Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

PROPOSAL MINI
DENGAN JUDUL : KETUBAN PECA DINI (KPD)

DI SUSUN OLEH :

NAMA : ELSA TESLATU


NIM : B.1810053
KELAS : B
JURUSAN : DIII KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PASAPUA AMBON


(STIKES PASAPUA AMBON)
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya
tanda – tanda persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada
primipara atau 5 cm pada multipara Hal ini dapat terjadi pada
kehamilan aterm yaitu, pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu maupun pada
kehamilan preterm yaitu sebelum usia kehamilan 37 minggu (Sujiyantini, 2009).
Ketuban pecah dini merupakan salah satu kelainan dalam kehamilan. Ketuban
pecah dini merupakan masalah penting dalam ilmu obstetri, karena berkaitan
dengan penyulit yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan
maternal maupun terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin,
sehingga hal ini dapat meningkatkan masalah kesehatan di Indonesia (
Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8 % sampai 10 % dari semua
kehamilan.Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6% sampai 19
%,
sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2 % dari semua kehamilan
Kejadian ketuban pecah dini di Amerika Serikat terjadi pada
120.000 kehamilan per tahun dan berkaitan dengan resiko tinggi terhadap
kesehatan dan keselamatan ibu, janin dan neonatal Sebagian
besar ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau
persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar
85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematusitas. Ketuban
L dini merupakan salah satu penyebab prematuritas dengan insidensi 30 %
sampai dengan 40 %
Ketuban pecah dini belum diketahui penyebab pastinya, namun terdapat
beberapa kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait dengan ketuban
pecah dini. Yang termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu, paritas,
polihidramnion, inkompetensi serviks dan presentasi janin. Sedangkan yang
termasuk dalam faktor eksternal adalah infeksi dan status gizi. Beberapa
penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan dengan infeksi pada ibu.
Infeksi
dapat mengakibatkan ketuban pecah dini karena agen penyebab infeksi tersebut
akan melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini
dapat menyebabkan perubahan dan pembukaan serviks, serta pecahnya selaput
ketuban
Selain infeksi yang terjadi terutama pada genitalia wanita, status gizi juga
diduga mempengaruhi selaput ketuban, karena penurunan asupan zat gizi
terutama
protein akan menganggu proses metabolisme yang membutuhkan asam amino,
salah satunya pembentukan selaput amnion yang tersusun dari kolagen tipe IV.
Hal ini akan mengakibatkan rendahnya kekuatan selaput amnion dan
meningkatkan resiko ruptusela
Selanjutnya, faktor internal yang mungkin berpern pada kejadian ketuban
pecah dini, diantaranya usia ibu, paritas, dan polihidramnion, inkompetensi
serviks dan presentasi janin (Funai, 2008). Dalam penelitian terdahulu, diketahui
bahwa terdapat peningkatan resiko terjadinya ketuban pecah dini pada ibu
dengan
usia lebih dari 30 tahun Pada sumber lain dijelaskan
bahwa, usia ibu saat hamil yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan usia beresiko
Paritas diartikan sebagai jumlah kehamilan yang melahirkan bayi hidup
dan tidak terkait dengan jumlah bayi yang dilahirkan dalam sekali persalinan
Semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin
menurun. Hal ini akan meningkatkan resiko komplikasi pada kehamilan
Faktor obstetri berupa distensi uterus seperti polihadramnion dan
inkompetensi serviks . Polihidramnion merupakan cairan
amnion yang berlebihan, yaitu lebih dari 2000 Komplikasi yang
dapat timbul oleh polihidramnion salah satunya adalah ketuban pecah dini. Hal
ini
terjadi karena terjadinya peregangan berlebihan pada selaput ketuban
Ketuban pecah dini juga mungkin terjadi akibat kondisi serviks yang
inkompeten. Serviks tidak mampu mempertahankan kehamilan sehingga selaput
ketuban menonjol keluar dari serviks dan dapat ruptur. Selanjutnya, faktor
presentasi dan letak janin juga diduga berperan dalam terjadinya ketuban pecah
dini, hal ini terjadi karena tekanan terhadap selaput ketuban menjadi tidak merata
jika janin tidak dalam presentasi kepala
Dalam rangka menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan
kesehatan ibu, perlu dilakukan upaya pencegahan kejadian ketuban pecah dini di
masa mendatang, salah satunya dengan melakukan pengawasan ketat terhadap
faktor – faktor resiko yang berperan terhadap kejadian ketuban pecah dini.

1.2 Rumusan masalah


Faktor internal apakah yang berperan dalam terjadinya ketuban pecah dini
pada ibu hamil?
Faktor eksternal apakah yang berperan dalam terjadinya ketuban pecah dini
pada ibu hamil?

1.3 Tujuan peniliti


Mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya ketuban peca
dini pada ibu hamil
Mengetahui faktor internal ( usia ibu, paritas, polihidramnion, inkompetensi
serviks, dan presentasi janin) yang berperan dalam terjadinya Ketuban
Pecah Dini pada ibu hamil
b. Mengetahui faktor eksternal ( riwayat infeksi pada ibu, status gizi ibu) yang
berperan dalam terjadinya Ketuban Pecah Dini pada ibu hamil
1.4 Manfaat penliti
a. data yang di dapatkan dari peniliti dapat di jadikan sebagai pembahuruan
Data dan data primer untuk penilitian selanjutnya,
b. Menambah wawasan serta pengalaman penulis dalam melakukan penelitian
Terutama di bidang kebidanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Ketuban Pecah Dini
a. Definisi
Ketuban pecah dini adalah proses terjadi pecahnya
ketuban sebelum tanda mulai persalinan atau waktu
persalinan yang lebih aterm dari 37 minggu maupun kurang
dari 36 minggu (Manuaba, 2009). Kemudian, Fraser (2009)
mengatakan bahwa kondisi yang terjadi sebelum kehamilan
mencapai 37 minggu ketika ketuban pecah terjadi tanpa ada
gejala aktivitas uterus yang menyebabkan pembesaran
serviks.
Menurut Mackeen (2014) mengatakan bahwa wanita
yang mengalami ketuban pecah dini biasanya mengalami
selubung cairan yang bocor melalui vagina tanpa rasa sakit.
Pada saat ketuban pecah pada umur 37 atau lebih maka ada
resiko minimal pada janin dan ibu selama persalinan. Jika
kurang dari 37 minggu, maka menyebabkan resiko pada
janin dan ibu mengalami komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian. Dikarenakan bakteri dapat masuk
ke dalam rahim pada saat ketuban pecah dini, sehingga
janin dan ibu mengalami infeksi yang dapat mengancam
jiwa. Tingkat cairan yang rendah di sekitar janin juga
meningkatkan risiko kompresi tali pusar dan dapat
mengganggu pembentukan paru-paru dan tubuh pada awal kehamilan.
Ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 12% dari
semua kehamilan. PROM dikaitkan dengan sekitar 8%
kehamilan termal (37 minggu atau lebih usia gestasi) dan
umumnya diikuti oleh onset persalinan. PROM preterm, yang
didefinisikan sebagai PROM yang terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu, merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas neonatal, dan dikaitkan dengan
sekitar 30% persalinan prematur. PROM yang menyebabkan
persalinan prematur
dikaitkan dengan komplikasi
prematuritas neonatal seperti sindrom distres pernapasan,
intraventricular pendarahan, infeksi neonatal, enterokolitis
necrotizing, disfungsi neurologis dan neuromuskular, dan
sepsis. Komplikasi utama PROM adalah infeksi intrauterine
(Beckmann, 2010). Sedangkan menurut Leituhu (2015)
mengatakan bahwa insiden ketuban pecah dini berkisar
antara 8-10% dari semua kehamilan. Pada kehamilan aterm
insidensinya bervariasi antar 6-19%. Sedangkan pada
kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan
hampir semua ketuban pecah dini, persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar
85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh
prematuritas. Ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insiden 30-40%.
Kemudian menurut Jazayeri (2017) mengatakan
bahwa PROM terjadi 10% pada kehamilan. Pasien ditandai
dengan gejala kebocoran cairan, keputihan, pendarahan
vagina, dan tekanan pelvis tetapi tidak mengalami kontraksi.
b. Klasifikasi
1. PROM (Premature Rupture of the membranes) Ketuban
pecah dini pada saat usia kehamilan >37 minggu. Pada
PROM penyebabnya mungkin karena melemahnya
membrane amnion secara fisiologis.
2. PPROM (Preterm Premature of the membranes) Ketuban
pecah dini yang terjadi sebelum umur kehamilan 37
minggu (Beckmann, 2010)
c. Etiologi
Penyebab PROM tidak dipahami secara jelas.
Penyakit menular seksual dan kondisi saluran kelamin
bawah lainnya, seperti vaginosis bakteri, dapat berperan,
karena infeksi tersebut lebih sering ditemukan pada wanita
dengan PROM daripada pada mereka yang tidak memiliki
penyakit menular seksual atau vaginosis bakteri. Namun,
selaput janin utuh dan cairan amnion normal tidak
sepenuhnya melindungi janin dari infeksi, karena tampaknya
infeksi intraamniotik subklinis dapat menyebabkan PROM.
Metabolik yang dihasilkan oleh bakteri dan mediator
inflamasi dapat melemahkan membran janin atau memulai
kontraksi uterus melalui sintesis prostaglandin yang
merangsang. Risiko PROM setidaknya dua kali lipat pada
wanita yang merokok selama kehamilan. Faktor risiko lain
untuk PROM termasuk PROM sebelumnya (sekitar dua kali
lipat), panjang serviks pendek, sebelum kelahiran prematur,
hidramnion, kehamilan multipel, dan perdarahan pada awal
kehamilan (aborsi terancam). Ada hubungan terbalik antara
usia gestasi dan latency (waktu dari PROM sampai
pengiriman). Tampaknya juga semakin berat
oligohidramnion yang resisten, semakin besar risiko infeksi
dan, akibatnya, semakin pendek latensi (Beckmann, 2010).
Manuaba (2009) mengatakan bahwa penyebab
terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:
1) Serviks Inkompeten
2) Overdistensi Uterus
3) Faktor Keturunan
4) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi
genitalia dan proteolitik meningkat).
5) Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi
kontraksi
Penyebab umum yang menyebabkan ketuban pecah
dini adalah grandemultipara, pembesaran rahim, disproporsi
sefalopelvik, posisi janin. Sedangkan menurut Yulaikhah
(2009) mengatakan bahwa penyebab terjadinya ketuban
pecah dini ialah:
1) Serviks Inkompeten
2) Ketegangan rahim berlebihan
3) Kelainan posisi janin
4) Kemungkinan kesempitan panggul
5) Kelainan selaput ketuban
6) Infeksi
d. Resiko Ketuban Pecah Dini
Menurut Fraser (2009) menyebutkan beberapa resiko
ketuban pecah dini:
1. Kelahiran premature
2. Infeksi pada ibu dan janin
3. Kelainan air ketuban
4. Kondisi janin dan neonatus yang tidak pasti
5. Prolaps tali pusat
6. Malpresentasi
7. Perdarahan
Kemudian menurut Leituhu (2015) menjelaskan hasil
penelitian bahwa usia ibu hamil dapat mempengaruhi
penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Karena usia optimal
dalam kehamilan 20-35 tahun yang dipengaruhi keelastisan
rahim ibu hamil. Selanjutnya, penelitian Rosmiati (2016)
mengatakan bahwa paritas, status pekerjaan ibu, dan
riwayat ketuban pecah dini yang lalu berhubungan dengan
penyebab terjadinya ketuban pecah dini.
Menurut Alim (2016) mengatakan bahwa faktor yang
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini salah satunya
ialah infeksi yang dapat terjadi karena pertolongan
persalinan yang tidak bersih dan aman, partus lama, ketuban
pecah dini atau sebelum waktunya dan sebagainya.
Kemudian disusul faktor trauma, faktor riwayat ketuban
pecah dini yang lalu, faktor sosial ekonomi, faktor usia, faktor
paritas, dan yang terakhir faktor gemeli dan malpresentasi di
RS Bantuan Lawang. Pada penelitian Huda (2013) juga
menjelaskan bahwa penyebab ketuban pecah dini antara lain
sungsang, preeklampsi, anemia, gemeli dan hidramnion.
Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang menjadi
penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Kemudian
2. Usia
a. Definisi
Usia merupakan jangka waktu hidup seseorang sejak
dilahirkan. Sedangkan usia ibu hamil merupakan usia yang
didapat ketika masa kehamilan. Banyak terjadi kematian
pada ibu maupun bayi yang disebabkan usia yang sudah
tidak produktif.
Menurut Prawirohardjo (2010) mengatakan bahwa usia
ibu hamil yang aman dalam persalinan adalah 20-30 tahun.
Jika usia ibu melewati atau kurang dari usia produktif maka
resiko kematian menjadi sangat tinggi. Sedangkan, menurut
Rosmiarti (2016) mengatakan bahwa usia ibu hamil yang
aman dalam persalinan sekitar 20-35 tahun karena kesiapan
fisik, emosional dan psikologis lebih matang
b. Kategori Usia
Berikut kategori umur menurut Depkes RI (2009):
1) Masa balita: 0-5 tahun
2) Masa kanak- kanak: 5-11 tahun
3) Masa remaja awal: 12-16 tahun
4) Masa remaja akhir: 17-25 tahun
5) Masa dewasa awal: 26-35 tahun
6) Masa dewasa akhir: 36-45 tahun
7) Masa Lansia Awal: 46-55 tahun
8) Masa lansia akhir: 56-65 tahun
9) Masa manula: > 65 tahun
Pada penelitian Leihitu (2015) mengatakan bahwa usia ibu
hamil mempengaruhi penyebab terjadinya ketuban pecah
dini dikarenakan usia untuk reproduksi optimal bagi seorang
ibu adalah antara 20-35 tahun. Di luar usia tersebut dapat
meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Usia
seseorang akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena
organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang
kemampuan dan keelastisannya dalam menerima
kehamilan.
Fitrianti (2014) mengatakan bahwa usia merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah
dini pada ibu hamil. Usia ibu hamil <20 tahun memiliki tingkat
resiko tinggi kehamilan mengalami ketuban pecah dini,
dikarekan organ reproduksi belum berfungsi secara optimal
yang akan mempengaruhi pembentukan selaput ketuban
menjadi abnormal. Sedangkan Ibu yang hamil pada umur
lebih dari 35 tahun dapat menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini karena mengalami penurunan kemampuan
organ-organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, maka
Infeksi
a. Definisi
Infeksi pada membran janin dan cairan ketuban,
merupakan ancaman utama bagi ibu dan janin. Sepsis janin
dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas, terutama
kelainan neurologis seperti leukomalacia periventrikular dan
cerebral palsy. Hal ini tampaknya terkait dengan mediator
inflamasi di lingkungan janin. Pasien dengan infeksi intraamniotik sering
mengalami demam yang signifikan (≥100,5
°F), takikardia (ibu dan janin), dan nyeri tekan uterus.
Cairan cervical purulen biasanya merupakan temuan yang
sangat terlambat. Jumlah sel darah putih maternal (WBC)
umumnya meningkat, namun temuan ini tidak spesifik pada Infeksi
a. Definisi
Infeksi pada membran janin dan cairan ketuban,
Merupakan ancaman utama bagi ibu dan janin. Sepsis janin
Dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas, terutama
Kelainan neurologis seperti leukomalacia periventrikular dan
Cerebral palsy. Hal ini tampaknya terkait dengan mediator
Inflamasi di lingkungan janin. Pasien dengan infeksi intraamniotik sering
mengalami demam yang signifikan (≥100,5
°F), takikardia (ibu dan janin), dan nyeri tekan uterus.
Cairan cervical purulen biasanya merupakan temuan yang
Sangat terlambat. Jumlah sel darah putih maternal (WBC)
Umumnya meningkat, namun temuan ini tidak spesifik pada

