Anda di halaman 1dari 43

ANALISIS NILAI RELIGIUS DALAM DONGENG ALADIN DAN LAMPU

AJAIB SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR


DI SEKOLAH DASAR

RANCANGAN PENELITIAN

Oleh :
Dona Wanda Putri
NPM 2086206003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KOTABUMI
LAMPUNG UTARA
2023
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah atas anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan

penyusunan proposal yang berjudul “Analisis Nilai Religius Dalam Dongeng

Aladin dan Lampu Ajaib Sebagai Alternatif Bahan Ajar di Sekolah Dasar”.

Penulisan proposal ini memerlukan kesabaran, kerja keras yang sangat tinggi dan

pantang menyerah. Rasanya tidak mungkin dilalui tanpa motivasi, dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak. Disadari masih banyak kekurangan dalam penulisan

proposal ini. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

sifatnya membangun agar proposal ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca lainnya dan bagi dunia pendidikan.

Kotabumi, 15 Oktober 2023

Dona Wanda Putri


iii

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................1

1.2 Fokus Penelitian......................................................................................10

1.3 Rumusan Masalah...................................................................................10

1.4 Tujuan Penelitian....................................................................................11

1.5 Kegunaan Hasil Penelitian......................................................................11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nilai Religius..............................................................................................12

2.2 Macam-Macam Nilai Religius....................................................................13

2.2.1Hubungan Manusia dengan Tuhan.....................................................14

2.2.2 Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri...........................................15

2.2.3 Hubungan Manusia dengan Manusia Lain........................................15

2.2.4 Hubungan Manusia dengan Alam Sekitar.........................................16

2.3 Bahan Ajar..................................................................................................17

2.4 Pembelajaran Nilai Religius di Sekolah Dasar...........................................24

2.5 Rancangan Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar.....................................27

III. METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data.........................................................................................33

3.2 Instrumen Penelitian............................................................................33


iv

3.3 Teknik Pengumpulan Data...................................................................34

3.4 Rencana Pengujian Keabsahan Data....................................................34

3.5 Teknik Analisis Data............................................................................35

DAFTAR PUSTAKA
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan fondasi penting dalam membentuk karakter

individu, terutama di tingkat Sekolah Dasar (SD). Menurut Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 Republik Indonesia tentang sistem Pendidikan Nasional

disebutkan bahwa pendidikan sangat penting untuk pengembangan kemampuan

dan keterampilan manusia. Pada Undang-Undang Sisdiknas pasal 3 menjelaskan

mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang lebih menekankan

terbentuknya watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan berkembangnya

potensi peserta didik menjadi manusia yang lebih baik. Contohnya: Beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan pada dasarnya untuk meningkatkan kemampuan atau

mutu yang dimiliki oleh manusia. Selain itu, merubah sikap individu menjadi

lebih baik terutama dibidang akhlak dan budi pekerti. Ahlak dan budi pekerti

merupakan komponen penting dalam membentuk kepribadian dan perilaku

seseorang. Ahlak merujuk pada seperangkat norma moral dan prinsip etika yang

mengarahkan perilaku serta tindakan individu, contoh dari ahlak yaitu: Kejujuran,

keadilan, kesetiaan dan kesopanan. Sedangkan budi pekerti melibatkan prilaku

dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat baik serta tindakan yang positif.

Contohnya, keramahan, kosopanan, keperdulian, bertanggung jawab dan kerja

sama.
2

Seperti yang dikutip (Lajanah Pentashihan Mushaf Al-Quran Kemenag RI)

dalam surat Al-Qalam ayat 4

‫َو ِاَّنَك َلَع ٰل ى ُخ ُلٍق َع ِظ ْيٍم‬

Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang

luhur”.

Dalam hadis lain dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah

Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

‫ِإَّنَم ا ُبِع ْثُت ُألَتِّم َم َم َك اِرَم اَألْخ الِق‬


Artinya:“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan

keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi)

Surat Al-Qalam, khususnya ayat 4, menggambarkan sifat dan karakter

luhur Rasulullah Muhammad. Allah memuji kepribadiannya yang agung dan

memberikan dukungan kepada beliau dalam menghadapi berbagai ujian dan

fitnah. Nabi Muhammad terus menunjukkan teladan hidup yang positif kepada

umatnya, tidak terpengaruh oleh tuduhan palsu. Meskipun dihadapkan pada

kesulitan dan tantangan, beliau tetap bersikap sabar, jujur, berani, penuh kasih

sayang, dan selalu menunjukkan kemurahan hati. Umat Islam dapat mengambil

pelajaran dari contoh hidup Rasulullah dan menyerap nilai-nilai kebaikan yang

diajarkan melalui wahyu Ilahi.

Dalam kutipan dua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

akhlak adalah pendidikan yang sangat penting. Penguatan akidah adalah dasar.

Sementara, ibadah adalah sarana, sedangkan tujuan akhirnya adalah


3

pengembangan akhlak mulia. Sehubungan dengan itu, Nabi Muhammad saw,

bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik

akhlaknya” dan “Orang yang paling baik Islamnya adalah yang paling baik

akhlaknya.” Dengan kata lain, hanya akhlak mulia yang dipenuhi dengan sifat

kasih sayang sajalah yang bisa menjadi bukti kekuatan akidah dan kebaikan

ibadah. Jadi dapat disimpulkan bahwa mempelajari ahlak dan budi pekerti tidak

hanya menyangkut pemahaman aturan moral, tetapi juga mengembangkan

kepribadian anak-anak agar mereka dapat tumbuh menjadi individu yang memiliki

etika, tanggung jawab, dan kapasitas untuk memberikan dampak positif dalam

masyarakat. Ini dapat dianggap sebagai investasi yang amat berharga untuk masa

depan anak-anak dan lingkungan di sekitarnya. Untuk itu perlunya seorang guru

mendidik peserta didiknya agar memiliki ahlak dan budi pekerti yang baik.

Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, pendidikan tidak hanya

sebatas pemberian pengetahuan akademis, tetapi juga harus mencakup aspek

spiritual dalam kehidupan siswa. Dalam era globalisasi ini, pendidikan di tingkat

dasar memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan nilai-

nilai moral pada anak-anak (Dinata, 2022). Pembentukan karakter merupakan

proses pembentukan moralitas dan etika dalam diri seseorang untuk menjadi

pribadi yang baik. Sekolah menjadi solusi membangun karakter dengan

menanamkan moralitas dan etika melalui proses pembelajaran (Prihatmojo &

Badawi, 2020). Karakter dapat dikaitkan dengan konsep pengetahuan moral

(moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral

behavior). Dari ketiga komponen ini, dapat disimpulkan bahwa karakter yang

positif melibatkan pemahaman tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik,


4

dan pelaksanaan tindakan kebaikan (Lickona, 2014). Pendidikan karakter

merupakan upaya yang disengaja untuk mewujudkan kebajikan, yaitu sifat-sifat

kemanusiaan yang dianggap baik secara objektif, bukan hanya bermanfaat bagi

individu, melainkan juga untuk kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Dengan demikian, proses pendidikan karakter, termasuk pendidikan akhlak dan

karakter bangsa, seharusnya dianggap sebagai tindakan yang direncanakan secara

sadar, bukan sebagai peristiwa yang terjadi secara kebetulan. Lebih jauh lagi,

pendidikan karakter merupakan usaha sungguh-sungguh untuk memahami,

membentuk, dan mengembangkan nilai-nilai etika, baik untuk kepentingan pribadi

maupun kebaikan. Salah satu aspek penting dalam pendidikan adalah pengenalan

nilai-nilai religius yang mendasari kehidupan manusia.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 10 November—

