Anda di halaman 1dari 27

Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Dan basic Life

Support
KPD Dan Persalinan Sunsang

Dosen Pembimbing:
Ari Tri Rahayu S.,Keb.,Bd.,MA.Ed

Disusun Oleh:
Aliddina Nur Afiifah (P27824519001)
Nadiatul Usna (P27824519005)

Kelas:
Freesia

PRODI DIII KEBIDANAN KAMPUS BOJONEGORO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “KPD
dan Persalinan Sunsang ”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Dan Basic Life Support di Poltekkes Kemenkes
Surabaya Prodi DIII Kebidanan Bojonegoro. Dalam menyusun makalah ini, kami
mengucapkan terimakasih atas berbagai pihak yang telah membantu kami dalam menyusun
makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, rekan-rekan serta dosen pembimbing sehingga kendala-
kendala tersebut dapat teratasi.
Kami menyadari bahwa penyelesaian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dalam segi pembahasan, penulisan dan penyusunan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran dari dosen pembimbing mata kuliah Dokumentasi kebidanan Ibu Ari Tri
Rahayu S.,Keb.,Bd.,MA.Ed untuk membantu menyempurnakan makalah ini.

Bojonegoro, 24 Februari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................1


Daftar Isi...................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3. Tujuan...............................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketuban Pecah Dini............................................................................................5
2.2 Persalinan Sunsang...........................................................................................13
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................27

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prevalensi kehamilan dengan presentasi bokong terjadi 3%-4% dari semua kehamilan
aterm. Presentasi bokong meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan posisi knee
chest pada kehamilan trimester III dengan presentasi bokong. Penelitian deskriptif
kategorik ini dilakukan pada 246 ibu hamil trimester III dengan presentasi bokong pada
April – Desember 2016 di RSIA Pertiwi dan RSIA Fatimah Makassar. Setiap ibu hamil
melakukan posisi knee chest selama 15 menit dalam 3 tiga kali sehari pada pagi hari
ketika bangun pagi dengan vesika urinaria penuh, siang hari dan malam hari selama 7
hari. Perubahan presentasi dikonfirmasi dengan USG. Hasil penelitian menunjukkan
presentasi bokong berubah menjadi presentasi kepala pada 169(68,7%) ibu hamil dengan
persentase multipara, oligohidroamnion dan berat bayi ≥2500 gram lebih tinggi
dibandingkan dengan presentasi bokong tetap (76,3%; 65,1%; 88,2% vs 23,7%; 34,9%;
11,8%). Analisis bivariat menunjukkan berat bayi bermakna (p<0,05) terhadap perubahan
presentasi dibandingkan paritas dan skor AFI. Posisi knee chest pada kehamilan aterm
dengan presentasi bokong dipengaruhi oleh berat bayi. Posisi ini dapat dianjurkan pada
ibu hamil dengan mempertimbangkan skor AFI yang rendah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu KPD?
2. Bagaiman Persalinan Sunsang?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui KPD
2. Untuk Mengetahui Persalinan sunsang

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ketuban pecah dini(KPD)


1. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban pecah dini memiliki bermacam-macam batasan, teori dan definisi. Ketuban
pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes (PPROM) adalah
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada
kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes
(PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari
37 minggu
2. Epidemiologi KPD
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10-12% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm 2-5%.
Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 6% sampai 8%
wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan secara langsung mendahului 20%
sampai 50% dari semua kelahiran prematur (Getahun dkk., 2012). Insiden KPD di
seluruh dunia bervariasi antara 5-10% dan hampir 80% terjadi pada usia kehamilan
aterm (Adeniji dkk., 2013; Endale dkk., 2016). Sementara itu, insiden KPD preterm
diperkirakan sebesar 3-8% (Okeke dkk., 2014). Dalam keadaan normal, 8-10% wanita
hamil aterm akan mengalami KPD dan hanya 1% terjadi pada usia kehamilan preterm
(Soewarto, 2010). Prevalensi dari KPD preterm di dunia adalah 3 - 4,5 % kehamilan
(Lee, 2001) dan merupakan penyumbang dari 6 - 40 % persalinan preterm atau
prematuritas (Furman dkk., 2000). Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi
sekitar 19.53% dari seluruh kehamilan (Yu, 2015), sedangkan di Indonesia berkisar
antara 4,5% sampai 7,6% (Wiradarma dkk., 2013). Di RSUP Sanglah Denpasar,
Suwiyoga dan Budayasa (2005) melaporkan angka kejadian kasus KPD sebesar12,92
% dimana kasus KPD aterm sebesar 83.23% dan KPD preterm sebesar 16.77% dari
2113 persalinan. Budijaya dan Surya Negara (2016) melaporkan kasus Ketuban Pecah
Dini (KPD) di RSUP Sanglah Denpasar sebanyak 212 kasus dari 1450 persalinan
(14,62%). Kejadian persalinan dengan KPD pada usia kehamilan aterm (≥37 minggu)
yaitu 179 kasus (84,43%), sedangkan pada preterm sebanyak 33 kasus (15,57%).
Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan
merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm yang
5
terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, juga disebut sebagai KPD preterm
previable, kejadiannya kurang dari 1% kehamilan dan berhubungan dengan
komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin. Kasus dengan ketuban pecah dini akan
mengalami persalinan hampir 95% dalam waktu 24 jam. Ketuban pecah dini pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum umur kehamilan aterm terjadi dalam satu
minggu setelah selaput Pada ketuban pecah dini preterm terjadi risiko baik pada janin
maupun pada ibu. Komplikasi maternal meliputi infeksi intrauterin, retensio plasenta,
dan solusio plasenta; juga dilaporkan ada beberapa kasus sepsis dan kematian
maternal. Pada kehamilan preterm angka insiden korioamnionitis sekitar 13-60% dan
solusio plasenta terjadi pada 4-12% kehamilan dengan ketuban pecah dini.
Peradangan selaput ketuban atau korioamnionitis terjadi pada 9% kehamilan dengan
ketuban pecah dini aterm, risiko meningkat sampai 24% apabila pecah ketuban terjadi
lebih dari 24 jam. Parameter morbiditas neonatus yaitu sindrom distres pernafasan /
respiratory distress syndrome (RDS), displasia bronkopulmoner, hipertensi pulmonal
permanen pada neonatus (PPHN), patent ductus arteriosus (PDA), infeksi, perdarahan
intraventricular (IVH), kontraktur, retinopathy of prematurity (ROP), dan necrotizing
enterocolitis (NEC). Kematian janin dilaporkan pada 3 - 22% kasus pecah ketuban
dini preterm dengan usia kehamilan 16 - 28 minggu. Kejadian sepsis pada ibu sekitar
0,8% yang menyebabkan kematian 0,14%.
Risiko pada janin dapat terjadi:
1. infeksi intrauterine
2. penekanan tali pusat dan solusio plasenta.
Usia kehamilan saat terjadinya KPD preterm previable dan saat persalinan,
keduanya menentukan hasil luaran neonatus.
Komplikasi neonatus yang umum terjadi adalah hipoplasia jaringan paru, displasia
bronkopulmoner, kontraktur dan infeksi. Tingkat survival neonatus telah meningkat
dalam beberapa dekade terakhir. Namun, angka kematian neonatus setelah komplikasi
obstetri ini dilaporkan masih tinggi dan bervariasi antara 34 sampai 82% (Tsiartas
dkk., 2013; Endale dkk., 2016; Linehan dkk., 2016).
3. Diagnosis KPD
Berdasarkan Anamnesis pasien merasakan basah pada vagina, atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau “ngepyok”. Cairan berbau
khas dan perlu diperhatikan warnanya. Menentukan usia kehamilan dari hari pertama
menstruasi terakhir (HPHT) atau dari USG kemudian dari Inspeksi didapatkan
6
pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban keluar dari vagina.
Pemeriksaan dengan speculum dilakukan untuk mengkonfirmasi keluarnya cairan
ketuban daricvagina, Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari Orifisium Uteri Eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik
anterior. Pada pemeriksaan dalam didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban
sudah tidak ada lagi. Pemeriksaan Vaginal Toucher (VT) perlu dipertimbangkan,
terutama pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan sangat
dibatasi dilakukan pemeriksaan dalam (VT), karena pada waktu pemeriksaan dalam,
jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang
normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi pathogen. Pemeriksaan
dalam vagina hanya dilakukan pada kasus KPD yang sudah dalam persalinan atau
yang dilakukan induksi persalinan.
4. Penatalaksanaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan KPD adalah; memastikan
diagnosis, menetukan umur kehamilan, mengevaluasi ada tidaknya infeksi maternal
ataupun infeksi janin, serta apakah dalam keadaan inpartu atau terdapat kegawatan
janin. Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan
sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya atau terdiagnosis
khorioamnionitis.
a. KPD Dengan Kehamilan Aterm
1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mgselama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat lebih
atau sama dengan 37,6°C, segera dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam.
Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetric
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS):
a) Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
b) Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol50 µ
gr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali pemberian.
7
b. KPD Dengan Kehamilan Pre Term
1. Penanganan di rawat di RS
2. Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari.
3. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK kurang
dari 35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
4. Observasi di kamar bersalin :
a). Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
b). Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan
terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama dengan 37,6° C,
segera dilakukan terminasi.
5. Di ruang Obstetri :
a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah (LED)
setiap 3 hari.
6. Tata cara perawatan konservatif :
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban:
1) Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.
2)Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk
terminasi kehamilan.
d. Pada perawatan konservatif, pasen dipulangkan pada hari ke-7 dengan saran
sebagai berikut :
1) tidak boleh koitus.

8
2) tidak boleh melakukan manipulasi vagina.
3) segera kembali ke RS bila ada keluar air ketuban lagi
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat
pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat leukositosis atau peningkatan LED,
lakukan terminasi. Beberapa peneliti menekankan pada pentingnya usia
kehamilan dalam penatalaksanaan KPD seperti tampak dalam Bagan dibawah.
c. Terminasi Kehamilan:
1) Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
2) Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan dengan
Misoprostol 50 µ gr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.
5. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat berpengaruh
terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap ibunya sendiri,
diantaranya adalah:
1. Persalinan premature
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam
24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan seringkali terjadi dalam
1 minggu.
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini preterm, infeksi
lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periodelaten.Kriteria klinis
infeksi yang digunakan pada KPD yaitu; adanya febris, uterine tenderness (di
periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut nadi maternal lebih dari 100x/mnt), serta
denyut jantung janin yang lebih dari 160 x/mnt.
3. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidamnion sehingga bagian kecil janin
9
menempel erat dengan dinding uterus yang dapat menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonary.
6. Penyembuhan Selaput Ketuban
Secara umum setiap luka yang terjadi pada bagian tubuh akan melalui beberapa
tahapan, yaitu : fase Inflamasi, Proliferasi, dan Maturasi. Masing-masing fase
melibatkan banyak komponen sertamekanisme yang berbeda, diantaranya:
a.Fase Inflamasi.
Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel
mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada
awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet
yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot)
dan juga mengeluarkan substansi “vasokonstriksi” yang mengakibatkan
pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel
yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit,
dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local
sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator:
histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi
juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma
darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis
terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi
ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler.
Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah
luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang
berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan
luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah: sintesa kolagen,
pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblast, memproduks

10
growth factor yangberperan pada re-epitelisasi, serta pembentukan pembuluh
kapiler baru atau angiogenesis.
b.Fase Proliferasi
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat
besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan),
pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks
jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak dari
jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang
(proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic
acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun
(rekonstruksi) jaringan baru. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang
tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi,
sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut
fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroblasia
adalah:
luka. Angiogenesis merupakan suatu proses pembentukan pembuluh kapiler
baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses
penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan
(radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh
karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan
invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan
nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat
keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroblasia dan
angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang
dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors). Proses selanjutnya
adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan Keratinocyte Growth Factor
(KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan
dimulai dari pinggir luka danakhirnya membentuk barier yang menutupi
permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan
dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan
jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup
11
luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang
mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan
lebih proliferasi, migrasi, deposit jaringan matriks, dan kontraksi menonjol pada
luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal. Fase
proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk,
terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang
dibentuk oleh makrofag dan platelet.
c. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan
yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan
granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh
mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai
puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah
dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali
pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim
kolagenase. Kolagen muda (Gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase
proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebihmatang, yaitu lebih kuat
dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling) Karena selaput ketuban
manusia tidak memiliki persarafan dan hanya memiliki sedikit vaskularisasi,
respon penyembuhan luka yang meliputi peradangan, pembentukan jaringan
parut, dan regenerasi jaringan, seperti pada kulit dan organ lainnya, sulit
terjadi. Bukti klinis mengenai potensi penyembuhan selaput ketuban sebagian
besar berkaitan dengan pecahnya selaput setelah amniosentesis. Beberapa
laporan kasus menyebutkan bertahannya defek selaput ketuban selama
beberapa minggu setelah prosedur invasif. Sebagian besar kasusamniorhexis
pasca amniosentesis sembuh dengan sendirinya dan menghasilkan luaran
kehamilan yang baik. Terkadang pasien dengan KPD preterm spontan berhenti
mengalami kebocoran cairan ketuban. Pasien-pasien ini juga memiliki luaran
kehamilan yang baik karena mereka bersalin pada rata-rata umur kehamilan 38
minggu. Hal ini menunjukkan bahwa selaput ketuban memiliki kemampuan
untuk menyumbat defek yang timbul baik secara spontan atau buatan. Namun
12
demikian, defek tersebut dapat ditutupi, atau dapat menyumbat kembali
melalui retraksi, pergeseran, kontraksi, dan jaringan parut pada lapisan
myometrial dan desidua uterus, daripada melibatkan mekanisme
penyembuhanaktif pada tingkatan selaput fetal.

2.2 Letak sungsang/Presentasi bokong


Definisi
adalah keadaan di mana janin terletak pada aksis memanjang dengan bagian kepala
terletak pada fundus dan bagian terendahnya bokong, kaki atau kombinasi keduanya.
Secara epidemiologis insidens dari kehamilan bokong pada kehamilan cukup bulan
yaitu 3-4 % dimana insidensnya semakin tinggi pada usia kehamilan yang lebih kecil
yaitu 22-25% pada kehamilan <28 minggu, 7-15% pada kehamilan <32 minggu.
Persalinan normal dapat terjadi manakala terpenuhi keadaankeadaan tertentu dari
faktor persalinan: jalan lahir (passage), janin (passenger), dan kekuatan (power).
Jenis malpresentasi yang paling lazim yaitu presentasi bokong. Kelainan presentasi
ini sangat mempengaruhi peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal Secara
keseluruhan, presentasi bokong terjadi pada 3-4% dari persalinan tunggal, tapi
memiliki insiden yang lebih tinggi pada persalinan kembar (25% pada kembar
pertama dan 50% pada kembar kedua adalah sungsang) (Cunningham, 2014).Pada
kehamilan tunggal, presentasi bokong dimana berat bayi kurang dari 2500 gram, 40%
merupakan letak bokong murni, 10% letak bokong sempurna, dan 50% letak kaki
sedangkan pada bayi dengan berat lebih dari 2500 gram, 65% merupakan letak
bokong murni, 10% letak bokong sempurna, dan 25% letak kaki. Insiden presentasi
bokong pada persalinan tunggal berdasarkan berat bayi dan usia kehamilan dapat
dilihat di tabel dibawah ini

1. Etiologi
Meskipun penyebab spesifik pada sebagian kasus presentasi bokong tidak
diketahui dengan jelas, beberapa faktor diketahui dapat menyebabkan presentasi

13
bokong meliputi prematuritas, abnormalitas janin (khususnya sistem saraf pusat),
oligo- atau polihidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, tali plasenta pendek,
kaki janin panjang, abnormalitas uterus (seperti uterus bikornus), plasenta previa
atau kornus, kontraksi pelvis, kehamilan multipel dan pengggunaan
antikovulsan/penyalahgunaan obat oleh ibu Persalinan preterm (persalinan usia
gestasi <37 minggu) terjadi 43,6% dari semua kehamilan gemelli dibandingkan
5,6% pada kehamilan tunggal. Persalinan sangat preterm (persalinan usia gestasi
<32 minggu) terjadi 6% pada kehamilan gemelli. Durasi rata-rata kehemilan
menurun dengan meningkatnya jumlah fetus in utero. Kondisi ini menyebabkan
ibu berisiko mengalami persalinan preterm yang membutuhkan rawat inap dan
terapi tokolitik disertai efek samping. Ketuban pecah dini lebih sering terjadi pada

kehamilan gemelli disertai persalinan preterm dan bayi prematur.


Kelainan kongenital terdapat 18% pada bayi dengan presentasi bokong yang
lahir prematur. Insiden kelainan kongenital 5% pada bayi dengan presentasi
bokong yang lahir aterm sedangkan kelainan kongenital pada bayi dengan
presentasi kepala insidennya 2,5 kali lebih tinggi. Abnormalitas pada sistem saraf
pusat paling sering dijumpai; diperkirakan 50% dari bayi yang lahir karena
presentasi bokong dengan kelainan kongenital mengalami hidrosefalus dan
mielomeningokel dan 50% bayi mengalami sindrom PraderWilli dan trisomi.
Selain presentasi bokong berhubungan dengan persalinan preterm, persalinan
aterm masih sering dilakukan dengan prsentasi bokong dan 90% bayi dengan
presentasi bokong memiliki berat >2000 gram. Presentasi bokong juga disebabkan
oleh pertumbuhan janin terhambat (PJT) yang disertai dengan abnormalitas
volume cairan amnion (oligomaupun polihidroamnion). Hubungan antara PJT dan
presentasi bokong terutama dicirikan oleh janin prematur. Janin dengan presentasi
bokong mengalami penurunan rasio fetal-plasenta, berat bayi tidak sebanding
dengan usia gestasi dan lingkar kepal besar. Presentasi bokong juga terjadi karena
tali pusat yang pendek. Letak plasenta pada kornus fundus dari uterus merupakan
penyebab lain atau kondisi yang berhubungan dengan presentasi bokong karena
letak plasenta ditentukan pada awal kehamilan sedangkan kemungkinan
presentasi bokong pada persalinan aterm terjadi setealh usia gestasi 24 minggu.
Janin secara aktif mengubah presentasi intrauterinnya dengan melakukan semua
pergerakan yaitu menendang, berputar dan lokomosi.
14
Letak plasenta pada kornus fundus dari uterus secara mekanik langsung
mencegah perputaran jain dari presentasi kepala menjadi presentasi bokong
melalui 2 mekanisme. Mekanisme pertama melalui penyesuaian ukuran janin
dengan rongga uterus yang disebut sebagai teori akomodasi yang terbukti melalui
letak plasenta kornus fundus. Pada janin dengan posisi tertekuk, daerah pelvis
bersama dengan kaki membuat ruang yang lebih luas dibandingkan kepala janin.
Apabila letak plasenta di luar kornus fundus maka daerah fundus uteri menjadi
luas dan posisi fetus dengan sendirinya menjadi presentasi kepala. Apabila
plasenta terletak di kornus fundus, maka daerah isthmus menajdi luas sehingga
posisi janin secara spontan menjadi presentasi bokong. Berdasarkan teori ini,
sebagian besar janin dengan letak plasenta kornus fundus akan mengalami
presentasi bokong. Penelitian menunjukkan letak plasenta di kornus fundus
menyebabkan presentasibokong pada persalinan aterm.
Mekanisme kedua adalah pencegahan secara spontan perputaran posisi janin.
Hipotesis menyatakan lokasi plasenta kornus fundus menyebabkan penurunan
volume ruang intrauterin. Pada usia gestasi >24 minggu, frekuensi presentasi
kepala dan bokong sebanding. Karakteristik yang jelas dari periode ini adalah
pertumbuhan janin yang cepat dalamkavum uteri. Pada usia gestasi 25-36 minggu,
frekuensi presentasi kepalameningkat sedangka presentasi bokong menurun.
Apabila janin dalam masa usia gestasi ini tidak memiliki ruang yang cukup,
presentasi bokong tidak akan berubah menjadi presentasi kepala. Karena frekuensi
presenatsi bokong dan frekuensi kepala sebanding pada usia gestasi 25-36
minggu, frekuensi presentasi bokong pada kasus letak plasenta di kornus fundus
dari uterus tidak >50%.
Ukuran atau bentuk uterus juga mempengaruhi presentasi janin. Kutub dari
kepala janin yang sempit sangat sesuai untuk segmen bawah uterus yang sempit
dibandingkan bokong dan bokong serta kaki terletak di abgia atas yang lebih luas
khususnya jika kaki janin tertekuk di lutut. Akan tetapi, jika kaki janin
memanjang, panggul tertekuk dan kavum uteri sempit maka kepala dan kaki
terletak berdampingan satu sama lain sehingga kutub kepala janin lebih luas
dengan demikian mendorong presentasi bokong. Uterus yang tidak fleksibel pada
nulipara mempersempit kavum uteri sehingga presentasi bokong lebih sering
terjadi pada wanita nulipara. Sebaliknya, uterus yang fleksibel pada multipara

15
menyebabkan posisi yang tidak stabil sehingga janin dapat mengalami kelahiran
dengan presentasi bokong.
2. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Sebelum usia kehamilan 28 minggu, fetus masih berukuran
cukup kecil dalam menempati volume intrauterin sehingga dapat berotasi dari
presentasi kepala menjadi presentasi bokong dan kembali ke semula dengan
gerakan relatif. Seiring usia kehamilan dan berat badan janin bertambah, hal
tersebut semakin sulit dilakukan oleh janin. Pada kehamilan sampai kurang lebih
32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam
presentasi kepala, presentasi bokong atau letak lintang
3. Klasifikasi
Dikenal beberapa jenis presentasi bokong sesuai dengan posisi fetus
a. Presentasi bokong murni (Frank breech)
Pada presentasi bokong murni, kedua paha fleksi dan lutut ekstensi pada
permukaan anterior tubuh.Akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat ke atas sehingga ujungnya dapat setinggi bahu atau kepala janin.
Dengan demikian, pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
Sekitar 60% hingga 65% presentasi bokong murni lebih sering terjadi pada
persalinan aterm.
b. Presentasi bokong kaki sempurna (Complete breech)
Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua paha maupun kedua lutut fleksi
sehingga kedua kaki berada di samping bokong. Presentasi bokong kaki
sempurna sangat jarang terjadi yaitu sekitar 5%.
c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna (Incomplete breech)
Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna, selain bokong bagian terendah
juga terdapat kaki atau lutut. Satu atau kedua pinggul fleksi tak sempurna, di
mana ekstremitas bawah yang terletak paling bawah dapat diraba satu kaki
atau kedua kaki. Terjadi pada 25% hingga 35% presentasi bokong pada bayi
prematur.
d. Presentasi kaki (Footling breech)
Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki di mana
kedua tungkai ekstensi di bawah level bokong.
16
4. Diagnosis
Diagnosis presentasi bokong dilakukukan dengan cara sebagai berikut :
a. Anamnesis
Seorang wanita dengan kehamilan presentasi bokong khususnya menjelang
aterm akan mengeluh ketidaknyamanan di daerah subkostal dan merasakan
gerakan bayi di bagian bawah dari uterus.
b. Pemeriksaan fisik
1). Palpasi (Pemeriksaan Leopold)
Pemeriksaan Leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan perawatan
antenatal bila umur kehamilannya kurang lebih 34 minggu. Pada palpasi
teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.Punggung anak
dapat diraba pada salah satu sisi perut dan bagian – bagian kecil pada pihak
yang berlawanan. Di atas simfisis teraba bagian yang kurang bundar dan
lunak dicurigai bokong kadang- kadang bokong janin teraba bulat dan dapat
memberi kesan seolaholah kepala tetapi bokong tidak dapat digerakkan
semudah kepala.
2). Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling jelas pada atau di atas umbilikus dan
pada sisi yang sama dengan punggung.
3). Pemeriksaan dalam
Tidak teraba kepala yang keras, rata, dan teratur dengan garisgaris sutura
dan fontanella.Bagian terdepannya teraba lunak dan irregular, dapat diraba os
sakrum, tuber ischii dan anus kadangkadang kaki (pada letak kaki). Anus dan
tuber ischiadicum terletak pada satu garis. Kalau pembukaan sudah besar
maka pada pemeriksaan dalam dapat teraba 3 tonjolan tulang yaitu tubera
ossis ischii dan ujung os sacrum sedangkan os sacrum dapat dikenal sebagai
tulang meruncing dengan deretan processi spinosi di tengahtengah tulang
tersebut. Bila dapat diraba kaki maka harus dibedakan dengan tangan. Pada

17
kaki teraba tumit, sudut 90°, dan jari-jarinya rata sedangkan pada tangan
ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jarijari lain dan
panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada
persalinan lama, bokong janin mengalami edema sehingga kadang-kadang
sulit membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat
membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke
dalam anus mengalami rintangan otot dan tidak mengisap sedangkan jari
yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola
tanpa ada hambatan serta jari terasa terisap.
4). Ultrasonografi (USG)
Peranan USG penting dalam diagnosis dan penilaian risiko pada presentasi
bokong. Pemeriksaan USG bertujuan untuk mengetahui jenis presentasi
bokong, taksiran berat badan janin, konfirmasi letak plasenta, keadaan
hiperekstensi kepala dan penilaian volume cairan air ketuban. Dari
pemeriksaan USG juga dapat diketahui kehamilan multipel, kelainan
kongenital, malformasi skeletal dan jaringan lunak dari fetus (Gupta, 2011).
5. Hipotesis Penelitian
Usia, paritas, jumlah cairan ketuban, dan berat badan bayi dapat mempengaruhi
keberhasilan posisi knee chest pada kehamilan trimester III dengan presentasi
bokong.
6. Defenisi Operasional
a. Umur kehamilan ditentukan dari hari pertama haid terakhir (siklus teratur dan
normal, dinyatakan dalam minggu) dan dihitung berdasarkan rumus Naegele.
b. Presentasi bokong adalah letak janin pada aksis memanjang dengan bagian
kepala terletak pada fundus dan bagian terendahnya bokong, kaki atau
kombinasi keduanya.
c. Posisi knee chest adalah posisi perut seakan-akan menggantung ke bawah
(menungging).
d. Umur ibu ditentukan dari hasil perhitungan tanggal lahir dengan tanggal
pengambilan data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan responden
atau kartu identitas responden.
e. Paritas adalah jumlah anak yang viabel (berat badan bayi >1000 gram atau usia
kehamilan >28 minggu) yang pernah dilahirkan baik lahir hidup atau lahir mati.

18
f. Amniotic Fluid Index (AFI) adalah volume amnion empat kuadran yang diukur
dengan USG dan hasilnya ditulis dalam sentimeter
g. Berat bayi adalah berat badan bayi baru lahir dalam kilogram
7. Persiapan pertolongan persalinan letak sungsang
A. Alat dan bahan
Sebelum melakukan tindakan pertolongan persalinan sungsang, Anda harus
menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan :
1. Form inform consent
2. Persiapan alat (disusun secara sistematis)
a. Pertolongan Persalinan
1) Partus set berisi 2 pasang sarung tangan DTT, 2 klem Kocher, ½ kocher
1 Kasa steril minimal 4 buah, gunting tali pusat, gunting episiotomi,
benang tali pusat, kateter nelaton
2) Kapas DTT
3) Uterotonika (Oksitosin, 2), metergin
4) Spuit 3 cc
5) Penghisap lender
6) Bengkok
7) Funandoskop
8) Bahan-bahan yang disusun secara urut (celemek, handuk, alas bokong,
baju bayi/kain yang hangat, pakaian ganti ibu, waslap)
9) Tempat sampah (tempat sampah medis dan non medis)
10) Tempat pakaian kotor ibu
11) Air DTT (2)
12) Larutan Klorin 0,5 %
13) Peralatan cuci tangan
14) Tempat plasenta
15) Partograf dan alat pencatatan
16) Alat pelindung (alas kaki, kaca mata, masker)
17) Jam yang menggunakan detik
18) Tensimeter dan stetoskop
19) Perlengkapan resusitasi
20) Infus set dan cairan rehidrasi
b. Alat untuk penjahitan
19
1) Bak instrumen yang berisi : nald voeder, pinset anatomi dan pinset
cirurgi, jarum jahit (bundar dan segitiga) sarung tangan, DTT, duk
steril).
2) Spuit 5 cc
3) Benang jahit
4) Lampu untuk penerangan
5) Lidocain (analgetik)
c.Persiapan resusitasi :
1) Meja datar dan keras
2) Alas kain panjang
3) Pengganjal pungung tebal 3-5 cm
4) Lampu 60 watt
5) Penghisap lendir De lee
6) Kasa DTT
7) Vitamin K 1, 1mg
8) Vaksin Hb uniject
9) Salep mata oxytetrasiklin 1%
10) Sungkup (ambubag)
11) Oksigen dalam tabung
12) Handuk besar
13) Jam dengan jarum detik
B. Langkah Langkah Kegiatan
1. Melakukan persiapan
a. Peralatan
b. Penjahitan perineum
c. Pertolongan untuk bayi (resusitasi)
2. Memberi salam dan memperkenalkan pada klien/keluarga, menjelaskan
diagnosis, tindakan yang akan dilakukan, resiko dan keuntungan tindakan,
akibat bila tindakan tidak dilakukan, membuat persetujuan tindakan
medis/informed consent
3. Mendengar dan melihat tanda persalinan Kala II
a. Ibu mempunyai dorongan kuat untuk meneran
b. Ibu merasa adanya tekanan pada anus
c. Perineum menonjol
20
d. Anus dan vulva membuka
4. Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru
lahir. Untuk resusitasi BBL (tempat datar, rata, cukup keras, bersih, kering
dan hangat, lampu 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi, 3
handuk/kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, tabung atau balon
sungkup)
5. Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi
6. Menyiapkan oksitosin 10 i.u dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus
set
7. Pakai celemek plastik dan perlengkapan diri lainnya. Melepaskan dan
menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air
bersih mengalir, kemudian keringkan tangan dengan tisue/handuk pribadi
yang bersih dan kering.
8. Memakai sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk
pemeriksaan dalam
8. Pelaksanaan pertolongan persalinan sungsang
A. Langkah Langkah Kegiatan
1. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan
ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dari arah depan ke belakang
b. Buang kapas/kasa pembersih (yang terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi), lepaskan dan
rendam dalam larutan klorin 0.5%)
2. Melakukan pemeriksaan dalam, pastikan pembukaan sudah lengkap dan
selaput ketuban belum pecah maka lakukan amniotomi
3. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0.5%, kemudian lepaskan
dan rendam keadaan terbalik selama 10 menit, kemudian cuci tangan
4. Periksa denyut jantung (DJJ) setelah kontraksi untuk memastikan bahwa DJJ
dalam batas normal (120 -160 x /menit)
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
21
b. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
5. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Yang
perlu dilakukan selanjutnya adalah :
a. Mengatur ibu dengan posisi litotomi
b. meminta ibu untuk meneran saat ada his
c. Lanjutkan pemantauan kondisi kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada
d. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
membantu proses persalinan
6. Ajarkan teknik Kristeller kepada pendamping persalinan (keluarga)
7. Laksanakan bimbingan meneran saat ibu merasa ada dorongan yang kuat
untuk meneran :
a. Mendukung usaha ibu untuk meneran
b. Memberi ibu kesempatan istirahat disaat tidak ada his (diantara his)
c. Memberi ibu kesempatan minum saat istirahat
d. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
e. Berikan cukup asupan cairan peroral (minum)
f. Menilai DJJ setiap kontraksi selesai
g. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120
menit (2 jam) meneran (primigravida ) atau 60’ (1 jam) meneran
(multigravida)
8. Saat bokong janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 jam :
a. Memasang handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu
b. Mengambil kain bersih, melipat 1/3 bagian dan meletakkan dibawah
bokong ibu
c. Membuka tutup partus set
d. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
Teknik Pertolongan Dengan Cara Spontan Bracht :
1. Saat bokong sudah membuka pintu (krowning) dan perineum menipis :
a. Menyuntikkan oksitosin/sintosinon 5 unit secara IM
b. Dilanjutkan dengan episiotomi (bila perlu)
BEBERAPA FASE MENOLONG KELAHIRAN BAYI

22
Fase lambat pertama (mulai lahirnya bokong, pusat sampai ujung scapula
depan dibawah sympisis)
2. Sifat penolong adalah pasif, hanya menolong membuka vulva, saat bokong dan
kaki lahir kedua tangan memegang bokong secara Bracht yaitu kedua ibu jari
sejajar sumbu panjang paha janin sedangkan jari-jari yang lain memegang pada
pelvis (bila perlu gunakan duk DTT untuk memegang bokong bayi).

Fase cepat : Lahirnya tali pusat sampai mulut. Saat tali pusat lahir, jari penolong
yang dekat dengan perut bayi mengendorkan tali pusat dan menunggu sampai
ujung scapula terlihat dibawah sympisis.

3. Saat ujung scapula anterior terlihat dibawah sympisis penolong melakukan gerakan
hiperlordosis yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, bersamaan dengan
gerakan hiperlordosis asisten melakukan kristeler sampai dagu mulut lahir
(memperhatikan posisi tangan janin).
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Pertolongan persalinan bahu dan lengan, pada saat hiperlordosis penolong
melihat kedua tangan bayi bersilang di depan dada/kedua tangan bayi sudah
sudah lahir maka lanjutkan dengan persalinan spontan bracht. Bersamaam
dengan gerakan hyperlordosis asisten melakukan klisteller sampai dagu mulut
lahir..

b. Bila saat hiperlordosis terjadi hambatan (satu tangan atau kedua tangan bayi

23
menjungkit) segera lakukan pertolongan dengan cara manual aid ada 3 tahapan :
1) Bokong sampai umbilikus lahir secara spontan (pada frank breech)
2) Persalinan bahu dan lengan dibantu oleh penolong
3) Persalinan kepala dibantu oleh penolong
c. Persalinan bahu dengan cara LOVSET Memutar badan janin setengah lingkaran
(1800) searah dan berlawanan arah jarum jam sambil melakukan traksi curam
kebawah sehingga bahu yang semula dibelakang akan lahir didepan (dibawah
simfisis)

d. Persalinan bahu dengan cara Klasik, disebut pula sebagai tehnik Deventer.
Melahirkan lengan belakang dahulu dan kemudian melahirkan lengan depan
dibawah simfisis (bila bahu tersangkut di pintu atas panggul).
Prinsip :
Melahirkan lengan belakang lebih dulu (oleh karena ruangan panggul sebelah
belakang/sacrum relatif lebih luas didepan ruang panggul sebelah depan) kemudian
melahirkan lengan depan dibawah arcus pubis. Tetapi bila lengan depan sulit
dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan depan yaitu punggung
diputar melewati sympisis, dengan langkah sebagai berikut:
1. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan penolong pada pergelangan kaki,
ditarik ke atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.
2. Bersamaan dengan ibu tangan kiri penolong yaitu jari telunjuk dan jari tengah
masuk ke jalan lahir menelusuri bahu, fosa cubiti, kemudian lengan dilahirkan
seolah-olah mengusap muka janin.
3. Untuk melahirkan bahu lengan depan kaki janin dipegang dengan tangan kanan
ditarik curam ke bawah kearah punggung ibu kemudian dilahirkan.
4. Bila lengan depan sulit dilahirkan maka harus diputar menjadi lengan belakang
yaitu lengan yang sudah lahir disekam dengan kedua tangan penolong
sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong terletak di punggung dan
sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari yang lain mencekam dada,
kemudian diputar punggung melewati sympisis sehingga lengan depan menjadi
24
lengan depan, lalu lengan dilahirkan dengan teknik tersebut diatas.

Pertolongan Melahirkan Kepala dengan Cara Maureceau


1. Tangan penolong yang dekat muka janin (tangan yang dekat dengan perut janin)
dimasukkan ke dalam jalan lahir yaitu jari tengah dimasukkan ke dalam mulut janin,
jari telunjuk dan jari manis pada fossa kanina (melakukan fleksi pada kepala janin),
sedangkan jari lain mencekam leher, kemudian badan bayi ditunggangkan pada
lengan bawah.
2. Kedua tangan penolong menarik curam ke bawah sambil seorang asisten melakukan
Kristeller ringan. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang
mencekam leher janin. Bila oksiput tampak dibawah sympisis kepala janin dielevasi
ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga lahir berturut-turut dagu,
mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya seluruh kepala.

25
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Sebagian besar ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini terdapat pada kategori
berisiko yaitu umur <20 dan >35 tahun.
2. Sebagian besar ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini terdapat padakategori
tidak berisiko yaitu paritas multipara.
3. Sebagian besar ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini terdapat pada kategori
berisiko yaitu pernah mengalami KPD.
4. Sebagian besar ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini terdapat pada kategori
tidak berisiko yaitu ibu tidak hamil ganda.

26
DAFTAR PUSTAKA
Ryan, DKK. 2017 Buku Ajar Ketuban Pecah Dini Denpasar

Suprapti DKK. 2016 Asuhan Kegawardaruratan Maternal Neonatal Jakarta Selatan:

PPSDM

Wardhana, Eddy. 2017 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Posisi Knee Chest

Pada Kehamilan Trimester lll dengan Presentasi Bokong Makasar:

Universitas Hasanudin

27

Anda mungkin juga menyukai