DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Kematian ibu dan bayi di Provinsi Lampung tertinggi terjadi di kota
Bandar Lampung tahun 2012 sebanyak 30 kasus kematian ibu dan kasus kematian
bayi pada tahun 2012 yaitu mencapai 166 kasus kematian bayi. Sedangkan jumlah
kejadian ketuban pecah dini pada tahun 2012 yaitu terdapat sebanyak 91 (9%)
kejadian ketuban pecah dini dari 1012 persalinan, yang ternyata mempunyai paritas
lebih dari 5 sebanyak 13%, ibu bersalin dengan Hb < 11gr% sebanyak 16%, usia
ibu < 20 dan > 35 tahun sebanyak 29,6%, riwayat bayi kembar sebanyak 6%,
kelainan letak janin 8%, infeksi genetalia ibu 4% dan yang disebabkan oleh
polihidramnion, inkompetensi servik dan disproporsi sefalopelviks sebanyak 23.0%
(Depkes Provinsi Lampung, 2012).
Salah satu indikator untuk mengukur kualitas SDM adalah derajat
kesehatan penduduk. Masalah kesehatan ibu, bayi, dan perinatal di Indonesia
merupakan masalah nasional yang perlu mendapatkan prioritas utama untuk
dicarikan pemecahannya, karena hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kualitas
sumber daya manusia (SDM) untuk generasi yang akan datang. Angka kematian
ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator untuk
mencerminkan derajat kesehatan ibu dan anak, selain sekaligus cerminan dari status
kesehatan suatu negara. Hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2015, AKI yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup yang mengalami penurunan
dari tahun 2012 yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi
(AKB) sendiri menurut survei penduduk antar sensus (SUPAS) pada tahun 2015
yaitu 22 per 100.000 kelahiran hidup.
Ketuban pecah dini (KPD) yaitu pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Pada kehamilan aterm atau kehamilan lebih dari 37 minggu sebanyak 8-
10% ibu hamil akan mengalami KPD, dan pada kehamilan preterm atau kehamilan
kurang dari 37 minggu sebanyak 1% ibu hamil akan mengalami KPD. KPD dapat
menyebabkan infeksi yang dapat meningkatkan kematian ibu dan anak apabila
periode laten terlalu lama dan ketuban sudah pecah.
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran. KPD
preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran prematur
(WHO, 2014).
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang
masihkontroversial dalam kebidanan. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi
yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama
kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini
antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi
yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering
dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai
terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD
kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat
badan janin yang cukup. Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu :
pertama, infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang
terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti
pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan
membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu
membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat
persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya
infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi
pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang
kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS)
yang disebabkan karena belum masaknya paru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada
pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang
waktu.(Winkjosastro, 2011).
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010).
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban
sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat terjadi kapan saja
dari 1-12 jam atau lebih.
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW) sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM)
didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan.
Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang dari
3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan
aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana risiko infeksi ibu
dan anak meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam
masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta
dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas,
2017).
B. Klasifikasi
1. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada
usia kehamilan <37 minggu sebelum onset persalinan.
KPD preterm adalah saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu
sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai
kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah
persalinan kurang dari 37 minggu.(Royal Hospital for Women, 2010).
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan (Sarwono, 2010).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan KPD preterm adalah
pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu.
C. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor
yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang
lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor adalah:
1. Faktor Maternal
a. Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion,
amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
b. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik permulaan
berasal dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus.
c. Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan
pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan
lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar
d. Riwayat KPD sebelumnya (Winkjosastro, 2011).
2. Faktor Neonatal
a. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga
menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah.
b. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Gemelli
(Kehamilan kembar adalah suatukehamilan dua janin atau lebih). Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
c. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL.
Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba
dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
(Winkjosastro, 2011).
D. Patofisiologi
Prawirohardjo (2011), mengatakan Patogenesis KPD berhubungan
dengan hal-hal berikut:
1. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah
dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis, dan vaginitis
terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)
4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah: multifara,malposisi,
servik inkompeten,dan lain-lain. 5. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi),di
mana berisi ketuban dipecahkan terlalu dini.
F. Tanda Gejala
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD
adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan
ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi (Saifuddin, 2010).
G. Diagnosis
Penegakkan diagnosis ketuban pecah dini adalah sebagai berikut: bila air
ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks maka diagnosis dengan
inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila cairan keuar sedikit maka diagnosis harus
ditegakkan pada :
1. Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel di dalam
cairan (lanugo serviks)
2. Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan
dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior
3. Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi
4. Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah
berubah menjadi biru ), Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa (tidak
selalu dikerjakan )
5. Pemeriksaan penunjang.
H. Komplikasi
5. Ibu
a. Infeksi pada ibu yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik,
permulaan berasal dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus.
b. Gagalnya persalinan normal yang diakibatkan oleh tidak adanya kemajuan
persalinan sehingga meningkatkan insiden seksio sesarea.
c. Meningkatnya angka kematian pada ibu.(Sarwono, 2010)
6. Bayi
a. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
b. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul dengan persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi pada
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan dalam 1 minggu.
c. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban pecah dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin.
d. Peningkatan morbiditas neonatal karena prematuritas.(Sarwono, 2010)
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini dibagi pada kehamilan aterm,
kehamilan pretem, serta dilakukan induksi, pada ketuban pecah dini yang sudah
inpartu.
1. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi
antibiotika, Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila
belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah
lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
2. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
a. EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian Ampicilin 1
gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg
tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk
merangsang maturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam),
melakukan Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasi,
melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada kecenderungan
meningkat > 37,6°C segera terminasi
b. EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan observasi
2x24 jam, melakukan observasi suhu rectal tiap 3 jam, pemberian
antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1 gram/hari tiap 6 jam,
IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari
selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang meturasi paru
(betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24jam ), melakukan VT selama
observasi tidak dilakukan, kecuali ada his/inpartu, Bila suhu rektal
meningkat >37,6°C segera terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar,
USG: bagaimana jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban cukup,
kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila
jumlah air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan
ketuban masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif sebelum
pulang penderita diberi nasehat seperti segera kembali ke RS bila ada
tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi.
BAB III
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi
pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa
laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predesposisi adalah Infeksi, Servik yang inkompetensia, Tekanan intra uterin yang
meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus), misalnya (trauma,
hidramnion, gemelli), Kelainan letak, Keadaan sosial ekonomi, dan faktor lain.
Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesa
2. Inspeksi
3. Pemeriksaan dengan spekulum
4. Pemeriksaan dalam
5. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboraturium, Tes Lakmus (tes
Nitrazin), Mikroskopik (tes pakis),Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Aisyah, Siti, Aini Oktarina. 2012. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini Antara
Primipara Dan Multipara. Diunduh pasa 18 maret 2019 dari
file:///C:/Users/Acer/Downloads/339-898-1-SM%20(2).pdf
Purwaningtyas, D.K. dan Galuh, N.P. 2017. Faktor Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil.
HIGEIA, I
Rahayu, Budi, Ayu Novita Sari. 2017. Studi Deskriptif Penyebab Kejadian Ketuban
Pecah Dini (KPD) pada Ibu Bersalin. Diunduh pada 18 maret 2019 dari
http://journal.unisla.ac.id/pdf/19412012/1.%20perbedaan%20kejadian%20ketuban
%20pecah.pd
Rohmawati, Nur. 2018. Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran.
Diunduh pada 27 maret 2019 dari file:///C:/Users/Acer/Downloads/17937-
Article%20Text-45039-1-10-20180309%20(2).pdf