FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN JUNI 2018
PERSALINAN PRETERM
DISUSUN OLEH:
Nur Baeti
C111 12 071
PEMBIMBING RESIDEN :
dr. Risna Pasaribu
PEMBIMBING SUPERVISOR :
dr. Hasnawaty, Sp.OG.(K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
MAKASSAR
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN……………………...…………………………2
DAFTAR ISI………….…………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN……………………...……………………….….4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………..6
A. Definisi…………………………………………………………...6
B. Epidemiologi……………………………………………………..6
C. Klasifikasi………………………………………………………...7
D. Etiologi…………………………………………………………...8
E. Faktor Resiko…………………………………………………….15
F. Patofisiologi………………………………………………………19
G. Diagnosis…………………………………………………………22
H. Penatalaksanaa……………………………………………………26
I. Pencegahan………………………………………………………...33
BAB III KESIMPULAN…………………………….……………………..34
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….35
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm /
prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi
lahir seperti paru, otak, dan gastrointestinal. Pendekatan obstetrik yang baik
terhadap persalinan preterm akan memberikan harapan terhadap ketahanan hidup
dan kualitas hidup bayi preterm. Di beberapa negara maju, angka kematian
neonatal pada persalinan prematur menunjukkan penurunan, umumnya
disebabkan oleh meningkatnya peranan Neonatal Intensive Care dan akses yang
lebih baik dari pelayanan ini.1
Persalinan prematur adalah suatu kedaan darurat dalam bidang obsetri dan
ancaman bagi kesehatan penduduk. 75% kematian bayi berhubungan dengan
persalinan premature. Persalinan prematur tidak hanya menobulkan tekanan
finansial dan emosioanl pada keluarga tetapi juga dapat menyebabkan kecatatan
permanen (kerusakan fisik atau neurologis) pada bayi. Sekitar sepertiga dari
4
korban persalinan premature menderita cacat neurologis jangka panjang, seperti
cerebral palsy atau keterbelakangan mental. Selama dua dekade terakhir, angka
kelahiran premature tetap tidak berubah atau bahkan meningkat di sebagian besar
Negara, meskipun peningkatan pemahaman faktor-faktor resiko yang mungkin
dan mekanisme patologis telah dimengerti. Meskipun secara global angka
kematian neonatal telah turun antara tahunn 1990 dan 2009, jumlah absolut dan
tingkat kelahiran premature telah meningkat selama periode ini.3
WHO (2012) pada laporannya yang berjudul Born too soon mengungkapkan
bahwa setiap tahunnya diperkirakan 15 juta bayi dilahirkan secara preterm dan
angka ini terus meningkat. Dari semua jumlah tersebut, 1 juta bayi meninggal
pertahun dari komplikasi persalinan preterm. Pada laporannya, WHO juga
menuliskan bawa Indonesia masuk dalam 11 besar (peringkat ke 9) negara dengan
tingkat persalinan preterm lebih dari 15% kelahiran dan 10 besar (peringkat ke 5)
penyumbang 60% persalinan preterm di dunia dengan angka kelahiran preterm
15,5/100 kelahiran hidup.4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
Hanya 1.5 % persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan
0,5% pada kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan dua per tiga
dari kematian neonatal. Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah
perawatan bayi preterm, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar
morbiditas dan mortalitas. Penelitian menunjukkan bahwa umur kehamilan dan
berat bayi lahir saling berkaitan dengan risiko kematian prenatal.1
Pada tahun 2013, tingkat kelahiran premature di Jerman, Brasil dan Amerika
Serikat masing-masing adalah 8,7%, 10,7% dan 12 %. Tetapi sebagian besar yaitu
85% kelahiran prematur terjadi di Asia dan Afrika, di mana karena system
kesehatan yang tidak memadai. Insiden persalinan premature di Iran adalah 7,2%,
di Tehran 5,5% dan di Shiraz 8,4%. Meskipun dalam banyak kasus kelahiran
prematur terjadi oleh karena idopatik, janin, uterine dan faktor plasenta serta
penyakit kronis ibu dapat mempengaruhi kelahiran premature. Di Amerika Serikat
70% kelahiran premature adalah karena idiopatik dan sisanya karena preeklamsia
(50%), gawat janin (25%) dan abrupsi (25%). Dalam penelitian lain, kehamilan
6
multifetal premature dan hipertensi dimasukkan sebagai faktor utama yang
mempengaruhi kelahiran premature.3
C. KLASIFIKASI
6/7
Bayi yang lahir sebelum 33 minggu adalah preterm awal (early preterm),
bayi yang lahir diantara minggu ke 34 hingga minggu ke 36 disebut sebagai
preterm lambat (late preterm).6
Menurut observasi dari Spong (2013), “terlihat bahwa bayi yang lahir
diantara minggu ke 37 hingga 38 minggu 6 hari mengalami morbiditas terkait
prematuritas berbanding kelahiran pada minggu ke 39 hingga 40 minggu 6 hari
yaitu mortalitas bayi adalah lebih rendah berbanding waktu lain pada usia gestasi
manusia. Kelahiran pada minggu ke 37 0/7 hingga minggu ke 38 sekarang dikenali
sebagai awal term (early term) dan kelahiran pada minggu ke 39 hingga 40
minggu 6 hari dikenali sebagai term.6
7
Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi:2
1. Idiopatik/Spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena itu
digolongkan pada kelompok idiopatik. Sekitar 12,5% persalinan preterm
spontan didahuli oleh ketuban pecah dini (KPD), yang sebagian besar
disebabkan factor infeksi (korioamnionitis).
2. Iatrogenik/Elektif
Persalinan preterm buatan/iatrogenik disebut juga sebagai elective
preterm.
Menurut berat badan lahir, bayi kurang bulan dibagi dalam kelompok:2
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir antara
1500 gram sampai dengan 2500 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir
antara 1000 gram sampai kurang dari 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi dengan
berat lahir kurang dari 1000 gram.
D. ETIOLOGI
8
Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang
merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi
rahim dan perubahan serviks.1
Distensi Uterus
Distensi uterus dini dapat menginisiasi ekresi dari protein terkait dengan
kontraksi (contraction – associated proteins / CAPs) pada miometrium. Gen CAP
yang dipengaruhi oleh teregangnya uterus termasuk koding untuk protein gap
junction seperti connexin 43, untuk reseptor oksitoksin, dan untuk prostaglandin
synthase. Laporan terbaru mengatakan bahwa gastrin – releasing peptides (GRPs)
meningkat dengan regangan untuk kontraktilitas myometrium dan antagonis dari
GRP mampu menginhibisi kontraktilitas uterus.6
9
pada kehamilan multifetal. Regangan yang dini yang meningkat dan aktivitas
endokrin mungkin menginisiasi pematangan serviks prematur.6
Stress maternal-fetal
10
Jika persalinan preterm adalah terkait dengan aktivasi dini dari kaskade
endokrin fetal-adrenal-placental, tingkat estrogen maternal juga akan
meningkatkan prematur. Peningkatan dini konsentrasi estriol serum telah
didapatkan pada wanita hamil dengan persalinan preterm sebelumnya. Secara
fisiologis peningkatan prematur estrogen bisa mengubah ketenangan miometrium
dan mempercepat pematangan serviks. Studi – studi ini mendapatkan bahwa
persalinan preterm, pada banyak kasus, berkait dengan respons stress biologis
maternal – fetal.6
Stresor yang mengaktivasi kaskade ini adalah banyak, dan respons stress
adalah tergantung dari stresor itu sendiri. Sebagai contoh, CRH atau tingkat estriol
meningkat secara prematur pada persalinan preterm karena infeksi dan kehamilan
multifetal namun tidak pada wanita hamil yang merasakan stress. Stress
psikologikal yang kronik yang sebagai contoh diakibatkan oleh diskriminasi ras,
bisa menyebabkan kerusakan kompetensi imun tingkat seluler.6
Infeksi
11
Patensi dari traktus reproduksi wanita, adalah penting untuk kehamilan dan
persalinan, secara teori adalah bermasalah ketika kala 1 dari persalinan. Telah
dikatakan bahwa bakteri bisa mengakses jaringan intrauterin melalui ; (1) transfer
transplacental dari infeksi sistemik ibu, (2) alur retrograd dari infeksi ke cavum
peritoneum melalui tuba fallopi atau (3) infeksi ascending dengan bakteri dari
vagina dan serviks.6
12
prostaglandin meningkatkan pematangan serviks dan kontraksi rahim.6
Kehamilan Multifel
Kembar dan kelahiran multifel merupakan penyebab yang lebih tinggi yaitu 3%
bayi yang lahir di Amerika Serikat. Mayoritas 95% dari kelahiran adalah bayi
kembar. Dibandingkan dengan tahun 1980, tingkat kelahiran kembar terus
meningkat dan memuncak pada tahun 1998. Tingkat sekarang telah menurun
sejak saat itu, tetapi tetap lebih tinggi daripada tahun 1980-an. Meningkatnya
kelahiran kembar adalah karena meningkatnya jumlah wanita yang memiliki bayi
pada usian 30 tahun, pada saat itu resiko akan menjadi beberapa kali lipat. Selain
itu, penggunaan pengobatan kesuburan telah berkontribusi terhadap peningkatan
angka kehamilan mulitfel. Persalinan prematur terus menjadi penyebab utama
13
morbiditas dan mortalitas perinatal ditambah dengan kehamilan multifel. Efek
dari peregangan uterus yang dibahas sebelumnya jelas terkait dalam hal ini dan ini
mungkin terkait dengan peningkatan insiden dilatasi serviks dan terjadi persalinan
premature.6
Faktor Sosioekonomi
14
3.9, dimana ia meningkat hingga 6.5 dengan dua kali riwayat persalinan
preterm.
2. Aborsi pada trimester kedua ; penyebab aborsi pada trimester kedua bila
fetus normal mempunyai penyebab yang sama seperti pada persalinan
preterm setelah 20 minggu. Oleh karna itu, kehilangan kandungan pada
hamil muda berkait dengan peningkatan resiko untuk persalinan preterm
berikutnya, terutama jika persalinan preterm terjadi sebelumnya. Resiko
berkait dengan aborsi pada trimester pertama yang diinduksi adalah
kontroversial, kerana kondisi itu berkait dengan malformasi fetus yang
mungkin tidak terjadi aborsi secara spontan.
3. Faktor medik ; majoritas dari faktor medik adalah hipertensi, diabetes,
obesitas, dan infeksi traktus genitalia. Faktor lain termasuklah perdarahan
pada trimester pertama, infeksi saluran kemih, anomali uterus dan serviks
yang inkompeten.
4. Faktor enviromental : Merokok dalam kehamilan berkait dengan
peningkatan resiko persalinan preterm. Penghentian merokok harus
dilakukan untuk mencegah persalinan preterm. Kebelakangan ini,
perhatian telah ditumpukan pada pekerjaan ibu hamil, aktivitas fisik, status
nutrisi, dan ansietas sebagai resiko mayor untuk persalinan preterm.
Sebagai tambahan, beberapa studi mengaitkan defisiensi vitamin D dengan
kemungkinan besar resiko persalinan, preeklamsia dan pertumbuhan janin
terhambat.
E. FAKTOR RESIKO
15
berikutnya, abrupsio plasenta, dan kehilangan kehamilan berikutnya sebelum 24
minggu.6
Kenaikan berat badan ibu yang tidak memadai, dan penggunaan obat
terlarang memiliki peran penting baik dalam kejadian maupun hasil bayi dengan
berat lahir rendah. Ibu kelebihan berat badan dan obesitas memiliki peningkatan
risiko kelahiran prematur. Faktor ibu lainnya yang terlibat meliputi usia ibu muda,
usia lanjut, kemiskinan, perawakan pendek, dan kekurangan vitamin C, factor
pekerjaan (berjalan jauh, berdiri lama, pekerjaan berat, jam kerja yang terlalu
lama) dan faktor psikologis seperti depresi, kecemasan, dan stres kronis telah
dilaporkan berkaitan dengan kelahiran prematur. Negger dan rekan kerja (2004)
menemukan hubungan yang signifikan antara berat lahir rendah dan kelahiran
prematur pada wanita yang terluka akibat penganiayaan fisik.2,6
Faktor Genetik
16
dikaitkan dengan kelahiran prematur dan berat lahir rendah.6
17
diperkirakan sekitar 2,5 persen wanita yang melahirkan pada tahun 2004 memiliki
riwayat persalinan prematur sebelumnya.6
Infeksi
Seperti yang telah dibahas, hubungan antara kelahiran prematur dan infeksi
tampaknya tidak dapat dibantah. Goldenberg et.all (2008) telah meninjau
pernyataan ini. Infeksi intrauterine diyakini memicu persalinan prematur oleh
teraktivasinya sistem kekebalan bawaan tubuh. Dalam hipotesis ini,
mikroorganisme mengeluarkan pelepasan sitokin inflamasi seperti interleukin dan
TNF-α, yang pada gilirannya akan merangsang produksi enzim prostaglandin.
Prostaglandin merangsang kontraksi uterus, sedangkan degradasi matriks
ekstraselular pada membran janin menyebabkan ruptur membran preterm.
Diperkirakan 25 sampai 40 persen kelahiran prematur akibat infeksi intrauterin.6
Sayangnya, hingga saat ini, skrining dan pengobatan belum terbukti mencegah
kelahiran prematur. Memang, resistensi mikroba atau perubahan antimikroba yang
disebabkan oleh flora vagina telah dilaporkan sebagai akibat rejimen yang
dimaksudkan untuk menghilangkan bakteri vaginosis. Okun dan rekan (2005)
melakukan tinjauan sistematis terhadap antibiotik yang diberikan untuk vaginosis
bakteri dan untuk Trichomonas vaginalis. Mereka tidak menemukan bukti untuk
mendukung penggunaan tersebut untuk pencegahan kelahiran prematur pada
wanita berisiko rendah atau berisiko tinggi.
18
F. PATOFISIOLOGI
Infeksi (cervical-vaginal-urinary)
Jalur plasenta vaskuler bermula pada awal kehamilan pada saat implantasi,
apabila ada perubahan penting berlaku pada placenta, desidua/ permukaan
19
myometrial. Awalnya, terdapat perubahan imunologis, perubahan dari tipe Th-1
(helper cell), yaitu mungkin embriotoksik, kepada antibodi Th-2, dimana
memblokir produksi antibodi adalah untuk mencegah penolakan. Pada waktu yang
sama, trofoblas menembus arteri spiralis dari desidua dan miometrium,
memastikan bahwa koneksi vaskuler resistensi rendah terhasil.7
Ketiga – tiga kondisi berkait dengan persalinan preterm ini ; (spontan, PROM
dan IUGR) adalah terkait kegagalan trofoblas untuk menembus arteri spiral
dengan baik. Penembusan trofoblas yang tidak bagus mungkin terjadi akibat
faktor plasental atau abnormalitas dari maternal sekunder terhadap arterosklerosis.
Perubahan dari kedua perubahan awal ini dikatakan memainkan peranan penting
dalam patofisiologi dari pertumbuhan janin yang kurang, komponen penting dari
persalinan preterm, (indikasi dan spontan), pertumbuhan janin terhambat, dan
preeklampsia.7
Nutrisi yang kurang dalam bentuk kurangnya kalori dan atau pola abnormal
20
dari pemakanan (puasa) adalah diketahui sebagai stressor dan telah dikaitkan
dengan peningkatan resiko yang signifikan untuk persalinan preterm. Studi yang
menyokong jalur stress ini menunjukkan bahwa kadar perubahan cari CRH,
mediator dari respons stress, meningkat secara signifikan pada beberapa minggu
sebelum terjadinya persalinan preterm. Maka, terlalu banyak stress (stress kronik)
adalah toksik dan bisa menyebabkan persalinan preterm. Reduksi stress dan
dorongan psikososial adalah satu – satunya intervensi yang dapat diaplikasikan
untuk jalur ini. Analisis meta mengatakan bahwa dorongan psikososial melalui
jaringan komunikasi diantara kelompok sosial wanita mampu menurunkan resiko
persalinan preterm.7
Peregangan uterus
Regangan uterin akibat peningkatan volume ketika normal dan abnormal dari
gestasi adalah mekanisme fisiologis yang penting yang memfasilitasi proses dari
pengosongan uterus. Pada kehamilan normal, hormon parathyroid – related
protein (PTrP) memainkan peran penting dalam relaksasi dari jaringan
miometrial, tetapi apabila regangan melebihi limit tertentu, (contohnya : gestasi
multipel, makrosomia janin, dan polihidramnion), PTrP gagal untuk meneruskan
uterus untuk relaksasi dan persalinan dimulai. Jalur ini adalah sering pada pasien
dengan polihidramnion dan pasien dengan gestasi multipel, dimana kedua –
duanya mempunyai peningkatan resiko untuk persalinan preterm.7
21
Gambar 2: Peran Fibronektin Fetal pada Persalinan Preterm.9
G. DIAGNOSIS
22
Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2
cm, dan penipisan 50 – 80 %
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
Terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu 1
Indikator Klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya
ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
Indikator Laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah
leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP
(>0.7mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml).
Indikator Biokimia
I. Fibronektin janin : peningkatan kadar fibronektin janin pada
vagina, serviks dan air ketuban memberi indikasi adanya gangguan
pada hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24
minggu atau lebih, kadar fibronektin janin 50ng/ml atau lebih
mengindikasikan risiko persalinan preterm.
II. Corticotropin releasing hormone (CRH) : peningkatan CRH dini
atau pada trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya
persalinan preterm.
24
III. Sitokin inflamasi : seperti IL-1beta, IL-6, IL-8, dan TNF – alfa
telah diteliti sebagai mediator yang mungkin berperan dalam
sintesis prostaglandin.
IV. Isoferitin plasenta : pada keadaan normal (tidak hamil) kadar
isoferitin sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna
selama kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu
54,8 + 53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan beresiko
terjadinya persalinan preterm.
V. Feritin : Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif
untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin
berkaitan dengan berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk
kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan
antara peningkatan kadar feritin dan kejadian penyulit kehamilan,
termasuk persalinan preterm.1
25
H. PENATALAKSANAAN
26
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah : 1
Asalkan membran tidak pecah dan tidak ada kontraindikasi pada pemeriksaan
vagina (misalnya plasenta previa), penilaian awal harus dilakukan untuk
memastikan panjang dan pelebaran serviks dan stasiun dan sifat bagian presentasi.
Pasien juga harus dievaluasi untuk mengetahui adanya masalah yang dapat
diperbaiki, seperti saluran kemih atau infeksi vagina.7
Dengan hidrasi dan istirahat yang cukup, kontraksi rahim berhenti di sekitar
20% pasien. Pasien-pasien ini, bagaimanapun, tetap berisiko tinggi untuk
melahirkan persalinan berulang. Karena peran kolonisasi serviks dan infeksi
vagina pada etiologi persalinan prematur dan PROM, harus diambil struktur
Streptococcus Streptococcus Streptococcus Streptococcus Streptococcus.7
27
eritromisin dapat diberikan. Mereka yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan
klindamisin. Begitu diagnosis persalinan prematur telah dilakukan, tes
laboratorium berikut harus dilakukan: jumlah sel darah lengkap, kadar glukosa
darah acak, kadar elektrolit serum, urinalisis, dan kultur urin dan sensitivitas.7
Jika pasien tidak menanggapi istirahat dan hidrasi, terapi tocolytic harus
dilembagakan, asalkan tidak ada kontraindikasi. Tindakan yang
diimplementasikan pada 28 minggu harus lebih agresif daripada yang dimulai
pada 35 minggu. Demikian pula, pasien dengan pelebaran serviks lanjutan saat
masuk memerlukan manajemen yang lebih agresif daripada serviks yang tertutup
dan minimal sembuh.7
Tokolitik
Meskipun beberapa obat dan intervensi lain telah digunakan untuk mencegah
atau menghambat persalinan prematur, tidak ada yang terbukti benar-benar
efektif. American College of Obstetricians and Gynecologists (2012) telah
menyimpulkan bahwa agen tokolitik tidak secara bermakna memperpanjang masa
gestasi namun dapat menunda kelahiran beberapa wanita hingga 48 jam. Hal ini
memungkinkan pengangkutan ke pusat kandungan dan waktu untuk terapi
kortikosteroid.5
28
perubahan serviks, terutama yang dengan pelebaran serviks kurang dari 2 cm,
umumnya tidak boleh diobati dengan tokolitik.5
Agonis beta merupakan obat yang sering digunakan dan terbukti efektif
menurunkan terjadinya persalinan dalam 24, 48 jam dan 7 hari terapi dibanding
plasebo. Beta agonis adalah golongan tokolitik yang secara struktur sama dengan
katekolamin endogen, epinefrin dan norepinefrin. Obat ini merangsang reseptor
beta adrenergik pada usus. Isoxupirine adalah obat pertama dari golongan ini yang
digunakan sebagai tokolitik kurang lebih 45 tahun yang lalu. Terbutalin dan
Ritodrin sekarang paling banyak digunakan sebagai tokolitk pada golongan ini di
Amerika Serikat dibanding Hexoprenalin, Fenoterol, Salbutamol, dan lain – lain,
tetapi hanya Ritodrin yang direkomendasikan oleh FDA sebagai tokolitik dari
golongan ini. 7
29
Ritodrin dan terbutalin dieksresi melalui urin setelah dimetabolisme di hati.
Ritodrin dan terbutalin diketahui dapat menembus plasenta dengan cepat dan
menginduksi stimulasi beta adrenergik pada fetus. Dapat diberikan melalui
parenteral atau oral. Terapi pertama kali harus melalui intravena yang didasarkan
pada puls ibu, tekanan darah dan aktivitas uterus. Berikut adalah kontraindikasi
penggunaan tokolitik golongan beta agonis adrenergik.13
Pemberian dosis obat haruslah mulai dari dosis terkecil dengan peningkatan
setiap 15 – 30 menit sesuai dengan keperluan untuk menghambat kontraksi uterus.
Denyut nadi ibu tidak boleh lebih dari 130x/menit dan kita harus menyesuaikan
dosis tokolitik jika efek samping timbul.13
Berikut adalah efek – efek maternal akibat terapi tokolitik dengan beta agonis
adrenergik :13
30
Berikut adalah efek – efek terhadap fetus dan neonatus akibat terapi tokolitik
dengan golongan beta adrenergik agonis :13
Fetal Neonatal
Takikardi Takikardi
Aritmia Hipokalsemia
Iskemik otot jantung Hiperbilirubinemia
Hipertropi otot jantung Hipoglikemi
Gagal jantung Hipotensi
Hiperglisemia Aritmia
Hiperinsulinemia
1. Magnesium Sulfat
MgSO4 sudah lama dikenal dan dipakai sebagai anti kejang pada penderita
preeklampsia, juga bersifat tokolitik. Di Amerika Serikat, obat ini dipakai
sebagai obat tokolitik utama karena murah, mudah cara pemakaiannya dan
resiko terhadap sistem kardiovaskuler yang rendah serta hanya menghasilkan
efek samping yang minimal terhadap ibu, janin, dan neonatal.6
Kerugian terbesar adalah harus diberikan secara parenteral. Intoksikasi
MgSO4 dapat dihindari dengan memastikan bahwa pengeluaran urin
memadai, refleks patella ada dan tidak ada depresi pernapasan. MgSO4
sebagai terapi tokolitik dimulai dengan dosis awal 4 – 6 gr intravena yang
diberikan selama 15 – 30 menit dan diikuti dengan dosis 2 – 4 gr / jam selama
24 jam. Kalsium glukonas 1 gr sebagai antidotum dari MgSO4 adalah perlu
untuk mencegah atau meminimalisir.6
2. Inhibitor prostaglandin / OAINS (indomethacin)
Prostaglandin sebagai salah satu pencetus proses persalinan (kontraksi
uterus) yang penting maka para peneliti menganggap bahwa prostaglandin
synthetase inhibitor dalam hal ini obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
dapat digunakan sebagai tokolitik. Salah satu obat – obat golongan ini yang
dapat dipakai sebagai tokolitik adalah indomethacin.6
31
OAINS bekerja primer sebagai penghambat cyclooxygenase. Indomethacin
adalah obat dari golongan ini yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai
tokolitik. Obat ini dimetabolisme di hati dan dieksresi melalui urin. Indomethacin
secara cepat dapat menembus placenta, dalam 2 jam kadar dalam darah bayi 50%
dari kadar dalam darah ibu dan akan menjadi sama dalam 6 jam. Waktu paruh
indomethacin pada fetus adalah 14,7 jam yang lebih lama dibanding pada ibu
yang hanya 2,2 jam, hal inilah yang dapat mengakibatkan gangguan hati pada
fetus.6
32
sedikit insiden terjadinya efek samping.6,7
4. Antagonis oksitosin (Atosiban)
Antagonis oksitosi salah satu contohnya adalah atosiban. Obat ini
merupakan alternatif menarik terhadap obat – obat tokolitik saat ini karena
spesifisitasnya yang tinggi dan kurangnya efek samping terhadap ibu, janin,
atau neonatus. Atosiban adalah obat sintetik baru pada golongan obat ini dan
telah mendapat izin penggunaannya sebagai tokolitk di Eropa. Atosiban
menghasilkan efek tokolitik dengan melekat secara kompetitif dan memblok
reseptor.6,7
Berbagai macam obat telah digunakan untuk menekan kontraksi uterus,
termasuk di dalamnya beta agonis, calcium channel blockers, prostaglandin
synthetase inhibitor, magnesium sulfat, agonis receptor oxytocin yang masing
– masing mempunya keunggulan dan kekurangan sebagai preparat tokolitk.
Penggunaan tokolitk tidak mengurangi angka kelahiran prematur dan
peningkatan luaran bayi tetapi berfungsi ketika akan merujuk pasien ke tempat
rujukan untuk lebih mendapatkan pelayanan yang sempurna dan untuk
pemberian terapi kortikosteroid selama 48 jam untuk pematangan paru.6,7
I. PENCEGAHAN
Beberapa langkah dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain
sebagai berikut :1,6,7
33
BAB III
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35