Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Heart Organization (WHO), Angka Kematian Ibu (AKI) di
dunia masih tinggi dengan jumlah 289.000 jiwa. Tingginya AKI terjadi akibat
komplikasi selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Komplikasi utama yang
menyebabkan hampir 75 % dari semua kematian ibu adalah pendarahan postpartum,
infeksi (biasanya setelah persalinan), tekanan darah tinggi selama kehamilan (pre-
eklamsia dan eklamsia), komplikasi dari persalinan, aborsi tidak aman. Sisanya di
sebabkan oleh atau terkait dengan penyakit seperti malaria dan AIDS selama
kehamilan. (WHO, 2017).
Di Indonesia angka kematian jauh lebih tinggi dibandingkan Negara lain di
ASEAN (Associaltion of south Asian Nations) seperti di Singapura hanya 6 per
100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, dan Filipina 112 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan target yang ingin dicapai pemerintah dalam
menurunkan AKI pada tahun 2015 yang merupakan sasaran Milenium Develovment
Goals (MDG’s) yaitu Subtainable Develovment Goals (SDG’s) dimana target AKI
pada tahun 2030 sebesar 102/100.000 kelahiran hidup sementara target penurunan
AKI tahun 2019 sebesar 306 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2017).
Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian ibu
(AKI) tercatat mencapai 359/100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
melonjak dibandingkan hasil SDKI 2010 yang mencapai 228/100.000 kelahiran
hidup. Penyebab langsung yaitu pendarahan (42%), eklamsia atau preeklamsia (30%),
abortus (11%), infeksi (10%), persalinan lama 33 (9%) dan penyebab lain (15%),
sedangkan jumlah kematian Bayi (AKB) pada tahun 2014 sebesar 34/1000 kelahiran
hidup, tahun 2015 34/1000 kelahiran hidup, tahun 2016 32/1000 kelahiran hidup,
penyebab kematian Bayi Baru Lahir (BBL) diantaranya adalah anfiksia (27%) yang
merupakan penyebab ke-2 setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan penyebab
tersebut diakibatkan salah satunya karena persalinan kala II lama. (SDKI, 2018).
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan. (Yeyeh, dkk, 2019)
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut premature refture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang
dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan
aterm maupun kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana resiko infeksi ibu dan
anak meningkat dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian pada ibu dan bayi
(Purwaningtyas, 2017). Salah satu tindakan KPD adalah SC.
Sectio cesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus (Oxom, 2010). Adapun komplikasi yang mungkin
terjadi yaitu pendarahan, infeksi puerpuralis, luka kandung kemih, dan kemungkinan
ruptura uteri/robekan rahim spontan pada kehamilan mendatang.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)
a. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari
12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Yeyeh, dkk, 2019)
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut premature refture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada
kehamilan aterm maupun kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana resiko
infeksi ibu dan anak meningkat dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian
pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, 2017)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partus yaitu :
pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara dari 5 cm. (Sofian, 2013:177)
Ketuban pecah dini adalah ruftur kantong amnion spontan sekurang-
kurangnya 1 jam sebelum mulai persalinan. (Green, 2012:68)
Berdasarkan pengertian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa
ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya
melahirkan atau persalinan yang sering disebut premature refture of the
membrane (PROM) yaitu pembukaan primigavida <3cm dan pada multipara
>5cm, dan rufturnya kantong amnion sekurang-kurangnya 1 jam sesebelum mulai
persalinan yang sebagian besar belum diketahui penyebabnya. KPD sering terjadi
di usia 20-30 tahun yang dapat meningkatkan risiko infeksi serta kesakitan dan
kematian pada ibu dan anak.
b. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebabkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang
lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor resiko adalah :
1) Infeksi : infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini.
2) Serviks yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, currettage)
3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gameli.
4) Trauma yang dapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam maupun
amniosintesis (aspirasi cairan amnion) menyebabkan terjadinya KPD karena
biasanya disertai infeksi.
5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6) Keadaan sosial ekonomi.
7) Faktor lain :
a) Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak
sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan
jaringan kulit ketuban.
b) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan anterpartum
d) Difisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
c. Anatomi fisiologi
Berikut ini adalah gambar Anatomi Amnion.
Gambar.1
Anatomi Amnion

(Sumber :http://lusa.afkar.id/korion-dan-amnion)

Di dalam amnio yang diliputi oleh sebagian selaput janin yang terdiri dari
lapisan selaput ketuban (Amnion) dan selaput pembungkus (Chorion). Air
ketuban (Liquor Amnion) pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml : warna agak
keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan ini dengan
dengan berat jenis 1,007-1,008 terdiri dari atas 97-98% air sisanya terdiri atas
garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut
lanugo (rambut halus berasal dari bayi). Protein ini ditemukan rata-rata 2,6%
perliter, sebagian besar sebagai albumin.
Warna air ketuban (liquor amnion) ini menjadi kehijau-hijauan karena
bercampur meconium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan mengeluarkan
empedu). Berat jenis liquor ini berasal belum diketahui dengan pasti, masih
dibutuhkan penyelidik lebih lanjut.
Air ketuban mempunyai fungsi yaitu :
1) Melindungi janin terhadap trauma luar
2) Memungkinkan janin bergerak dengan bebas
3) Melindungi suhu tubuh janin
4) Meratakan tekanan di dalam uterus pada saat partus, sehingga serviks
membuka.
5) Membersihkan jalan lahir jika ketuban pecah dengan cairan steril, dan akan
mempengaruhi keadaan didalam vagina, sehingga bayi tidak mengalami
infeksi.
6) Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan/diminum yang
kemudian dikeluarkan melalui kencing.

d. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2008) mekanisme terjadinya ketuban pecah dini adalah
sebagai berikut :
1) Terjadinya pembukaan premature serviks
2) Membran terkait dengan pembukaan terjadi :
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan.
3) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berurang.
4) Melemahnya daya tahn ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan zat kimia proteolotik dan enzim kolagenase.

e. Tanda dan gejala Ketuban Pecah Dini


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak berbau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi
sampai melahirkan. Tetapi bila duduk atau berdiri, keoala janis yang sudah
terletak dibawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk
sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Yeyeh, dkk, 2019)

f. Komplikasi Ketuban Pecah Dini


1) Terhadap ibu :
Komplikasi pada ibu mencakup peningkatan kejadian persalinan
melalui bedah caesar (15-30%), endometritis, penurunan aktivitas
miometriumm (distonia, atonia), sepsis cepat (karena darah uterus dan
intraamnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok sampai
kematian ibu (Yeyeh, dkk, 2019).
2) Terhadap janin :
a. Persalinan premature.
b. Infeksi maternal araupun neonatal.
c. Hipoksia karena kompresi/tekanan tali pusat.
d. Sindrom deformitas janin (pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin).

g. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium :
1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya.
2) Cairan yang keluar dari vagina ada kemungkinan air ketuban, urine atau
secret vagina.
3) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus berubah menjadi biru
menunjukan adanya air ketuban (alkalis) dan jika kertas lakmus berubah
menjadi merah menunjuk urine, PH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi
vagina dapat mengahasilkan tes yang positif palsu.
4) Tes mikropik (tes pakis).

b) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


a. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
cavum uteri.
b. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.

h. Dampak Ketuban Pecah Dini (KPD)


1) Terhadap Janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intra uteri lebih dahulu terjadi
sebelum gejala pada ibu yang dirasakan.
2) Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapranatal,
bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi
puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia. Ibu akan merasa lelah karena
terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik,
nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal diatas akan
meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu.

2. Konsep Dasar Seksio Sesaria


a. Definisi
Seksio sesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxom, 2010)
Seksio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat dalam keadaan
utuh serta berat janin diatas 500gram. (Prawirohardjo, 2010)
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa seksio sesaria
adalah suatu persalinan buatan untuk melahirkan jani dengan berat diatas
500gram melalui suatu insisi pada dinding dan uterus yang utuh.
b. Indikasi Seksio sesaria
Menurut (Rasjidi, 2009:89) indikasi SC terbagi menjadi dua (2) yaitu :
1) Indikasi ibu :
a) Panggul sempit absolute
b) Ketuban pecah dini
c) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
d) Plasenta previa
e) Dispropotion cephalo pelvic Ruptur uteri
f) Ologohidroamnion
2) Indikasi janin :
a) Kelainan letak
b) Gawat janin
c) Janin besar
d) Prolaps tali pusat
c. Komplikasi Sectio Cesaria
Menurut (Jitowiyono, 2010:74), komplikasi SC terbagi menjadi tiga (3) yaitu :
1. Perdarahan, disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia uteri
c) Perdarahan pada placental bed
2. Infeksi puerperal (nifas)
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
Berat : dengan peritonitis, sepsis dan illeus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pad partus terlantar, dimana sebelumnya
c) telah terjadi infeksi intrapranatal karena ketuban yang telah pecah terlalu
lama.
3. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

d. Anasthesia spinal
Anasthesi spinal suatu cara atau tehnik pembiusan dengan pemberian
obat melalui lumbal ke 3 dan ke 4. Penyuntikan subarachnoid dilakukan
sementara pasien dalam posisi duduk sehingga larutan anesthesia turun kebawah
akibat gaya berat, lamanya pasien duduk menentukan ketinggian anesthesia.
Waktu 5 menit sudah cukup. Keuntungan cara ini mengahsilakan anesthesia
yang aman dan baik khususnya pada persalinan yang sulit. Kerugiannya
mengalami nyeri kepala yang dapat menimbulkan gangguan berlarut-larut
(Oxom, 2010)
Indikasi Anesthesia Spinal :
1) Sectio Cesaria
2) Laparatomi
3) Dilatase dan Kurettase
4) Pengeluaran plasenta secara normal.
Kontra indikasi Anesthesia Spinal :
1) Preeklamsia berat, eklampsia gagal jantung
2) Infeksi lokal
3) Perdarahan
4) Anemi berat
5) Hipovolemia
Untuk perawatan post SC dengan anesthesia spinal, upayakan pasien
tetap dalam keadaan berbaring datar minimal 6 jam, dan menggunakan satu
bantal pada kepalanya untuk mencegah sakit kepala pasca spinal anesthesia.
Pasien tidak boleh duduk atau mengedan selama waktu tersebut. (sarwono,
2010)

e. Fase-Fase Penyembuhan Luka


1) Difase ini terjadi proses hemostatis, vasodilatasi, dan vasokontriksi,serta
proses pembersihan (debris) luka. Selama proses peradagan ini akan
menemukan penampilan klinis luka dengan tanda-tanda inflamasi pada
sekitar luka (lokal), yaitu : lebar (rubor), hangat (kalor), bengkak (tumor),
nyeri (dolor), kemerahan. Selama fase dibris, mediator inflamasi, sel darah
putih. Magropak dan lain-lain membersikan dasar luka sehingga siap masuk
ke fase selanjutnya.
2) Fase deskruktif (4-6 hari)
Pembersihan jaringan yang mati dan yang mengalami devitlisasi oleh
leokosit polimorfunuklear.
3) Fase proliferasi (7-21 hari)
Penampilan klinis yang akan terlihat pada luka, dasar luka berwarna cerah
(granulasi dengan vaskularisasin baik), kadang ditemukan bekuan darah dan
adanya kulit baru (epitelisasi) yang berwarna merah muda pada tepi luka
dalam rangka penutupan luka.
4) Fase maturasi (21-2 tahun)
Pengangkatan jaringan baru, dimana luka sudah menutup sempurna pada
hari ke-21 dan akan muncul bekas luka (scar) atau bahkan keloid (scar yang
menebal) selama proses maturasi berlangsung.

