Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ………………………………………………………………………… 1
B. Tujuan penulisan ……………………………………………………………………… 1
C. Rumusan masalah ………………………………………………………………….….. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ikterus …………………………………………….....................……….… 3
B. Penyebab faktor Ikterus …......…...........…….……………………………………..…. 3
C. Tanda gejala Ikterus …….................………………………………………………..... 4
D. Penanganan Ikterus ………………............................………………………………… 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………… 6
B. Saran ………………………………………………………………………………….. 6
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Asuhan
Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita.Adapun makalah ini mengenai Ikterik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah mendukung dan
memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada Dosen bidang
studi Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan karena faktor keterbatasan pengetahuan dari penyusun, maka kami
dengan senang hati menerima kritikan serta saran – saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 12 November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya
produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa
normal. Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir,
terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning
ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk
memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari.
Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum
cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin,
bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada bayi. Kejadian ikterus pada bayi baru lahir
(BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR).
Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu dan beberapa klinik tertentu
di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada
akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan. BBLR menjadi ikterus disebabkan karena
sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan
secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar, infeksi,
dan hemolisis. BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka
panjang terhadap kehidupan di masa depan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menambah ilmu pengetahuan bagi semua mahasiswa yang membaca makalah
ini.
2. Tujuan khusus
a) Pengertian Ikterik
b) Penyebab dari Ikterik
c) Tanda dan gejala Ikterik
d) Penanganan dari Ikterik
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ikterik ?
2. Apa penyebab dan faktor resiko dari Ikterik ?
3. Apa tanda dan gejala dari Ikterik ?
4. Bagaimana pengananan dari Ikterik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

Ikterus atau Hiperbilirubinemia pada BBL adalah meningginya kadar bilirubin didalam
jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup
bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir
merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. Ikterus atau
warna kuning pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari ke 2-3 dan menghilang
pada hari ke-10.
Ikterik neonatorum dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Ikterus Fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada
minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula
kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3
kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan
penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup
bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih
tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu
2 – 4 minggu bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.
2. Ikterus Patologis

Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Peningkatan kadar bilirubin total serum 0,5
mg/dL/jam. Ikterus diikuti dengan adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari
pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang
cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil ). Ikterus bertahan setelah 8 hari
pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

B. Penyebab dan faktor resiko


Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin (zat/ komponen yang
berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit. Pada
saat masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah merah yang banyak
karena paru-parunya belum berfungsi. Sel darah merah mengangkut oksigen dan
nutrisi dari ibu ke bayi melalui plasenta. Sesudah bayi lahir, paru-parunya sudah
berfungsi, sehingga darah merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah
satu hasil pemecahan itu adalah bilirubin.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu sebagai
berikut:
1) Prahepatik (ikterus hemolitik)

Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada proses
hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan bilirubin dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah infeksi, kelainan sel darah
merah, dan toksin dari luar tubuh, serta dari tubuh itu sendiri.
2) Pascahepatik (obstruktif)

Adanya obstruksi pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin


konjungasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk ke dalam aliran darah,
kemudian sebagian masuk dalam ginjal dan diekskresikan dalam urine. Sementara
itu, sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sklera berwarna kuning
kehijauan serta gatal. Sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan
ekresi bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang, sehingga fases akan
berwarna putih keabu-abuan, liat, dan seperti dempul.
3) Hepatoseluler (ikterus hepatik)

Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami kerusakan
maka secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga
bilirubin direct meningkat dalam aliran darah. Bilirubindirect mudah dieksresikan
oleh ginjal karena sifatnya mudah larut dalam air, namun sebagian masih tertimbun
dalam aliran darah.
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum :
 Faktor Maternal :
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
- ASI
 Faktor Perinatal :
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
 Faktor Neonatus :
- Prematuritas
 Faktor genetik :
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia

C. Tanda dan gejala

Fisiologis :
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak
mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus
fisiologis ini memiliki tanda-tanda berikut:
a) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b) Kadar bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
d) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
Patologis :
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis
memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b) Kadar bilirubin inderect melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
c) Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari.
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e) Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)


1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki d 12
bawahtungkai
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16

D. Penanganan
1. Ikterus fisiologis
a) Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya

b) Lakukan perawatan bayi sehari-hari, seperti:

 Memandikan
 Melakukan perawatan tali pusat
 Membersihkan jalan nafas
 Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang lebih 30 menit
c) Jelaskan pentingnya hal-hal seperti :
 Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin
 Menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi telanjang
selama 30 menit,15 menit dalam posisi terlentang, dan 15 menit
sisanya dalam posisi tengkurap
 Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu,
 Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu

d) Apabila ada tanda ikterus yang lebih parah (misalnya feses berwarna putih

keabu-abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera membawa
bayinya ke puskesmas. Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2 hari.

2. Hiperbilirubinemia sedang
a. Berikan ASI secara adekuat

b. Lakukan pencegahan hipotermi

c. Letakkan bayi di tempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4

hari
d. Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian

e. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan bayi

bertambah parah serta mengeluarkan feses bewarna putih keabu-abuan dan


liat seperti dempul
3. Hiperbilirubenemia berat

a. Berikan informer consent pada keluarga untuk segera merujuk bayinya

b. Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat

c. Lakukan pencegahan hipotermi

d. Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml.


Bentuk terapi bermacam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada, yaitu :
1. Terapi sinar (fototerapi)

Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam
tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah
dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak
terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Sinar yang
digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang
gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara
paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flaxy glass yang
berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh
bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup
dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya yang
berlebihan dari lampu-lampu tersbut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi
belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu
pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi resiko terhadap organ reproduksi itu,
seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah, terlentang
lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Jika sudah turun dan berada di
bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka
waktu dua hari sibayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada
kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena
malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan
pengeluaran cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus
meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya,
hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi
dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada bayi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah :
a. Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk

menghindarkan turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.


b. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.

c. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk

mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonatus. Pemantau
iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.
d. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk

melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.


e. Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan

energi yang optimal


f. Posisi bayi diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin
g. Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu

h. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur,

dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi


i. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan
j. Lamanya terapi sinar dicatat

Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin berada dalam ambang batas normal, terapi
sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu
dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi
yang menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, gangguan metabolisme dan lain-lain.
Keadaan demikian memerlukan tindakan kolaboratif dengan tim medis.
Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping
tersebut bersifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan
memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan
keadaan bayi secara berkelanjutan.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar adalah :
a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water loss) Energi

fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan


penguapan melalui kulit, terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah.
Keadaan ini dapat diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan.
b. Frekuensi defekasi meningkat

Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan pembentukan enzim


laktase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar
laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.
c. Timbul kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan ekstrimitas

Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan. Dilaporkan pada beberapa
terjadi “Bronze baby syndrom” hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu
mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat
sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
d. Peningkatan suhu

Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu


lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi pada bayi
premature fungsi termostat atau yang belum matang. Pada keadaan ini fototerapi
dapat dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan dan dilakukan
pemantauan suhu tubuh neontus dengan jangka waktu (unterval) yang lebih singkat.
e. Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan iritabilitas.

Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.


f. Gangguan pada mata dan pertumbuhan
Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada binatang percoban.
Pada neonatus yang mendapat terapi sinar, gangguan pada retina dan fungsi
penglihatan lainnya serta gangguan tumbuh kembang tidak dapat dibuktikan dan
belum ditemukan, walupun demikian diperlukan kewaspadaan perawat tentang
kemungkinan timbulnya keadaan tersebut.
2. Terapi Transfusi

Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan
terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena
anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya
keterbelakangan mental, cerebrel palsy, gangguan motorik dan bicara, serta
gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah
teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Penggantian darah sirkulasi neonatus dengan darah dari donor dengan cara
mengeluarkan darah neonatus dan masukkan darah donor secara berulang dan
bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah darah yang diganti sama dengan yang
dikeluarkan. Pergantian darah bisa mencapai 75-85% dari jumlah darah
neonatus.
Tujuan transfusi tukar adalah untuk menurunkan kadar bilirubin indirek,
mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis, membuang antibody yang
menyebabkan hemolisis, dan mengoreksi anemia.
Transfusi tukar akan dilakukan oleh dokter pada neonatus dengan kadar
bilirubin indirek sama dengan atau lebih tinggi dari 20mg% atau sebelum
bilirubin mencapai kadar 20 mg%. Pada neonatus dengan kadar bilirubin tali
pusat lebih dari 4 mg% dan kadar hemoglobin tali pusat kurang dari 10 mg%,
peningkatan kadar bilirubin 1 mg% tiap jam. Darah yang digunakan sebagai
darah pengganti (darah donor) ditetapkan berdasarkan penyebab
hiperbilirubinemia.
Transfusi tukar dilakukan, tetapi sebelumnya label darah harus diperiksa
apakah sudah sesuai dengan permintaan dan tujuan transfusi tukar. Darah yang
digunakan usianya harus kurang dari 27 jam. Darah yang akan dimasukan harus
dihangatkan dulu, 2 jam sebelum transfusi tukar bayi dipuasakan, bila perlu
dipasang pipa nasogastrik, lalu bayi dibawa ke ruang aseptic untuk menjalani
prosedur transfusi tukar.
Prosedur transfusi tukar : Bayi ditidurkan di atas meja dengan fiksasi
longgar, pasang monitor jantung dengan alarm jantung diatur di luar batas 100-
180 kali/ menit, masukkan kateter ke dalam vena umbilikalis, melalui kateter
darah bayi dihisap sebanyak 200 cc lalu dikeluarkan, kemudian darah pengganti
sebanyak 200 cc dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Setelah menunggu 20 detik,
lalu darah bayi diambil lagi sebanyak 200 cc dan
dikeluarkan. Kemudian dimasukan darah pengganti dengan jumlah yang sama.
Demikian siklus penggantian tersebut diulangi sampai selesai. Kecepatan
menghisap dan memasukkan darah ke dalam tubuh bayi diperkirakan 1,8 kg/cc
BB/menit. Jumlah darah yang ditransfusi tukar berkisar 140-180 bergantung
pada tinggi rendahnya kadar bilirubin sebelum transfusi tukar.
Saat transfusi tukar, darah donor dihangatkan sesuai suhu temperatur
ruang. Pemanasan darah dapat merusak eritrosit yang akan menghemolisis dan
menghasilkan bilirubin. Pemanasan tidak boleh dilakukan secara langsung dan
tidak boleh menggunakan microwave. Darah dihangatkan dengan koil
penghangat yang dirancang untuk tujuan tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan selama transfusi tukar berlangsung, perawat
bertanggung jawab membantu dan mencatat tanda penting tiap 15 menit.
Pemeriksaan kadar kalsium dan glukosa darah dilakukan selama transfusi tukar.
Segera setelah transfusi tukar selesai, dilakukan pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, elektrolit, dan bilirubin, kemudian diulangi tiap 4-8 jam atau sesuai
anjuran dokter. Selama dan sesudah transfusi tukar dapat terjadi komplikasi
emboli udara dan trombosis udara dan trombosis, aritmia, hipervolemia, henti
jantung, hipernatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, asidosis dan alkoliosis
postransfusi tukar, trombositopenia, perdarahan dan kelebihan heparin,
bakterimia, pasti hepatitis virus B.
3. Terapi Obat-obatan

Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya phenobarbital atau


luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga
bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan
yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi
timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan, maka terapi obat-obatan ini dikurangi
bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk dan akibatnya bayi jadi
banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan
kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena
itu, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani
hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerpi si kecil sudah bisa ditangani.

4. Menyusui Bayi dengan ASI

Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine,
untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki
zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan buang air
kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter
karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi
(breast milk jaundice).
Kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi
lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tidak
boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui
lagi.

5. Terapi Sinar Matahari

Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya


dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.Caranya, bayi dijemur
selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Caranya seperempat jam
dalam keadaaan terlentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup.
Lakukan antara jam 07.00 sampai 09.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif
mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup
efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi
sehingga akan merusak kulit.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena
dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara
harus bersih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ikterus adalah keadaan dimana meningginya kadar bilirubin didalam jaringan
ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna
kuning. Ini disebabkan oleh karena adanya timbunan bilirubin (zat/ komponen yang
berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit. Ikterus
dikelompokkan menjadi dua yaitu Ikterus fisiologis yang biasanya timbul pada hari
kedua dan ketiga dan tanpa ada dasar patologis sedangkan Ikterus patologis muncul
pada 24 jam pertama bayi lahir dan akan menetap selama 2 minggu dan kadar
bilirubinnya melampaui batas kadar hiperbilirubinemia. Penanganan pada bayi ikterus
bermacam-macam sesuai tingkatan dan kadar bilirubinnya.

B. Saran

Kami harapkan bagi pembaca agar bisa memahami masalah ikterus pada neonatus dan
waspadai tanda dan gejala sedini mungkin anak mengalami ikterus,orang tua perlu
perhatikan pada anak jika anak mengalami tanda-tanda ikterus, dalam keadaan seperti
ini maka orang tua perlu mencurigai akan tanda-tanda bahwa bayi mengalami ikterus
dan segera konsultasikan ke dokter atau dokter spesialis anak.
MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS

“IKTERIK”

Dosen pembimbing : Isye Fadmiyanor, S.Si.T, M.Kes

Kelompok 8

1. Atika Fela Rahmania


2. Christina Desbella B
3. Rifna

POLTEKKES KEMENKES RIAU

PRODI DIII KEBIDANAN TK.IIA

2018
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba.1998.Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.Jakarta :


EGC

Notoatmodjo. 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku


Kesehatan.Jakarta :Rineka Cipta

Markum, a.h.. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Rahayu. 2012. Ikterus pada Neonatus dan Bayi.


http://duniapintardancemerlang.blogspot.com/2012/01/makalah-ikterik-pada-neonatus-
bayi-dan.html
lampiran

Anda mungkin juga menyukai