23 November di Sekolah Dasar Islam Ibnu Rusyd menyebutkan bahwa anak-anak

pada usia sekolah dasar yaitu usia 6—12 tahun jauh dari nilai-nilai religius yang

seharusnya dianut dan dikerjakan sebagai pedoman hidup, terutama pada anak

kelas tinggi yaitu terdapat pada kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar. Nilai religius

yang mulai memudar dikarenakan, pengaruh dari lingkungan sekitar, pengaruh

tersebut bisa saja datang dari teman-teman sekelas, tetangga, serta media dan

teknologi modern yang mengandung konten negatif. Jika lingkungan tersebut

tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap nilai-nilai religius, anak akan

cenderung meniru kebiasaan baru yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Salah

satu tanda bahwa nilai religius makin hilang pada anak usia sekolah dasar

Pertama, Pencurian, terdapat beberapa siswa yang melapor kepada guru kelasnya

karena merasa kehilangan barang pribadi miliknya, seperti pensil, penghapus, atau
5

uang saku. Prilaku dari mencuri ini bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran dan

dilarang oleh agama agama. Kedua, penggunaan bahasa kasar atau Bullying

terhadap teman sekelas contohnya mengejek nama orang tua, mengejek

kekurangan fisik temannya dan berbicara kotor. Prilaku ini bertentangan dengan

nilai-nilai kepedulian, persahabatan, dan penghormatan dalam agama. Ketiga,

kecurangan dalam ujian, contohnya menyontek atau melakukan kecurangan dalam

ujian. Hal ini yang dapat dianggap sebagai tindakan tidak jujur dan melanggar

nilai-nilai integritas dalam agama. Keempat, ketidakpatuhan terhadap aturan

sekolah, seperti bolos sekolah, tidak patuh terhadap tata tertib, hal ini dianggap

melanggar nilai-nilai ketaatan dan tanggung jawab dalam agama. Kelima,

pengabaian terhadap kewajiban keagamaan, contohnya tidak menjalankan

kewajiban keagamaan, seperti shalat, atau yang bertentangan dengan ajaran

agama seperti hubungan manusia dengan tuhannya. Keenam melawan dengan

guru, tidak mendengarkan perintah guru dan berbicara yang tidak sopan terhadap

guru.

Nilai religius yang mulai memudar dapat berdampak buruk kedepannya.

Salah satu dampak buruknya ialah nilai-nilai kehidupan yang mengarahkan

masyarakat agar hidup sesuai dengan ketentuan sang pencipta akan menghilang.

Siswa sekolah dasar perlu diberikan kesadaran akan pentingnya nilai religius

dalam kehidupan. Apabila nilai religius tidak benar-benar diterapkan maka semua

akan terlepas dari aturan-aturan yang sesuai dengan norma agama. Siswa sekolah

dasar perlu dibina sebaik mungkin agar terbentuk pola pikir yang sejalan dengan

ajaran agama islam. Sebagai penerus bangsa dan agama, siswa harus memiliki

kepribadian yang baik dan kesadaran beragama yang tinggi. Untuk mewujudkan
6

nilai religus pada siswa, perlu diinternalisasikan nilai-nilai religius dalam

pembelajaran salah satunya dengan menggunakan bahan ajar berupa dongeng.

Menurut Priyatni yang dikutip Widayati (2017) internalisasi merupakan suatu

proses penanaman nilai-nilai maupun norma-norma agar menjadi milik siswa.

Dongeng adalah salah satu alat yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai

religius kepada anak-anak, karena dongeng tidak hanya menghibur tetapi

memiliki potensi besar dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan spiritual.

Salah satu dongeng yang cocok untuk dijadikan sebagai bahan ajar di sekolah

dasar adalah kisah Aladin dan Lampu Ajaib. Dongeng ini mengisahkan tentang

petualangan seorang pemuda miskin menemukan lampu ajaib yang dapat

memenuhi semua keinginannya. Namun, di balik kemewahan dan kekuasaan yang

diberikan oleh lampu tersebut, terdapat nilai-nilai religius di dalamnya. Nilai

tersebut meliputi kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, dan konsekuensi dari

perbuatan seseorang. Dongeng ini dapat dijadikan alternatif bahan ajar di sekolah

dasar untuk mengintegrasikan nilai-nilai religius dalam pembelajaran dan

membantu anak-anak memahami pentingnya spiritualitas dalam kehidupan sehari-

hari.

Dalam konteks pendidikan penggunaan dongeng Aladin dan Lampu Ajaib

sebagai bahan ajar memiliki beberapa kelebihan. Pertama, dongeng Aladin dan

Lampu Ajaib bisa menarik perhatian anak-anak dan membuat pembelajaran

menjadi lebih menyenangkan. Kedua, analisis nilai religius dalam dongeng Aladin

dan Lampu Ajaib dapat memberikan pemahaman yang lebih tentang nilai religius

yang terkandung di dalamnya. Ketiga, penggunaan dongeng Aladin dan Lampu

Ajaib sebagai alat pembelajaran dapat membantu mengembangkan kemampuan


7

berpikir kritis dan reflektif pada siswa, karena mereka diajak untuk

menghubungkan isi dongeng dengan kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini akan mengidentifikasi kriteria yang relevan untuk bahan ajar

di sekolah dasar berdasarkan cerita Aladin dan Lampu Ajaib seperti relevansi

agama dimana bahan ajar harus secara jelas menyampaikan pesan nilai-nilai

keagamaan yang sesuai dengan kurikulum pendidikan agama di sekolah dasar

(Nurdin Cahyadi, 2019). Selanjutnya kriteria kemudahan pemahaman (engaging

dan menarik) dirancang agar mudah dipahami oleh siswa sekolah dasar, dengan

bahasa yang sesuai tingkat perkembangan mereka. Selain itu kriteria bahan ajar

sekolah dasar harus relevan dengan budaya dan konteks sosial siswa (relevansi

budaya), sehingga pesan-pesan dalam cerita dapat diterima dengan baik. Aspek

Interaktif bahan ajar dapat diintegrasikan dengan berbagai metode pengajaran,

seperti diskusi kelas, permainan peran, atau kegiatan proyek. Penelitian ini akan

mengkajii cerita Aladin dan Lampu Ajaib sebagai bahan ajar, dengan tujuan untuk

menyediakan panduan bagi guru-guru sekolah dasar dalam penggunaan cerita

dongeng yang terdapat nilai pendidikan religius (Ani Cahyadi, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Reza Ningrum (2021) dengan judul

Analisis Cerita Fabel Si Kancil Yang Cerdik Sebagai Bahan Ajar untuk Senam

Fantasi di Sekolah Dasar Penelitian ini melakukan analisis konten dari Buku

Cerita Fabel Si Kancil Yang Cerdik Karya Gibran Ar-Rosyid. Penelitian ini

menganalisis 23 cerita dalam buku tersebut dan menggunakan teori unsur gerak

dasar, yang mencakup unsur gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan

manipulatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buku cerita fabel si kancil yang

cerdas yaitu cerita dapat mudah dipahami dan tidak ada kata atau kalimat yang
8

multi tafsir. Hal ini dapat menjadi acuan bagi para guru khususnya guru Sekolah

Dasar untuk menjadikan buku cerita Fabel Si Kancil yang Cerdik sebagai bahan

ajar senam.(Ningrum, 2021).

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Teri Sriwagesang dengan judul

penelitian Analisis Nilai Religius dan Nilai Sosial Dalam Dongeng Berbahasa

Jawa Timun Emas Lan Buto Ijo dan Misteri Keyong Emas Sebagai Materi Ajar

dan Media Pembelajaran dalam Peningkatan Pendidikan Karakter Siswa SMA.

Penelitian memfokuskan untuk mendiskripsikan nilai religius dan nilai sosial yang

terkandung dalam dongeng berbahasa Jawa Timun Emas lan Buto Ijo dan Misteri

Keyong Emas dalam pembelajaran bahasa Jawa sebagai materi ajar dan media

pembelajaran dalam peningkatan pendidikan karakter pada siswa SMA. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskripstif kualitatif.

Data dalam penelitian ini adalah hasil analisis nilai religius dan sosial dari

dongeng berbahasa Jawa Timun Emas lan Buto Ijo dan Misteri Keyong Emas,

serta hasil dari wawancara dengan berbagai informan (guru, siswa kelas XI, dan

pakar sastra). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling. Prosedur penelitian meliputi tahap persiapan, tahap

analisis data, dan tahap akhir.

Hasil analisis penelitian ini menunjukan perwujudan nilai religius dan

sosial dari dongeng berbahasa Jawa Timun Emas lan Buto Ijo dan Misteri Keyong

Emas, serta relevansinya sebagai media pembelajaran dalam peningkatan

pendidikan karakter siswa SMA. Wujud dari nilai religius dongeng berbahasa

Jawa Timun Emas lan Buto Ijo yakni dengan memanjatkan doa, mendirikan solat,

peduli dengan sesama, saling menghargai dan menghormati. Wujud nilai religius
9

dongeng berbahasa Jawa Misteri Keyong Emas yakni melaksanakan ibadah solat,

memanjatkan doa, belajar ilmu agama, tolong menolong, peduli dan menghormati

serta memberi manfaat pada

Berdasarkan penelitian terdahulu telah menyoroti pentingnya penggunaan

dongeng dan cerita-cerita rakyat dan pentingnya mempelajari nilai religius dalam

pendidikan. Namun, ada kebutuhan untuk melakukan analisis lebih mendalam

tentang potensi Aladin dan Lampu Ajaib sebagai bahan ajar di sekolah dasar

dengan fokus pada aspek religius. Penelitian ini akan berfokus pada nilai-nilai

religius yang terkandung dalam cerita Aladin dan Lampu Ajaib, serta bagaimana

bahan ajar ini dapat digunakan secara efektif dalam konteks pendidikan agama di

sekolah dasar.

Beberapa penelitian terdahulu telah mengkaji penggunaan cerita-cerita

rakyat dalam pendidikan agama dan moral. Penelitian ini telah menemukan bahwa

cerita-cerita rakyat dapat menjadi alat yang efektif untuk mengkomunikasikan

nilai-nilai keagamaan dan moral kepada siswa. Belum ada penelitian yang secara

khusus mengkaji cerita Aladin dan Lampu Ajaib dalam konteks pendidikan.

Penelitian ini diharapkan memperluas pemahaman tentang potensi cerita sebagai

bahan ajar di tingkat sekolah dasar.

Penelitian ini akan membandingkan hasilnya dengan penelitian-penelitian

terdahulu yang mengkaji penggunaan cerita-cerita rakyat dalam nilai religius. Hal

ini akan membantu menentukan apakah cerita Aladin dan Lampu Ajaib memiliki

karakteristik yang unik dan relevan dalam konteks pendidikan agama di sekolah

dasar, serta apakah dapat memberikan kontribusi yang lebih baik dalam

pemahaman nilai-nilai keagamaan dibandingkan dengan cerita-cerita lain yang


10

telah dipelajari sebelumnya. Selain itu penelitian ini bisa memberikan wawasan

yang berharga tentang bagaimana dongeng seperti Aladin dan Lampu Ajaib dapat

digunakan secara efektif dalam pendidikan dasar untuk mempromosikan

pembelajaran, pengembangan karakter, dan keterampilan literasi anak-anak.

Dengan demikian, melalui analisis nilai religius dalam dongeng Aladin

dan Lampu Ajaib, kita dapat menciptakan alternatif bahan ajar yang efektif dalam

mengenalkan nilai-nilai religius kepada anak-anak di sekolah dasar. Pembelajaran

yang berbasis pada dongeng dapat membantu membentuk karakter yang baik pada

anak-anak, dan dapat memberikan dasar yang kuat untuk pemahaman mereka

tentang etika dalam kehidupan sehari-hari. Semua ini akan berkontribusi pada

pembentukan individu yang lebih baik dan masyarakat yang lebih beretika.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, fokus penelitian ini adalah nilai religius

dalam dongeng Aladin dan Lampu Ajaib sebagai alternatif bahan ajar di sekolah

dasar.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini,

yaitu nilai-nilai religius apakah yang terdapat dalam dongeng Aladin dan Lampu

Ajaib sebagai alternatif bahan ajar di sekolah dasar?


11

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk

menjelaskan nilai religius dalam dongeng Aladin dan Lampu Ajaib sebagai

alternatif bahan ajar di sekolah dasar.

1.5 Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru,

dan Universitas Muhammadiyah Kotabumi.

a. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman

serta diharapkan siswa mampu menanamkan nilai religius yang terdapat

dalam dongeng Aladin dan Lampu Ajaib.

b. Bagi Guru

Penelitian ini dapat membantu guru dalam menginternalisasikan nilai

religius melalui pembelajaran sastra di sekolah dasar.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka

meningkatkan karakter peserta didik yang unggul.

d. Bagi Universitas Muhammadiyah Kotabumi

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan

menambah pengetahuan bagi pembaca.


12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nilai Religius

Nilai penting untuk mengarahkan seseorang dalam bertindak. Nilai

merupakan suatu hal yang dapat menunjukan kepribadian seseorang ketika

bersikap dan bertindak tentang baik dan buruk. Susilo (2013) mengatakan bahwa

nilai adalah sesuatu yang dapat memberi seseorang tujuan, dan arti dalam hidup

mereka, serta mengarahkan mereka dalam menjalani kehidupan. Linda, yang

dikutip oleh Susilo (2013) mengatakan bahwa nilai adalah dasar yang digunakan

seseorang untuk mengambil keputusan, yang dapat mencakup cara mereka

berperilaku atau bagaimana mereka memperlakukan orang lain. Jadi dapat

disimpulkan bahwa nilai adalah segala sesuatu yang dianggap baik (positif) dan

buruk (negatif) di tengah masyarakat. Nilai menjadi kualitas atau penghargaan

terhadap sesuatu yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.

Menurut Safitri (2021) Religius adalah aturan yang mengatur kehidupan

seseorang, dengan batasan, ketetapan, dan aturan. Orang harus selalu berpedoman

pada hukum yang mengikutinya, yang merupakan agama yang mereka anut.

Agama selalu digunakan untuk mengatur masalah hidup dan nilai-nilai religius

menjadi tolak ukurnya. Religius adalah perspektif yang menciptakan hubungan

antara Tuhan dan manusia. Agama selalu terkait dengan hubungan antara manusia

dan Tuhan. Agama memberi manusia pedoman untuk menjaga isi bumi dan

menyayangi sesama manusia.


13

Karya sastra merupakan hasil imajinasi yang diperoleh berdasarkan suatu

kenyataan yang ada di lingkungan. Karya sastra juga berasal dari khayalan,

renungan, dan ide. Menurut Ratnaningsih (2021) “Karya sastra merupakan bentuk

karya manusia yang memiliki nilai keindahan dan terlahir dari pikiran kreatif dan

imajinatif seorang sastrawan” sedangkan, menurut Mangunwijaya yang dikutip

Nurgiyantoro (2015) bahwa munculnya suatu karya sastra didasari dengan unsur

religius atau yang biasa disebut dengan keagamaan. Hal ini memiliki korelasi erat

dengan nilai yang terdapat dalam keagamaan serta dapat berarti hal yang sama,

tetapi berbeda makna. Agama adalah ketentuan yang wajib, sedangkan religius

perbuatan yang bersifat keagamaan yang dihayati oleh manusia.

Menurut Syarbini (2012) nilai religius merupakan bentuk ketaatan

seseorang terhadap agama yang dianutnya melalui tindakan dan sikap. Hal

tersebut dapat ditunjukan melalui prilaku rukun dan damai di dalam masyarakat,

serta adanya sikap toleransi antar sesama. Menurut Ali yang dikutip Maulidiah

(2018) religius merupakan nilai yang memiliki makna sama dengan kepatuhan

terhadap ajaran. Dalam agama islam terdapat 4 (empat) aspek yang

menggambarkan bahwa manusia mahluk religius. Keempat aspek tersebut, yaitu

hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,

hubungan manusia dengan manusia lain, dan hubungan manusia dengan alam

sekitar.

2.2 Macam-Macam Nilai Religius

Nilai religius terdiri dari empat kategori, menurut Ali yang dikutip

Mulidah (2018) yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia


14

dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan orang lain, dan hubungan

manusia dengan alam sekitar. Ini akan dibahas lebih lanjut.

2.2.1 Hubungan Manusia dengan Tuhan

Beribadah dan memenuhi kewajiban umat Islam adalah dua cara seseorang

dapat melaksanakan ketakwaan mereka terhadap Tuhan (Safitri 2021). Menurut

Ali (2018) orang yang beragama harus memikul tanggung jawab, yang dapat

dilakukan dengan beriman, beribadah, bersyukur, bersabar, dan tobat. Ada

beberapa cara manusia dapat mengabdikan diri kepada Tuhannya.

a) Beriman kepada Allah SWT. hal ini dapat dilakukan dengan cara meyakini

segala bentuk ajaran yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. sebagai

pedoman hidup.

b) Beribadah kepada-Nya dengan memenuhi kewajiban yang diberikan

kepadanya, seperti salat lima waktu setiap hari, membayar zakat, berpuasa,

dan melaksanakan ibadah haji bagi mereka yang mampu melakukannya.

c) Selalu bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang diberikan Allah

SWT.

d) Bersabar dengan tabah dan tidak putus asa saat menghadapi cobaan.

e) Memohon ampunan kepada Allah SWT atas kesalahan yang telah

dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi


15

2.2.2 Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri

Menurut Maulidiah (2018) Salah satu bentuk nilai religius adalah bahwa

manusia dapat menjaga kehormatan mereka sebagai makhluk ciptaan Allah SWT,

dan mereka juga dapat menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.

Hubungan manusia dengan dirinya sendiri juga dapat dilakukan dengan

memahami Al-Qur'an dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW, yang

termasuk sifat-sifat seperti pemaaf, berani, adil, sabar, ikhlas, tidak dendam, dan

jujur.

2.2.3 Hubungan Manusia dengan Manusia Lain

Hubungan antara manusia dengan manusia lain adalah hubungan yang

unik. Hubungan manusia adalah hubungan yang sulit dipahami, menurut

Susilawati (2017) manusia harus memiliki hubungan yang baik karena mereka

membutuhkan satu sama lain saat berinteraksi. Menjadi makhluk sosial, manusia

tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

Hubungan manusia dengan manusia lain mengacu pada hubungan individu

dalam individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Dalam ituasi ini masyarakat

memiliki pola bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara seseorang

menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk kedalam

nilai-nilai kemasyarakatan. Menurut Safitri (2021) membentuk masyarakat yang

harmonis dan sejahtera dengan mengikuti norma-norma yang ada adalah cara

untuk mengembangkan hubungan antar sesama manusia. Hubungan antara

manusia dengan manusia terdiri dari lima hal, menurut Ali yang dikutip Maulidiah
16

(2018) yaitu: tolong-menolong, suka memaafkan kesalahan orang lain, menepati

janji, lapang dada, menegakkan keadilan, dan berlaku seadil-adilnya terhadap diri

sendiri dan orang lain.

2.2.4 Hubungan Manusia dengan Alam Sekitar

Manusia tidak dapat terlepas dengan alam untuk dapat bertahan hidup.

Menurut Safitri (2021) "Hubungan atara manusia dengan alam merupakan salah

satu nilai religius". Ali (2018) menyatakan bahwa fungsi hubungan manusia

dengan alam sekitar adalah melindungi semua ciptaan Allah yang ada di bumi,

dan peran manusia juga dapat membantu menjaga kelestarian alam. Manusia

hidup, tumbuh, dan berkembang dalam lingkungan alam dan budayanya. Dalam

lingkungan alamnya manusia hidup dalam sebuah ekosistem yaitu, satuan unit

atau satuan fungsional dari mahluk-mahluk hidup dengan lingkungannya.

Perubahan lingkungan sangat erat kaitannya dengan manusia. Perubahan alam

lingkungan hidup oleh manusia akan berpengaruh baik secara positif ataupun

negatif. Perubahan lingkungan hidup berpengaruh bagi manusia karena manusia

mendapatkan keuntungan dari perubahan tersebut, dan pengaruh tidak baik karena

mengurangi kemampuan alam lingkungan hidupnya untuk menyokong

kehidupannya. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan

alam, yaitu memelihara, menyayangi, memanfaatkan dengan baik segala isi alam

yang telah diberikan Allah SWT.

Nilai religius yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk

mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika perbuatan yang haus dihindari,

dan hal yang harus dikerjakan sehingga terciptanya suatu tatanan hubungan
17

manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi dan bermanfaat bagi diri

sendiri, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.

2.3 Bahan Ajar Sekolah Dasar

Bahan ajar adalah elemen esensial dalam dunia pendidikan yang memiliki

peran kunci dalam proses pembelajaran. Bahan ajar merupakan salah satu faktor

penting dalam keefektifan sebuah pembelajaran. Kurangnya bahan ajar tentu

dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran. Menurut Ningsih (2019) Bahan ajar

dapat berupa buku teks, materi digital, presentasi, aktivitas praktis, perangkat

lunak pembelajaran, dan banyak lagi. Di seluruh dunia, peran bahan ajar dalam

meningkatkan kualitas pendidikan telah semakin diakui dan diperhatikan.

Dalam dunia pendidikan, bahan ajar memiliki peran ganda. Pertama,

bahan ajar adalah sumber pengetahuan yang membantu siswa memahami konsep

dan fakta yang berkaitan dengan subjek tertentu. Bahan ajar ini dapat disusun

dengan cara yang sistematis dan terstruktur untuk memandu siswa melalui materi

pelajaran dengan lebih efisien. Kedua, bahan ajar juga dapat menjadi alat yang

membantu pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang

menarik dan relevan bagi siswa. Dengan pendekatan kreatif dan interaktif, bahan

ajar dapat memotivasi siswa untuk belajar, membangkitkan minat mereka, dan

mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman mereka sehari-hari.

Pembelajaran akan berhasil dan berjalan secara efektif bila dalam

perancangan dan pengembangan bertitik tolak pada karaktereristik siswa, mata

pelajaran dan pedoman kompetensi dasar, tujuan-tujuan pembelajaran yang telah


18

ditetapkan atau indikator keberhasilan belajar. Belajar akan berhasil jika siswa

secara aktif melakukan sendiri proses belajar melalui interaksi dengan berbagai

sumber belajar. Pembelajaran itu sendiri merupakan suatu sistem yang membantu

individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Menurut

Supriatin (2020) bahan ajar memiliki beberapa fungsi yaitu:

1. Sebagai pedoman guru yang akan menuntun seluruh kegiatan pada proses

pembelajaran dan sebagai kemampuan yang harus diajarkan kepada

peserta didik.

2. Sebagai pedoman siswa yang akan mengarahkan semua kegiatan pada

proses pembelajaran dan merupakan kemampuan yang harus dikuasai.

3. Sebagai alat evaluasi perolehan hasil belajar. Bahan ajar dapat membantu

peserta didik dan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan

demikian pemilihan dan penentuan bahan ajar yang sesuai, kegiatan

pembelajaran akan berjalan dengan lancar.

Menurut Rahmanto yang dikutip oelh Rozak (2020) untuk menentukan bahan

ajar, perlu diperhatikan aspek bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya siswa.

1. Aspek Bahasa

Bahasa merupakan pertimbangan utama dalam pembelajaran

bahasa ataupun sastra. Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya

ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga faktor-faktor

seperti cara penulisan yang digunakan pencipta dongeng. Hal ini

desebabkan oleh peguasaan suatu bahasa yang mempunyai jenjang tertentu

pada setiap siswa. Agar proses mengajar menjadi efektif sebaiknya guru

terlebih dahulu menentukan bahan ajar sesuai dengan tingkat penguasaan


19

bahasa siswanya. Dalam segi dongeng yang akan digunakan, seorang guru

harus mempertimbangkan ketatabahasaan, memperhatikan kosakata baru,

serta teknik yang digunakan pencipta dongeng pada penyampaian gagasan

dalam sebuah dongeng sehingga pembaca khususnya peserta didik dapat

mengerti dan mampu memahami kata-kata yang disampaikan oleh

pengarang. Oleh karena itu, agar pembelajaran peserta didik dapat berhasil

guru perlu mengembangkan keterampilan khusus untuk memilah bahan

pembelajaran yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan siswa.

2. Aspek Psikologis

Tahap perkembangan psikologi dimulai sejak masa kanak-kanak

sampai dewasa. Taraf perkembangan kejiwaaan seseorang sangat

berperan. Perkembangan psikologis seseorang pasti mengalami tahap-

tahap tertentu dan tiap tahap memiliki kecendrungan berbeda-beda. Oleh

karena itu, tahap-tahap perkembangan psikologis pada anak harus

dipertimbangkan dalam memilih bahan ajar sastra. Jika bahan ajarnya

tepat sesuai dengan tahap perkembangan psikologisnya, terbukalah

kemungkinan bahwa pembelajaran sastra akan diminati. Sebaliknya,

apabila tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaannya, sulit

diharapkan peserta didik tertarik mengikuti pembelajran sastra. Dalam

pemilihan bahan ajar sastra tahap-tahap perkembangan psikologis sangat

berpengaruh terhadap minat, daya ingat, kemampuan mengerjakan tugas,

kesiapan bekerjasama dan memahami situasi masalah yang dihadapi.

Berikut ini urutan tahapan perkembangan anak yang diharapkan dapat


20

membantu guru untuk memahami tingkat perkembangan psikologis anak

didiknya.

a. Tahap pengkhayalan (8—9 tahun) pada tahap ini imajinasi anak masih

penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan dan belum banyak

diisi dengan hal-hal yang nyata.

b. Tahap romantic (10—9 tahun) pada tahap ini anak-anak mulai

meninggalkan fantasi-fantasi dan mulai mengarah pada hal-hal yang

nyata. Pandangan anak pada tahap ini tentang dunia masih sederhana.

Anak-anak mulai menyukai suatu hal yang mereka lihat dengan

sendirinya.

c. Tahap realistic (13—16 tahun) pada tahap ini anak sangat berminat

pada realita atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha

mengetahui dan siap mengungkap dengan teliti fakta-fakta untuk

memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.

d. Tahap generalisasi (16 tahun seterusnya) pada tahap ini anak sudah

tidak hanya berminat pada hal-hal yang praktis saja, tetapi juga

berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan

menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis suatu fenomena,

mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama

fenomena itu yang terkadang mengarah kepemikiran filsafat untuk

menentukan keputusan-keputusan moral.

Karya sastra yang dipilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan

tahapan psikologis anak pada umumnya dalam suatau kelas. Usia sekolah

dasar tahapan psikologis yang sama. Guru hendaknya menyajikan suatu


21

karya sastra yang secara psikologis dapat menarik minat sebagian besar

siswa dalam kelas tersebut.

3. Aspek latar belakang budaya

Menurut Rahmanto dalam Rozak (2020) bahan ajar sastra perlu

disesuaikan berdasarkan latar belakang siswa. Seharusnya bahan ajar

sastra permasalahannya harus mencakup keadaan lingkungan siswa. Karya

sastra yang dilatarbelakangi kehidupan sehari-hari siswa akan membuat

mereka tertarik membacanya. Oleh karena itu, ketika bahan ajar sastra

digunakan, guru sebaiknya menyesuaikan dengan latar belakang budaya

siswa. Bahan ajar sastra yang sesuai dengan latar belakang budaya siswa

akan mempermudah materi pembelajaran untuk diterima dan dipahami.

Latar belakang karya sastra meliputi semua faktor kehidupan

manusia, seperti geografi, sejarah, olahraga dan moral. Peserta didik akan

mudah tertarik pada karya sastra dengan latar belakang kehidupan mereka,

terutama jika karya sastra tersebut dihadirkan oleh tokoh yang mereka

kenali dan memiliki kesamaan dengan orang-orang yang ada di sekitar

mereka. Dengan demikian, guru sastra hendaknya memilih bahan ajar

sastra sesuai dengan latar belakang budaya siswa yang mengacu pada ciri

khas masyarakat tertentu dengan segala variasinya yang meliputi: pranata

sosial, stratifikasi sosial, norma, tradisi, etos kerja, lembaga hukum, seni,

kepercayaan, agama, sistem kerabat, cara berpikir, mitologi, etika, moral

dan sebagainya.

Bahan ajar sastra akan mudah diterima oleh siswa jika dipilih karya sastra

yang memiliki latar cerita yang dekat dengan dunianya. Dongeng Aladin dan
22

Lampu Ajaib diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran sastra di

sekolah dasar. Melalui penelitian ini akan ditentukan layak atau tidaknya dongeng

tersebut dijadikan sebagai alternatif bahan ajar di sekolah dasar. Pembelajaran

dapat tercapai dengan baik apabila bahan ajar yang tepat.

Menurut Arsanti (2018) dalam memilih bahan ajar pendidik harus

pendidik mempertimbangkan kriteria-kriteria bahan ajar yang meliputi, relevansi,

kompleksitas, rasional/ilmiah, fungsional, ke-up to date-an dan keseimbangan.

Berikut penjelasannya.

1. Relevansi, Bahan ajar dianggap relevan jika isi materi dan aktivitas

pembelajaran dapat terkait langsung dengan tujuan pembelajaran dan

kehidupan sehari-hari siswa. Bahan ajar yang relevan dapat meningkatkan

motivasi siswa karena siswa melihat keterkaitan langsung antara materi

pembelajaran dengan pengalaman hidup mereka. Dengan demikian siswa

akan lebih cenderung memahami dan menerapkan konsep-konsep

pembelajaran jika mereka melihat relevansi materi dengan situasi

kehidupan nyata.

2. Kompleksitas, kriteria bahan ajar kompleksitas mengacu pada seberapa

sulit atau rumit materi pembelajaran. Materi yang disajikan harus sesuai

dengan tingkat pemahaman siswa. Terlalu mudah dapat menyebabkan

kebosanan, sementara terlalu sulit dapat membuat siswa merasa frustasi.

3. Rasional/Ilmiah, bahan ajar harus di dasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah

dan memiliki dasar teoritis yang kuat. Informasi yang disajikan harus

akurat , terferivikasi, dan dapat dipertanggungjawabkan. Menerapkan

kriteria rasional/ilmiah dalam pengembangan bahan ajar dapat membantu


23

mendidik siswa dalam kerangka ilmiah yang benar, dan membangun

landasan pengetahuan yang kokoh.

4. Fungsional, bahan ajar fungsional harus dapat diimplementasikan secara

praktis dalam lingkungan pembelajaran, yang mencakup, kejelasan,

keterbacaan, kemudahan penggunaan materi dan bahasa yang digunakan

harus sesuai dengan tingkat pemahaman siswa serta menghindari kosakata

yang terlalu rumit untuk dipahami oleh siswa.

5. ke-up to date-an, Kriteria ini mengacu pada sejauh mana bahan ajar

mencerminkan perkembangan terkini dalam pengetahuan dan teknologi.

Materi yang terkini dapat membantu siswa memahami isu-isu terkini dan

relevan dalam bidang studi mereka. Hal ini juga memastikan bahwa bahan

ajar tetap relevan seiring berjalannya waktu. Dengan mengintegrasikan

kriteria ke-up to date-an dalam bahan ajar dapat membantu siswa

mendapatkan informasi yang relevan dan terkini, mendukung pemahaman

mereka tentang perkembangan terbaru dalam bidang studi, dan

memotivasi mereka untuk terus belajar.

6. Keseimbangan, dalam bahan ajar merujuk pada distribusi yang baik

antara berbagai aspek pembelajaran. Bahan ajar yang seimbang mencakup

berbagai metode pengajaran, konten, dan jenis aktivitas untuk memenuhi

kebutuhan siswa secara holistik. Bahan ajar seharusnya mencakup

berbagai metode pengajaran, seperti ceramah, diskusi, proyek, dan

aktivitas kelompok. Ini memungkinkan siswa dengan gaya belajar yang

berbeda untuk terlibat secara efektif.


24

Melalui penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah

bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru

dan siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar merupakan segala bentuk yang

digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di

kelas. Dengan adanya bahan ajar, guru akan lebih runtun dalam mengajarkan

materi kepada siswa dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan

sebelumnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar dipilih setelah identitas

mata pelajaran, standar kompetensi, dan kompetensi dasar ditentukan. Bahan ajar

atau materi pembelajaran perlu dipilih dengan tepat sesuai dengan kompetensi

dasar. Bahan ajar adalah sumber belajar yang digunakan dalam proses belajar

mengajar untuk mendapat suatu informasi berupa lisan maupun tulisan dari

seseorang guru kepada siswanya dengan berbagai bentuk bahan ajar. Bentuk-

bentuk bahan ajar harus dimanfaatkan dalam proses pembelajaran yang terjadi

antara guru dengan siswa, misalnya buku. Buku berisi bacaan disertai gambar

yang dapat membuat siswa tidak merasa bosan ketika sedang membacanya.

Contoh buku bacaan yang baik untuk siswa sekolah dasar adalah dongeng.

2.4 Pembelajaran Nilai Religius di Sekolah Dasar

Menurut Widayati, Yasinta, & Rohmani (2022) Pendidikan merupakan

suatu aktivitas tersetruktur terhadap pembelajaran yang terprogram untuk

menciptakan peserta didik yang kreatif, mandiri, dan bermartabat. Serta untuk

menanamkan karakter yang baik bagi siswa sekolah dasar yang berahlak mulia.

(Fatimah, Salis, & Ruhly, 2021) Pendidikan yang tidak berdasarkan dengan

perkembangan nilai, hal itu tentunya akan mengakibatkan rusaknya karakter yang
25

baik bagi siswa. Untuk itu dalam pendidikan harus ditanamkan nilai-nilai yang

positif salah satunya nilai religius. Adanya nilai tersebut, akan memberikan

pengetahuan yang baik dan dapat mengurangi hal-hal buruk yang dilakukan oleh

siswa.

Menurut Kuliyatun (2019) pendidikan dipergunakan untuk penanaman

suatu nilai agar melekat kejiwa manusia. “Pengembangan nilai terhadap

pendidikan selalu berkaitan dengan kurikulum yang direncanakan oleh lembaga

pendidikan untuk menciptakan sistem yang mengintegrasi kecerdasan intelektual,

spiritual, emosional dan spiritual siswa sekolah dasar agar terhindar dari perilaku

yang buruk (Nasution, 2017). Penanaman nilai-nilai religius membutuhkan proses

yang berkesinambung terkait materi ajar dalam kurikulum. oleh karena itu,

pentingnya guru dalam mempersiapkan kurikulum yang memperkenalkan nilai

religius terhadap siswa sekolah dasar. Dengan adanya penguatan kulikulum maka

terciptalah karakter dan nilai religius terhadap diri siswa (Efendi, 2019). Dengan

pedoman pendidikan karakter ini, guru diharapkan dapat membimbing dan

membentuk karakter siswa SD. Oleh karena itu, untuk mencapai pembelajaran

yang efektif, rancangan pembelajaran diperlukan. Dengan rancangan

pembelajaran, guru diharapkan dapat menginternalisasikan nilai-nilai religius

dengan cara yang direncanakan.

Sebelum guru memulai pembelajaran, guru harus terlebih dahulu

mempersiapkan Rencana Pembelajaran (RPP). Dalam penyusunan rencana

pembelajaran guru perlu memperhatikan mengenai Kompetensi Inti (KI),

Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator, yang merupakan bagian integral dari

perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Berikut penjelasannya.


26

1. Standar Kompetensi (KD), merupakan gambaran umum tentang apa yang

diharapkan siswa capai dalam suatu mata pelajaran. Dalam konteks

pembelajaran dongeng di sekolah dasar, SK dapat mencakup kemampuan

siswa dalam berbicara dan mendengarkan secara efektif melalui kegiatan

dongeng. Contohnya, menerapkan kemampuan berbicara dan

mendengarkan dengan baik dan benar dalam berbagai situasi komunikasi

melalui kegiatan bercerita dan mendengarkan dongeng.

2. Kompetensi Dasar, merinci lebih lanjut tujuan pembelajaran yang harus

dicapai oleh siswa. KD mengarahkan fokus pada aspek-aspek tertentu dari

SK. Dalam pembelajaran dongeng di sekolah dasar, KD dapat menetapkan

keterampilan mendengarkan, bercerita, dan memahami unsur-unsur cerita.

Contohnya, pertama, mendengarkan dongeng dengan penuh perhatian dan

mengidentifikasi unsur-unsur cerita seperti tokoh, setting, konflik, dan

resolusi. Kedua menceritakan kembali dongeng yang didengarkan dengan

menggunakan bahasa yang jelas, berurutan, dan sesuai dengan struktur

cerita.

3. Indikator pembelajaran, adalah petunjuk atau tanda-tanda yang dapat

diobservasi untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai KD.

Indikator membantu guru dalam menilai kemajuan dan pencapaian siswa.

Contohnya, pertama, siswa dapat mengidentifikasi karakter utama dalam

sebuah dongeng. Kedua, siswa mampu merangkum cerita dongeng yang

terdapat nilai religiusnya dengan menggunakan kalimat sendiri. Ketiga

siswa dapat menyusun dan menyampaikan cerita pendek sederhana.

Indikator membantu guru untuk mengarahkan pembelajaran, memberikan


27

umpan balik, dan menyesuaikan strategi pengajaran sesuai dengan

kebutuhan siswa. Dalam praktiknya, indikator ini dapat dirinci lebih

spesifik sesuai dengan kurikulum dan konteks sekolah masing-masing.

Pembelajaran religius di sekolah dasar tidak hanya diajarkan pada satu

mata pelajaran yaitu Agama Islam, melainkan juga pada setiap mata pelajaran

baik ilmu yang berkenaan dengan alam, sosial maupun berkaitan dengan angka-

angka. Karena pada hakikatnya ilmu tidak bisa terlepas dari aspek ketuhanan

sebagai sumber ilmu itu sendiri. Semua mata pelajaran harus memiliki tujuan

yang sama dengan memperhatikan karakteristik serta kebutuhan peserta didik

dalam pembelajaran. Selain itu, nilai-nilai religius dapat menjadikan peserta didik

mengenal, menghayati, dan menjalankan perintah sesuai yang dianut. Dengan

demikian, nilai religius selain berkaitan dengan pembelajaran agama juga dapat

berkaitan dengan karya sastra.

2.5 Rancangan Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar

Rencana pembelajaran adalah langkah-langkah yang digunakan dalam

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perencanaan tersebut terdiri

atas beberapa bagian, yaitu tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi. Strategi

pembelajaran yang harus diperhatikan oleh seorang guru adalah silabus dan RPP

(Rahayu, 2021). Silabus dan RPP adalah dua elemen yang berhubungan. Silabus

menggambarkan tujuan yang diinginkan dan metode yang dipergunakan dalam

mencapai pendidikan. Selain itu, mencakup teknik kelas, kegiatan pembelajaran

dan strategi penilaian untuk digunakan guru. Dalam menentukan rancangan

pembelajaran harus diperhatikan beberapa aspek diantaranya rancangan


28

kompetensi dan tujuan pembelajaran, materi dan objek pembelajaran, metode dan

strategi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia berpedoman terhadap prinsip-

prinsip dasar pengembangan kurikulum 2013. Dengan adanya prinsip tersebut

memegang peran penting dalam meningkatkan kecerdasan intelektual dan

emosional anak serta dapat membantu siswa dalam belajar tentang diri sendiri,

mengenal budaya, membangun relasi, menghasilkan ide-ide kreatif, dan inovatif.

Menurut Waluyo (2013) kurikulum 2013 bertujuan agar siswa dapat mempelajari

kompetensi inti (KI) dan memiliki sikap serta perilaku yang baik untuk

meningkatkan karakter siswa.

Menurut Beckman yang dikutip Nasution (2017) Metode pengajaran ini

adalah metode yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, banyak aspek yang harus diperhatikan, yaitu

psikologis siswa, lingkungan sekolah maupun sekitar, dan tujuan pembelajaran

yang diharapkan. Miarso yang dikutip oleh Nasution (2017) mengatakan dalam

proses pendidikan tentunya terdapat beberapa strategi yang digunakan oleh guru

agar terciptanya suatu pembelajaran.

Syahrul (2017) mengatakan dalam memberikan pembelajaran sastra,

hendaknya diperhatikan konsep yang menitikberatkan pada guru dan siswa dalam

proses pembelajaran. Diantaranyaa 1) pelacakan pendahuluan, guru memaparkan

informasi terkait dongeng yang akan digunakan dalam proses pembelajaran

kepada siswa. 2) penentuan sikap praktis, guru menyiapkan dongeng yang akan

digunakan dalam proses pembelajaran, kemudian siswa membaca dongeng

tersebut dengan cara memahami dan membaca secara utuh dan keseluruhan. 3)
29

pengantar, guru memberikan arahan terkait proses pelaksanaan pembelajaran dan

menyampaikan materi yang berkaitan dengan dongeng yang akan dibaca siswa. 4)

penyajian, guru memberikan pertanyaan terkait dengan nilai religius apakah yang

terdapat dalam dongeng tersebut. 5) Diskusi, pada saat pembelajaran berlangsung

guru dan siswa melakukan sistem tanya jawab terkait dongeng yang sedang

dibahas dalam pembelajaran. 6) pengukuhan, pada saat pembelajaran guru

memberikan penguatan terkait materi yang telah dibahas bersama agar siswa lebih

paham dengan pembelajaran yang diberikan.

Evaluasi pembelajaran adalah proses memperoleh data dan informasi yang

diperlukan untuk mengetahui sejauh mana dan bagaimana kemajuan pembelajaran

guna membuat penilaian dan perbaikan yang diperlukan untuk memaksimalkan

hasil. Istilah evaluasi pembelajaran sering disalahartikan dengan ujian. Meskipun

sangat berkaitan, namun belum mencakup keseluruhan makna evaluasi

pembelajaran yang sebenarnya. Ujian atau tes hanyalah salah satu cara yang dapat

ditempuh untuk melakukan proses evaluasi. Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat 1 yang

menyatakan bahwa “evaluasi dilaksanakan dalam rangka pengendalian mutu

pendidikan secara nasional sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggara

pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pelajar, lembaga

dan program pendidikan". Sehingga kedudukan evaluasi pendidikan mencakup

seluruh komponen, proses pelaksanaan dan produk pendidikan secara

keseluruhan, dan di dalamnya memuat paling sedikit tiga konsep, yaitu:

memberikan pertimbangan (judgment), nilai (value), dan makna (worth). Tujuan

penilaian hasil belajar tentunya sama dengan tujuan penilaian pembelajaran dan
30

pembelajaran yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan salah satu faktor penting

yang menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena

itu, sangat penting untuk benar-benar mengetahui tujuan evaluasi, sehingga apa

yang ingin dicapai dalam proses evaluasi dapat terjadi. Terlepas dari berbagai

tujuan di atas, pentingnya evaluasi dalam pembelajaran dapat dilihat dari fungsi

atau kegunaan yang dimilikinya

Tindakan mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk

menilai seberapa jauh dan bagaimana pembelajaran telah maju untuk membuat

keputusan dan penyesuaian yang diperlukan untuk mengoptimalkan hasil dikenal

sebagai evaluasi pembelajaran. Ujian dan evaluasi pembelajaran sering kali

digunakan secara bergantian. Meskipun sangat mirip, hal ini tidak sepenuhnya

menangkap inti dari evaluasi pembelajaran yang sebenarnya. Tes dan ujian

hanyalah salah satu metode yang tersedia untuk menyelesaikan proses evaluasi.

Sebagai upaya untuk meminta pertanggungjawaban penyelenggara pendidikan

kepada pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya peserta didik, evaluasi

dilakukan dalam rangka pengaturan mutu pendidikan secara nasional, sesuai

dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat 1.

Moody dalam Rozak (2020) mengatakan dalam mengukur kemampuan

siswa ada beberapa tes yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut.

a. Tes informasi, merupakan tingkat penilaian yang paling rendah karena

pertanyaan yang diajukan pada tes ini adalah cukup mudah. Pertanyaan

yang diajukan berupa pertanyaan dasar terkaitkan karya sastra. Contohnya,

Siapakah tokoh-tokoh dalam dongeng tersebut?


31

b. Tes konsep, adalah tes dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Siswa

diminta dalam mempelajari dan menguraikan informasi terkait karya

sastra.

c. Tes perspektif, meliputi kemampuan berpikir siswa dalam berpendapat

mengenai karya sastra.

d. Tes apresiasi, merupakan suatu bentuk penilaian yang paling sulit. Siswa

diminta untuk mempelajari, mengapresiasi serta berpikir kritis terhadap

karya sastra.

Rancangan penelitian di Sekolah Dasar (SD) memiliki berbagai manfaat yang

signifikan, yaitu:

a. Identifikasi Permasalahan Pendidikan, rancangan penelitian berperan

membantu sekolah mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang ada di

lingkungan sekolah. Dengan merinci pertanyaan penelitian, sekolah dapat

lebih memahami tantangan-tantangan yang dihadapi selama proses

pembelajaran dan memilih solusi yang sesuai.

b. Pengukuran dan Evaluasi Pencapaian Siswa, rancangan penelitian dapat

dipergunakan untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian siswa. Ini

membantu pihak sekolah untuk menilai sejauh mana tujuan pembelajaran

tercapai serta menentukan apakah perlu dilakukan kebijakan atau

perubahan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

c. Perencanaan Pembelajaran yang Optimal, dengan merancang penelitian,

sekolah dapat merencanakan pembelajaran yang lebih efektif dan sesuai

dengan kebutuhan siswa. Data hasil penelitian memberikan informasi


32

tentang gaya belajar siswa, kesulitan yang dihadapi, dan metode

pengajaran yang paling efektif.

d. Peningkatan Kualitas Pengajaran, rancangan penelitian membantu guru

dan staf sekolah untuk memahami cara meningkatkan kualitas pengajaran.

Data dari penelitian dapat digunakan untuk memberikan umpan balik

kepada guru dan mengidentifikasi area pengembangan untuk

meningkatkan metode pengajaran.

e. Penetapan Kebijakan Sekolah, hasil penelitian dapat menjadi dasar untuk

menentukan kebijakan sekolah, seperti peningkatan fasilitas,

pengembangan kurikulum, atau penerapan program khusus untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

f. Dukungan untuk Pengembangan Profesional Guru, hal ini dapat

mendukung pengembangan profesional guru. Guru dapat menggunakan

informasi tersebut untuk meningkatkan keterampilan mengajar mereka dan

menyesuaikan metode pengajaran dengan kebutuhan siswa.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa rancangan

pembeljaran perlu dirancang sebelum pembelajaran dilaksanakan hal ini bertujuan

agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.


33

III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

“Metode deskriptif adalah cara pengumpulan data penelitian yang lebih

menitikberatkan pada kata-kata atau gambar dibandingkan angka-angka” (Emzir,

2014). Penggunaan metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif bertujuan

untuk menyajikan rincian objek penelitian secara sistematis, akurat dan realistis.

Lebih jauh lagi, interpretasi data menjadi aspek kunci dari penelitian kualitatif ini.

Penerapan metode ini sesuai dengan tujuan penelitian untuk mendeskripsikan nilai

religius dalam dongeng Aladdin dan lampu Ajaib sebagai bahan ajar alternatif di

sekolah dasar.

3.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari Dongeng Aladin dan Lampu

Ajaib. Dongeng ini diterbitkan oleh PT. Bhuana Ilmu Populer (Kelompok

Gramedia). Dongeng tersebut terdiri dari 52 halaman dan ber-ISBN 10: 979-074-

384-X. Sampul depan bertuliskan Dongeng Animasi 3D Aladin dan Lampu Ajaib

dengan tulisan berwarna hitam. Sampul buku berwarna biru dan putih dengan

gambar Aladin dan wanita cantik yang sedang malayang menaiki Jin.

3.2 Instrumen Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan alat atau instrumen yang

membantu penelitian. “Instrumen penelitian adalah satu alat yang digunakan

untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati secara spesifik”
34

(Sugiyono, 2013). Instrumen-instrumen dalam ilmu sosial telah baku (standar),

tetapi terdapat instrumen yang belum baku bahkan belum ada. Dalam penelitian,

peneliti sendiri yang berperan sebagai perencana, pengumpul data, penafsir data,

dan pelapor hasil penelitian. Penelitian ini digunakan instrumen kartu data sebagai

tempat untuk mencatat berbagai data yang berkaitan dengan nilai religius dalam

dongeng Aladin dan Lampu Ajaib sebagai alternatif bahan ajar di sekolah dasar.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

“Teknik pengumpulan data merupakan langkah-langkah strategis dalam

sebuah penelitian” (Moeleong, 2015). Data dalam penelitian kualitatif diperoleh

dengan pencatatan data-data yang berkaitan dengan nilai religius dalam dongeng

Aladin dan Lampu Ajaib sebagai alternatif bahan ajar di sekolah dasar. Adapun

langkah-langkah pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut.

1. Hal-hal yang berkaitan dengan nilai religius dalam dongeng Aladin dan

Lampu Ajaib sebagai alternatif bahan ajar di sekolah dasar akan ditandai

dan digarisbawahi dimasukkan pada kartu data.

2. Nilai religius dalam dongeng Aladin dan Lampu Ajaib sebagai alternatif

bahan ajar di sekolah dasar kemudian diserahkan dan diuji keabsahan data.

3.4 Rencana Pengujian Keabsahan Data

Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menguji

keabsahan data tersebut. Kegiatan pengujian keabsahan data, tentunya

berpedoman dengan nilai religius dalam dongeng Aladin dan Lampu Ajaib
35

sebagai alternatif bahan ajar di sekolah dasar yang telah disampaikan pada BAB

II. Data yang sudah dikumpulkan divalidasi oleh validator.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk menganalisis nilai religius dalam dongeng

Aladin dan Lampu Ajaib sebagai alternatif bahan ajar di sekolah dasar teknik

analisis data, kemudian dihubungkan dengan pembelajaran di sekolah dasar.

Teknik analisis data yang berkaitan dengan nilai religius dalam dongeng Aladin

dan Lampu Ajaib sebagai alternatif bahan ajar di sekolah dasar dapat mencakup

beberapa langkah penting.

1. Pengodean yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

No. Nilai Religius Macam-macam Nilai Pengodean


Religius

1. Hubungan Manusia dengan Iman HMT(in)


Tuhan
Syukur HMT(syr)
Sabar HMT(sba)
Tobat HMT(tt)
2. Hubungan Manusia dengan Berjuang HMD(bg)
Diri Sendiri
Sabar HMD(sr)
Ikhlas HMD(is)
Amanah HMD(ah)
Jujur HMD(jr)
3. Hubungan Manusia dengan Bekerja Sama HMM(bk)
Manusia Lain Menepati Janji HMO(mj)
Lapang Dada HMM(ld)
Mengakui Kesalahan HMM(mk)
4. Hubungan Manusia dengan Memanfaatkan Alam
HMA(mla)
Alam
36

a. Kode 1, 2, 3, dan seterusnya digunakan untuk menunjukan halaman.

b. Kode I, II, III, dan seterusnya digunakan untuk menunjukan paragraf.

c. Kode I, ii, iii, dan seterusnya dugunakan untuk menunjukan baris.

d. Contoh: NR/HMT(tt)/15/II/ii, artinya, nilai religius hubungan manusia

dengan Tuhan berupa tobat dalam dongeng Aladin dan Lampu Ajaib

terdapat pada halaman lima belas, paragraf kedua, baris kedua.

2. Pengklasifikasian nilai-nilai religius dalam dongeng Aladin dan Lampu

Ajaib sebagai bahan ajar di sekolah dasar.

3. Penentuan kelayakan untuk dijadikan sebagai alternatif bahan ajar di

sekolah dasar.

4. Penginternalisasian dan pengimplementasian nilai religius Aladin dan

lampu ajaib ke dalam bahan ajar bagi sekolah dasar.

5. Penarikan simpulan berdasarkan hasil analisis nilai religius dalam dongeng

Aladin dan Lampu Ajaib sebagai bahan ajar di sekolah dasar.


37

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. “Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme Dan VCT.”


Jakarta: Salemba Empat, 2013.

Arsanti, Meilan. "Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah Penulisan Kreatif


Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Religius Bagi Mahasiswa
Prodi PBSI, FKIP, UNISSULA." Jurnal Kredo 1, no. 2 (2018): 73.
https://jurnal.umk.ac.id/index.php/kredo/article/dowload/2707/1220

Prihatmojo, A. dan, & Badawi. (2020). CENDEKIA Pendidikan Karakter di


Sekolah Dasar Mencegah Degradasi Moral di Era 4.0. Riset Pedagogik, 4(1),
142–152. https://jurnal.uns.ac.id/jdc

Ali, Surmiati. “Perkawinan Usia Muda Di Indonesia Dalam Perspektif Negara


Dan Agama Serta Permasalahannya (The Teen Marriage In Indonesia On
The Country Perspective And Religion As Well As The Problem).” Jurnal
Legislasi Indonesia 12, no. 2 (2018). https://jurnal.legislasi.ac.id

Ani, Cahyadi. “Pengembangan Media Dan Sumber Belajar: Teori Dan Prosedur.”
Laksita Indonesia, 2019.

Astuti, Sri Susi Wiji, Sarjono Sarjono, and Ahmad Hariyadi. “Penerapan Model
Pemebelajaran Grup Ivestigation Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil
Belajar IPS Siswa Kelas VII SMPN 1 Senori Tahun Pelajaran 2019/2020.”
Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal 7, no. 1 (2021): 37–42.
https://jurnal.ilmu.pendidikan nonformal.ac.id.

Dinata, Karsoni Berta. "Refleksi Pembelajaran Daring di Universitas


Muhammadiyah Kotabumi di Masa Pandemi Covid-19. Edukatif: Jurnal
Ilmu Pendidikan. no 4 (2022), 240-249. https://jurnal.edukatif.ac.id.

Efendi, Saprudin. “Hubungan Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Spiritual


Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih Di MA NW
Keruak Lombok Timur.” AS-SABIQUN 1, no. 1 (2019): 23–43.
https://jurnal.as-sabiqun.ac.id.

Emzir, Metodologi, and M Pd. “Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data.”


Jakarta: Raja Grafindo, 2012.

Fatimah, Sri Retno., Salis, M Abduh., & M. Ruhly Kesuma Dinata. Pembelajaran
Online Masa Covid-19 di Perguruan Tinggi (Studi UMKO). Jurnal Legalita.
no. 3 (2021): 110–130. https://jurnal.legalita.umko.ac.id.
38

Kuliyatun, Kuliyatun. “Konsep Globalisasi & Peran Pendidikan Spiritual: Sebuah


Analisis Terhadap Posisi Pendidikan Islam Di Tengah Absurditas Peradaban
Global.” AL-IDZA’AH: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi 1, no. 01 (2019):
26–61. https://jurnal.dakwah dan komunikasi.ac.id.

Lajanah Pentashihan Mushaf Al-Quran Kementrian Agama RI

Maulidiah, Rina Hayati. “Analisis Nilai Religius Pada Novel Wedding Agreement
Karya Eria Chuzaimiah.” Jurnal Komunitas Bahasa 6, no. 1 (2018): 62–69.
https://jurnal.komunitas.bahasa.ac.id

Nasution, Hamni Fadlilah. “Urgensi Profesionalisme Guru Di Pendidikan Sekolah


Dasar.” AR-RIAYAH: Jurnal Pendidikan Dasar 1, no. 1 (2017): 1–22.
https://jurnal.pendidikan. dasar.ac.id

Ningrum, Reza. “Analisis Cerita Fabel Si Kancil Yang Cerdik Sebagai Bahan
Ajar Senam Fantasi Sekolah Dasar.” Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah
Dasar 8, No. 4 (2021): 1–10. https://jurnal.ilmiah.pendidikan.guru.ac.id.

Ningsih, N. M. (2019). Peningkatan Mutu Pendidikan Pembelajaran Bahasa


Indonesia Melalui Program Penugasan Dosen Di Sekolah Dasar Negeri 04
Kotabumi Lampung. Edukasi Lingua Sastra, 17(1).
Http://garuda.kemdikbud.go.id.

Nurgiyantoro, Burhan, Marzuki Gunawan, and Dan M Marzuki. “Statistik


Terapan Untuk Penelitian Ilmu Sosial.” Gadjah Mada University, 2015.

Parmini, Ni Kadek, I Nengah Suandi, Ida Bagus Sutresna, and M Si. “Analisis
Nilai-Nilai Pendidikan Pada Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirarta.”
Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Undiksha 2, no. 1 (2014).
https://jurnal.bahasa dan sastra Indonesia.ac.id.

Pendidikan Nasional, Menteri. “Undang Undang No 20 Tahun 2003 Tentang


System Pendidikan Nasional,” 2010.

Safitri, Vivian Nur, and Candra Rahma Wijaya Putra. “Nilai Religius Dalam
Novel Titip Rindu Ke Tanah Suci Karya Aguk Irawan: Kajian Sosiologi
Sastra.” Alinea: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajaran 10, no. 1 (2021):
25–36. https://jurnal.bahasa, sastra, dan pengajaran.ac.id.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta,


2013.

Susilawati, Erni. “Nilai-Nilai Religius Dalam Novel Sandiwara Bumi Karya


Taufikurrahman Al-Azizy.” STILISTIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan
Pengajarannya 2, no. 1 (2017). https://jurnal.ilmiah bahasa sastra.ac.id.
39

Syarbini, Amirulloh, and Sumantri Jamhari. Kedahsyatan Membaca Al-Qur’an.


Ruang Kata, (2012).

Sriwagesang, Teri. “Analisis Nilai Religius Dan Nilai Sosial Dalam Dongeng
Berbahasa Jawa Timun Emas Lan Buto Ijo Dan Misteri Keyong Emas
Sebagai Materi Ajar Dan Media Pembelajaran Dalam Peningkatan
Pendidikan Karakter Siswa SMA.” Jurnal Universitas Sebelas Maret 7
(2018).

Wardianto, Bayu Suta, and Umi Khomsiyatun. “Analisis Elemen Penyebab


Konflik Batin Tokoh Utama (Perspektif Psikoanalisis Freud) Dan
Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.” Jurnal Genre (Bahasa,
Sastra, Dan Pembelajarannya) 2, no. 2 (2021): 58.https://jurnal.uns.ac.id/jdc

Widayati, Sri. ,Yasinta, Mahendra., & Rohmani. "Penerapan Model Pembelajaran


Number Head Together:Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Esai
Mahasiswa. Jurnal Belajar Bahasa. no. 6 (2021): 275-286.
https://jurnal.belajar bahasa.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai