Anda di halaman 1dari 10

blognya puput candra

Sabtu, 29 Maret 2014

KBI & KBE, MANUAL PLASENTA


Kompresi Bimanual
Ada beberapa macam pengertian dari kompresi bimanual,antara lain sebagai berikut:
 Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera homorrage
postpartum.dinamakan demikian karena secara literature melibatkatkan kompresi uterus diantara
dua tangan.(varney,2004)
 Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk berkontraksi
dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)
 Tindakan darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan pasca salin.(depkes RI,1997)

1. Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)


Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan
perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus
dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan
sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah
perdarahan.
Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna
sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia uteri. Dalam
melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting, demikian juga kebersihan.
sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.
KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua beah
telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan
berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila
belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.

2. Kompresi Bimanual Interna (KBI)


Ada kalanya setelah kelahiran plasenta terjadi perdarahan aktif dan uterus tidak berkontraksi
walaupun sudah dilakukan menajemen aktif kala III. Dalam kasus ini uterus tidak berkontraksi
dengan penatalaksanaan menajemen aktif kala III dalam waktu 15 detik setelah plasenta lahir.
Tindakan atau penanganan yang dapat dilakukan adalah melakukan tindakan kompresi bimanual
interna,kompresi bimanual eksterna atau kompresi aorta abdominalis. Sebelum melakukan
tindakan ini harus dipastikan bahwa penyebab perdarahan aadalah atonia uteri,dan pastikan tidak
ada sisa plasenta.
Proses penanganan atonia uteri ini merupakan suatu rangkaian tindakan dalam proses
persalinan. Kompresi Bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan
perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang digunakan adalah aplikasi tekanan pada korpus
uteri sebagai upaya pengganti kontraksi miometrium ( yang untuk sementara waktu tidak dapat
berkontraksi). Kontraksi miometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang
pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya.
Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena
retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24
jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E
Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
 Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
 Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
post partum :
a. Menghentikan perdarahan.
b. Mencegah timbulnya syok.
c. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh
persalinan.
Berdasarkan penyebabnya :
a. Atoni uteri (50-60%)
b. Retensio plasenta (16-17%)
c. Sisa plasenta (23-24%)
d. Laserasi jalan lahir (4-5%)
e. Kelainan darah (0,5-0,8%)

Penatalaksanaan KBI dan KBE:


Persiapan
Tempat : Ruangan tertutup ,aman, tenang dan nyaman
Alat :
Lembar informed consent ( persetujuan ).Alas bokong dan alas penutup perut bawah.Larutan
antiseptik.Analgesik (tramadol 1-2 mg/kgBB).Oksitosin 20 IU (2 ampul).Ergometrin 0,20
mg/ml.Set infus (jarum ukuran 16 atau 18).Cairan infus (ringer Laktat 3 botol).Misoprostol 600-
1000mcg.Oksigen dan regulator 10,1 U/ml.Tensimeter dan stateskop.Lampu sorot.Sarung tangan
DTT/steril (4 pasang).Tabung dan jarum suntik (5 ml dan nomor 23) 2 buahKateter nelaton.
Handuk bersih.Minuman manis untuk rehidrasi
Pasien :
Pasien sudah mengerti dengan tindakan yang akan dilakukan. Ia mengerti bahwa tindakan
dilakukan karenauterusnya tidak berkontraksi dengan baik,Keluarga sudah memahami peran
sertanya untuk tindakan kompresi bimanual eksterna.
Penolong : Siap melakukan kompresi bimanual interna,Kedua tangan sudah memakai sarung tangan DTT.
Tindakan :
1. Mengosongkan kandung kemih pasien
2. Melakukan pemeriksaan dengan benar sehingga dapat dipastikan bahwa perdarahan ini
disebabkan oleh atonia uteri.
3. LAKUKAN DENGAN SEGERA KOMPRESI BIMANUAL INTERNA (KBI)
a. Penolong berdiri di depan vulva.
b. Membasahi tangan kanan dengan larutan antiseptik.
c. Menyisihkan kedua labia mayora ke arah lateral dengan ibu jari dan jari telunjuk.
d. Memasukkan tangan yang lain secara obstetrik ke dalam introitus vagina (bila perlu berikan
analgesik).
e. Mengubah tangan obstetrik menjadi kepalan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga
kelingking pada forniks inferior dan dorong segmen bawah rahim ke kranioanterior.
f. Meletakkan telapak tangan luar pada dinding perut, upayakan untuk mencakup bagian belakang
korpus uterus seluas atau sebanyak mungkin.
g. Melakukan kompresi uterus selama 5 menit dengan cara mendekatkan telapak tangan luar
dengan kepalan tangan dalam forniks anterior.
h. Mempertahankan posisi demikian bila perdarahan berhenti, hingga kontraksi uterus benar-benar
membaik kemudian lanjutkan langkah berikutnya.
Amati apakah uterus berkontraksi, jika :
 YA, maka lanjutkan KBI selama 2 menit, kemudian keluarkan tangan perlahan-lahan lalu
pantau kala IV dengan ketat.
 TIDAK, maka lanjutkan langkah berikutnya.
4. Meminta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna. Keluarkan perlahan-lahan
tangan kanan dengan mengubah kepalan menjadi tangan obstetrik.
5. Memasukkan kedua tangan ke dalam wadah yang sudah berisi larutan klorin 0,5% lalu bersihkan
sarung tangan.
6. Mengajarkan keluarga cara melakukan KBE (Kompresi Bimanual Eksterna), kemudian minta
keluarga melakukan KBE sementara bidan memsang infus dan memberikan obat uterotonika.
Cara melakukan KBE adalah sebagai berikut :
a. Penolong berdiri menghadap sisi kanan pasien.
b. Tekan ujung jari telunjuk, tengah, dan manis satu tangan diantara simpisis dan umbilikus pada
korpus depan bawah sehingga fundus uterus naik ke arah dinding abdomen.
c. Meletakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uterus bagian belakang dan dorong
uterus ke arah korpus depan.
d. Menggeser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah fundus sehingga telapak
tangan dapat menekan korpus uterus bagian depan.
e. Melakukan kompresi korpus uterus dengan jalan menekan dinding belakang dan dinding depan
uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan (mendekatkan tangan belakang dan depan).
f. Perhatikan perdarahan. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut hingga uterus dapat
berkontraksi dengan baik. Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan pertolongan berikutnya.
7. Memberikan Ergometrin 0,2 mgIM atau Misoprostol 600-1000 mcg per rektal.
Ergometrin tidak diberikan untuk ibu hipertensi.
8. Memasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan Oksitosin 20 unit dalam
500 ml Ringer Laktat, habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.
9. Memakai sarung tangan DTT dan ulangi KBI.
Amati perkembangannya, apakan uterus berkontraksi. Jika :
YA, maka pantau pasien dengan seksama selama kala IV.
TIDAK, maka lanjutkan ke langkah berikutnya.
10. Segera merujuk pasien
11. Mendampingi pasien ke tempat rujukan
12. Melakukan infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ringer Laktat dengan laju 500 ml/jam hingga
tiba di empat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus, kemudian lanjutkan dengan
kecepatan 125 ml/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, beri 500 ml kedua dengan
kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidarasi.

3. Manual Plasenta
A. Pengertian
Plasenta manual adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding
uterus dan mengeluarkannya dari cavum uteri secara manual/menggunakan tangan. Plasenta
manual dilakukan setelah dilaksanakan menajemen aktif kala III dimana setelah 30 menit terlalui
dan telah diberikan oksitosin 10 unit untuk kedua kalinya plasenta tidak lahir,dengan catatan ada
tanda-tanda perdarahan. Jadi Plasenta manual dilakukan pada saat terjadi Retensio plasenta. Bia
tidak ada tanda-tanda perdarahan plasenta manual tidak boleh dilakukan karena kemungkinan
plasenta menempel pada lapisan miometrium,maka segara lakukan rujukan.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta.
Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan
agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.

B. Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
- Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh
gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
- Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a) Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b) Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium
c) Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki miometrium
d) Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
- Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi :
a) perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya Mengganggu kontraksi otot rahim
dan menimbulkan perdarahan.
b) Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
c) Darah penderita terlalu banyak hilang
d) Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,Kemungkinan
implantasi plasenta terlalu dalam.

C. Fatofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
 Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
 Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
 Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
 Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
 Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan teriadi
retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita
retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan
yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan
memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan
pertolongan darurat.

D. Tanda dan Gejala


 Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode
perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion.
Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul
perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
 Pada pemeriksaan pervagina, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara
parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
 Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
 Placenta tidak segera lahir > 30 menit.

E. Penatalaksanaan
Persiapan sebelum tindakan :
Tempat : Ruangan yang tertutup, bersih, aman dan tenang.
Pasien :
 Pasang infus
 Obat sedatif dan analgesik misalnya : Ranitidin atau Deazepam (disuntikkan pada cairan infus).
 Keteter nelaton steril dan penampung urin

 Klem penjepit atau kocher Penolong :


 Kain alas bokong
Pencegahan infeksi sebelum tindakan :
 Tensimeter dan stetoskop
 Sarung tangan panjang DTT (untuk tangan dalam)
 Sarung tangan DTT (untuk tangan luar)
 Topi, masker, kacamata pelindung, celemek
 Kenakan pelindung diri (barier protektif)
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir Tindakan penetrasi
 Keringkan tangan dan pakai sarung tangan DTT kevakum uteri :

 Bersihkan vulva dan perineum dengan air DTT atau sabun antiseptic1. Berikan obat

 Pasang alas bokong yang bersih dan kering Deazepam/Ranitidin


yang sudah disiapkan
dalam spuit kemudian masukkan melalui cairan infus yang sebelumnya sudah terpasang.
2. Lakukan katerisasi kandung kemih: pastikan kateter masuk dengan benar dan cabut kateter
setelah kandung kemih dikosongkan.
3. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan DTT panjang
4. Jepit tali pusat dengan klem/kocher, kemudian tegangkan tali pusat sejajar lantai.
5. Secara Obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan kebawah) ke dalam vagina dengan
menelusuri sisi bawah tali pusat.
6. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, kemudian tangan lain penolong menahan fundus
uteri.
7. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri sehingga mencapai
tempat implantasi plasenta
8. Buka tangan Obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari
telunjuk).

Melepaskan plasenta dari dinding uterus :


9. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah:
 implantasi di korpus belakang, tangan dalam tetap pada sisi bawah tali pusat. Bila implantasi di
korpus depan, pindahkan tangan dalam ke sisi atas tali pusat dengan punggung tangan
menghadap keatas.
 Implantasi di korpus belakang → lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan
menyelipkan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan pada
dinding dalam uterus bagian belakang (menghadap sisi bawah tali pusat).
 Implantasi di korpus depan → lakukan penyisipan ujung jari diantara plasenta dan dinding
uterus dengan punggung tangan pada dinding dalam uterus bagian depan (menghadap sisi atas
tali pusat).
10. kemudian gerakkan tangan kedalam kekiri dan kanan sambil bergeser kekranial sehingga semua
permukaa maternal plasenta dapat dilepaskan.
Pengeluaran Plasenta :
11. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
12. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta di keluarkan.
13. Pegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta keluar (hindari
percikkan darah).
14. Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah di sediakan.
15. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorso kranial setelah plasenta lahir.
16. Sementara masih menggunakan sarung tangan, kumpulkan semua barang, bahan atau instrumen
bekas pakai dan bersihkan tubuh ibu dan ranjang tindakan.
17. Lakukan dekontaminasi sarung tangan dan semua peralatan yang tercemar darah atau cairan
tubuh lainnya.
18. Lepaskan sarung tangan dan segera cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian
keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
Perawatan pasca tindakan :
19. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih
diperlukan.
20. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan didalam kolom yang tersedia.
21. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
22. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih
memerlukan perawatan.
23. Ajarkan ibu dan keluarga tentang asuahan mandiri dan tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi.
Minta keluarga segera melapor pada penolong jika terjadi gangguan kesehatan ibu atau timbul
tanda-tanda bahaya tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

JNPK-KP.2012.APN.
Kusmiati,Yuni.2007.Penuntun Belajar Asuhan Persalinan. Yogyakarta: Fitramaya.
Marni.2011.Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Primayufi,Delfi. 2013. KBI dan KBE.http://delfiprimaputri.blogspot.com /2013/05/kbi-dan-
kbe.html.Online.Minggu 16 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai