Anda di halaman 1dari 10

 REVA MEDHALENA (P1337424416025)

 ENDAH PRAMUDYA S (P1337424416026)


 DAHLIA (P1337424416027)

A. Pengertian Komperesi Bimanual


Kompresi bimanual dilakukan jika terjadi atonia uteri pasca persalinan. Dalam kasus
ini uterus tidak berkontraksi dengan penatalaksanaan aktif kala III dalam waktu 15 detik
setelah plasenta lahir.
Tindakan Kompresi Bimanual Interna ini dapat di lakukan jika terjadi perdarahan,
yang disebabkan karena adanya atonia uteri, sisa plasenta yang tertinggal dan inversio
uteri. Tindakan Kompresi Bimanual InternaL ini adalah dimana tangan kiri penolong
dimasukan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakan pada forniks
anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan memegang
fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain di
belakang uterus. Oleh karena itu, Kompresi ini harus dilakuakn dengan segera agar
perdarahan pada ibu bersalin dapat terhentikan dengan secepat mungkin.
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan
perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai
uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan
melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi
uterus dan jumlah perdarahan.
KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan
kedua beah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar.
Bila perdarahan berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi. Bila belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.
Kompresi aorta dilakukan untuk menghentikan pendarahan dilakukan dengan
beberapa cara yaitu Tata cara komperesi aorta abdominalis : Tekanlah aorta
abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri selama 5
s/d 7 menit. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak
terlalu banyak kekurangan darah.Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi
perdarahan bersifat sementara sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan
memberikan uterotonika secara intravena.
Prinsip Pelaksanaan Kompresi Bimanual :
1. Kaji ulang indikasi
2. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga
3. Cegah infeksi sebelum tindakan
4. Kosongkan kandung kemih
5. Pastikan perdarahan karena atonia uteri
6. Pastikan plasenta lahir lengkap
Tindakan Komperensi Bimanual terbagi menjadi 2 :
a. Kompresi Bimanual Internal
Menurut Varney 2004 KBI adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan
segera hemoraghe post partum (HPP) dengan melibatkan kompresi uterus dengan
dua tangan. Depkes 1996-1997 adalah suatu tindakan menekan rahim dengan
kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk berkontraksi dan
mengurangi perdarahan. Secra umum KBI adalah suatu cara untuk mengatasi
perdarahan karena atonia uteri yang tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (massase fundus uteri).
Kompresi Bimanual Interna yaitu salah satu tangan penolong yang dominan
dimasukan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakan pada forniks
anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan memegang
fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain di
belakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang antara 2 tangan antara lain, yaitu
tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya
terhadap tangan kiri.
Kompresi bimanual internal dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan
postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak
lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum
adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak
dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam
24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya kehilangan
darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
 Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
 Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
b. Kompresi Bimanual Eksternal
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk
mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini
diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan
dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan
kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan.
Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksterna sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan
atonia uteri. Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat
penting, demikian juga kebersihan. sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau
cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.
KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan
kedua beah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar.
Bila perdarahan berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi. Bila belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.
c. Kompresi Aorta Abdominal
Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanika yang digunakan adalah
dengan aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi
meometrium (yang untuk sementara waktu tidak dapat berkontraksi). Kontraksi
meometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang- cabang pembuluh darah
besar yang berjalan diantaranya. Prosedur ini dilakukan dari luar (kompresi bimanual
eksterna) atau dari dalam (kompresi bimanual interna), tergantung tahapan upaya
mana yang memberikan hasil atau dapat mengatasi perdarahan yang terjadi. Bila
kedua upaya tersebut belum berhasil, segera lakukan usaha lanjutan, yaitu kompresi
aorta abdominalis.
Kompresi aorta dilakukan untuk menghentikan pendarahan dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
 Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan
tangan kiri selama 5 s/d 7 menit.
 Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak
terlalu banyak kekurangan darah.
 Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara
sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika
secara intravena.
Pada keadaan yang sangat terpaksa dan termpat rujukan yang sangat jauh,
walaupun bukti- bukti keberhasilan kurang menyokong tapi dapat dilakukan tindakan
alternatif yaitu pemasangan tampon uterovaginal dan kompresi eksternal. Upaya
tersebut diatas sebaiknya dikombinsikan dengan uterotonika (oksitosin 20 UI,
ergometrin 0,4 mg dan / atau misoprostol 600 mg).
B. Etiologi/Penyebab
Tindakan kompresi bimanual interna, eksterna dan kompresi aorta abdominal ini
dilakukan apabila adanya perdarahan, perdarahan postpartum disebabkan oleh :
1. Atonia Uteri
2. Kegagalan uterus untuk berkontraksi.
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
4. Inversio Uteri, Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
C. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi ke pembuluh, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna hal
inilah yang menyebabkan perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti
epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit perdarah pada ibu; misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk
membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan
postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock
hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir
adalah:
a. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang
lemah tersebut menjadi kuat.
b. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2) Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya : ambil spekulum dan cari robekan.
Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika, uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang. Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri biasanya dapat
terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum,
karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab
terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim
yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat
terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke
bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak
darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri,
rahim membesar dan lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada
kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan
seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami
perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan
yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan
didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian
perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan
yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke
dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat,
dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal,
yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada
perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang
mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri
atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan
penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian
plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk
segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih
atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.Sehingga untuk
mengatasi perdarahan tersebut diatas harus dilakukan Kompresi Bimanual Interna
apabila tidak berhasil lakukan Kompresi Bimanual Eksterna apabila kedua tindakan
tersebut tidak berhasil dapat dilakukan Kompresi Aorta Abdominalis.
D. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
Gejala Klinis umum yang terjadi untuk dilakukannya tindakan KBI dan KBE adalah
kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea
berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
1. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
2. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus
tidak berkurang.
3. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali
pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
E. Penatalaksanaan
1. Siapkan peralatan
a. Alas bokong dan alas penutup perut bawah
b. Larutan antiseptik.Analgesik (tramadol 1-2 mg/kgBB)
c. Oksitosin 20 IU (2 ampul)
d. Ergometrin 0,20 mg/ml.Set infus (jarum ukuran 16 atau 18)
e. Cairan infus (ringer Laktat 3 botol)
f. Misoprostol 600-1000mcg.Oksigen dan regulator 10,1 U/ml
g. Tensimeter dan stateskop
h. Lampu sorot
i. Sarung tangan DTT/steril (4 pasang)
j. Tabung dan jarum suntik (5 ml dan nomor 23)
k. 2 buahKateter nelaton
l. Handuk bersih
m. Minuman manis untuk rehidrasi
n. Peralatan infuse
o. Jarum infuse
p. Plester
q. Kateter urin
2. Bila mungkin mintalah bantuan seseorang
3. Cobalah masase ringan agar uterus berkontraksi
4. Periksa apakah kandung kemih penuh. Jika kandung kemih penuh,mintalah ibu
untuk buang air kecil bila tidak memungkinkan pasanglah kateter.
5. Jika perdarahan tidak berhenti setelah dilakukan KBI, lakukan KBE jika tidak juga
berhasil lakukan KAA.
6. Informed consent
7. Pasang infuse
8. Prosedur Tindakan
a) Kompresi bimanual internal :
 Penolong berdiri di depan pulva pasien
 Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, basahi dengan larutan
antiseptic.
 Secara Obstertic memasukan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung
jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.
 Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban
atau bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan uterus tidak dapat
berkontraksi secara penuh.
 Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan dinding anterior
uterus, sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat
dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
 Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus
dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
 Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
 Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan
KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam
vagina, pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV
 Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut,
segera lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi.
 kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, lakukandan ajarkan pada
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal.
b) Kompresi Bimanual Eksternal
 Penolong berdiri menghadap sisi kanan pasien.
 Tekan ujung jari telunjuk, tengah, dan manis satu tangan diantara simpisis dan
umbilikus pada korpus depan bawah sehingga fundus uterus naik ke arah
dinding abdomen.
 Meletakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uterus bagian
belakang dan dorong uterus ke arah korpus depan.
 Menggeser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah fundus
sehingga telapak tangan dapat menekan korpus uterus bagian depan.
 Melakukan kompresi korpus uterus dengan jalan menekan dinding belakang
dan dinding depan uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan (mendekatkan
tangan belakang dan depan).
 Perhatikan perdarahan. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut
hingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Bila perdarahan belum berhenti,
lanjutkan pertolongan berikutnya.
 Memberikan Ergometrin 0,2 mg IM atau Misoprostol 600-1000 mcg per rektal.
Ergometrin tidak diberikan untuk ibu hipertensi.
 Memakai sarung tangan DTT dan ulangi KBI.
c) Kompresi Aorta Abdominal :
 Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur
posisi penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan
pinggul penolong.
 Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang kaki)
dengan sedikit fleksi pada artikulasio koksae.
 Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan
tengah tangan kanan pada lipat paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha
dengan garis horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar
dengan tepi atas simfisis ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan
baik.
 Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi
tersebut.
 Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah,
manis dan kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah
tegak lurus.
 Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras di bagian
tengah/ sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai
aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung
jari telunjuk dan tengah tangan kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung
dari derajat tekanan pada aorta).
 Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan
pulsasi arteri femoralis).
 Perhatikan :
 Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik,
usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak
tersedia atau uterus tetap tidak dapat berkontraksi setelah pemberian
prostatglandin, pertahankan posisi demikian hingga pasien dapat mencapai
fasilitas rujukan.
 Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan
kompresi eksternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien
mencapai fasilitas rujukan.
 Bila kompresi sulit untuk dilakuakan secara terus menerus maka lakukan
pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang
dan lakukan rujukan.Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan
uterus berkontraksi dengan baik.
 Teruskan pemberian uterotonika
 Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan
lakukan pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan
baik.
 Apabila semua tindakan telah dilakukan dan perdarahan masih juga terjadi dan
belum ada kontraksi Segera rujuk pasien
 Mendampingi pasien ke tempat rujukan
 Pasang infus dengan diberikan oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ringer Laktat
dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di empat rujukan atau hingga
menghabiskan 1,5 L infus, kemudian lanjutkan dengan kecepatan 125 ml/jam.
Jika tidak tersedia cairan yang cukup, beri 500 ml kedua dengan kecepatan
sedang dan berikan minuman untuk rehidarasi.
DAFTAR PUSTAKA

JNPK-KP.2012.APN.
Kusmiati,Yuni.2007.Penuntun Belajar Asuhan Persalinan. Yogyakarta: Fitramaya.
Marni.2011.Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Rohani, dkk. 2011. Asuhan kebidanan pada masa persalinan. Jakarta : Salemba Medika
Setyorini, Retno Heru. 2013. Belajar tentang persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sumarah, dkk. 2009. Perawatan ibu bersalin. Yogyakarta : Fitramaya
Sulistyawati, Ari dkk. 2010. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai