayat Perkawinan
Usia menikah : 27 Tahun
Pernikahan ke- :1
Status pernikahan : Syah menurut hukum dan agama
Lama Pernikahan : 2 Tahun
8. Riwayat Kontrasepsi yang digunakan
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi jenis
apapun.
9. Pola Kemenuhan Kebutuhan Sehari – hari
a. Diet / makanan
Sebelum hamil
Makan : Ibu mengatakn makan 3 x sehari, porsi sedang (nasi,
lauk, sayur)
Minum : ± 8 gelas/hari air putih
Keluhan : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
Pantangan : Ibu mengatakan tidak ada pantangan sebelum hamil
34

Selama hamil
Makan : Ibu mengatakan makan 3 x sehari, porsi sedang (nasi
lauk, sayur)
Minum : 8 – 9 gelas / hari air putih
b. Pola eliminasi
Sebelum hamil
BAB : Ibu mengatakan BAB 1 x sehari, konsistensi lunak,
warna kuning kehitaman, bau khas
BAK : 5 – 6 kali sehari, konsistensi cair warna kuning jernih
bau khas
Keluhan : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
Selama hamil
BAB Terakhir : Jam 05.00 WIB
BAK Terakhir : Jam 11.30 WIB (Tidak Terpasang DC)
Keluhan : Tidak ada
c. Aktifitas sehari – hari
1) Pola Istirahat dan tidur
Sebelum hamil
Ibu mengatakan tidur sehari 8 jam (pukul 21.00 – 05.00 wib)
Keluhan : ibu mengatakan tidak ada keluhan
Selama hamil
Ibu mengatakan kurang istirahat
Keluhan : ibu mengatakan tidak ada keluhan
2) Seksualitas
Sebelum hamil
Ibu mengatakan melakukan hubungan seksual sebelum hamil
3 x seminggu
Keluhan : ibu mengatakan tidak ada keluhan
Selama hamil
35

Ibu mengatakan melakukan hubungan seksual selama hamil 2 x


seminggu
Keluhan : ibu mengatakan tidak ada keluhan

3) Pekerjaan
Sebelum hamil
Ibu mengatakan sebagai ibu rumah tangga dengan pekerjaan
menyapu, mencuci dan memasak
Selama hamil
Ibu mengatakan sebagai ibu rumah tangga dengan pekerjaan
menyapu, mencuci dan memasak di bantu oleh suami dan
keluarga
4) Personal hygiene
Sebelum hamil
Ibu mengatakan mandi dua kali sehari, ganti celana dalam 2 kali
sehari, sikat gigi 2 kali sehari, ganti pakaian 2 kali sehari,
keramas 3 kali seminggu.
Selama hamil
Ibu mengatakan mandi dua kali sehari, ganti celana dalam 2 kali
sehari, sikat gigi 2 kali sehari, ganti pakaian 2 kali sehari,
keramas 3 kali seminggu.
10. Riwayat Psikososial
a. Rencana Kehamilan dan Persalinan
Ibu mengatakan kehamilan ini di rencanakan dan diinginkan
b. Kepercayaan yang berhubungan dengan kehamilan
Ibu mengatakan sering membawa gunting saat keluar rumah
c. Kepercayaan yang berhubungan dengan religi
Ibu mengatakan jika ibu banyak berdo’a ibu akan diberi kemudahan
d. Hubungan ibu dengan orang lain
36

Ibu mengatakan hubungan ibu dengan orang lain dengan tetangga,


suami orang tua baik
e. Ibu mengatakan merasa khawatir dan cemas dalam menghadapi
persalinan

11. Pengetahuan ibu hamil


a. Nutrisi
Ibu mengatakan ibu harus makan teratur 3 kali sehari, makan buah –
buahan dan susu agar ibu dan bayinya sehat
b. Perawatan payudara
Ibu mengatakan belum mengetahui cara perawatan payudara
c. Tanda – tanda persalinan
Ibu mengatakan sudah mengetahui tanda persalinan contohnya
keluar cairan ketuban, mules secara terus menerus
d. Seksualitas
Ibu mengatakan boleh melakukan hubungan seksual seperti biasa
namun dengan mengurangi frekuensi dalam berhubungan dengan
suami.
e. Personal Hygiene
Ibu mengatakan harus rajin membersihkan tubuh ibu

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
j. Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Status emosional : stabil
k. Tanda vital sign
Tekanan darah :120 / 90 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Pernapasan : 23 x/menit
37

Suhu : 35,7 0C
Berat badan saat hamil : 71 kg
Berat badan sebelum hamil : 60 kg
Kenaikan berat badan : 11 kg
Tinggi badan : 160 cm
2. Pemeriksaan Fisik
b. Kepala dan leher
Kepala : bentuk mesocephal, tidak ada massa/ nyeri tekan
Rambut : keriting, hitam, pendek, tidak mudah rontok, tidak
ada ketombe
Muka : tidak oedema, tidak ada cloasma gravidarum, tidak
pucat
Mata
Konjungtiva : pucat / anemis
Sclera : Tidak ikterik
Mulut dan Gigi
Mulut : Sianosis, tidak berbau
Gusi : Tidak berdarah, warna merah
Gigi : Tidak ada karies, tidak berlubang
Bibir : Sianosis
Telinga : simetris, tidak ada serumen, pendengaran baik
Leher
Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran
Kelenjar Tyroid : Tidak ada pembesaran
Vena Jugularis : Tidak ada bendungan
c. Dada
Bentuk : simetris, tidak ada wheezing, tidak ada
retraksi dinding dada
Jantung : Irama teratur, bunyi lup dup
Paru – paru : Tidak ada retraksi dinding dada
38

d. Payudara
Putting susu : menonjol, bersih
Bentuk : bulat simetris
Benjolan : tidak ada masa/benjolan abnormal
Rasa Nyeri : tidak ada
Lain – lain / bekas luka operasi : Tidak ada
e. Ketiak
Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran
b. Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang : lurus
Pinggang ( nyeri ketuk ) : tidak ada
c. Abdomen
Bekas luka operasi : Tidak ada
Hepatomegali : Tidak ada
Splenomegali : Tidak ada
d. Genetalia luar
Varises : Tidak ada
Luka Parut : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Fluor Albus : Tidak ada
e. Anus : Tidak ada hemoroid
f. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Telapak Tangan : Berkeringat, dingin, lembab
Kuku : Pendek, bersih, sianosis (warna
putih)
Kapiler Refil : jika di tekan keembali < 2 detik
Oedema : tidak ada
Varises : tidak ada
Ekstremitas bawah
39

Telapak kaki : dingin, pucat / sianosis


Kuku : bersih, tidak panjang, warna
putih/pucat
Kapiler refill : jika di tekan kembali < 2 detik
Oedema : tidak ada
Varises : tidak ada
Reflek patella : kanan +, kiri +
Sianosis : Tidak ada
g. Pemeriksaan Obstetrik
1) Inspeksi
Payudara : Bentuk simetris, putting susu menonjol, ada
Hiperpigmentasi aerola mamae
Abdomen : Tidak ada bekas luka operasi, ada striae
gravidarum, ada linea nigra
Genetalia : tidak ada varises, tidak ada oedema, tidak ada
pengeluaran darah dari jalan lahir
2) Palpasi
Payudara :Tidak ada benjolan abnormal dan ASI tidak
keluar jika di tekan
Abdomen
Leopold I : TFU 2 jari dibawah px, Bagian fundus teraba
bagian lunak, bulat dan tidak melenting (bokong)
Leopold II : Bagian kanan perut ibu teraba bagian kecil-kecil
(ekstremitas), bagian kiri perut ibu teraba keras,
datar, memanjang (punggung)
Leopold III :Bagian terendah janin teraba lunak, tidak
melenting (kepala) masih bisa di goyangkan
(belum masuk PAP)
Leopold IV : Tidak dilakukan
TFU menurut Mc. Donald : 29 cm
40

TBJ : (29 - 12) x 155= 2635 gram


His : 2x10 menit frekuensi 20-25
detik, lemah , tidak teratur.
3) Auskultasi
Auskultasi DJJ : 150x/menit, teratur, punctum
maksimum di bawah pusat sebelah
kiri
4) Pemeriksaan Dalam
VT : V/U Tenang, dinding vagina licin, serviks kaku, portio
kaku dam tebal, belum ada pembukaan, kepala floating, lendir
darah : negatif.
5) Pemeriksaan penunjang
Tanggal 2 Mei 2015
Hbsag : Negatif
Hb : 11,3 gr%
Protein urin : Negatif
Golongan Darah :B
USG 30/4/2015 : Hamil janin tunggal, Preskep, DJJ (+),
Cairan amnion cukup placenta di corpus uteri anterior, UK 35
minggu dengan kesan Anancephal.

II. INTERPRETASI DATA


a. Diagnosa kebidanan
Ny.S umur 29 tahun G1P0A0 umur kehamilan 41 minggu, janin tunggal,
hidup intra uteri letak memanjang, puki, preskep, dengan Anancephal dan
posterm belum masuk dalam persalinan.
Data dasar
Ds :
- Ibu mengatakan bernama Ny. S umur 29 tahun.
41

- Ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama dan belum pernah


keguguran.
- Ibu mengatakan HPHT 18 juli 2014.
- Ibu mengatakan belum merasa kenceng – kenceng / kontraksi dan
belum mengeluarkan cairan dari vagina.
Do :
Tekanan darah : 120 / 90 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Pernapasan : 23 x/menit
Suhu : 35,7 0C
Berat badan saat hamil : 71 kg
Berat badan sebelum hamil : 60 kg
Kenaikan berat badan : 11 kg
Tinggi badan : 160 cm
Palpasi
Leopold I : TFU 2 jari dibawah px, Bagian fundus teraba
bagian lunak, bulat dan tidak melenting (bokong)
Leopold II : Bagian kanan perut ibu teraba bagian kecil-kecil
(ekstremitas), bagian kiri perut ibu teraba keras, datar,
memanjang (punggung)
Leopold III : Bagian terendah janin teraba lunak, tidak melenting
(kepala) masih bisa di goyangkan (belum masuk PAP)
Leopold IV : Tidak dilakukan
TFU menurut Mc. Donald : 29 cm
TBJ : ( 29 - 12) x 155= 2635 gram
His : 2x 10 menit frekuensi 20-25 detik,
lemah, tidak teratur
Pemeriksaan dalam
VT : V/U Tenang, dinding vagina licin, servik kaku, portio kaku dan
tebal, belum ada pembukaan, kepala floating, lendir darah : negatif
42

Pemeriksaan penunjang
Tanggal 2 Mei 2015
Hbsag : Negatif
Hb : 11,3 gr%
Protein urin : Negatif
Golongan Darah :B
USG 30/4/2015 : Hamil janin tunggal, Preskep, DJJ (+),
Cairan amnion cukup placenta di corpus uteri anterior, UK 35
minggu dengan kesan Anancephal.
b. Masalah
Kecemasan dan kekhawatiran ibu terhadap janinnya
Data dasar ;
Ds :
- ibu mengatakan khawatir dengan kondisi janinnya.
Do :
- Ibu tampak pucat
c. Kebutuhan
Mengatasi kecemasan ibu dengan memberikan suport mental
III. IDENTIFIKASI DAN ANTISIPASI DIAGNOSA POTENSIAL
1. Janin
- Fetal distress
- Kematian Neonatal
2. Ibu
- Perdarahan

IV. TINDAKAN SEGERA


a. Mandiri
Monitor keadaan ibu dan janin meliputi KU, TTV, DJJ, His, dan VT.
b. Kolaborasi
43

Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk dilakukan rencana induksi


persalinan.
c. Merujuk
Tidak ada.

V. PERENCANAAN
Hari/Tanggal : Sabtu, 02 Mei 2015
Pukul : 09.30 WIB
1. Beritahu keadaan ibu dan janin berdasarkan hasil pemeriksaan yang
dilakukan.
2. Berikan support mental pada ibu dan keluarga.
3. Anjurkan ibu untuk memenuhi pola nutrisi.
4. Lakukan Kolaborasi medis dengan dokter Sp.OG dengan hasil akann
dilakukan rencana induksi persalinan.
5. Buat Informed Consent berkaitan dengan akan dilakukannya rencana
induksi persalinan.
6. Monitor keadaan ibu dan janin meliputi KU, TTV, DJJ, His, dan VT.

VI. PELAKSANAAN
Tanggal : 2 Mei 2015
1. Pada pukul 09.30 wib, memberitahu keadaan ibu dan janin berdasarkan
hasil pemeriksaan TD: 120/90 mmhg, N: 90x/menit, RR: 23x/menit, S:
35,7ºC dan belum ada pembukaan.
2. Pada pukul 09.40 wib, memberikan support mental pada ibu dan keluarga
untuk tidak perlu khawatir dan terus berdoa kepada Allah agar persalinan
bisa berjalan.
3. Pada pukul 09.40 wib, menganjurkan ibu untuk memenuhi pola nutrisi
yaitu makan dan minum untuk menambah tenaga saat persalinan.
4. Pada pukul 09.50 wib, melakukan kolaborasi medis dengan dokter Sp.OG
dengan hasil akan dilakukan rencana induksi persalinan.
44

5. Pada pukul 10.00 wib, membuat informed consent yang berkaitan dengan
dilakukannya rencana induksi persalinan.
6. Pada pukul 14.00 wib, mengboservasi keadaan ibu dan janin KU, TTV,
DJJ, His, dan VT.

VII. EVALUASI
Tanggal : 2 Mei 2015
1. Pada pukul 09.30 wib, ibu mengerti tentang hasil pemeriksaan yang
dilakukan.
2. Pada pukul 09.40 wib, ibu sudah merasa tenang dan senantiasa berdo’a
kepada Allah supaya persalinanya berjalan lancar.
3. Pada pukul 09.40 wib, ibu bersedia untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
4. Pada pukul 09.50 wib, kolaborasi dengan dokter Sp.OG sudah dilakukan
dengan hasil pasien akan dilakukan rencana induksi persalinan dengan
Misoprostol 25 mg peroral.
5. Pada pukul 10.00 wib, suami telah menandatangani informed consent dan
mennyatakan setuju akan dilakukannya induksi persalinan.
6. Hasil Observasi

Ring Pembukaan Penurunan


Jam TD S N R DJJ HIS Urin
Bandle Servik Kepala
14.00 110/80 36 84 20 150 - - - - 10cc
45

DATA PERKEMBANGAN I

Hari / Tanggal : Sabtu, 2 Mei 2015


Jam : 14.00 wib
A. SUBJEKTIF
Ibu mengatakan belum merasakan kenceng – kenceng / kontraksi dan belum
ada cairan yang keluar melalui vagina
B. OBJEKTIF
1. KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
Emosional : Stabil
2. Tanda – tanda vital
TD : 110/70 mmhg
N : 80 x /menit
S : 36 º c
Rr : 22 x/menit
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dalam batas normal
4. Pemeriksaan Obstetrik
a. Inspeksi
Genetalia : tidak ada varises, tidak ada oedema, tidak ada
pengeluaran darah dari jalan lahir
b. Palpasi
HIS : 2x10 menit
Frekuensi : 20-25detik
Kekuatan : lemah dan tidak teratur.
c. Auskultasi
DJJ : 134 x/ menit punctum maximum di
d. Pemeriksaan Dalam
46

VT : V/U Tenang, dinding vagina licin, servik kaku, portio


kaku dan tebal, belum ada pembukaan, kepala floating, lendir darah :
negatif, ketuban : utuh
C. ASSESSMENT
Ny. S umur 29 tahun G1P0A0 umur kehamilan 41 minggu dengan
anancephal dan posterm belum dalam persalinan.
D. PLANNING
Hari / Tanggal : Sabtu, 2 Mei 2015
1. Pada pukul 14.30, memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu
baik namun belum ada pembukaan maupun tanda – tanda persalinan
lainnya.
E : Pada pukul 14.30, ibu sudah mengetahui keadaanya.
2. Pada pukul 15.00, mengobservasi KU, TTV, His dan DJJ
E: Pada pukul 15.00, telah dilakukan pemeiksaan dengan hasil Ku : Baik,
TD : 110/70, N: 80 x / menit, S: 36º C, Rr : 20 x / menit, His belum ada,
DJJ : 140x/menit.
3. Pada pukul 18.00, memberikan terapi obat untuk induksi persalinan sesuai
dengan advice dokter untuk memberikan Misoprostol 25mg/oral tab 1
E : Obat telah di berikan dan telah di minum oleh pasien.
4. Pada pukul 00.00 wib, mengevaluasi pembukaan setiap 6 jam.
E : Pada pukul 00.00 wib telah dilakukan evaluasi VT dengan hasil V/U
Tenang, dinding vagina licin, servik kaku, portio kaku dan tebal, belum
ada pembukaan, kepala floating, lendir darah : negatif, ketuban : utuh.
5. Pada pukul 00.00 wib, memberikan terapi obat untuk induksi persalinan
sesuai dengan advice dokter untuk memberikan Misoprostol 25 mg/oral
tab II.
E: Pada pukul 00.00 wib, obat telah di berikan dan telah di minum oleh
pasien.
6. Pada pukul 06.00 wib, mengevaluasi pembukaan setiap 6 jam.
47

E : Pada pukul 06.00 wib telah dilakukan evaluasi VT dengan hasil V/U
Tenang, dinding vagina licin, servik kaku, portio kaku dan tebal, belum
ada pembukaan, kepala floating, lendir darah : negatif, ketuban : utuh.
7. Pada pukul 06.00 wib, memberikan terapi obat untuk insuksi persalinan
sesuai dengan advice dokter untuk memberikan Misoprostol 25 mg/oral
tab III.
E: Pada pukul 06.00 wib, obat telah di berikan dan telah di minum oleh
pasien.
8. Pada pukul 06.00 wib, mendokumentasikan tindakan.
E : Pada pukul 06.00 wib, dokumentasi telah di lakukan.
48

DATA PERKEMBANGAN II
Hari / Tanggal : Minggu , 3 mei 2015
Jam : 07.00 Wib
A. SUBJEKTIF
Pasien mengatakan kenceng – kenceng jarang
B. OBJEKTIF
1. KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
Emosional : Stabil
2. Tanda – tanda vital
TD : 110/80 mmhg
N : 80 x /menit
S : 36 º c
Rr : 22 x/menit
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dalam batas normal
4. Pemeriksaan Obstetrik
a. Inspeksi
Genetalia : tidak ada varises, tidak ada oedema, tidak ada
pengeluaran darah dari jalan lahir
b. Palpasi
HIS : 2x10 menit
frekuensi : 20-25 detik
Kekuatan : Lemah dan tidak teratur.

c. Auskultasi
DJJ : 151 x/ menit
d. Pemeriksaan Dalam
49

VT : V/U Tenang, dinding vagina licin, servik kaku, portio


kaku dan tebal, belum ada pembukaan, kepala floating, lendir darah :
negatif, ketuban : utuh
C. ASSESSMENT
Ny. S umur 29 tahun G1P0A0 umur kehamilan 41 minggu dengan
Anancephal dan Posterm dalam induksi persalinan.
D. PLANNING
Hari / Tanggal : Minggu, 3 Mei 2015
1. Pada pukul 07.30 wib, memberitahu Ibu hasil pemeriksaan bahwa kedaan
baik namun belum ada pembukaan dan tanda – tanda persalinan lainnya.
E: Pada pukul 07.30 wib, ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Pada pukul 08.00 wib, mengobservasi KU, TTV, His dan DJJ.
E: Pada pukul 08.00 wib, Ku : Baik, TD : 110/80, N: 80 x/menit, S: 36º C,
Rr : 22x / menit, His belum ada , DJJ : 151 x/menit.
3. Pada pukul 12.00 wib, memberikan terapi obat untuk induksi persalinan
sesuai dengan advice dokter untuk memberikan Misoprostol 25mg/oral tab
IV.
E: Pada pukul 12.00 wib, obat telah di berikan dan telah di minum oleh
pasien.
4. Pada pukul 16.00 wib, mengevaluasi pembukaan.
E: Pada pukul 16.00 wib, telah dilakukan evaluasi VT dengan hasil V/U
Tenang, dinding vagina licin, servik kaku, portio tebal lunak di belakang,
belum ada pembukaan, kepala floating, lendir darah : negatif, ketuban :
utuh.
5. Pada pukul 16.00 wib, melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk
memberikan kombinasi induksi balon catheter + Aqua 75 cc lanjut
Misoprostol seri ke-2 25mg/ vaginal.
E: Pada pukul 16.00 wib, pemasangan balon catheter+Aqua 75 cc dan
Misoprostol seri ke-2 25mg /vaginal sudah di berikan kepada pasien
melalui vagina.
50

6. Pada pukul 23.00 wib, mengevaluasi Pembukaan.


E: Pada pukul 23.00 wib, balon catheter + Aqua 75 cc lepas, pembukaan 2
– 3 cm, selaput ketuban utuh, porsio tebal lunak di belakang.
7. Pada pukul 24.00 wib, melakukan Kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk
melanjutkan untuk melakukan stimulasi Oxytosin 5 iu, 8 tetes / menit
sampai dengan adekuat dan melakukan Rehidrasi
E: Pada pukul 06.00 wib, rehidrasi selesai dan stimulasi oksitosin 5 iu, 8
tetes/menit.
8. Pada pukul 06.00 wib, melakukan dokumentasi tindakan.
E: Pada pukul 06.00 wib, dokumentasi telah di lakukan.
51

DATA PERKEMBANGAN III


Hari / Tanggal : Senin, 04 Mei 2015
Pukul : 08.00 wib
A. SUBJEKTIF
Pasien mengatakan mulai merasa sering mules – meles
B. OBJEKTIF
1. KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
Emosional : Stabil
2. Tanda – tanda vital
TD : 110/70 mmhg
N : 88 x /menit
S : 36,5 º c
Rr : 20 x/menit
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dalam batas normal
4. Pemeriksaan Obstetrik
a. Inspeksi
Genetalia : tidak ada varises, tidak ada oedema, tidak ada
pengeluaran darah dari jalan lahir
b. Palpasi
His : 2 x dalam 10 menit
Durasi / lama : 30 detik
Kekuatan : Tidak Adekuat
c. Auskultasi
DJJ : 151 x/ menit
d. Pemeriksaan Dalam
VT : V/U dinding vagina licin , portio lunak pembukaan
3-4 cm , lendir darah : positif , selaput ketuban : positif.
52

C. ASSESSMENT
Ny. S umur 29 tahun G1P0A0 umur kehamilan 41+3 minggu dengan
Anancephal dan Posterm dalam stimulasi persalinan
D. PLANNING
Hari / Tanggal : Senin, 04 mei 2015
1. Pada pukul 08.00 wib, memberitahukan Ibu hasil pemeriksaaan bahwa
pembukaan 3 – 4 cm.
E : Pada pukul 08.00 wib, ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Pada pukul 08.00 wib, mengobservasi KU, TTV, His dan DJJ
E: Pada pukul 08.00 wib Ku : Baik, TD : 110/88 mmhg, N: 88 x / menit, S:
36,5º C, Rr: 20x / menit, His 2 x dalam 10 menit durasi 30 detik, kekuatan:
tidak adekuat, DJJ: 140 x/menit
3. Pada pukul 10.00 wib, mengevaluasi pembukaan.
E: Pada pukul 10.00 wib telah dilakukan evaluasi VT dengan hasil V/U
dinding vagina licin, portio tipis, pembukaan 8-9 cm, kepala floating,
lendir darah: positif, ketuban : utuh
4. Pada pukul 10.00 wib, melanjutkan Stimulasi Oxytosin botol ke II 5 iu, 8
tetes permenit
E : Pada pukul 10.00 wib, stimulasi Oxytosin botol II telah diberikan.
5. Pada pukul 10.00 wib, melakukan dokumentasi tindakan.
E : Pada pukul 10.00 wib, dokumentasi telah dilakukan.
6. Pada pukul 11.00 wib, memberitahu ibu hasil pemeriksaan dengan hasil
pemeriksaan TD : 120/90 mmhg, N: 90x/menit, RR:23x/menit, S: 35,7ºC
dan bahwa ibu dalam proses persalinan dengan pembukaan lengkap dan
keadaan ibu dan janin baik.
E : Pada pukul 11.00 wib, ibu sudah mengetahui tentang hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan.
7. Pada pukul 11.00 wib, memberikan dukungan support mental dan spiritual
pada ibu dan keluarga serta menganjurkan ibu dan keluarga untuk berdo’a
sesuai dengan kepercayaan.
53

E : Pada pukul 11.00 wib, dukungan support mental dan spritual telah
dilakukan dan ibu merasa lebih tenang.
8. Pada pukul 12.00 wib, melakukan pijatan/usapan pinggang pada ibu saat
sedang ada his.
E : Pada pukul 12.00 wib, ibu merasakan rileks setelah dilakukan sentuhan
dan rasa sakitnya sedikit berkurang.
9. Pada pukul 13.00 wib, mengajarkan ibu macam-macam posisi persalianan
yang nyaman dan aman sesuai kondisi ibu dan janin.
E : Pada pukul 13.00 wib, ibu sudah dalam posisi trendelenberg dengan
cara tidur terlentang dan menekuk kaki dengan telapak kaki menapak di
kasur dan membuka kaki dengan rileks dan lebar.
10. Pada pukul 13.20 wib, mengajarkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi
yaitu mengatur nafas dengan cara menarik nafas panjang dari hidung dan
mengeluarkan dari mulut secara perlahan.
E : Pada pukul 13.20 wib, ibu sudah mampu melakukan teknik relaksasi
dengan cukup baik.
11. Pada pukul 13.30 wib, mengajarkan ibu untuk meneran dengan benar
ketika adanya kontraksi dengan cara menarik nafas panjang dari hidung
lalu mengejan seperti BAB dengan keadaan kepala sedikit diangkat dan
melihat perut, lalu gigi menyatu anjurkan ibu untuk tidak mengejan lewat
tenggorokan maupun bersuara, setelah itu jika kontraksi sudah tidak ada
anjurkan ibu untuk mengatur nafas kembali dengan baik dan beristirahat
sambil diberikan minum teh manis.
E : Pada pukul 13.30 wib, ibu sudah paham dengan yang diajarkan oleh
bidan dan akan melakukannya saat ada kontraksi.
12. Pada pukul 13.40 wib, menyiapkan perlengkapan ibu dan bayi seperti
popok, baju, bedong, topi, celana dalam, handuk, pampers ibu, underpads,
partus set (klem, gunting, hecting set, umbillical cord clem, dsb).
E : Pada pukul 13.40 wib, perlengkapan ibu dan bayi serta peralatan partus
set telah disiapkan.
54

13. Pada pukul 14.00 wib, memimpin ibu untuk mengejan dengan cara yang
telah diajarkan sebelumnya.
E : Pada pukul 14.00 wib, ibu telah dipimpin dengan baik.
14. Pada pukul 14.20 wib, melakukan episiotomi pada perineum ibu karena
jalan lahir yang sempit.
E : Pada pukul 14.20 wib, episiotomi telah dilakukan.
15. Pada pukul 14.20 wib, monitor keadaan ibu dan janin meliputi KU, TTV,
DJJ, His.
E : Pada pukul 14.20 wib, monitoring KU, TTV, DJJ, His telah dilakukan
dengan keadaan baik.
16. Pada pukul 14.20 wib, melakukan pencatatan dokumentasi kala II pada
partograf.
E : Pada pukul 14.20 wib, dokumentasi telah dilakukan.
17. Pada pukul 14.30 wib, memastikan janin tunggal dan menyuntikan
oksitoksin di salah satu paha anterolateral ibu 1/3 bagian atas secara IM.
Evaluasi : Pada pukul 14.30 wib, janin tunggal, oksitoksin telah
disuntikan.
18. Pada pukul 14.35 wib, mengamati tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu
tali pusat bertambah panjang, uterus globuler, serta ada semburan darah.
Evaluasi : Pada pukul 14.35 wib, sudah ada tanda-tanda pelepasan
plasenta.
19. Pada pukul 14.35 wib, melakukan penegangan tali pusat terkendali dengan
cara memindahkan klem 5-10 cm di depan vulva, meletakan tangan kiri di
atas syimphisis untuk melakukan dorso kranial.
Evaluasi : Pada pukul 14.35 wib, PTT sudah dilakukan, plasenta lahir.
20. Pada pukul 14.40 wib, melakukan massase 15 kali dalam 15 detik di
corpus.
Evaluasi : Pada pukul 14.40 wib, massase telah dilakukan.
21. Pada pukul 14.45 wib, memeriksa kelengkapan plasenta, selaput ketuban
dan panjang tali pusat.
54

Evaluasi : Pada pukul 14.45 wib, ada bagian kotiledon yang masih
tertinggal.
22. Pada pukul 14.50 wib, melakukan eksplorasi sisa plasenta.
Evaluasi : Pada pukul 14.50 wib, eksplorasi telah dilakukan dan kesan
bersih.
23. Pada pukul 14.50 wib, mengevaluasi perdarahan per vaginam.
Evaluasi : Pada pukul 14.50 wib, masih ada perdarahan dari jalan lahir
sekitar 500 cc.
24. Pada pukul 14.50 wib, melakukan KBI selama 5 menit.
Evaluasi : Pada pukul 14.55 wib, KBI telah dilakukan dan perdarahan
sudah berkurang.
25. Pada pukul 15.00 wib, melakukan infus drip oksitoksin dan methergin,
serta misoprostol 3x/rectal.
Evaluasi : Pada pukul 15.00 wib, kontraksi baik, perdarahan berkurang.
26. Pada pukul 15.00 wib, melakukan dokumentasi kala III pada partograf.
Evaluasi : Pada pukul 15.00 wib, dokumentasi telah dilakukan.
27. Pada pukul 15.20 wib, memberitahu ibu bahwa proses persalinan sudah
selesai dan terdapat robekan jalan lahir, sehingga harus dilakukan tindakan
selanjutnya yaitu penjahitan perineum.
Evaluasi : Pada pukul 15.20 wib, ibu sudah mengerti dan jahitan telah
selesai dilakukan.
28. Pada pukul 15.30 wib, melakukan observasi perdarahan dan kontraksi
uterus.
Evaluasi : Pada pukul 15.30 wib, perdarahan kurang lebih 650 cc,
kontraksi uterus kuat, TFU 1 jari di bawah pusat.
29. Pada pukul 15.40 wib, membersihkan tempat tidur, membereskan alat.
Evaluasi : Pada pukul 15.40 wib, tempat tidur dan peralatan sudah di
dekontaminasi.
30. Pada pukul 15.50 wib, membersihkan ibu dan mengatur posisi ibu
senyaman mungkin.
55

Evaluasi : Pada pukul 15.50 wib, ibu sudah dibersihkan dan sudah nyaman
dengan posisinya.
31. Pada pukul 16.00 wib, mengajarkan ibu mengenali kontraksi uterus yang
baik dan cara massase 15 kali dalam 15 detik.
Evaluasi : Kontraksi keras dan ibu sudah mengetahui cara mengenali
kontraksi dan memassase.
32. Pada pukul 16.00 wib, menganjurkan ibu untuk makan dan minum serta
beristirahat.
Evaluasi : Pada pukul 16.00 wib, ibu akan makan dan minum serta
beristirahat.
33. Pada pukul 16.00 wib, memindahkan pasien ke ruang nifas untuk
dilakukan observasi lebih lanjut.
E : Pada pukul 11.00 wib, pasien telah dipindahkan dan telah diterima oleh
petugas ruang nifas.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anencepalus merupakan cacat bawaan yang merupakan sebab
penting dari kelahiran mati. Kelainan cacat bawaan dipengaruhi oleh umur,
paritas, bangsa ibu, dan juga oleh jenis kelamin janin. Pencegahan dini sangat
diperlukan untuk menghindari terjadinya kematian bayi akibat Anencephalus
seperti pemeriksaan antenatal yang rutin dan teratur, pemberian dan pemakaian
konsumsi vitamin dan suplemen selama hamil, factor nutrisi dengan gizi
seimbang, serta gaya hidup dan lingkungan sekitar tempat tinggal ibu sangat
mempengaruhi janin menderita Anencephalus

A. Saran
Kepada mahasisiwi kebidanan agar lebih dapat memahami jenis
kelainan yang menyertai kehamilan dan persalinan khususnya anencephalus.
Bagi petugas kesehatan khususnya bidan dapat mengetahui tindak lanjut
penanganan anencephalus yang menyertai kehamilan dan persalinan, dan bidan
dapat mengenali tanda dan gejala terjadinya anencephalus dalam kehamilan
dan persalinan.

56
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.


1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset

Jaquier M, Klein A, Boltshauser E., 2006. Spontaneous pregnancy outcome after


prenatal diagnosis of anencephaly. BJOG 2006; 113:951-953

Sadler TW. 2005. Embryology of Neural Tube Development. American Journal of


Medical Genetics Part C 135C:2-8

Sastrawinata,Sulaiman. 2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi, E/2.


Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai