Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Berpikir
Sebelum kita mengetahui apa itu pengertian berpikir kritis ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu mengenai pengertian berpikir. Berpikir adalah aktivitas
yang sifatnya mencari idea tau gagasan dengan menggunakan berbagai ringkasan
yang masuk akal. Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia (1996), mengatakan berpikir
adalah suatu proses sensasi, persepsi, dan memori/ ingatan, berpikir mengunakan
lambang (visual atau gambar), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang
disertai proses pemecahan masalah.
Berpikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat
keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon, 1995 ). Berpikir
merupakan suatu proses yang aktif dan terkoordinasi ( Chaffe, 1994 ). Dalam
kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang
masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada
keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan ( Katako-Yahiro dan Saylor,
1994). Jadi yang merupakan pengertian berpikir merupakan suatu proses yang
berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran
dan persepsi.
Teknik Berpikir
Berpikir memiliki berbagai macam teknik, antara lain; berpikir austik, berpikir
realistic, berpikir kreatif dan berpikir evaluative.
1.      Berpikir Austik
Pada saat melamun seseorang menghayal dan sering berfantasi memikirkan sesuatu
yang terkadang tidak sesuai dengan keadaan. Setiap orang pernah terlibat dengan
cara ini, namun harus selalu terkendali. Oleh karena itu, berpikir austik sering
diidentikkan dengan melamun. Misalnya, seseorang yang berhayal ingin
mempunyai pesawat terbang.
2.      Berpikir Realistic
Berpikir realistic dilakukan oleh seseorang saat menyesuaikan diri dengan situasi
yang nyata. Pada berpikir realistic, seseorang melihat situasi nyata yang ada,
kemudian langsung menarik suatu kesimpulan, selanjutnya direalisasikan pada
penaglaman nyata. Hal ini disebut berpikir realistic induktif. Misalnya, pada
kondisi bangun kesiangan saat masuk kuliah pagi, seseorang akan memikirkan
alternative untuk tidak bangun kesiangan. Selanjutnya, jika seseorang berpikir
dengan melihat pengalaman sebelumnya, kemudian menarik suatu kesimpulan dari
situasi yang ada, disebut berpikir realistis deduktif.
3.      Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif dilakukan untuk menemukan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif
memerlukan stimulus atau rangsangan dari lingkungan yang dapat memicu
seseorang berkreativitas. Seseorang baru dikatakan berpikir kreatif jika ada
perubahan atau menciptakan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif dilakukan
berdasarkan manfaat atau tujuan yang pasti, menyelesaikan dengan baik suatu
masalah, dan menghasilkan ide yang baru atau menata kembali ide lama dalam
bentuk baru.
4.      Berpikir Evaluatif
Pada saat seseorang berpikir evaluative, berarti ia mempelajari dan menilai baik
buruknya suatu keadaan, tepat tidaknya suatu gagasan , serta perlu tidaknya
perubahan suatu gagasan. Misalnya, ketika seseorang merencanakan membeli jas
baru, keuntungan dan kerugiannya, serta apakahtepat jika membeli jika kondisi
tidak memungkinkan.
          
B. Pengertian Berpikir Kritis
Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian
atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan
pengalaman. ( Pery & Potter,2005). Menurut Bandman dan Bandman (1988),
berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan,
pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Menurut Strader
(1992), bepikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat
tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan menginterprestasikannya serta
mengevaluasi pandapat-pandapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan
tentang adanya perspektif/ pandangan baru.
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi seorang
profesional. Berpikir kritis akan membantu profesional dalam memenuhi
kebutuhan klien. Berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah-
sasaran yang membantu individu membuat penilaian berdasarkan data bukan
perkiraan (Alfaro-LeFevre 1995). Berpikir kritis berdasarkan pada metode
penyelidikan ilmiah, yang juga menjadi akar dalam proses keperawatan. Berpikir
kritis dan proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan profesional karena
cara berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada
pikiran rasional dan cermat. Menjadi pemikir kritis adalah sebuah denominator
umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan
mandiri. Pengetahuan didapat, dikaji dan diatur melalui berpikir. Keterampilan
kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas-tinggi memerlukan disiplin
intelektual, evaluasi-diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan, dan dukungan (Paul,
1993). Berpikir kritis mentransformasikan cara individu memandang dirinya
sendiri, memahami dunia. dan membuat keputusan (Chafee 1994).
Jadi yang dimaksud dengan berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang
melatih kemampuan dalam mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat
tentang tepat-tidaknya ataupun layak-tidaknya suatu gagasan yang mencakup
penilaian dan analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat
dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu
keputusan.
Bahwa untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus
melakukan suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful
thinking), bukan “asal” berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari
kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering
melakukan proses berpikir yang terjadi secara “otomatis” (misal; dalam menjawab
pertanyaan “siapa namamu?”). Banyak pula situasi yang memaksa seseorang untuk
melakukan kegiatan berpikir yang memang di “rencanakan” ditinjau dari sudut
“apa” (what), “bagaimana” (how), dan “mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika
berhadapan dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.
 
C. Tingkatan Berpikir Kritis
Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) mengidentifikasi tiga tingkatan berpikir kritis
dalam keperawatan yaitu tingkat dasar, kompleks dan komitmen.
Pada tingkat dasar seseorang mempunyai kewenangan untuk menjawab setiap
masalah dengan benar. Pemikiran ini harus berdasarkan pada kenyataan yang
terjadi dengan berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Ini
adalah langkah awal dalam kemampuan perkembangan member alasan (kataoka-
Yahiro dan Saylor, 1994). Ketika perawat sebagai orang baru yang belum
berpengalaman di pelayanan, berpikir kritisnya dalam melakukan asuhan
keperawatan sangat terbatas. Oleh karena itu, ia harus mau belajar dari perawat lain
dan menerima berbagai pendapat dari orang lain.
Pada tingkat kompleks, seseorang akan lebih mengakui banyaknya perbedaan
pandangan dan persepsi. Pengalaman dapat membantu seseorang menambah
kemampuannya untuk melepaskan ego atau kekuasaanya untuk menerima
pendapat orang lain kemudian menganalisis dan menguji alternative secara mandiri
dan sistematis. Untuk melihat bagaimana tindakan kebidanan mempunyai
keuntungan bagi klien, bidan dapat mulai mencoba berbagai alternative yang ada
dengan membuat rentang yang lebih luas untuk pencapaiannya. Hal ini
membutuhkan lebih dari satu pemecahan masalah untuk setiap masalah yang
ditemukan. Di sini bidan belajar berbagai pendekatan yang berbeda-beda untuk
jenis penyakit yang sama.
Pada tingkat komitmen, bidan sudah memilih tindakan apa yang akan dilakukan
berdasarkan hasil identifikasi dari berbagai alternative pada tingkat kompleks.
Bidan dapat mengantisipasi kebutuhan kelien untuk membuat pilihan-pilihan kritis
sesudah menganalisis berbagai manfaat dari alternative yang ada. Kematangan
seorang perawat akan tampak dalam memberikan pelayanan dengan baik, lebih
inovatif dan lebih tepat guna bagi perawatan klien.
 
D. Model Berpikir Kritis
Kataoka -Yahiro dan Saylor telah mengembangkan suatu model tentang berpikir
kritis untuk penilaian keperawatan. Model ini mendefinisikan hasil dari perpikir
kritis sebagai penilaian kebidanan yang relevan atau sesuai dengan masalah-
masalah kebidanan dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang untuk
peniaian kebidanan ditingkat pelayanan, pengelolaan dan pendidikan. Ketika
seorang perawat berada di pelayanan, model ini mengemukakan lima komponen
berpikir kritis yang mengarahkan bidan untuk membuat rencana tindakan agar
asuhan kebidanan aman dan efektif.
1.      Dasar Pengetahuan Khusus
Komponen pertama berpikir kritis adalah dasar pengetahuan khusus perawat dalam
keperawatan. Dasar pengetahuan ini beragam sesuai dengan program pendidikan
dasar keperawatan dari jenjang mana perawat diluluskan, pendidikan berkelanjutan
tambahan, dan setiap gelar tingkat lanjut yang didapatkan perawat.
Dasar pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pengetahuan
alam, humaniora, dan keperawatan yang diperlukan untuk memikirkan masalah
keperawatan. Informasi tersebut memberikan data yang digunakan dalam berbagai
proses berpikir kritis. Penting artinya bahwa dasar pengetahuan ini mencakup
pendekatan yang menguatkan kemampuan perawat untuk ber[ikir secara kritis
tentang masalah kebidanan.
2.      Pengalaman
Komponen kedua dari model berpikir kritis adalah pengalaman dalam kebidanan.
Kecuali bidan mempunyai kesempatan untuk berpraktik di dalam lingkungan
klinik dan membuat keputusan tentang perawat klien, berpikir kritis tidak akan
pernah terbentuk. Ketika bidan harus menghadapi klien, informasi tentang
kesehatan dapat diketahui dari mengamati, merasakan, berbicara dengan klien, dan
merefleksikan secara aktif pada pengalaman.
Pengalaman bidan  dalam peraktik klinik akan mempercepat proses berpikir kritis
karena ia akan berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik, dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap
masalah kesehatan.
Pengalaman adalah hasil interaksi antara individu melalui alat indranya dan
stimulus yang berasal dari beberapa sumber belajar. Menurut Rowntree pada
proses belajar ada lima jenis stimulus atau rangsangan yang berasal dari sumber
belajar.
a.       Interaksi manusia (verbal dan nonverbal), adalah interaksi antara manusia
baik verbal maupun nonverbal.
b.      Realita (benda nyata, orang dan kejadian), adalah rangsangan yang meliputi
benda-benda nyata, peristiwa nyata, binatang nyata, dan sebagainya.
c.       Pictorial representation, adalah jenis rangsangan gambar yang mewakli suatu
objek dan peristiwa
d.      Written symbols, adalah lambang tertulis yang dapat disajikan dalam
berbagai macam media.
e.       Recorded sound, adalah rangsangan dengan suara rekaman yang membantu
mengontrol realitas mengingat bahwa suara senantiasa berlangsung atau jalan
terus.
3.      Kompetensi
Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk
membuat penilaian keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis
umum yang meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian masalah,
dan pembuatan keputusan., berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis yang
meliputi alasan mengangkat diagnose dan membuat keputusan untuk perencanaan
tindakan selanjutnya, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan melalui
pendekatan proses keperawatan (pengkajian sampai evaluasi).
4.      Sikap untuk Berpikir Kritis
Paul (1993) telah meringkaskan sikap-sikap yang merupakan aspek sentral dari
pemikir kritis. Sikap ini adalah nili yang harus ditunjukkan keberhasilannya oleh
pemikir kritis. Individu harus menunjukkan keterampilan kognitif untuk berpikir
secara kritis, tetapi juga penting untuk memastikan bahwa keterampilan ini
digunakan secara adil dan bertanggung jawab. Berikut ini contoh sikap berpikir
kritis.
1.      Tanggung gugat
Ketika individu mendekati suatu situasi yang membutuhkan berpikir kritis, adalah
tugas individu tersebut untuk “mudah menjawab” apa pun keputusan yang
dibuatnya. Sebagai perawat professional, perawat harus membuat keputusan dalam
berespons terhadap hak, kebutuhan, dan minat klien. Perawat harus menerima
tanggung gugat untuk apapun penilaian yang dibuatnya atas nama pasien.
2.      Berpikir mandiri
Sejalan dengan seseorang menjadi dewasa dan mendapatkan pengetahuan baru,
mereka belajar mempertimbangkan ide dan konsep dengan rentang yang luas dan
kemudian membuat penilaian mereka sendiri. Untuk berpikir secara mandiri,
seorang menantang cara tradisional dalam berpikir, dan mencari rasional serta
jawaban logis untuk masalah yang ada
3.      Mengambil risiko
Dalam hal ini perawat perlu dibutuhkan niat dan kemauan mengambil risiko untuk
mengenali keyakinan apa yang salah dan untuk kemudian melakukan tindakan
didasarkan pada keyakinan yang didukung oleh fakta dan dan bukti yang kuat.
4.      Kerendahan hati
Penting untuk mengetahui keterbatasan diri sendiri. Pemikir kritis menerima
bahwa mereka tidak mengetahui dan mencoba untuk mendapatkan pengetahuan
yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat. Keselamatan dan
kesejahteraan klien mungkin berisiko jika perawat tidak mampu mengenali
ketidakmampuannya untuk mengatasi masalah praktik.
5.      Integritas
Pemikir kritis mempertanyakan dan menguji pengetahuan dan keyakinan
pribadinya seteliti mereka menguji pengetahuan dan keyakinan orang lain.
Integritas pribadi membangun rasa percaya dari sejawat dan bawahan. Orang yang
mempunyai integritas dengan cepat berkeinginan untuk mengakui dan
mengevaluasi segala ketidakkonsistenan dalam ide dan keyakinannya.
6.      Ketekunan
Pemikir kritis terus bertekad untuk menemukan solusi yang efektif untuk masalah
perawatan klien. Solusi yang cepat adalah hal yang tidak dapat diterima. Perawat
belajar sebanyak mungkin mengenai masalah, mencoba berbagai pendekatan untuk
perawatan, dan terus mencari sumber tambahan sampai pendekatan yang tepat
ditemukan.
7.      Kreativitas
Kreativitas mencakup berpikir original. Hal ini berarti menemukan solusi di luar
apa yang dilakukan secara tradisional. Sering kali klien menghadapi masalah yang
membutuhkan pendekatan unik.
 
Standar untuk Berpikir Kritis
Paul (1993) menemukan bahwa standar intelektual menjadi universal untuk
berpikir kritis. Standar professional untuk berpikir kritis mengacu pada kriteria etik
untuk penilaian keperawatan dan kriteria unuk tanggung jawab dan tanggung gugat
professional. Penerapan standar ini mengharuskan perawat menggunakan berpikir
kritis untuk kebaikan individu atau kelompok. (Kataoka-Yhiro & Saylor, 1994 ).
E. Aspek-Aspek Berpikir Kritis
Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari beberapa
perilaku selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Berpikir kritis seseorang
dapat dilihat dari beberapa aspek :
1)      Relevance
     Relevansi (keterkaitan) dari pernyataan yang dikemukakan.
2)      Importance
Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan.
3)      Novelty
Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru
maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru orang lain.
4)      Outside Material
Menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari
perkuliahan (refrence).
5)      Ambiguity clarified
Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan.
6)      Linking ideas
Senantiasa menghubungkan fakta, idea tau pandangan serta mencari data baru dari
informasi yang berhasil dikumpulkan.
 
 
7)      Justification
Member bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan
yang diambilnya. Termasuk di dalalmnya senantiasa member penjelasan mengenai
keuntungan (kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi
8)      Critical assessment
Melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi/ masukan yang dating dari dalam
dirinya maupun dari orang lain.
9)      Practical utility
Ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat pula dari sudut keperaktisan/
kegunaanya dalam penerapan.
10)  Width of understanding
Diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat muluaskan isi atau materi diskusi.
Secara garis besar, perilaku berpikir kritis diatas dapat dibedakan dalam beberapa
kegiatan:
a.       Berpusat pada pertanyaan (focus on question)
b.      Analisa argument (analysis arguments)
c.       Bertanya dan menjawab pertanyaan untuk klarifikasi (ask and answer
questions of clarification and/or challenge)
d.      Evaluasi kebenaran dari sumber informasi (evaluating the credibility sources
of information)
 
F. Unsur-unsur Dasar Berpikir Kritis
Menurut Ennis (1996: 364) terdapat 6 unsur dasar dalam berpikir kritis yang
disingkat menjadi FRISCO : 
F (Focus): Untuk membuat sebuah keputusan tentang apa yang diyakini maka
harus bisa memperjelas pertanyaan atau isu yang tersedia, yang coba diputuskan itu
mengenai apa. 
R (Reason): Mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau melawan putusan-
putusan yang dibuat berdasar situasi dan fakta yang relevan. 
I (Inference): Membuat kesimpulan yang beralasan atau menyungguhkan. Bagian
penting dari langkah penyimpulan ini adalah mengidentifikasi asumsi dan mencari
pemecahan, pertimbangan dari interpretasi akan situasi dan bukti. 
S (Situation): Memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam berpikir akan
membantu memperjelas pertanyaan (dalam F) dan mengetahui arti istilah-istilah
kunci, bagian-bagian yang relevan sebagai pendukung. 
C (Clarity): Menjelaskan arti atau istilah-istilah yang digunakan. 
O (Overview): Melangkah kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan
yang diambil. 
Untuk menilai kemampuan berpikir kritis Watson dan Glaser (1980) melakukan
pengukuran melalui tes yang mencakup lima buah indikator, yaitu mengenal
asumsi, melakukan inferensi, deduksi, interpretasi, dan mengevaluasi argumen.
Joko Sulianto (2011) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kritis sebagai bagian
dari keterampilan berpikir perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, sebab
banyak sekali persoalan-persoalan dalam kehidupan yang harus dikerjakan dan
diselesaikan.  
 
G. Pentingnya Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan hal penting yang harus lakukan diantaranya karena:
1. Berpikir kritis memungkinkan siswa memanfaatkan potensi seseorang dalam
melihat masalah, memecahkan masalah, menciptakan, dan menyadari diri.
2. Berpikir kritis merupakan keterampilan universal. Kemampuan berpikir jernih
dan rasional diperlukan pada pekerjaan apapun, ketika mempelajari bidang ilmu
apapun, untuk memecahkan masalah apapun, jadi merupakan aset berharga bagi
karir seorang. 
3. Berpikir kritis sangat penting di era informasi dan teknologi. Seorang harus
merespons perubahan dengan cepat dan efektif, sehingga memerlukan
keterampilan intelektual yang fleksibel, kemampuan menganalisis informasi, dan
mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
4. Berpikir kritis meningkatkan keterampilan verbal dan analitik. Berpikir jernih
dan sistematis dapat meningkatkan cara mengekspresikan gagasan, berguna dalam
mempelajari cara menganalisis struktur  teks dengan logis, meningkatkan
kemampuan untuk memahami.
5. Berpikir kritis meningkatkan kreativitas. Untuk menghasilkan solusi kreatif
terhadap suatu masalah tidak hanya perlu gagasan baru, tetapi gagasan baru itu
harus berguna dan relevan dengan tugas yang harus diselesaikan. Berpikir kritis
berguna untuk mengevaluasi ide baru, memilih yang terbaik, dan memodifikasi
bisa perlu.
6. Berpikir kritis penting untuk refleksi diri. Untuk memberi struktur kehidupan
sehingga hidup menjadi lebih berarti (meaningful life), maka diperlukan
kemampuan untuk mencari kebenaran dan merefleksikan nilai dan keputusan diri
sendiri. Berpikir kritis merupakan meta-thinking skill, ketrampilan untuk
melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap nilai dan keputusan yang diambil,
kemudian dalam konteks membuat hidup lebih berarti yaitu melakukan upaya
sadar untuk menginternalisasi hasil refleksi itu ke dalam kehidupan sehari-hari. 
 
 
H. Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis 
Di dalam kelas atau ketika berinteraksi dengan orang lain, cara-cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan berpikir kritis adalah:
1. Membaca dengan kritis
Untuk berpikir secara kritis seseorang harus membaca dengan kritis pula. Dengan
membaca secara kritis, diterapkan keterampilan-keterampilan berpikir kritis seperti
mengamati, menghubungkan teks dengan konteksnya, mengevaluasi teks dari segi
logika dan kredibilitasnya, merefleksikan kandungan teks dengan pendapat sendiri,
membandingkan teks satu dengan teks lain yang sejenis.
2. Meningkatkan daya analisis 
Dalam suatu diskusi dicari cara penyelesaian yang baik, untuk suatu permasalahan,
kemudian mendiskusikan akibat terburuk yang mungkin terjadi. 
3. Mengembangkan kemampuan observasi atau mengamati 
Dengan mengamati akan didapat penyelesaian masalah yang misalnya
menghendaki untuk menyebutkan kelebihan dan kekurangan, pro dan kontra akan
suatu masalah, kejadian atau hal-hal yang diamati. Dengan demikian memudahkan
seseorang untuk menggali kemampuan kritisnya. 
4. Meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi 
Pengajuan pertanyaan yang bermutu, yaitu pertanyaan yang tidak mempunyai
jawaban benar atau salah atau tidak hanya satu jawaban benar, akan menuntut
siswa untuk mencari jawaban sehingga mereka banyak berpikir. 
 
Dari hasil penelitian, L. M. Sartorelli dan R. Swartz dalam Hassoubah (2004: 96-
110), beberapa cara meningkatkan keterampilan berpikir kritis diantaranya adalah
dengan meningkatkan daya analisis dan mengembangkan kemampuan
observasi/mengamati.
Menurut Christensen dan Marthin dalam Redhana (2003: 21) bahwa strategi
pemecahan masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan
kemampuan siswa dalam mengadaptasi situasi pembelajaran yang baru. Tyler
dalam Redhana (2003: 21) berpendapat bahwa pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam
pemecahan masalah akan meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
 

DAFTAR PUSAKA
 
 
http://ediconnect.blogspot.com/2012/03/teori-belajar-berpikir-kritis.html
http://wonderfulmidwife.blogspot.com/2013/04/definisi-bidan-dan-filosofi-
dalam.html
Nur, Indah. 1990. Berfikir Kritis dalam kehidupan Sehari-hari. Bandung. Media
Bersama

Anda mungkin juga menyukai