Anda di halaman 1dari 45

REFLEKSI KASUS

JANUARI 2020

“ILEUS OBSTRUKSI PARSIAL”

OLEH :

UNUN BUDIARTI M. GUSTI TALOMBO


N 111 17 122

Pembimbing Klinik :
dr. Roberthy D. Maelissa, Sp.B

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI


TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

1
BAB I
PENDAHULUAN
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen.
Gawat abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa
inflamasi, dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian
kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang
mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.1
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua
yaitu ileus obstruksi dan ileus paralitik. Hambatan pasase usus dapat disebabkan
oleh adanya obstruksi lumen usus atau oleh adanya gangguan peristaltik.
Obstruksi usus atau disebut juga ileus obstruksi (obstruksi mekanik) misalnya
oleh strangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen usus. Ileus
dinamik dapat disebabkan oleh kelebihan dinamik seperti spasme. Ileus adinamika
dapat disebabkan oleh paralisis, seperti pada peritonitis umum. Obstruksi usus
merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi
mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar
usus maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial
atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya
karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total
usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan
bedah darurat.2,3
Penyebab paling umum di negara-negara maju adalah adhesi intra-abdominal,
terhitung sekitar 65% hingga 75% kasus, diikuti oleh hernia, penyakit Crohn,
keganasan, dan volvulus. Sebaliknya, di negara-negara berkembang adalah yang
utama disebabkan oleh hernia (30-40%), adhesi (sekitar 30%), dan TBC (sekitar
10%), bersama dengan keganasan, penyakit Crohn, volvulus, dan infeksi parasit.
Kecenderungan umum di negara-negara berkembang adalah peningkatan insidensi
ileus obstruksi dari adhesi, dengan insidensi laparotomi yang lebih tinggi.Ileus
obstruksi dan rata-rata berumur sekitar 16-98 tahun, dengan perbandingan jenis

2
kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Wanita lebih sering
mengalami ileus obstruksi karena adhesi pascaoperasi dibandingkan pria. Hal ini
dihubungkan dengan seringnya operasi obstretik dan ginekologis pada wanita.4

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI TRAKTUS DIGESTIVUS
Saluran pencernaan terdiri dari:
1. Mulut (cavum oris)
Cavum oris adalah suatu rongga yang dibatasi oleh bibir
(labium) dan pipi. Didalam cavum oris terjadi proses mastikasi
(mengunyah) dimana dentis sudah dirancang dengan sangat tepat
untuk mengunyah, gigi anterior (insisivus) menyediakan kerja
memotong yang kuat dan gigi posterior (molar) dengan kerja
menggiling. Pada umumnya otot-otot mengunyah dipersarafi oleh
cabang motorik dari saraf cranial kelima, dan proses mengunyah
dikontrol oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan daerah
retikularis spesifik pada pusat pengecapan batang otak akan
menimbulkan pergerakan mengunyah yang ritmis. Demikian pula,
perangsangan area di hipotalamus, amigdala, dan bahkan dikorteks
serebri dekat area sensorik untuk pengecapan dan penghidu seringkali
dapat menimbulkan gerakan mengunyah. Selain dentis terdapat pula
glandula salivatorius yang terdiri dari:5
a) Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil yang berada didalam lapisan
mucosa dan submucosa cavum oris dan diberi nama sesuai
dengan tempatnya: glandula labialis, glandula lingualis, glandula
palatine.
b) Tiga pasang kelenjar yang besar yaitu: glandula parotis, glandula
submandibularis (maxillaries) dan glandula sublingualis.
2. Pharynx
Adalah suatu tabung fibromuscular yang meluas mulai dari basis
crania sampai pada tepi caudal cartilage cricoidea, yaitu setinggi
vertebra cervicalis ke 6, dan melanjutkan diri menjadi oesophagus.
Faring berperan dalam proses deglutisi (menelan) yang terdiri dari:
tahap volunter dimana makanan ditekan atau digulung kearah

4
posterior kedalam faring oleh tekanan lidah keatas dan kebelakang
terhadap palatum, dari sini proses menelan menjadi seluruhnya atau
hampir seluruhnya berlangsung secara otomatis dan umumnya tidak
dapat dihentikan. Kemudian tahap faringeal/tahap involunter yang
membantu jalannya makanan melalui faring kedalam esophagus
dimana sewaktu bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan
faring, bolus merangsang daerah epitel reseptor menelan disekeliling
pintu faring, khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan sinyal-sinyal dari
sini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi
otot faringeal secara otomatis.
3. Oesophagus
Pharynx setinggi vertebra cervicalis VI melanjutkan diri menjadi
oesophagus. Oesophagus adalah suatu tabung yang dibentuk oleh
jaringan otot berfungsi untuk menyalurkan makanan secara cepat dari
faring kelambung dengan 2 tipe gerakan yaitu peristaltik primer
dimana merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik faring yang
menyebar ke esophagus, gelombang ini berjalan dari faring kelambung
dalam waktu 8-10 detik. Sedangkan jika gelombang peristaltik primer
gagal mendorong semua makanan yang telah masuk esophagus
kedalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder yang
dihasilkan dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan,
gelombang ini terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan
kedalam lambung.5
Pada ujung bawah esophagus meluas keatas sekitar 3 sentimeter
diatas perbatasan dengan lambung, otot sirkuler esophagus berfungsi
sebagai sfingter esophagus bawah yang lebar atau disebut juga sfingter
gastroesofageal yang berfungsi mencegah refluks yang bermakna dari
isi lambung kedalam esophagus.5
4. Gaster
Adalah bagian yang terbesar dari tractus digestivus. Bila
gelombang peristaltik esophagus mendekat kearah lambung, timbul

5
suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron
penghambat mienterikus, mendahului peristaltik. Selanjutnya seluruh
lambung dan bahkan sedikit duodenum menjadi terelaksasi sewaktu
gelombang ini mencapai bagian akhir esophagus dan dengan demikian
mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang didorong
ke esophagus selama proses menelan. Gaster memiliki fungsi 3 fungsi
motorik yaitu: (1) penyimpanan sejumlah besar makanan sampai
makanan dapat diproses didalam lambung, duodenum, dan traktus
intestinal bawah, (2) pencampuran makanan dengan sekresi dari
lambung sampai membentuk suatu campuran setengah cair yang
disebut kimus, (3) pengosongan kimus dengan lambat dari lambung
kedalam usus halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan
absorpsi yang tepat oleh usus halus.5
Pembukaan bagian distal lambung adalah pilorus. Disini
ketebalan dinding otot sirkuler menjadi 50-100 persen lebih besar
daripada bagian awal antrum lambung, dan secara tonik tetap
berkontraksi secara ringan hampir sepanjang waktu. Oleh karena itu,
otot sirkuler pilorus disebut sfingter pilorus. Walaupun terdapat
kontraksi tonik sfingter pilorus yang normal, pilorus biasanya cukup
terbuka bagi air dan cairan lain untuk dikosongkan dari lambung
kedalam duodenum dengan mudah. Sebaliknya konstriksi biasanya
mencegah pasase partikel makanan sampai partikel tersebut telah
bercampur dalam kimus hingga memiliki konsistensi hampir cair.5
5. Intestinum tenue (usus halus)
Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan
panjang 270 cm sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum,
jejenum dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari
pilorus sampai jejenum. Panjang jejunum 100–110cm dan panjang
ileum 150-160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh
Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah

6
jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum
mempunyai vaskularisasi yang besar dimana lebih tebal dari ileum.
Apendiks vermiformis merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari
kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks
sekum.5
Secara mikroskopik, dinding usus halus dibagi atas empat
lapisan yaitu lapisan serosa, muskularis propria, lapisan submukosa
dan lapisan mukosa. Lapisan serosa merupakan lapisan terluar yang
terdiri dari peritoneum visceralis dan parietal dan ruang yang terletak
antara lapisan visceral dan parietal dinamakan rongga peritoneum.
Lapisan muscularis propria terdiri dari dua lapisan otot yaitu lapisan
otot longitudinal yang tipis dan lapisan otot sirkular yang tebal.
Ganglion sel berasal dari pleksus Myenterica (Auerbach) yang berada
di antara lapisan otot dan mengirimkan rangsangan pada kedua lapisan
tersebut. Lapisan submucosa terdiri dari lapisan jaringan konektif
fibroelastis yang berisi pembuluh darah dan saraf. Lapisan mukosa
dibagi menjadi 3 lapisan yaitu mukosa muscularis, lamina propria dan
lapisan epitel. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lapisan
sirkular yang dinamakan valvula koniventes (Lig.Kerckringi) yang
menonjol ke dalam sekitar 3 mm.5
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf
otonom. Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi
bahan-bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan
usus halus terdiri dari pergerakan mencampur (mixing) atau
pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim –
enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi.5

7
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus
halus yang terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan
lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada kontraksi
segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila
bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan
berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus
halus sekitar 1-4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang
berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan
memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi,
makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang
terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan
dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya
terjadi absorbsi. Kemudian refleks gastrileal meningkatkan aktifitas
peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal menuju
ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah
ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat
diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah
makanan kembali dari caecum masuk ke ileum. Fungsi sfingter
ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam
caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter
ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan
berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi
peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal
akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga
pengosongan ileum sangat terhambat.5
6. Intestinum crassum (usus besar)
Lebih pendek daripada intestinum tenue, panjang kira-kira 1,5
meter. Pangkalnya lebih besar daripada ujung distalnya. Terdiri dari:
caecum dan processus vermiformis, colon (ascendens, transversum,
descendens, sigmoideum), rectum, anal canal.Pada caecum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum.

8
Caecum menempati sekitar dua atau tiga inchi pertama dari usus besar.
Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon transversum,
descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan
tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut
dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon sigmoid
mulai setinggikrista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S.
Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu
dengan rektum. Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti
bagian usus lainnya.5
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum
diperdarahi oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika,
a.kolika dekstra dan a.kolika media. Kolon transversum bagian kiri,
kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum perdarahi
oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan
a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan
arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang berasal
dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis
yang berasal dari N.vagus.5

9
Gambar 1. Anatomi gastrointestinal5

B. FISIOLOGI
Pencernaan merupakan serangkaian proses penghancuran makanan di
dalam saluran pencernacfpan secara enzimatis, dibantu oleh proses mekanis
di dalam mulut dengan bantuan gigi dan lidah serta gerakan peristaltik usus,
sehingga dihasilkan produk cerna yang siap diserap oleh mukosa usus halus.
Berikut tahap pencernaan adalah:5
1. Mouth Digestion.
2. Gastric Digestion.
3. Pancreohepatic intestinal Digestion.
4. Gastro intestinal Absorpsion.
5. Putrifaction dan Fermentasi.

10
1) Mouth Digestion5
a. Proses pencernaan dalam mulut terutama diperantarai oleh air liur
(saliva)
b. Komposisi saliva: 99,42% air, sisanya adalah enzim, musin, dan
zat-zat anorganik (Ca2+, Mg2+, N+, K+, Cl-, bikarbonat)
c. Fungsi utama saliva adalah mengubah nutrien menjadi produk
yang homogen selama berlangsungnya proses mastikasi
(mengunyah)
d. Enzim penting yang terkandung dalam saliva adalah α-amilase
(ptialin), lisozim, dan lipase.
e. α-amilase (ptialin)
f. Endoglikosidase
g. Aktif pada pH 6,5-7
h. Memecah ikatan α-1,4 glikosidik karbohidrat (amilosa dan
amilopektin)
i. α-amilase hanya berperan pada pemecahan pati , tidak pada
disakarida dan trisakarida. Produk karbohidrat hasil pemecahan α-
amilase adalah maltosa, maltotriosa, dan α-limit dextrin
j. Berperan penting dalam proses pembersihan gigi dari sisa-sisa
makanan berbahan karbohidrat
2) Gastric Digestion5
a) Proses pencernaan di lambung diperantarai oleh getah lambung
yang terutama terdiri atas asam lambung (HCl), musin, garam-
garam, enzim, dan faktor intrinsik
b) Dengan adanya HCl yang dihasilkan oleh sel parietal mukosa
lambung, pH getah lambung menjadi sangat asam
c) Peran asam lambung:
a. Membunuh mikroorganisma
b. Denaturasi protein
c. Mengaktifkan pepsin

11
3) Pancreohepatic intestinal Digestion5
a) Pankreas
Mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan
kelenjar endokrin.Fungsi sebagai kelenjar eksokrin memiliki peran
penting dalam pencernaan. Getah pankreas merupakan cairan
jernih yang terdiri atas air,senyawa anorganik (bikarbonat, ion
natrium, kalium, kalsium) dan senyawa organik (protein, enzim-
enzim pencernaan). pH getah pankreas 7-8 (alkali); volumenya
650ml/24 jam; dan berat jenis 1,008. Getah pancreas: Tripsin;
Kimotripsin; Elastase enzym proteolitik diaktifkan oleh
Enterokinase (mukosa usus) yaitu melepas ikatan peptida Lisin
zimogen dan membuka lipatan sehingga terjadi proses Hidrolisa.
b) Hati
Peran utama hati dalam proses pencernaan adalah memproduksi
getah empedu yang berperan dalam proses pencernaan lemak.5
a. Hati membentuk getah cair yang kemudian ditampung di
dalam kandung empedu.
b. Adanya lemak didalam duodenum akan menstimulasi
kontraksi kandung empedu melalui kerja hormon
kolesistokinin, getah empedu kemudian disekresikan ke
dalam duedenum.
c. Pembentukan Sel Darah Merah, Fibrinogen pada janin
(darurat).
d. Membatu penyerapan zat besi darah.
e. Komposisi empedu: air, garam empedu, fosfolipid, pigmen
empedu,kolesterol
f. Garam empedu dan fosfolipid berperan dalam
mengemulsifikasi lemak diet yang tidak larut dalam air
sehingga dapat dihirolisis oleh lipase pankreas
g. Tanpa getah empedu, lemak dan vitamin larut lemak tidak
atau hanya sedikit diserap

12
h. Fungsi Empedu:
- Emulsi lemak usus untuk absorpsi lemak dan Vit.A,
D, E, K.
- Penetralan Asam untuk reservoar alkali menetralisir
kymus darilambung.
- Ekskresi kolesterol,obat-obatan,toksin, pigmen
empedu, zat-zat anorganik aluminium tembaga, Zn,
Hg.5
4) Gastro intestinal Absorpsion5
a. Usus halus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu pencernaan dan
penyerapan. Getah pencernaan yang dihasilkan oleh usus halus
berperan menyempurnakan proses pencernaan yang telah
berlangsung di mulut dan lambung, dan oleh enzim-enzim
pankreas. Enzim-enzim pada usus halus juga terdapat dan terikat
pada brush border villi yang berfungsi mencerna zat-zat makanan
sambil diabsorpsi :
a) Absorpsi Karbohidrat
Yeyenun; utamanya monoheksosa (Hexosa), Glukosa,
Fruktosa, Mannosa, Galaktosa dan Gula Pentosa.
b) Absorpsi Protein&Asam Amino
c) Absorpsi lemak: Lemak diabsorbsi dalam bentuk; Fatty acid
masuk vena vorta masuk kehati sebagian ke pembuluh lympe
bersama Gliserol, Vitamin A.D.E. & K diserap bersama dengan
asam lemak.
Hormon-hormon penting dalam pengaturan pencernaan usus halus:
a. Sekretin: merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan getah
yang mengandung bikarbonat. Pelepasan hormon ini
distimulasi oleh HCl lambung

13
b. Kolesistokinin: merangsang kontraksi serta pengosongan
kandung empedu. Pelepasan hormon ini distimulasi oleh lemak
yang bersentuhan dengan mukosa duodenum
c. Pankreozimin: merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan
getah yang kaya enzim; distimulasi oleh hasil-hasil pencernaan
protein
d. Enterokrin: merangsang pengaliran getah intestin
Hormon-hormon di atas dihasilkan oleh mukosa duodenum.
Setelah absorpsi, 90% maka akan ditranport melalui 2 sistem;
Systim Portal Hepatik langsung ke hati dan Systim Limpatik via
Ductus Torasikus.
b. Usus besar
Fungsi usus besar yang paling utama adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit. Proses pencernaan di dalam usus besar terutama
diperantarai oleh bakteri normal dan bukan oleh kerja enzim.
Selulosa, hemiselulosa, inulin, pektin, lignin, dan suberin tidak
dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia, disebut sebagai diet
serat. Sebagian dari diet serat ini dihidroisis dan difermentasi oleh
flora normal usus besar. Usus besar mengekskresikan mukus alkali
yang tidak mengandung enzim, mukus berfungsi melumasi dan
melindungi mukosa5
5) Putrifaction dan Fermentasi.5
a. Bakteri mensistesis vitamin K dan vitamin B
b. Pemecahan sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang
lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol, dan asam
lemak disebut pembusukan (putrefaction)
Contoh:
- Pembentukan indol dan skatol dari triptofan. Kedua zat ini
memberi bau khas pada tinja
- Fermentasi oleh bakteri pada sisa karbohidrat melepaskan
CO2, H2, dan CH4 yang merupakan komponen flatus.5

14
Gambar 2.Fisiologi gastrointestinal5

15
Gambar 3.Fisiologi gastrointestinal5

C. DEFINISI
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
terbagi dua yaitu ileus obstruksi dan ileus paralitik. Hambatan pasase usus
dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau oleh adanya
gangguan peristaltik. Obstruksi usus atau disebut juga ileus obstruksi
(obstruksimekanik)misalnyaolehstrangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan
dalam lumen usus. Ileus dinamik dapat disebabkan oleh kelebihan dinamik
seperti spasme. Ileus adinamika dapat disebabkan oleh paralisis, seperti pada

16
peritonitis umum.2

D. EPIDEMIOLOGI
Terdapat berbagai variasi dari usia penderita, dan penyebab
tersering dari ileus obstruksi mekanik di berbagai belahan dunia. Terdapat
perbedaan penyebab tersering dari ileus obstruksi mekanik, antara negara
berkembang seperti Indonesia dengan negaramaju.Ileus obstruksi disebabkan
oleh berbagai proses patologis. Penyebab paling umum di negara-negara maju
adalah adhesi intra-abdominal, terhitung sekitar 65% hingga 75% kasus,
diikuti oleh hernia, penyakit Crohn, keganasan, dan volvulus. Sebaliknya, di
negara-negara berkembang adalah yang utama disebabkan oleh hernia (30-
40%), adhesi (sekitar 30%), dan TBC (sekitar 10%), bersama dengan
keganasan, penyakit Crohn, volvulus, dan infeksi parasit. Kecenderungan
umum di negara-negara berkembang adalah peningkatan insidensi ileus
obstruksi dari adhesi, dengan insidensi laparotomi yang lebih tinggi. Adhesi
pascaoperasi terjadi paling sering (57%) dalam waktu 1 tahun setelah operasi
awal, diikuti sebanyak 21.25% terjadi dalam waktu 1-5 tahun, 21.25% terjadi
dalam waktu lebih dari 10 tahun dan paling sedikit terjadi dalam waktu 1
bulan sebanyak 0.5%. Ileus obstruksi dan rata-rata berumur sekitar 16-98
tahun, dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada
laki-laki. Wanita lebih sering mengalami ileus obstruksi karena adhesi
pascaoperasi dibandingkan pria. Hal ini dihubungkan dengan seringnya
operasi obstretik dan ginekologis pada wanita.1,4
Penyebab tersering ileus obstruksi maekanik di Indonesia adalah
adhesi (40%), tanpa komplikasi 61.5%, komplikasi peritonitis (43.5%).6
Adhesi pasca operasi menyebabkan sebagian besar kasus obstruksi
usus kecil sedangkan usus besar Obstruksi disebabkan paling umum oleh
keganasan. Sebelumnya presentasi yang lebih baik akan menjadi hasilnya.7

17
E. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Klasifikasi ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan
stadiumnya, antara lain : 8
1) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
2) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran
darah).
3) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren.

Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh :9


a. Perlekatan usus atau adhesi, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat
menjepit usus.
b. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit Crohn.
c. Hernia inkarserata, usus terjepit di dalam pintu hernia
d. Neoplasma.
e. Intususepsi.
f. Volvulus.
g. Benda asing, kumpulan cacing askaris
h. Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik.
i. Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik dan hematoma
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat
terjadi di setiap bagian kolon tetapi paling sering di sigmoid. Penyebabnya
adalah :9
a. Karsinoma.
b. Volvulus.
c. Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel), Penyakit Hirschsprung
d. Inflamasi.

18
e. Tumor jinak.
f. Impaksi fekal

Letak Tinggi Letak Rendah


Dibawah Sfingter
Bagian Proximal Sfingter Pilorus Sampai
Ileocaecal
Sfingter Pilorus Sfingter Ileocaecal

Akalasia esofagus Pyloric hipertrofi Atresia ani


kongenital

Atresia esofagus Atresi duodenum, jejenum Hirschsprung disease


dan ileum

Divertikulum Necrotizing Enterocolitis Meconium plugs


esofagus (NEC) syndrome

Malignancy Hernia Necrotizing


Enterocolitis (NEC)

Neoplasma Volvulus Volvulus

Intususepsi Intususepsi

Gallstone ileus Hernia

Neoplasma Divertikulitis

Malignancy Malignancy

Neoplasma

Tabel 1.Etio klasifikasi berdasarkan letak ketinggian obstruksi3

19
Intraluminar Intramural Ekstramural

Benda asing: teretelan Atresia esofagus, duodenum, Adhesi


jejenum, ileum, ani.

Parasit Pyloric Hypertrophy Hernia


Kongenital/Hypertrophy
Pyloric Stenosis

Gallstone ileus Hirschsprung disease Volvulus

Intususepsi Divertikulum meckel Anomali organ dan


pembuluh darah

Polipoid tumor Necrotizing Enterocolitis Abses


(NEC)

Fekalit Divertikulitis

Meconium plugs Crohn disease


syndrome

Neoplasma

Malignancy

Tabel 2. Etio klasifikasi berdasarkan letak lapisan obstruksi3

F. PATOFISIOLOGI
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi
akibat adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus,
pankreas, dan sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus
ditarik oleh sirkulasi darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang
dimuntahkan keluar sehingga akan memperburuk keadaan pasien akibat
kehilangan cairan dan kekurangan elektrolit. Jika terjadi hipovolemia
mungkin akan berakibat fatal.10
Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak

20
tinggi/obstruksi usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat
munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi letak
rendah (obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat abdomen mungkin dapat
dijumpai, dan muntah pada umumnya muncul terakhir sebab diperlukan
banyak waktu untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen mungkin
merupakan tanda khas dari obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi
merupakan tanda dari kekurangan cairan. Dan lemah serta leukositosis
merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus pada
umumnya keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk
mengalahkan obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin
menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan ini merupakan tanda akhir
suatu obstruksi.10

21
Gambar 4: Patomekanisme2
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh
cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran

22
cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengancepat.2,3
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif
sederhana, distensi timbul di bagian proksimal dan menyebabkan rangsangan
reflek muntah. Setelah ia mereda, peristalsis untuk melawan obstruksi timbul
dalam usaha mendorong isi usus melewati titik obstruksi yang menyebabkan
nyeri episodik, kram dengan diselingi episode tanpa nyeri. Gelombang
peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam
jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik
mendorong udara dan cairan melalui hambatan usus, yang menyebabkan
gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan
berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan
akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif berlanjut dan tidak diterapi, maka
kemudian timbul muntah, ileus obstruktif usus halus menyebabkan
muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan
air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan
konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik.
Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat
(jika ada). Kemudian dapat timbul kehilangan cairan ekstrasel yang
menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria
atau bahkan anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka
dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok.2,3
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya
sirkulasi pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi.
Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi
sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam
lumen dan dinding usus. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap
terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis
mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari
dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum,
dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis,

23
perforasi yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematianakibat syok
sepsis. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam
cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar
bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding
usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan
strangulasi dapat menimbulkan iskemi dan sawar mukosa rusak. Bakteri
(bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding
usus ke dalam cavitas peritonealis sehingga menimbulkan peritonitis.2,3
Ileus obstruktif gelung tertutup (close loop) timbul bila jalan masuk
dan jalan keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini
menyimpan lebih banyak bahaya dibandingkan kebanyakan ileus obstruksi,
karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis
dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup
mencakup pita lekat yang melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi
sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat
menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan
obstruksi aliran keluar vena. Ancaman vaskular demikian menyebabkan
progresivitas cepat gejala sisa yang diuraikan bagi ileus obstruksi
strangualata.2,3
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus)
dibandingkan ileus obstruksi usus halus. Karena kolon terutama bukan organ
pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui
valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat.
Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan
dengan ileus obstruksi kolon. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon
terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini
kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi
kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya
sekum. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi. Ini
didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefenisiskan tegangan di dalam
dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung

24
dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter terlebar kolon di
dalam sekum, maka area ini yang biasanya pecahpertama.2,3
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi
merupakan penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali
mengakibatkan terjadinya strangulasi. Sedangkan penyebab tersering adhesi
intrestinal yaitu pasca operasi abdomen, penyakit adesif ini diperkirakan
terjadi hingga 93% dari pasien yang menjalani operasi abdomen dan dapat
mempersulit operasi di masa depan Dimana segera setelah peritoneum
mengalami cedera, pada lapisan mesotehel akan mengakibatkan perdarahan
dan peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya cairan dari
permukaan luka, dan secara simultan terjadi pelepasan barbagai sitokin dan
mediator pro inflamasi oleh sel-sel mesothelium peritoneum maupun endotel
pembuluh darah yang terluka. Sitokin yang diproduksi adalah sitokin-sitokin
pro inflamasi, (IL-1, IL-6, IL-10, TNF-α dan IFN-γ). Akibat produksi
sitokin-sitokin tersebut, maka selanjutnya akan menstimulasi proses aktivitas
sistem kaskade koagulasi darah dan menekan aktivitas Plasminogen
Aktivator. Besamaan dengan produksi mediator-mediator tersebut,
dirangsang pula aktivasi sistem kinin, komplemen, jalur asam arachidonat
(termasuk prostaglandin), pembentukan thrombin, dan konversi fibrinogen
menjadi fibrin. Fibrin ini akan merangsang pembentukan adhesi melalui
peningkatan aktivitas fibroblast yang distimulasi oleh growth factor yaitu
PDGF (Platelet Derived Growth Factor) dan TGF-β. Fibroblast dan juga sel-
sel mesothel akan mendeposisi serabut kolagen sehingga terbentuk fibrinous
adhesion.2,3
Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan
dinding intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan
peningkatan episode kontraksi merupakan karakteristik yang dapat
ditemukan. Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan dengan
pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi
dan diare sekretorik.2,3

25
Muntah merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia
akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai
absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik untuk menyebabkan efek sistemik seperti bakteriemia dan
peritonitis.2,3

G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada :2
a) Lokasi obstruksi
b) Lamanya obstruksi
c) Penyebabnya
d) Ada atau tidaknya iskemia usus
Manifestasi klinis dari ileus obstruktif :2
a) Sistemik
- Hipovolemia
- Syok
- Oliguria
- Gangguan elektrolit
b) Perut kembung
- Kelebihan cairan usus
- Kelebihan gas didalam usus (timpani)
c) Serangan kolik
- Nyeri perut berkala
- Mual/muntah
- Gelisah/menggeliat
- Hiperperistaltik

26
d) Halangan pasase
- Obstipasi
- Tidak ada flatus

Letak Tinggi Letak Rendah


Dibawah Sfingter
Bagian Proximal Sfingter Sfingter Pilorus Sampai
Ileocaecal
Pilorus Sfingter Ileocaecal

Muntah lebih
Muntahawal
lambat
dan: warna kehijauan Muntah lambat : berbau
sering feses warna kecoklatan

Dehidrasi lebih cepat Pain predominan, DehidrasiDehidrasi lebih lambat,


lambat pain minimal

Distensi minimal Distensi sentral Distensi lebih awal dan


jelas

Fluid level minimal padaMultiple fluid level pada x-ray Konstipasi


x-ray

Tabel 4.manifestasi klinis berdasarkan letak obstruksi3

Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian


menjadi bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada
dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat
obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus
halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari
ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di
dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya
tampil dengan nyeri infraumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus
berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi
jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh
pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen

27
menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus
obstruksi strangulata harus dicurigai. Muntah refleks ditemukan segera
setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan
cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu. Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas
tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat
dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus
obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambatdan setelah muncul
distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang
usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi
total usus di atasobstruksi.2,5
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi
obsruksi dan makin membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerakan
peristaltik terkadang dapat dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif
usus besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi pembuluh darah
mesenterikus.2,5
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang
bisa keluar). Kegagalan mengeluarkan gas dan feses per rektum juga suatu
gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal
terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi.
Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga
mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus
obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus
obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti
obstipasi. Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang
disebabkan muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini
menyebabkan kulit kering dan lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek
dan mata gantung dengan oliguria. 2,5

28
H. DIAGNOSIS
Diagnosis ileus obstruksi harus terfokus pada menentukan etiologi
dari obstruksi, membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan
membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus
diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan
adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma
intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita
menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk
hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya
darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.2,3
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu
harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari :2,3
1. Anamnesis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau
terdapat hernia. Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan
elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di
usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan
muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan
usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik,
hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali
defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan
meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul
dan pembengkakan atau massa yang abnormal.11
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang

29
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, inspeksi pada penderita
yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran
kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus),
biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik
yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang
berat, parut abdomen (adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas
luka operasi sebelumnya), benjolan pada regio inguinal, femoral dan
skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Terkadang dapat
dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa berkorelasi dengan mulainya
nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah
dan menggeliat sewaktu serangan kolik.2,3
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal.2,3
Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic
gemerincing logam bernada tinggi (metallic sound). Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa
tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya bising usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulate.2,3
Perkusi : Hipertimpani
Rectal Touche
Pemeriksaan colok dubur juga harus dilakukan untuk menilai total
atau tidaknya suatu obstruksi dengan menilai kollaps tidaknya
ampulla rekti. Bila pasien telah mengalami peritonitis maka akan

30
ditemukan nyeri tekan pada pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini
mungkin akan memperoleh penemuan massa atau tumor serta tidak
adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif
usus halus. Jika darah makroskopik atau feses positif banyak
ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus
obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. Apabila isi
rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung.2,3
3. Laboratorium
Data laboratorium tidak dapat membantu diagnostik tetapi dapat
membantu dalam menentukan kondisi dari pasien dan memandu
resusitasi. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis, disertai
elektrolit darah, kadar ureum dan kreatinin serta urinalisis harus
dilakukan untuk menilai status hidrasi dan menyingkirkan sepsis.
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat
strangulasi, tetapi hitung darah putih yang normal tidak
menyampingkan strangulasi. Peningkatan nilai potasium, amilase atau
laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda
strangulasi.2,3
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam
mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif serta foto abdomen tegak
dan berbaring harus yang pertama dibuat. Foto polos abdomen 3
posisi : foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus.
Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi
setengah duduk atau LLD: tampak step ladder appearance atau
cascade. Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder”
dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan
bahwa adanya suatu obstruksi.2,3
Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi.
2) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluidlevels.

31
3) Posisi supine dapat ditemukan : distensi usus, step-laddersign.
4) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet.
5) Herring bone appearance, gambaran seperti duri ikan.
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi
udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari
dinding usus yang oedema.2,3

I. PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal.2,3
1) Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu
diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda-tanda vital dan jumlah urin yang
keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.2,3
2) Farmakologis
Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.2,3

32
3) Operatif
Operasi dilakukan jika:2,3
a) Obstruksi total
b) Strangulasi
c) Hernia inkarserata
d) Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif

J. KOMPLIKASI
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang
dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.2,3
Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi
dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Pada
obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir
dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan
akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi
bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam
sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock
septik.12

K. PROGNOSIS
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti
umur, etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat
muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan
operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas.
Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus
halus.11
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8%
asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan
pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan
meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik

33
bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.2

34
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Dolo, Sigi
No. RM : 01-01-77-03
Tanggal masuk RS : 01-12-2019

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien laki-laki MRS rujukan RSUD Torabelo Sigi dengan diagnosis susp.
Ca.Colon Metastasis masuk dengan keluhan nyeri perut sejak ±2 bulan
SMRS dan semakin memberat saat beraktivitas dan disertai gejala mual (+)
muntah (+), pasien juga mengeluhkan BAB tanpa disadari, sebelumnya
pasien mengeluhkan muntah darah disertai dengan makanan sejak ± 6 hari
sebelum MRS. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat badan dan
penurunan nafsu makan. BAK (+) lancar, buang angin (+) dan BAB (+) cair.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS Ibnu Sina Makassar dengan
diagnosis Infeksi Usus. Konsumsi obat-obatan (-), alkohol (-), riwayat alergi (-).

35
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-) dan riwayat
keganasan pada anggota keluarga (-)

C. Pemeriksaan fisik :
Primary Survey :
- Airway: Endotacheal Tube (-), Stridor (-), Gurgling (-), Snooring (-)
- Breathing: RR : 20x/menit, sianosis (-), vesikular (+/+), wheezing (-/-),
ronchi (-/-), thorax simetris bilateral (+/+), SpO2 97%,
- Circulation : Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 90x/menit (reguler, isi
dan tegangan cukup), Suhu 36.60C, akral hangat, kulit lembab.
- Disability : kesadaran E4M6V5 (composmentis), pupil isokor
(+/+),ukuran 2.5mm/2.5mm, Refleks cahaya langsung (+/+), refleks
cahaya tidak langsung (+/+), refleks kornea (+/+), lateralisasi (-/-), Alert
- Exposure : jejas di bagian tubuh lain (-), krepitasi (-), edema (-),

Secondary Survey
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (+/+)ukuran 2.5mm/2.5 mm, raccon eyes (-
/-),
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-),
Rhinorrhea (-)
Telinga : Ottorhea(-), battle sign (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), parrese (-)
Tenggorokan : tidak dapat dievaluasi
Leher : penonjolan (-), pembengkakan (-)

Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga (-/-), jejas (-),

36
oedem (-), hematom (-), deformitas (-).
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan , nyeri tekan (-/-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikular kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung, jejas (-), hematom (-), oedem (-).
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
Palpasi : nyeri tekan abdomen (+), defans muskular (-), distensi (-)
Perkusi : timpani (+), shifting dullnes (-)

Ekstremitas atas & bawah : dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (30/11/2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Pemeriksaan Feses :
Makroskopis :
Warna Kuning Coklat
Bentuk/Konsistensi Cair Lembek

Mikroskopik:
Eritrosit 4-7 /LPB 0-5/LPB
Leukosit 5-10 /LPB 0-3/LPB

Kimia Darah :
Glukosa sewaktu 135 mg/dl 65-110 mg/dl
Urea 19 mg/dl 10.0- 50.0 mg/dl

37
Creatinine 0.84 mg/dl Lk : 0.70-1.30mg/dl;
Pr : 0.50-0.90mg/dl
SGOT 11 µ/l 6-32 µ/l
SGPT 13 µ/l 7-32 µ/l

2. Laboratorium (01/12/2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah rutin :
Leukosit 14.66 103/ul 3,8-10,6
Eritrosit 4.45 106/ul 4,4-5,9
Hemoglobin 8.2 g/dl 13,2-17,3
Hematokrit 27.6 % 40-52
Trombosit 283 103/ul 150-440

Elektrolit Darah:
Natrium 132 nmol/L 135-145
Kalium 2.2 nmol/L 3.5-5.5
Clorida 96 nmol/L 96-106

Kimia Darah :
Glucose 119 mg/dl 70-140
Creatinine 0.92 mg/dl 0.60-1.20
Urea 27.0 mg/dl 18.0-55.0

Resume :
Pasien laki-laki MRS rujukan RSUD Torabelo Sigi dengan diagnosis susp.
Ca.Colon Metastasis masuk dengan keluhan nyeri perut sejak ±2 bulan
SMRS dan semakin memberat saat beraktivitas dan disertai gejala mual (+)
muntah (+), pasien juga mengeluhkan BAB tanpa disadari, sebelumnya
pasien mengeluhkan muntah darah disertai dengan makanan sejak ± 6 hari

38
sebelum MRS. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat badan dan
penurunan nafsu makan. BAK (+) lancar, buang angin (+) dan BAB (+) cair.
Pada pemeriksaan fisik, TD 130/80 mmHg, N 90x/menit, P 20 x/menit, S
36.6 oC, kesadaran composmentis (GCS E4V5M6). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan conjungtiva anemis (+/+), perut kesan cembung, peristaltik (+)
kesan meningkat, dan nyeri tekan abdomen (+) region epigastrium.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis dimna
WBC 14.66x103/ul, RBC 4.45x106/ul, Hb 8.2 g/dL, HCT 27.3 %, GDS 119
mg/dL, Na 132 nmol/L, K 2.2 nmol/L, dan Cl 96 nmol/L.

E. DIAGNOSIS
Ileus Obstruksi Parsial ec Susp. Tumor Colon

F. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
- Nacl 0.9% 22tpm
- Injeksi Ambacim 1gram/12j
- Injeksi Sanmol 1gram/8j
- Injeksi omeprazol 40 mg/12 j
- KCL 25 mEq drips dalam NaCl 0.9% 16tpm

2. Non medikamentosa
- Transfusi PRC 1 Bag
- Edukasi berobat lanjut

FOLLOW UP
Tanggal Keluhan dan Pemeriksaan Instruksi Dokter
02/12/2019 S : - Nyeri perut (+), mual (+) - IVFD NaCl 0.9% 22tpm
O : GCS : E4M6V5 - Inj. Ambacim
 TD : 110/70 mmHg 1gr/12jam/IV
- Inj. Sanmol 1gr/8jam/IV

39
 N : 78 x/menit - Inj. Omeprazole
 P : 18 x/menit 40mg/12jam/IV
 S : 36,5ºC - Sucralfat Syrup 2x2C
A : Ileus Obstruksi Parsial ec. Susp. - CT-Scan Abdomen
Tumor Colon
03/12/2019 S : - Nyeri perut (+) - IVFD NaCl 0.9% 22tpm
- gatal pada tubuh - Inj. Ambacim
O : GCS : E4M6V5 1gr/12jam/IV
 TD : 120/80 mmHg - Inj. Sanmol 1gr/8jam/IV
 N : 92 x/menit - Inj. Omeprazole
 P : 21 x/menit 40mg/12jam/IV

 S : 36,9ºC - Sucralfat Syrup 2x2C

A : Ileus Obstruksi Parsial ec. Susp.


Tumor Colon
04/12/2019 S : - Nyeri perut (+) - IVFD NaCl 0.9% 22tpm
- gatal pada tubuh - Inj. Ambacim
O : GCS : E4M6V5 1gr/12jam/IV
 TD : 120/80 mmHg - Inj. Sanmol 1gr/8jam/IV
 N : 82 x/menit - Inj. Omeprazole
 P : 18 x/menit 40mg/12jam/IV

 S : 36,6ºC - Sucralfat Syrup 2x2C

A : Ileus Obstruksi Parsial ec. Susp.


Tumor Colon
05/12/2019 S : - Nyeri perut (+) seperti di tusuk- - IVFD NaCl 0.9% 22tpm
tusuk - Inj. Ambacim
O : GCS : E4M6V5 1gr/12jam/IV
 TD : 160/80 mmHg - Inj. Sanmol 1gr/8jam/IV
 N : 80x/menit - Inj. Omeprazole
 P : 22 x/menit 40mg/12jam/IV

 S : 36,8ºC - Sucralfat Syrup 2x2C

40
A : Ileus Obstruksi Parsial ec. Susp.
Tumor Colon
06/12/2019 S : - Nyeri perut (+) bagian bawah - IVFD NaCl 0.9% 22tpm
- gelisah (+) - Inj. Ambacim
- sariawan (+) 1gr/12jam/IV
O : GCS : E4M6V5 - Inj. Sanmol 1gr/8jam/IV
 TD : 140/80 mmHg - Inj. Omeprazole
 N : 82 x/menit 40mg/12jam/IV
 P : 18 x/menit - Sucralfat Syrup 2x2C

 S : 36,8ºC
A : Ileus Obstruksi Parsial ec. Susp.
Tumor Colon
07/12/2019 S : - Nyeri perut (+) bagian bawah - Pro BL
- sariawan (+) - IVFD NaCl 0.9% 22tpm
O : GCS : E4M6V5 - Inj. Ambacim
 TD : 140/80 mmHg 1gr/12jam/IV
 N : 88 x/menit - Inj. Sanmol 1gr/8jam/IV
 P : 20 x/menit - Inj. Omeprazole

 S : 36,5ºC 40mg/12jam/IV

A : Ileus Obstruksi Parsial ec. Susp. - Sucralfat Syrup 2x2C


Tumor Colon

41
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ileus obstruksi parsial ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dimana pada
anamnesis didapatkan Pasien laki-laki masuk dengan keluhan nyeri perut sejak ±2
bulan SMRS dan semakin memberat saat beraktivitas dan disertai gejala mual dan
muntah, pasien juga mengeluhkan BAB tanpa disadari, sebelumnya pasien
mengeluhkan muntah darah disertai dengan makanan sejak ± 6 hari sebelum
MRS. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat badan dan penurunan
nafsu makan. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa obstruksi sebagian
(partial obstruction) yaitu obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih
bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit. Pasien dengan ileus obstruksi
akan mengalami serangan kolik dimanya adanya nyeri perut berkala, mual, serta
muntah, dan adanya diare pada tahap awal.
Pada pemeriksaan fisik, TD 130/80 mmHg, N 90x/menit, P 20 x/menit, S
36.6 oC, kesadaran composmentis (GCS E4V5M6). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan conjungtiva anemis (+/+), perut kesan cembung, peristaltik (+) kesan
meningkat, dan nyeri tekan abdomen (+) region epigastrium.
Pada kasus ini, pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah laboratorium
darah lengkap. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya
leukositosis dimna WBC 14.66x103/ul, RBC 4.45x106/ul, Hb 8.2 g/dL, HCT 27.3
%, GDS 119 mg/dL, Na 132 nmol/L, K 2.2 nmol/L, dan Cl 96 nmol/L. Menurut
teori laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi hemokonsentrasi,
leukositosis, dan gangguan elektrolit.
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan
penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya
strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan
dinding intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan
peningkatan episode kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan.

42
Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri
dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.
Muntah merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh
atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan
syok hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan
asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran
setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan efek sistemik
seperti bakteriemia dan peritonitis.
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

43
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhikari S, Hossein MZ, Das A, Mitra N, Ray U. Etiology and outcome
of acute intestinal obstruction: a review of 367 patients in Eastern
India. Saudi J Gastroenterol. 2010;16(4):285–287. doi:10.4103/1319-
3767.70617
2. De Jong, Wim & Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta
: 2013.EGC.
3. Smith DA, Nehring SM. Bowel Obstruction. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): Stat Pearls Publishing; 2019 Jan. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441975/
4. Ramnarine M, Pantic D, Dronen CS, Talavera F. Small bowel
obstruction. Medscape [serial online] 2017 Apr 28.Available
from:URL:https://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
5. Guyton A.C. And Hall J.E. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11.
Jakarta : 2013. EGC.
6. Kasminata L, Dennison, Herman H. Gambaran karakteristik penderita
ileus obstruktif rawat inap di rsud raden mattaher jambi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi. 2013
7. Shivakumar C. R., Shoeb MFR, Reddy AP, Patil S. A clinical study of
etiology and management of acute intestinal obstruction. Department of
General Surgery, Gulbarga Institute of Medical Sciences, Gulbarga,
Karnataka, India.[serial online] 2018 Sep 5. Available from:URL
http://www.ijsurgery.com
8. Indrayani MN. Diagnosis dan tatalaksana ileus obstruktif. Bagian/SMF
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2013
9. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif.
Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008;
318– 20.

44
10. J.Corwin, Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : 2009. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
11. Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: june 4,
2012.
12. Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical
Bowel Obstruction). EBSCO Publishing. 2005

45

Anda mungkin juga menyukai