Anda di halaman 1dari 32

Bagian Obstetri dan Ginekologi LAPORAN KASUS

HEMATOMA VULVA

Disusun Oleh :

MUHAMAD ARIEF
N 111 17 135

PembimbingKlinik:

dr. MELDA MM SINOLUNGAN, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN

KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

OKTOBER

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


A. Definisi Hematoma Vulva
Hematoma vulva merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai
pada trauma jalan lahir. Hematoma vulva disebabkan oleh terjadinya
pecahan varises pada vulva akibat persalinan. Varises menunjukkan bahwa
dinding pembuluh darah vena sudah tipis dan rapuh sehingga mudah
pecah, bila terjadi peregangan. Peregangan dapat terjadi saat kepala bayi
masuk jalan lahir dan segera terjadi ekspulsi. Ibu yang baru saja
melahirkan akan mengeluh merasa sakit dan hal ini sangat mungkin
mengalami syok derajat tertentu yang tidak berhubungan dengan besarnya
hematoma.1
Dalam suatu ulasan terhadap 7 serial penelitian, insiden hematoma
pada masa nifas ditemukan bervariasi antara 1 dalam 300 hingga 1000
kelahiran. Nuliparitas, episiotomi, dan pelahiran dengan forceps
merupakan faktor-faktor risiko yang paling sering dikaitkan. Pada kasus-
kasus lain, hematoma dapat timbul setelah ruptur pembuluh darah tanpa
adanya laserasi pada jaringan superfisial. Hematoma semacam ini dapat
timbul pada pelahiran spontan atau dengan bantuan alat, dan perdarahan
dapat timbul tertunda. Terakhir, koagulopati, seperti penyakit Von
Willebrand, merupakan penyebab yang lebih jarang.2
Hematoma pada masa nifas dapat digolongkan sebagai vulvar,
vulvovaginal, paravaginal, atau retroperitoneal. Hematoma vulvar sering
mengenai pada cabang arteria pudenda, termasuk arteria rektalis inferior,
arteria perinealis transversa, atau rami labials posteriors.2
Gejala pertama yang sering disadari adalah nyeri hebat. Hematoma
berukuran sedang dapat diserap secara spontan. Jaringan yang menutup
hematoma dapat ruptur akibat nekrosis tekanan, dan dapat menyebabkan
perdarahan hebat.2
Hematoma dapat mula-mula berukuran kecil untuk kemudian bisa
menjadi cepat membesar. Terdapatnya hematoma yang tampak kecil dari
luar belum berarti bahwa bekuan darah di dalamnya sedikit. Perdarahan
dapat meluas ke sekitar vagina, dan darah dapat berkumpul di dalam
ligamentum latum. Bila banyak darah yang terkumpul dalam hematoma,
maka dapat timbul gejala syok dan anemia.3

B. Epidemiologi
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil
menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor
yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian
yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan,
keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi.
Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya,
pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan,
sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan
juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif
dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung
jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah
ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya
perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu,
pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu
diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari
masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan
ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.2
Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian
ibu melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama
penyebab kematian ibu melahirkan yakni , pendarahan, hipertensi saat
hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase
tertinggi penyebab kematian ibu ( 28 persen), anemia dan kekurangan
energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama
terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian
utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara
kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang
perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca
persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang
berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan.(WHO). Persentase tertinggi kedua penyebab
kematian ibu yang adalah eklamsia (24 persen), kejang bisa terjadi
pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak
terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan,
dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada
juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan
menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil.
Sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu
melahirkan adalah infeksi (11 persen).2
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor risiko yang berkaitan dengan hematoma vulva seperti
nuliparitas, episiotomi, dan pelahiran dengan forceps. Pada kasus lain,
hematoma dapat timbul setelah ruptur pembuluh darah tanpa adanya
laserasi pada jaringan superfisial. Hematoma semacam ini dapat timbul
pada pelahiran spontan atau dengan bantuan alat, dan perdarahan dapat
timbul tertunda. Koagulopati seperti penyakit Von Willebrand
merupakan penyebab yang paling jarang.2
Cedera pembuluh darah superfisial ligamentum dapat
menyebabkan hematoma vulva. Jaringan vulva dan paravaginal
merupakan jaringan ikat longgar sehingga sejumlah besar kehilangan
darah pada hematoma dapat terjadi meskipun belum memberikan
gejala. Jika cedera pembuluh darah terjadi lebih dalam hematoma
vaginal atau subperitoneal dapat terjadi. Pada hematoma subperitoneal
dapat terlibat cabang arteri uterina. Ekstravasasi subperitoneal (di
bawah peritoneal) dapat masif dan berakibat fatal.4

D. Gejala Klinis
Hematoma tidak selalu tampak dan bahkan bisa terletak di antara
jahitan, tapi tanda atau gejala biasanya seperti berikut :
1. Nyeri berat pada vagina atau vulva atau rectal
2. Tekanan pada vagina atau vulva atau rectal tak henti-henti
3. Tampak masa yang membuat deviasi vagina dan rectum
4. Pemeriksaan internal mungkin tidak bisa ditoleransi karena
menyebabkan nyeri yang tidak tertahan bagi ibu, yang dengan
sendirinya membantu mendiagnosis hematoma
5. Tanda lain meliputi : pembengkakan yang berubah warna dan terisi
darah, jaringan edema, tanda syok hipovolemik.5

E. Patofisiologi
Hematoma dapat mula-mula berukuran kecil untuk kemudian bisa
menjadi cepat membesar. Terdapatnya hematoma yang tampak kecil
dari luar belum berarti bahwa bekuan darah di dalamnya sedikit.
Perdarahan dapat meluas ke sekitar vagina, dan darah dapat berkumpul
di dalam ligamentum latum. Bila banyak darah yang terkumpul dalam
hematoma, maka dapat timbul gejala syok dan anemia.6

F. Penatalaksanaan
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya
hematoma. Pada hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif,
cukup dilakukan kompres
2. pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan
presyok, perlu segera dilakuakn pengosongan hematoma tersebut.
Dilakukan sayatan disepanjang bagian hematoma yang paling teregang.
Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari
sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau
menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit.
Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kassa
steril sampai padat dan meninggalkan ujung kassa tersebut diluar
(tamponade). Tampon ini dibiarkan di tempatnya selama 24 hingga 48
jam.7
3. Antibiotika diberikan
4. Dipasang kateter menetap
5. Penanganan hematoma vulva perlu diberikan transfusi darah untuk
mengatasi syok dan perdarahan yang lebih berat. Hematoma tersebut
akan memerlukan drainase dan penjahitan kembali yang biasanya di
lakukan dengan anestesi umum. Kecuali bila hematoma tersebut kecil
dan hanya menunjukkan gejala-gejala yang ringan.7

Embolisasi angiografik merupakan salah satu teknik yang menjadi


populer untuk penanganan hematoma masa nifas yang tidak berespons
terhadap terapi lain. Embolisasi dapat digunakan terutama atau paling
sering jika hemostasis tidak dapat dicapai dengan prosedur bedah.2 Pada
penelitian Ojala, dkk (2005) melaporkan mengenai tiga perempuan dengan
hematoma vulvovaginal yang mendapatkan terapi ini.8

G. Komplikasi
Hematoma menyebabkan pembengkakan dan peradangan. Seringkali hal
ini yang menyebabkan iritasi dari organ-organ dan jaringan-jaringan yang
berdekatan dan menyebabkan gejala-gejala dan komplikasi-komplikasi
dari hematoma. Satu komplikasi yang umum dari semua hematoma adalah
risiko infeksi. Sementara hematoma terbentuk dari stolsel, ia tidak
mempunyai pasokan darah sendiri dan oleh karenanya berisiko untuk
kolonisasi dengan bakteri-bakteri.9

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan kasus ini adalah
untuk mengetahui dan mempelajari mengenai Hematoma Vulva,
bagaimana mendiagnosis sebuah kasus Hematoma Vulva serta bagaimana
penanganan yang tepat terhadap pasien dengan kasus ini.
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS OBSTETRI

Tanggal pemeriksaan : 28 – 08 – 2019


Tempat : RSUD UNDATA
Ruangan : IGD Kebidanan RSUD Undata

IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 27 Tahun
Alamat : Desa batusuya, sindue
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMP

ANAMNESIS
P2A0

Keluhan Utama: Bengkak pada daerah kemaluan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien P2A0 usia 27 tahun datang ke IGD Kebidanan RSUD Undata dengan
keluhan bengkak pada daerah kemaluan yang dialami satu jam setelah proses
melahirkan. Keluhan bengkak tersebut disertai nyeri hebat pada daerah kemaluan.
Pasien melahirkan di rumah pada pukul 10.24 WITA ditolong oleh dukun.
Terdapat perdarahan yang terus keluar dari jalan lahir. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perut bagian bawah yang timbul setelah dipijit oleh dukun, tidak ada
keluhan mual dan muntah, pusing maupun sakit kepala. Pasien belum bisa BAK
akibat bengkak dan nyeri dari kemaluannya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi sebelum kehamilan disangkal, DM, asma dan hepatitis
disangkal. Riwayat penyakit dengan gangguan pembekuan darah juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, asma dan
penyakit gangguan pembekuan darah dalam keluarga disangkal.

Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, usia pernikahan ± 2 tahun

Riwayat Haid
1. Haid pertama kali : usia 12 tahun
2. Lama menstruasi 6-7 hari, siklus teratur
3. Darah haid banyak, ganti pembalut 2 kali sehari
4. Warna merah, tak berbau

Riwayat Antenatal : Tidak pernah melakukan pemeriksaan selama kehamilan


(ANC).

Riwayat obstetric : P2A0

Riwayat Kontrasepsi : Tidak pernah menggunakan kontrasepsi

PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,9ºC

 Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), penglihatan kabur (-/-)
pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
 Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
Dalam batas normal
A :Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni Regular.
 Ekstrimitas
- Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)
 Abdomen :
I : tampak cembung (+)
P:
Pemeriksaan Obstetri :
o Leopold I : tidak dilakukan.
o Leopold II : tidak dilakukan.
o Leopold III : tidak dilakukan.
o Leopold IV : tidak dilakukan.
Tapsiran berat janin : tidak dilakukan.
BJF : tidak dilakukan.
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan.
Genitalia : tampak vulva asimetris, bengkak pada vulva dextra, warna hiperemis
sesuai gambaran hematoma vulva, ukuran 10 x 7 cm. Robekan
perineum pada mukosa vagina dan juga mengenai
m.bulbocavernosus hingga ke m. transversus perinei profunda.

Gambar 1. Sebelum dilakukan evakuasi bekuan darah dan ligasi sumber


perdarahan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Tanggal 28/8/2019

HASIL NILAI
RUJUKAN

Eritrosit 3,89 3,80-5,80


Hemoglobin 5,6 11,5-16,0
Hematokrit 19,5 37-47
Leukosit 18,07 4000-10000
Trombosit 457.000 150 rb- 500 rb
HbsAg Non- Reaktif Non-Reaktif
Anti-HIV Non- Reaktif Non-Reaktif

RESUME
Pasien P2A0 usia 27 tahun datang ke IGD Kebidanan RSUD Undata dengan
keluhan bengkak pada daerah kemaluan yang dialami satu jam setelah proses
melahirkan. Keluhan bengkak tersebut disertai nyeri hebat pada daerah kemaluan.
Pasien melahirkan di rumah pada pukul 10.24 WITA ditolong oleh dukun.
Terdapat perdarahan yang terus keluar dari jalan lahir. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perut bagian bawah yang timbul setelah dipijit oleh dukun, tidak ada
keluhan mual dan muntah, pusing maupun sakit kepala. Pasien belum bisa BAK
akibat bengkak dan nyeri dari kemaluannya.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital: tekanan darah 110/80 mmhg,
nadi 90 x/m, pernapasan 20 x/m, suhu 36,9ºC. TFU 1 jari bawah pusat dengan
kontraksi uterus (+) baik. Pada pemeriksaan genitalia tampak vulva asimetris,
bengkak pada vulva dextra, warna hiperemis sesuai gambaran hematoma vulva,
ukuran 10 x 7 cm. Pemeriksaan lainnya didapatkan konjungtiva anemis (+/+).
Dari pemeriksaan laboratorium : RBC : 3,89 x 106/L, WBC 18,07 x 103/L,
HGB 5,6 gr/dl, HCT 19,5%, PLT 457 x 103/L. Elektrolit darah; Natrium : 136
nmol/L, Kalium 3,5 nmol/L, Klorida 9,5 nmol/L.

DIAGNOSIS
P2A0 27 tahun dengan Hematoma Vulva dextra + Anemia Berat

PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 20 tpm, pasang infus 2 line
2. Asam traneksamat 1 amp/8 jam/IV
3. Ceftriaxone 1 g/12 jam/IV
4. Metronidazole 500 mg/8 jam/drips
5. Transfusi WB, sampai HB ≥ 10 g/dl untuk direncanakan Repair Vulva
6. Pasang kateter, pantau produksi urin
7. Obs KU, TTV, PPV
FOLLOW UP

Hari Kamis, tanggal 29/8/2019 (PH1)


Subject :
Nyeri pada kemaluan (+), bengkak pada kemaluan (+), perdarahan pervaginam
(+), nyeri perut bagian bawah (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-),
BAB (-) selama 3 hari, BAK (+) terpasang kateter

Object :
KU : SakitSedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/80 mmHg Nadi : 72x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C,
TFU : 2 jari bawah pusat Edema: ekstremitas -/-
Kontraksi : (+) baik

Assessment :
P2A0 27 tahun dengan Hematoma Vulva dextra + Anemia Berat

Planing :
 Infuse terpasang 1 line. Lanjut transfusi WB labu ke II, 12 jam post labu I
 Ceftriaxone 1 g/12 jam/IV
 Metronidazole 500 mg/8 jam/drips
 Rencana Repair Vulva jika KU stabil (HB ≥ 10 g/dl)
 Kompres hematoma dengan kassa NaCl dan ditekan dengan pembalut dan
pakaian dalam, dilakukan setiap pagi dan sore
Hari Jumat, tanggal 30/8/2019 (PH2)
Subject :
Nyeri pada kemaluan (+), bengkak pada kemaluan (+), perdarahan pervaginam
(+), nyeri perut bagian bawah (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-),
BAB (+) lancar, BAK (+) terpasang kateter

Object :
KU : SakitSedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg Nadi : 86x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.60C,
TFU : 2 jari bawah pusat Edema: ekstremitas -/-
Kontraksi : (+) baik

Hasil Laboratorium :
RBC : 3,90 x 106/L
WBC : 14,80 x 103/L
HGB : 7,0 gr/dl
HCT : 22,7%
PLT : 403 x 103/L

Assesment :
P2A0 27 tahun dengan Hematoma Vulva dextra + Anemia Berat

Planing :
 Transfusi PRC 2 labu
 Ceftriaxone 1 g/12 jam/IV
 Metronidazole 500 mg/8 jam/drips
 Jika HB sudah ≥9,0 g/dl rencanakan Repair Vulva
 Kompres hematoma dengan kassa NaCl dan ditekan dengan pembalut dan
pakaian dalam, dilakukan setiap pagi dan sore
Hari Sabtu, Tanggal 31/8/ 2019 (PH3)
Subject :
Nyeri pada kemaluan (+), bengkak pada kemaluan (+), perdarahan pervaginam
(+), nyeri perut bagian bawah (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-),
BAB (+) lancar, BAK (+) terpasang kateter

Object :
KU : SakitSedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C
TFU : 2 jari bawah pusat Edema: ektsremitas -/-
Kontraksi : (+) baik

Hasil Laboratorium :
RBC : 4,38 x 106/L
WBC : 15,27 x 103/L
HGB : 9,2 gr/dl
HCT : 27,8%
PLT : 391 x 103/L

Assesment :
P2A0 27 tahun dengan Hematoma Vulva Dextra

Planing :
 Rencana Repair Vulva

Dilakukan Operasi Perineoraphy + Vaginoplasty pada tanggal 31/8/ 2019


Operator : dr. Daniel Saranga, Sp.OG
Laporan Operasi :
1. Pasien dalam keadaan spinal anestesi
2. Melakukan aseptik dan antiseptik vulva, vagina dan sekitarnya
3. Tutup dengan dook steril
4. Eksplorasi daerah vulva yang hematoma, lalu keluakan stosel
5. Identifikasi sumber perdarahan
6. Jahit untuk atasi perdarahan
7. Jahit luka hematoma
8. Pasang drain handskun
9. Identifikasi vagina dan perineum bagian kanan
10. Laserasi vagina dan perineum sebelah kanan
11. Melakukan perineoraphy dan vaginoplasty
12. Pasang tampon vagina
13. Operasi selesai.

Diagnosis Prabedah : Hematoma Vulva Dextra


Diagnosis Pascabedah : Hematoma Vulva Dextra + Ruptur Perineum Grade II

Gambar 2. Dilakukan evakuasi bekuan darah


Gambar 3. Identifikasi sumber perdarahan dan Ligasi sumber perdarahan, berasal
dari vena-vena percabangan vena pudendus interna di sekitar m. ischiocavernosus
dan m. Bulbocavernosus.

Planing Post Operasi :


 Lasix 1 amp/8 jam/IV
 Ketorolac 1 amp/8 jam/IV
 Ceftriaxone 1 g/12 jam/IV
 Mengganti pembalut dan pakaian dalam, dilakukan setiap pagi dan sore
 Vaginal toilet
Hari Minggu, tanggal 1/9/ 2019 (PH-4, Post op H-1)
Subject :
Nyeri bekas operasi pada kemaluan (+), bengkak pada kemaluan (-), perdarahan
pervaginam (+) sedikit, nyeri perut bagian bawah (-), mual (-), muntah (-), pusing
(-), sakit kepala (-), BAB (+) lancar, BAK (+) terpasang kateter

Object :
KU : SakitSedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg Nadi : 68x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 37.00C
TFU : 2 jari bawah pusat Edema: ektsremitas -/-
Kontraksi : (+) baik

Assesment :
P2A0 27 tahun + Post Insisi Hematoma Vulva Hari 1

Planing :
 IVFD RL 20 tpm
 Ceftriaxone 1 g/12 jam/IV
 Metronidazole 500 mg/8 jam/IV
 Asam mefenamat 3 x 500 mg
 SF 1 x 1
 Vulva Hygiene, pagi-sor
Hari Senin, tanggal 2/9/ 2019 (PH-5, Post OP H2)
Subject :
Nyeri bekas operasi pada kemaluan (+) berkurang, bengkak pada kemaluan (-),
perdarahan pervaginam (+) sedikit, nyeri perut bagian bawah (-), mual (-), muntah
(-), pusing (-), sakit kepala (-), BAB (+) lancar, BAK (+) terpasang kateter

Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 130/100 mmHg Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,70C

Assesment :
P2A0 27 tahun + Post Insisi Hematoma Vulva Hari 2

Planing :
 Cefadroxil 2 x 500 mg
 Asam mefenamat 3 x 500 mg
 SF 1 x 1
Hari selasa, tanggal 3/9/2019 (PH-6, Post OP H3)
Subject :
Nyeri bekas operasi pada kemaluan (+) berkurang, bengkak pada kemaluan (-),
perdarahan pervaginam (-), nyeri perut bagian bawah (-), mual (-), muntah (-),
pusing (-), sakit kepala (-), BAB (+) lancar, BAK (+) terpasang kateter

Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,50C

Assesment :
P2A0 27 tahun + Post Insisi Hematoma Vulva Hari 3

Planing :
 Cefadroxil 2 x 500 mg
 Asam mefenamat 3 x 500 mg
 SF 1 x 1
 Rawat jalan, rencana konsul polik
BAB III
PEMBAHASAN

1. Diagnosis
Pasien P2A0 usia 27 tahun datang ke IGD Kebidanan RSUD Undata
dengan keluhan bengkak pada daerah kemaluan yang dialami satu jam setelah
proses melahirkan. Keluhan bengkak tersebut disertai nyeri hebat pada daerah
kemaluan. Pasien melahirkan di rumah pada pukul 10.24 WITA ditolong oleh
dukun. Terdapat perdarahan yang terus keluar dari jalan lahir. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut bagian bawah yang timbul setelah dipijit oleh
dukun, tidak ada keluhan mual dan muntah, pusing maupun sakit kepala.
Pasien belum bisa BAK akibat bengkak dan nyeri dari kemaluannya.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital: tekanan darah 110/80
mmhg, nadi 90 x/m, pernapasan 20 x/m, suhu 36,9ºC. TFU 1 jari bawah pusat
dengan kontraksi uterus (+) baik. Pada pemeriksaan genitalia tampak vulva
asimetris, bengkak pada vulva dextra, warna hiperemis sesuai gambaran
hematoma vulva, ukuran 10 x 7 cm. Pemeriksaan lainnya didapatkan
konjungtiva anemis (+/+).
Dari pemeriksaan laboratorium : RBC : 3,89 x 106/L, WBC 18,07 x
103/L, HGB 5,6 gr/dl, HCT 19,5%, PLT 457 x 103/L. Elektrolit darah;
Natrium : 136 nmol/L, Kalium 3,5 nmol/L, Klorida 9,5 nmol/L.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis dengan D/ Hematoma vulva dextra. Berdasarkan teori, hematoma
vulva di diagnosis berdasarkan nyeri peritoneum hebat dan kemunculan
mendadak benjolan yang tegang, fluktuatif, dan sensitif dengan ukuran
beragam serta perubahan warna kulit diatasnya.1
Hematoma vulva adalah pecahnya pembuluh darah vena yang
menyebabkan perdarahan, yang dapat terjadi saat kehamilan berlangsung atau
yang lebih sering pada persalinan. Hematoma vulva dan vagina dapat besar,
disertai bekuan darah bahkan perdarahan yang masih aktif. Penyebab
terjadinya hematoma vulva terutama karena gerakan kepala janin selama
persalinan (spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh
darah selama anestesi lokal atau penjahitan dan dapat juga karena penjahitan
luka episiotomi atau ruptur perinei yang kurang sempurna.5
Hematoma vulva timbul segera setelah persalinan selesai. Perdarahan ke
dalam jaringan subkutan vulva dan ataupun pada dinding vagina di sebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah. Hematoma vulva juga bisa terjadi karena
trauma tekanan atau berhubungan dengan perbaikan robekan perineum atau
episiotomi.5
Hematoma vulva paling sering berasal dari cabang-cabang arteri
pudenda, termasuk arteri labialis posterior, perinealis transversal, atau rectalis
posterior. Hematom paravaginal mungkin di sebabkan oleh cabang desenden
arteri uterina. Adapun pada kasus ini, saat operasi dilakukan identifikasi
perdarahan, dan sumber perdarahan berasal dari vena-vena percabangan vena
pudendus interna di sekitar m. ischiocavernosus dan m. Bulbocavernosus.2
Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis penyebab dari terjadinya
hematoma vulva adalah pertolongan persalinan yang tidak baik dilakukan
oleh dukun dan tidak dilakukan perbaikan dari ruptur perineum. Perdarahan
pervaginam juga terus terjadi akibat dari pecahnya pembuluh darah yang
tidak tertangani.

2. Penanganan
Penatalaksanaan keadaan umum dilakukan dengan pemberian cairan
intravena, penatalaksanaan syok bila perdarahan akut dan masif hingga
pemberian transfusi darah, pemberian antibiotik utamanya bila terdapat juga
robekan pada jalan lahir, serta analgetik untuk meredakan nyeri yang dialami
pasien.7
Penatalaksanaan hematoma vulva dapat bervariasi mulai dari konservatif
hingga tindakan pembedahan tergantung derajat hematoma. Indikasi tindakan
pembedahan dilakukan untuk mengontrol perdarahan atau untuk
mengembalikan struktur dan fungsi lebih baik. Tujuan utama penatalaksanaan
pada hematoma vulva adalah :7
 Meminimalkan kehilangan darah
 Mendeteksi dan menangani cedera organ-organ di pelvis dan
struktur pendukung di sekitarnya
 Meredakan nyeri yang dirasakan pasien
Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan konservatif dilakukan pada hematoma yang ukurannya
kecil, tidak ada perdarahan yang signfikan, dan tidak meluas (diameter < 1 ½
inch) yakni dengan kompres eksternal menggunakan es selama 24 jam pada
area hematoma serta observasi hingga keadaan hemostasis membaik dengan
pemeriksaan serial. 7
Intervensi pembedahan
Tanda-tanda syok dapat dikaitkan dengan penurunan kadar hemoglobin
yang cepat sehingga perlu dipertimbangkan telah terjadi perluasan ke
ekstraperitoneal. Perluasan hematoma yang secara akut dengan ukuran lebih
dari 10 cm harus segera dilakukan insisi (intervensi pembedahan) dan
evakuasi hematoma, disertai ligasi pembuluh darah yang cedera. 8
Indikasi lain dilakukannya intervensi pembedahan selain untuk
mengendalikan perdarahan juga untuk mengembalikan integritas struktur dan
fungsi traktus urogenital bagian bawah.6 Bila sumber perdarahan adalah
cedera pembuluh darah vena, biasanya tidak selalu disertai dengan ligasi
pembuluh darah, namun penting untuk evakuasi bekuan darah segera agar
melindungi dan mencegah penekanan yang akan menyebabkan iskemik
hingga nekrosis jaringan, serta berkembangnya infeksi.9
Pada kasus ini sebelum pasien mendapatkan penanganan, pemeriksaan
fisis memperlihatkan pasien dalam keadaan umum yang lemah, sadar, tanda
vital dalam batas normal, konjungtiva anemis (+/+), dengan nilai HB 5,2
gr/dl. Pemeriksaan luar vagina memperlihatkan hematoma vulva dextra
disertai perdarahan post partum yang dialami mempengaruhi keadaan umum
pasien.
Untuk memperbaiki keadaan umum menjadi stabil, dilakukan
penatalaksanaan tranfusi WB 2 labu dan PRC 2 labu hingga HB mencapai ≥
10 g/dl. Pada perawatan hari ke 3 yakni setelah keadaan umum stabil,
dilakukan operasi repair vulva. Langkah operasi yang dilakukan yaitu pasien
dalam keadaan spinal anestesi dilakukan eksplorasi daerah vulva yang
hematoma, lalu mengelarkan stosel. Selanjutnya, mengidentifikasi sumber
perdarahan yang didapatkan berasal dari vena-vena percabangan vena
pudendus interna di sekitar m. ischiocavernosus dan m. Bulbocavernosus.
Jahit untuk atasi perdarahan dan jahit luka hematoma. Nama operasi yang
dilakukan yaitu perineoraphy dan vaginoplasty. Adapun diagnosis pasca
bedah adalah Hematoma Vulva Dextra + Ruptur Perineum Grade II.
Menurut Sultan yang kemudian diadopsi oleh RCOG dan the
International Consultation on Incontinence, klasifikasi ruptur perineum
dibagi berdasarkan derajat rupturnya.

Pada kasus dilakukan perineoraphy untuk ruptur perineum grade II.


Adapun prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum untuk tiap
derajatnya yaitu :
1) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal
ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam
kemudian lapis luar.
2) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan
dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit
dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara
angka delapan.
3) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut
kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-
putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
4) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
5) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat I.10
Saat dilakukan operasi pada kasus ini, dilakukan identifikasi terhadap
sumber perdarahan yang didapatkan berasal dari vena-vena percabangan vena
pudendus interna di sekitar m. ischiocavernosus dan m. Bulbocavernosus.
Adapun menurut teori, pembuluh darah dan saraf yang pemperdarahi maupun
mempersarafi perineum ditunjukkan pada gambar berikut ini :10

A.pudenda interna berasal dari


A.iliaka interna
A.pudenda interna
mempercabangkan :
 A.hemoroidalis inferior
 A.perinealis
 A.skrotalis posterior
 A.dorsalis pines
 A.profunda pines
A.femoralis mempercabangkan
aa.pudenda eksterna

Genitalia eksterna disarafi


oleh N.pudendus
 N.pudendus berasal
dari nn.sp.s2-3-4
 Berisi serabut eferan
visceral, eferan
somatik, aferen
visceral, aferen
somatic
 N.genitofemoralis
 Pleksus pelvikus
 N.ilioinguinalis
Setelah dilakukan operasi, penanganan selanjutnya pada kasus ini yaitu
diberikan antibiotik Ceftriaxone 1 g/12 jam/IV sebagai pengobatan profilaksis
infeksi post partum dikarenakan robekan perineum yang dialami tidak
ditangani selama + 18 jam serta diberikan pula analgetik Ketorolac 1 amp/8
jam/IV untuk mengurangi nyeri pasca operasi. Untuk membuang cairan yang
berlebih didalam tubuh diberikan Lasix 1 amp/8 jam/IV. Selanjutnya,
dilakukan vulva hyiene yaitu mengganti kassa betadine dan mengganti
pembalut + pakaian dalam setiap pagi dan sore.
Pasien dengan terapi bedah untuk trauma perineum memiliki resiko
tinggi terkena infeksi. Sehinga pasien rawat jalan diharuskan untuk menjaga
higienitas alat genitalnya. Memberitahukan pasien apa saja yang merupakan
early signs infeksi, dan pemantauan yang ketat post operasi. Beritahu pasien
agar jangan melakukan hubungan seksual sementara hingga proses
penyembuhannya sempurna.11
Pada kasus ini telah dilakukan intervensi pembedahan untuk
mengevakuasi hematom pada vulva dan mengembalikan struktur/fungsi lebih
baik. Tindakan ini sudah sesuai dengan teori, k

3. Komplikasi
Hematoma menyebabkan pembengkakan dan peradangan. Seringkali
hal ini yang menyebabkan iritasi dari organ-organ dan jaringan-jaringan yang
berdekatan dan menyebabkan gejala-gejala dan komplikasi-komplikasi dari
hematoma. Satu komplikasi yang umum dari semua hematoma adalah risiko
infeksi. Sementara hematoma terbentuk dari stolsel, ia tidak mempunyai
pasokan darah sendiri dan oleh karenanya berisiko untuk kolonisasi dengan
bakteri-bakteri.12
Jumlah kehilangan darah pada perdarahan/hematoma traktus genitalia
biasanya lebih banyak dari perhitungan klinis yang didapatkan. Oleh karena
itu hipovolemia dan anemia berat dapat terjadi sehingga harus dicegah
dengan pemantauan/pemeriksaan serial, persiapan penggantian darah
(transfusi) yang adekuat. Pada hematoma vulva yang membutuhkan tindakan
operatif, 50% kasus membutuhkan dilakukannya transfusi.2
Pada kasus ini, didapatkan adanya komplikasi yaitu anemia berat,
diakibatkan dari kehilangan darah yang banyak. Yang selanjutnya ditangani
dengan pemberian transfusi darah. Dilakukan juga penanganan profilaksis
dengan pemberian antibiotik setelah operasi, sehingga komplikasi infeksi
dapat dicegah.

4. Prognosis
Pada kasus ini prognosis dubia ad bonam dikarenakan diagnosis yang
cepat dan tepat pada pasien ini, serta penanganan yang tepat dan adekuat.
Diagnosis pasti telah ditegakkan dan penanganan yang tepat, yaitu operasi
repair vulva dan pemberian medikamentosa pasca operasi.
Pasien dengan terapi bedah untuk trauma perineum memiliki resiko
tinggi terkena infeksi. Sehinga pasien rawat jalan diedukasikan untuk
menjaga higienitas alat genitalnya. Memberitahukan pasien apa saja yang
merupakan early signs infeksi. Beritahu pasien agar jangan melakukan
hubungan seksual sementara hingga proses penyembuhannya sempurna.11
Pasien juga dianjurkan untuk melakukan KB, mengingat persalinan
pasien berisiko terjadi hematoma vulva kembali. Namun jika masih
merencanakan kehamilan disarankan untuk memeriksakan kehamilan dan alat
genitalia setiap trimester kehamilan, dan mengingatkan pasien agar
persalinanannya ditolong oleh tenaga kesehatan ahli.
BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Hematoma vulva adalah pecahnya pembuluh darah vena yang
menyebabkan perdarahan, yang dapat terjadi saat kehamilan berlangsung
atau yang lebih sering pada persalinan.
Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya
hematoma. Pada hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif, cukup
dilakukan kompres. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan
anemia dan presyok, perlu segera dilakuakn pengosongan hematoma
tersebut. Dilakukan sayatan disepanjang bagian hematoma yang paling
teregang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong.
Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau
menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit.
Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kassa steril
sampai padat dan meninggalkan ujung kassa tersebut diluar (tamponade).
Penanganan hematoma vulva perlu diberikan transfusi darah untuk
mengatasi syok dan perdarahan yang lebih berat.

1.2 Saran
Memberikan edukasi pada pasien mengenai penyebab terjadinya
hematoma vulva, dan apa saja komplikasi yang dapat terjadi apabila tidak
segera di tangani dengan cepat, serta memberikan edukasi pada ibu agar
persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan ahli.
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba, I.B.G, dkk. 2009. Pengantar Kuliah Obstetri:Penyakit Ibu dan


Kelainan Tidak Langsung pada Kehamilan. Jakarta:EGC,pp:516-517
2. Cunningham, F. Gary, Zahn dan Yeomas. dkk. 2013. Perdarahan Obstetris.
Dalam F. Gary Cunningham, dkk (editor). Obstetri Williams. Volume 2,
Edisi 23. Jakarta:EGC, pp.823
3. Bratakoesoema, Dinan Syarifuddin dan Muhamad Dikman Angsar. 2011.
Perlukaan pada Alat-Alat genital. Dalam Sarwono Prawirohardjo. Ilmu
Kandungan. Jakarta:PT Bina Pustaka, pp.337-339
4. Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan, Patologi dan
Fisiologi Persalinan:Hematoma. Yogyakarta: ANDI pp.461-462
5. Mochtar, Rustam, 2012. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi:Perdarahan
Postpartum. Edisi 3, Jilid I. Jakarta: EGC,pp.298-306
6. Metz A.S. Vulvar vaginal reconstruction. (online) [cited August 27th 2012]
available in URL : http://emedicine.medscape.com
7. Sheikh G.N. 2009. Perinatal genital hematomas. Obstet Gynecol. Vol. 38.
p.571-5.
8. Nelson E.L, Parker A.N, dan Dudley D.J. Spontaneous vulvar hematoma
during pregnancy : a case report. (Abstract) J Reprod Med. 2012. Vol. 57 (1-
2) p. 74-6.
9. Egan E, Phillip D, dan Lawrentschuk N. Vulvar hematoma secondary to
spontaneous rupture of the internal iliac artery: clinical review. Am J Obs
and Gynec. 2009. p. e17-18.
10. Deliveliotou A, dan Creatsas G. Anatomy of the vulva. Dalam : The Vulva:
Anatomy, Physiology, and Pathology. Editor: Varage E. M. dan Howard M.
New York, USA: Informa healthcare. 2006. Hal. 1-22
11. Divini, V. Kundre, R. Bataha, Y. 2017. Hubungan Perawatan Luka Perineum
Dengan Perilaku Personal Hygiene Ibu Post Partum Di Rumah Sakit
Pancaran Kasih Gmim Manado. e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5
Nomor 1; Manado, pp.1-2
12. Ojala K, Perala J, Kariniemi j, et al. 2014: Arterial Embolization and
Prophylactic Catheterization for the Treatment for Severe Obstetric
Hemorhage. Acta Obstet Gynecol Scand 84:1075

Anda mungkin juga menyukai