6. Anemia
1. Definisi
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa
anemia merupakan kondisi di mana jumlah sel darah merah
atau kapasitas pembawa oksigen mereka tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, yang bervariasi
menurut usia, kelamin, ketinggian, kebiasaan merokok dan
status kehamilan.
Menurut Beckmann (2010) mengatakan komposisi
plasma dan seluler darah berubah secara signifikan selama
kehamilan, dengan perluasan volume plasma secara
proporsional lebih besar daripada massa sel darah merah.
Rata-rata, ada peningkatan volume plasma 1000 mL dan
peningkatan volume sel merah 300 mL (rasio 3: 1). Karena
hematokrit (Hct) mencerminkan proporsi darah yang
terutama terdiri dari sel darah merah, Hct menunjukkan
penurunan "fisiologis" selama kehamilan; Oleh karena itu,
penurunan ini sebenarnya bukan anemia Anemia pada
kehamilan umumnya didefinisikan sebagai Hct kurang dari
30% atau hemoglobin kurang dari 10 g / dL. Konsekuensi
langsung janin anemia sangat minim, walaupun bayi yang
lahir dari ibu dengan kekurangan zat besi mungkin telah
mengurangi zat besi sebagai neonatus. Konsekuensi ibu
7. Trauma
Reeder (2011) mengatakan bahwa, trauma selama
kehamilan dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya
abortus spontan, persalinan preterm, solusio plasenta dan
perdarahan yang juga dapat menyebabkan ketuban pecah dini.
Alim (2016) menjelaskan hasil penelitian bahwa sekitar
69% ibu hamil yang mengalami KPD di RS Bantuan Lawang
mengalami trauma seperti jatuh hingga mengeluarkan cairan
yang merembes dan sebagian dari ibu hamil melakukan
hubungan seksual >2 kali dalam seminggu. Karena hormone
prostanglandin yang ada pada sperma.
Ariana (2011) mengatakan bahwa bahwa trauma ibu
merupakan faktor risiko terhadap terjadinya persalinan
prematur, dimana dari hasil pengujian menunjukkan bahwa ibu
bersalin yang mengalami trauma mempunyai peluang 5kali
mengalami persalinan premature dibandingkan dengan ibu
bersalin yang tidak mengalami trauma. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa trauma ibu
(misalnya terjatuh, terpukul pada perut, setelah berhubungan
seksual dan mempunyai riwayat pembedahan/riwayat Sectio
Caesarea sebelumnya).
8. Gemeli
Gemeli merupakan dua janin tumbuh dari pembuahan satu
atau dua telur yang dikeluarkan pada siklus menstruasi yang
sama. Sekitar 75% kembar dua (binovuler) dipengaruhi oleh
keturunan, suku bangsa, usia ibu, dan paritas. Sedangkan
sisnya kembar identik (uniovuler) tidak dipengaruhi oleh
keturunan, suku bangsa, usia ibu dan paritas (Oxorn, 2010).
Menurut Fraser (2009) mengatakan beberapa tentang efek
kehamilan kembar antara lain:
a. Memburuknya gangguan minor
b. Anemia

11.Riwayat KPD
Menurut Tahir (2012) mengatakan bahwa ibu yang
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan ini ternyata
pernah mengalaminya pada waktu kehamilan sebelumnya.
Pada kehamilan sebelumnya juga terjadi pengeluaran air
seperti ini tanpa disertai rasa sakit pada perut dan pelepasan
lendir dan darah sehingga mereka diharuskan istrahat dan
memerlukan perawatan lebih lanjut.
Rosmiarti (2016) mengatakan bahwa ibu hamil yang
pernah mengalami ketuban pecah dini sebelumnya mengalami
resiko ketuban pecah dini 2-4 kali. Hal ini disebebkan oleh
kandungan kolagen mengalami penurunan sehingga memicu
pecahnya ketuban pada ibu hamil, kemudian komposisi
membrannya menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen
yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya. Kemudian
hasil ini ditunjukkan sekitar 54 dari 56 responden (96,4%) ibU hamil yang
mengalami ketuban pecah dini memiliki riwayat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis / Desain / Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi dimana peneliti
menggali bagaimana hubungan diplococcus intrasel serviks dengan
kejadian ketuban pecah dini. Penelitian ini menggunakan pendekatan
retrospektif yaitu studi dokumentasi rekam medik hasil pemeriksaan infeksi
terdapat pemeriksaan diplococcus intrasel serviks pada ibu gravida trimester
III dan mengidentifikasi kejadian ketuban pecah dini dengan melihat
register persalinan.
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data rekam medik pemeriksaan IMS
ibu gravida trimester
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua data rekam medik pemeriksaan IMS
ibu gravida trimester III yang
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 18 orang.
3.3.3 Teknik Sampling
Adapun cara yang digunakan untuk mengambil sampel adalah total
sampling.
3.4
Kriteria Sampel
3.4.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada populasi.
Kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu:
a. Ibu gravida trimester III yang terdapat pada rekam medik
b. UK saat melakukan pemeriksaan IMS adalah 28 – 36 minggu.
c. Tercatat dalam register kohort ibu Puskesmas tersebut.
Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian ketuban pecah dini.
3.5.2 Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah status diplococcus intrasel
serviks.
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan puskesmas kecamatan fena fafan, yang tersebar
pada:
a. puskesmas waekatin
3.7.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 29 desember 2020
3.8.2 Register Kohort Ibu
Register kohort ibu adalah buku yang berisi data ibu selama kehamilan
hingga persalinan. Dalam register kohort ibu akan didapatkan komplikasi
serta rujukan yang dilakukan saat persalinan khususnya KPD pada kolom
keterangan.
3.8.3 Register Persalinan
Register persalinan adalah buku yang digunakan untuk mencatat data
perkembangan ibu dan bayi selama persalinan. Didalamnya terdapat catatan
komplikasi yang terjadi selama proses persalinan khusunya KPD.
3.9 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini terdapat dua tahap, yaitu:
3.9.1 Tahap Persiapan:
Melakukan perijinan untuk melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:
a. Institusi Pendidikan (Jurusan Kebidanan stikes pasapua ambon)
3.9.2 Tahap Pelaksanaan:
Setelah melakukan persiapan, dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian
sebagai berikut:
a. Melakukan identifikasi rekam medik ibu gravida trimester III di Poli
IMS Puskesmas kecamatan fena fafan
b. Mengidentifikasi data ibu gravida trimester III
yang melakukan pemeriksaan IMS.
c. Mengambil sampel dengan teknik total sampling.
d. Meminjam rekam medik responden pada bagian rekam medik Poli IMS
Puskesmas fena fafan
e. Melakukan studi dokumentasi terhadap hasil pemeriksaan diplococcus
intrasel serviks pada rekam medik pasien.
f. Mengidentifikasi persalinan klien melalui register kohort dan register
persalinan Puskesmas.
g. Mencatat hasil pada lembar pengumpulan data yang telah disediakan.
Metode Pengolahan Data
3.10.1 Editing (Penyuntingan)
Editing dalam penelitian ini dengan meneliti kembali kelengkapan data
responden yang dimasukan ke dalam lembar pengumpulan data yaitu usia
ibu, faktor resiko, gravida, usia kehamilan, hasil pemeriksaan diplococcus
intrasel serviks dan status KPD/tidak KPD dari register kohort atau register
persalinan.
Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik terhadap data yang terdiri
atas beberapa kategori. Coding dalam penelitian adalah sebagai berikut :
a. Kode untuk Responden
Responden 1
R1 Responden 2
R2 Dst.
b. Kode untuk Usia
Usia <20 tahun
Usia 20 – 35 tahun
1 Usia >35 tahun
2
c. Kode untuk Faktor Resiko
WPS 0
RISTI 1
PELANGGAN PS 2
LL 3
d. Konde untuk Gravida
Gravida 10
Gravida 2 – 41
Gravida >4
2
e. Kode untuk Usia Kehamilan
UK < 28 minggu 0
UK 28 – 36 minggu 1
UK >36 minggu 2
Diplococcus intrasel serviksNegatif 0
Positif 1
g. Kejadian KPD
Tidak KPD
0
KPD
1
3.10.3 Transfering
Memindahkan data dalam media tertentu (master sheet).
3.10.4 Tabulating
Data yang dikumpulkan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi
yang telah disediakan.
3.11 Analisa Data
Analisa data adalah kegiatan pemberian arti dan makna kepada data yang
terkumpul guna memecahkan masalah penelitian, untuk itu digunakan
prosedur tertentu agar mendapatkan hasil yang benar. Untuk menguji
hipotesis pada penelitian digunakan uji hipotesis chi square namun karena
syarat penggunaan uji chi square tidak terpenuhi maka menggunakan uji
fisher’s exact test untuk melakukan uji hipotesis.
IV
METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya
bidang nutrisi dan penyakit metabolik serta perinatologi.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Pandanaran
Semarang.
4.2.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian dilakukan selama sembilan bulan dimulai dari tahap penyusunan
proposal november 2012 sampai Juni 2013
4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini berjenis cross sectional study. Penelitian dilakukan dengan
mengumpulkan data rekam medis dari periode januari 2011 sampai desember

Populasi dan Sampel Penelitian


4.4.1 Populasi target
Noenatus sehat yang vigorous
4.4.2 Populasi terjangkau
Neonatus sehat yang vigorous dan ibu neonatus yang dirawat di RSIA
Hermina Pandanaran Semarang periode Januari 2011 hingga Desember
2012
4.4.3 Sampel Penelitian
1) Kriteria Inklusi :
1. Neonatus yang lahir selama periode 2011 sampai 2012
2. Bayi lahir sehat
3. Aterm / cukup bulan
4. Berat badan lahir 2500-4000 gram
5. Neonatus usia 3 hari
6. Neonatus yang vigorous
2) Kriteria eksklusi :
Catatan medik tidak lengkap
4 Cara Sampling
Sampel penelitian diperoleh secara consecutive sampling. Consecutive
sampling adalah sampel berdasarkan kedatangan subyek pada tempat
penelitian.
4.4.3 Besar Sampel
Sesuai dengan rancangan penelitian yaitu penelitian cross sectional study,
maka besar sampel dihitung berdasarkan rumus besar sampel untuk penelitian
Untuk ketuban pecah dini:
Riwayat ketuban pecah dini merupakan faktor risiko terhadap kejadian
hiperbilirubin pada neonatus
Variabel Penelitian
4.5.1. Variabel Bebas (independen)
Infeksi pada ibu, ketuban pecah dini, air ketuban keruh, dan ASI.
4.5.2. Variabel Terikat (dependen)
Neonatus Hiperbilirubinemia

Definisi Operasional
Tabel 4. Definisi operasional
Variabel
Definisi Operasional
Unit
Skala
Infeksi pada ibu
Infeksi yang terjadi pada ibu hamil
pada trimester ke 3
Kriteria Infeksi pada ibu :
(minimal 1 dari kriteria dibawah):
-
Leukosit > 15000 /µl
Infeksi (+)
Infeksi (-)
Nominal
Ketuban pecah dini
(KPD)
pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Adalah
pecahnya ketuban sebelum in
partu, yaitu bila pembukaan
pada primi < 3 cm dan pada
multipara < 5 cm atau ketuban
yang pecah lebih dari 6 jam
sebelum lahir
KPD (+)
KPD (-)
Nominal
Air ketuban keruh
air ketuban tidak jernih atau
mengalami pewarnaan oleh
karena mekonium bila
didapatkan warna amber sampai
hijau gelap.
Keruh (+)
Keruh (-)
Nominal
Cara Pengumpulan Data
4.7.1 Instrumen Penelitian

Rekam medis pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Pandanaran
Semarang periode Januari 2011 sampai Desember 2012
4.7.2 Jenis Data
Pemeriksaan jenis kelamin, berat lahir, warna air ketuban, jumlah sel darah
putih ibu menjelang persalinan,golongan darah ibu dan pemberian ASI pada saat
Analisis Data
Data yang terkumpul dilakukan cleaning, coding, tabulasi, dan data entry ke
dalam komputer. Analisa data meliputi analisa diskriptif dan uji hipotesis. Hasil
analisa diskriptif data yang berskala nominal dinyatakan dalam distribusi
frekuensi dan persen.
Uji hipotesis menggunakan X2 dan besar risiko. Uji X2
dipilih karena variabel
bebas dan terikat berskala nominal. Bila syarat uji Chi square tidak terpenuhi
maka digunakan uji Fisher sebagai uji hipotesis. Risiko untuk kejadian
hiperbilirubinemia pada neonatus pada analisa bivariat dinyatakan sebagai rasio
prevalensi . Uji multifariat regresi logistik digunakan untuk mengetahui
pengaruh
secara bersama sama variabel –variabel yang menjadi faktor risiko terjadinya
hiperbilirubinemia pada neonatus. Pemilihan variabel yang diikutsertakan dalam
analisis multivariat regresi logistik adalah berdasarkan derajat kemaknaan pada
analisis bivariat. Batas kemaknaan p≤ 0,05 dengan 95% interval kepercayaan
serta
nilai p < 0,25. Analisis dilakukan dengan progam SPSS.

Anda mungkin juga menyukai