3. Konsep Dasar Post Partum


a. Definisi
Masa nifas (peurperium) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ refroduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.
(Bobak, 2012)
Masa nifas (peurperium) adalah masa setelah keluarnya placeta sampai
alat-alat refroduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. (Ambarwati, 2010).
Berdasarkan definisi diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwanmasa
nifas (peurperium) adalah masa setelah kelahiran bayi, keluarnya placenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula sebelum
hamil dan masa nifas ini dengan waktu kira-kira 6 minggu.
b. Periode Post Partum
Masa post partus dibagi atas 3 periode :
1) Immediate post partum (masa setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam).
Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan yang
sering terjadi masalah yaitu perdarahan atonia uteri. Oleh karena itu, bidan
dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lochea, tekanan darah dan suhu.
2) Early podt partum (24jam-1minggu)
a) Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak
ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3) Periode late post partum (1 minggu- 6 minggu)
Pada periode ini waktu yang sangat diperlukan untuk pulihnya sehat
sempurna, bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari,
serta konseling KB.
c. Perubahan Fisiologi Post Partum
1) Perubahan fisiologis
a) Sistem Reproduksi
1) Payudara
Setelah persalinan maka hormone estrogen, progesteron
menurun secara tiba-tiba, sehingga akan timbul pengaruh hormone
laktogenik (LH), prolaktin akan merangsang pengeluaran air susu.
Selain itu, pengaruh pengeluaran oksitoksin yang merangsang
pengeluaran air susu. Pada kira-kira hari ke tiga post partum buah dada
menjadi besar, keras dan nyeri, ini menandai permulaan sekresi air
susu serta dimulainya laktasi.
2) Involusi Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah placenta
keluar akibat involusi oto-otot polos uterus. Setelah placenta lahir
uterus berkontraksi dan adanya retraksi otot-ototnya. Involusi terjadi
karena masing-masing sel menjadi lebih kecil, karena sitoplasma yang
berlebihan dibuang. Pada involusi uteri, jaringan ikat dan jaringan otot
mengalami proses proteolitik, berangur-angsur mengecil sehingga pada
akhir kala nifas besarnya seperti semula dengan berat 30 gram.
Tabel 2.1
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi

Involusi TFU Berat uterus


Bayi lahir Setinggi pusat 1000gr
Baru lahir 1-2 jari dibawah pusat
Hari ke-3 3 jari dibawah pusat
Hari ke-4 4 jari dibawah pusat
Hari ke-5 1/3 anatara simfisis kepusat
1 minggu Pertengahan pusat dan simfisis 750gr
Hari ke-10 Sukar diraba diatas simfisis
2 minggu Tidak teraba diatas simfisis 500 gr
6 minggu Normal 50 gr
8 minggu Normal seperti sebelum hamil 30 gr
(Sumber; Saleha,2009)

3) Lochea
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina
selama masa nifas. Banyaknya jumlah lochea yang keluar, warna, dan
bau yang khas berubah dari hari ke hari dan berhenti dalam waktu
enam minggu. Jumlah pengeluaran lochea kira-kira 240-270 ml.

Perubahan lochea normal pada pasien post partum

No. Jenis Lochea Karakteristik Lochea Waktu


1. Lochea rumbra Berisi darah berwarna 1-2 hari
merah segar, jaringan
sisa plasenta, sel-sel
desidua, lanugo dan sisa
mekonium.
2. Lochea Berwarna merah kuning 3-7 hari
sanguilenta dan berlendir.
3 Lochea serosa Berwarna kuning dan 7-14 hari
cairan tidak berwarna
merah.
4 Lochea alba Berwarna putih ≥14 hari
mengandung leokosit,
sel desidua, sel epitel,
selaput lendir serviks.
(Sumber; Saleha,2009)

4) After Pain (Rasa Mules)


Rasa mules-mules yang disebabkan kontraksi rahim, biasanya
berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. After pain umumnya terjadi
pada saat ibu menyusui bayinya karena menyusui merangsang
kontraksi uterus. (Yeyeh, dkk, 2019)
5) Serviks Uteri
Pada ibu dengan post sectio cesaria keadaan serviks uteri tidak
mengalami perenggangan. Karena bayi yang dilahirkan dengan cara
membuat sayatan pada dinding abdomen dan uterus.

b) Sistem Kardiovaskular
Perubahan pada sitem kardiovaskular secara bertahap akan kembali
normal seperti sebelum hamil. Beberapa menit setelah melahirkan cardiac
output menurun 50%. Keadaan ini memungkinkan seorang ibu untuk
mentoleransi kehilangan darah pada saat melahirkan (darah yang keluar
pada ibu yang melahirkan pervaginam, normalnya kurang lebih 400-500
cc dan pada kelahiran melalui pembedahan sectio cesaria kurang lebih
700-1000 cc). Terjadi bradikardi 50-70 x/menit masih dikatagorikan
normal, takhikardi tidak sering terjadi dan jika itu terjadi mungkin
terjadinya perdarahan post partum.

c) Sistem Perkemihan
Dalam 24 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan
cairan yang tertimbun dijaringan selama hamil. Diuresis pasca partum,
disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume
darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk
mengatasi kelebihan cairan. Pada klien post SC akan menyebabkan
keinginan berkemih menurun akibat efek anesthesia sehingga dipasang
kateter.
d) Sistem Gastrointestinal
Biasanya post SC mengalami penurunan tonus otot dan motalitas
cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. BAB
biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah melahirkan karena efek
anesthesia. Hal ini dapat diatasi dengan ibu mulai melakukan mobilisasi
dini.

e) Sistem Endokrin
Pengaruh oksitoksin menyebabkan kontraksi uterus dalam proses
involusi, supresi estrogen dan progesteron mempengaruhi hormone
prolaktin yang merangsang pengeluaran air susu.

f) Sistem Integumen
Setelah melahirkan hyperpigmentasi pada wajah berkurang, striae
gravidarum pada abdomen dan bokong perlahan-perlahan memutih, areola
mamae berwarna lebih gelap. Terdapat luka inisi dan jahitan pada segmen
bawah abdomen pada ibu yang partus dengan sectio cesaria.

g) Sistem Muskuloskeletal
Setelah melahirkan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini
menyebabkan hilangnya kekeyalan pada otot pada masa post partum,
terutama menurunya tonus otot dinding dan adanya diastatis rectum
abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur
dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur kembali pulih,
selain itu dapat terjadi kelumpuhan yang terjadi akibat anesthesia spinal
akan kembali setelah 6 jam post SC. Stabilitas sendi lengkap pada minggu
ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan.

d. Perubahan Psikologis Post Partum


1) Taking In Period (1-2)
Ibu masih pasif dang sangat bergantung pada orang lain, fokus
perhatian terhadap tubuhnya, itu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan
persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.
2) Taking Hold Period (3-4 hari)
Ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuan dalam menerima tanggung
jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat
sensitif, sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk
mengatasi kritikan yang dialami ibu.
3) Leting Go Period
Pada masa ini setelah ibu dan bayi tiba dirumah. Ibu mulai secara
penuh menerima tanggung jawab “seorang ibu” dan menyadari atau merasa
kebutuhan bayi sangat sangat bergantung pada dirinya.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Klien Post Partum 4 Jam
Sectio Cesaria Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Proses Keperawatan adalah suatu pendekatan untuk memecah yang memampukan
perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan dengan mencakup 5 tahap
yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan
komunikasi data tentang klien mencakup 2 langkah yaitu pengumpulan data dari
sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan) serta analisis
data dasar untuk menegakkan diagnosa keperawatan. (Green, 2014).
a. Pengupulan Data
1) Identitas klien
Meliputi: nama klien, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan
terakhir, pekerjaan, status perkawinan ,tanggal masuk, tanggal pengakajian,
nomor register, dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Meliputi: nama keluarga terdekat yang dapat segera dihubungi (orang tua,
wali, suami, dan lain-lain) nama, umur, suku bangsa, pendidikan terakhir,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat
dilakukan pengakjian dikembangkan berdasarkan rumusan PQRST, yaitu :
P: Paliative, yaitu segala sesuatu yang memperberat dan
memperingan keluhan utama. Pada klien post sectio caesaria rasa
nyeri disebabkan karena insisi pada abdomen dan perdarahan pada
vagina.
Q: Qualitatif, yaitu perasaan klien pada post partum dengan sectio
caesaria biasanya klien menggambarkan rasa nyeri seperti tersayat-
sayat dan terlihat ekspresi wajah meringis saat bergerak.
R: Region, yaitu lokasi dan penyebaran keluhan utama, pada klien
post sectio caesaria nyeri disebabkan karen insisi pembedahan.
S: Scale, yaitu skala dari keluhan utama, skala nyeri biasanya
menggunakan skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri, 1-3 nyeri
ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9 nyeri berat, 10 syok. Pada klien 1 hari
post operasi SC nyeri terasa berat.
T: Time, yaitu waktu terjadinya keluhan utama. Pada klien dengan
sectio caesaria nyeri dirasakan terutama jika bergerak atau berubah
posisi.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah riwayat tentang pertama kali
timbulnya keluhan sampai klien dirawat dirumah sakit dan setelah
dilakukan tindakan medis ataupun keperawatan.
c) Riwayat Kesehatan Dulu
Meliputi pengakajian penyakit yang pernah dialami saat kanak-
kanak, kecelakaan, apakah klien pernah dirawat, riwayat operasi, riwayat
penyakit, infeksi serta penyakit yang akan mempengaruhi saat ini , dan
adanya alergi makanan.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji apakah dalam keluarga klien ada yang memiliki penyakit keturunan
misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dll. Ataupun
penyakit yang ditularkan misalnya TBC, ISPA, dll. Dan dapat
digambarkan dengan genogram.
4) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a) Riwayat Obstetri
(1) Riwayat Kehamilan, Persalinan Dan Nifas Yang Lalu
Meliputi G, P, A, umur kehamilan, jenis partus, tempat partus,
penolong partus, jenis kelamin bayi, berat badan saat lahir, panjang
badan saat lahir, keadaan anak saat sekarang, apakah ada masalah saat
hamil seperti hipertensi, bengkak, perdarahan, premature, kejang-
kejang, dan lain-lain.
(2) Riwayat Kehamilan Sekarang
Kaji klien memeriksa kehamilan rutin atau tidak, keluhan saat hamil,
dan imunisasi yang didapat.
(3) Riwayat Persalinan Sekarang
Kaji tanggal melahirkan, jam, jenis persalinan jumlah perdarahan, jenis
kelamin bayi, berat bayi, panjang bayi, dan APGAR score.

b) Riwayat Ginekologi
(1) Riwayat Mentruasi
Riwayat mentruasi terdiri dari menarche, siklus haid, lamanya haid,
banyak darah yang keluar sewaktu haid, sifat darah, HPHT dan
taksiran persalinan.
(2) Riwayat Perkawinan
Dikaji usia perkawinan dan pernikahan yang beberapa dari suami dan
istri.
(3) Riwayat Keluarga Berencana
Dikaji jenis alat kontasepsi yang digunakan sebelum hamil, waktu dan
lamanya penggunaan, jenis alat kontrasepsi yang akan digunakan
setelah persalinan, masalah saat penggunaan.

5) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Fisik Dan Ibu
(1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda vital pasien diantaranya :
tekanan darah, pernafasan, nadi, suhu tubuh, berat badan sebelum dan
saat hamil, dan tinggi badan.
(2) Sistem Penglihatan
Kaji bentuk mata, kelopak mata, gerakan bola mata, konjungtiva, pupil
terhadap cahaya, besarnya pupil, adanya penggunaan alat bantu untuk
melihat.
(3) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung, suara nafas, frekuensi nafas, fungsi penciuman.
(4) Sistem Kardiovaskular
Kaji tekanan darah, frekuensi dan irama nadi,auskultasi bunyi jantung,
kapilari reffil, distensi vena jugularis, kaji adanya varises ditungkai
bawah dan human signs untuk menentukan tanda-tanda tramboflebitis.
(5) Sistem Pencernaan
Kaji keadaan mulut dan kebersihannya, adanya mual, nyeri pada
epigastrium, auskultasi bising usus, fungsi pegecapan dan menelan,
serta kaji apakah klien sudah BAB atau belum, dan klien masih puasa
atau tidak.
(6) Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot abdomen secara bertahap melebar atau melonggar selama
kehamilan, menyebabkan pengurangan tonus otot. Pada klien post SC
terjadi kelemahan otot dan serasa baal/kesemutan pada ekstremitas
bagian bawah akibat afek anasthesi.
(7) Sistem Integumen
Kaji warna rambut, rontok atau tidak, kebersihan serta keadaan kulit
kepala apakah ada lesi atau ketombe atau tidak, hiperpigmentasi pada
aerola, klosma gravidarum. Pada pasien post SC, terjadi gangguan
integritas kulit karena adanya sayatan pada abdomen dan kaji luka,
letak luka, keadaan luka, dan kaji luka terhadap tanda-tanda infeksi.
(8) Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran, orientasi terhadap waktu dan tempat dan efek
anastesi final terhadap klien post SC yaitu adanya rasa baal.
(9) Sistem Refroduksi
(a) Payudara
Kebersihan payudara, puting susu menonjol atau tidak,
areola menghitam, payudara masih lembek, tidak ada nyeri,
terdapat colostrum dan ASI keluar sedikit. Laktogenesis (Produksi
ASI) terjadi pada saat 30-4- jam setelah melahirkan, tetapi si ibu
baru merasa payudaranya benar-benar penuh yaitu 52-72 jam atau
2-3 hari post partum.
(b) Uterus
Pemeriksaan uterus degan cara palpasi, menilai kontraksi,
posisi dan tinggi fundus uteri pada saat bayi lahir setinggi pusat,
plasenta lahir 2 jari dibawah pusat, 1 minggu terletak
dipertengahan pusat simfisi, 2 minggu tidak teraba diatas simfisis,
6 minggu bertambah kecil dan 8 minggu sebesar normal.
(c) Lochea
Lochea rubra berisi darah segar dan sisa selaput ketuban,
vernik kaseosa dan mekonium terjadi selama 3 hari pada pasca
persalinan. Lochea sanguilenta berwarna merah kekuningan berisi
darah dan lendir terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan. Lochea
serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi terjadi pada 7-
14 hari pasca persalinan. Lochea alba cairan berwarna putih terjadi
setelah 14 hari persalinan.

b) Pemeriksaan Fisik Bayi


(1) Keadaan Umum
Pemeriksaan terhadap kesadaran, penampilan, berat dan panjang
badan bayi, tanda-tanda vital serta APGAR score.
(2) Kepala
Pemeriksaan bentuk kepala, lingkar kepala, warna dan distribusi
rambut.
(3) Mata
Meliputi pemeriksaan terhadap bentuk mata, kelopak mata, reflek
pupil mata terhadap cahaya, warna sclera.
(4) Telinga
Meliputi pemeriksaan bentuk telinga, serta fungsi pendengaran.
(5) Hidung
Pemeriksaan terhadap adanya silia dan secret, posisi septum, bentuk
hidung.
(6) Mulut
Meliputi pemeriksaan celah bibir dan langit-langit untuk mengetahui
adanya sumbing, serta rooting refleks, warna bibir, kebersihan lidah.
(7) Leher
Pemeriksaan adanya ptah tulang klavikula, leher yang memendek dan
goither.
(8) Dada
Pemeriksaan lingkar dada, apakah ada retraksi dada, perhatikan suara
dan irama pernafasan dan bunyi jantung.
(9) Abdomen
Meliputi pemeriksaan terhadap bentuk abdomen, dan bagaimana
keadaan tali pusat.

(10) Panggul dan bokong


Adanya bercak biru mongolia dikulit sekitar bokong.
(11) Genetalia
Perempuan : periksa labia minora dan klitoris, adanya hiperforasata
hymen, sekret putih, perdarahan pervagina.
Laki-laki : diperiksa apakah testis sudah berada pada kantung
srokutum, kemampuan untuk berkemih.
(12) Ekstremitas Atas Dan Bawah
Meliputi pemeriksaan bentuk, ukuran dan keadaan kuku.
(13) Kulit
Meliputi pemeriksaan terhadap keadaan kulit, vernikaseosa,
lanugo, tekstur, turgor kulit.
(14) Anus
Pemeriksaan apakah ada tidaknya lubang anus (atresia ani)

6) Aspek psikologi dan spiritual


(a) Pola Fikir
Pengkajian terhadap kehamilan diharapkan atau tidak. Jenis kelamin bayi
yang diaharapkan, rencana merawat bayi dirumah dibantu oleh siapa,
rencana pemberian ASI dan imunisasi.
(b) Persepsi Diri
Kaji tentang hal yag sangat difikirkan oleh klien saat ini dan harapan klien
setelah menajalani perawatan.
(c) Konsep Diri
Kaji tentang gambaran diri, peran, ideal, harga diri, dan identitas diri.
(d) Hubungan atau Komunikasi
Pengkajian terhadap kemampuan klien mengekspresikan perasaan dan
mengerti orang lain, bahas yang digunakan sehari-hari klien dirumah, klien
berasal dari adat apa, serta siapa yang memegang peranan dalam keluarga.
(e) Sistem Nilai Dan Kepercayaan
Pengkajian terhadap sumber kekuatan klien, pandangan klien tentang
adanya Allah, agama, kepercayaan, kegiatan keagamaan.

(f) Pengetahuan Ibu


Meliputi pengkajian terhadap pengetahuan klien tentang perawatan nifas
(ASI eksklusif, senam nifas, dan perawatan payudara) dan perawatan luka
post op SC.
7) Therapy
Meliputi pengobatan yang diperlukan klien saat post partum biasanya
adalah antibiotik, vitamin dan analgetik.
8) Pola Aktivitas Sehari-hari
Dikaji sebelum hamil, saat hamil, dan sekarang (saat pengkajian)
(1) Pola Nutrisi
Terdiri dari frekuensi makan, jenis makan, makanan yang disukai,
pantangan/alergi, nafsu makan, porsi makan jenis dan jumlah minum.
(2) Pola Eliminasi
Diakji frekuensi BAB, konsistensi, warna BAK dan keluhan saat BAB
dan BAK.
(3) Pola Tidur
Terdiri dari waktu, adakah kebiasaan sebelum tidur, lamanya tidur,
kesulitan pada saat tidur.
9) Pola Aktivitas Dan Latihan
Meliputi kegiatan dalam pekerjaan, olahraga, kegiatan diwaktu luang.
10) Personal Hygiene
Meliputi kebiasaan mandi, gosok gigi, keramas, vulva hygiene.
11) Ketergantungan Penunjang
Dikaji kebiasaan merokok, minum-minuman keras, obat-obatan dan lain-
lain.
12) Pemeriksaan Penunjang
Meliputi pengkajian terhadap pemeriksaan yang menunjang keadaan klien
seperti pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan terhadap
jumlah hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan eritrosit serta pemeriksaan
USG.

b. Analisa Data
Analisa data merupakan kegiatan pengelompokan data yang mecakup pola
atau kecendrungan, membandingkan pola ini dengan pola kesehatan yang normal
dan menarik kesimpulan tentang respon klien jika hubungan diantara pola-pola
tersebut teridentifikasi, maka daftar masalah yang ada atau kebutuhan yang
berpusat pada klien akan muncul.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya dalam bentuk intervensi dari dominan praktek
keperawatan. (Green, 2012)
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan post SC atas
indikasi ketuban pecah dini adalah. (PPNI, 2017)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma pembedahan)
b. Risiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan invasif (bekas luka post SC,
pengeluaran lochea)
c. Kontisipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
d. Devisit Pengetahuan tentang perawatan breastcare/payudara berhubungan dengan
kurang terpapar informasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kebutuhan tidak terpenuhi.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan, ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut dan dibuat secara prioritas.
(Green, 2012)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma pembedahan)
Tujuan : Rasa nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
1) Klien mengatakan rasa nyeri berkurang
2) Skala nyeri : 1-3
3) Ekspresi wajah tampak tenang
4) TTV dalam batas normal
5) Klien dapat beraktivitas secara normal dan mandiri (menyusui bayinya,
memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi dan personal hygiene)

Tabel 3.1
Intervensi masalah keperawatan Nyeri Akut.

No. Intervensi Rasional

1. Observasi :
1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui tingkat
karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri dan mengetahui
dan intensitas nyeri. komplikasi sejak dini.
2. Identifikasi kala nyeri 2. Mengetahui tingkat nyeri
3. Monitor tanda-tanda vital (TD, 3. Untuk mengetahui secara
N, RR, S) Tiap 8 jam dini bila ada komplikasi.

2. Terapeutik :
4. Berikan tehnik nonfarmakologi 4. Meningkatkan relaksasi,
(tehnik relaksasi nafas dalam) memfokuskan ulang
untuk mengurangi rasa nyeri perhatikan rasa control dan
(misal; menonton TV, dan kemampuan koping.
membaca buku). 5. Memberikan rasa nyaman
5. Fasilitasi istirahat dan tidur dan rileks
6. Atur posisi yang nyaman bagi 6. Menurunkan tegangan
klien (semi fowler atau sim)

3. Edukasi :
7. Jelaskan penyebab, dan 7. Diharapkan klien
pemicu nyeri. mengetahui dan
8. Anjurkan klien untuk ambulasi memahami rasa nyeri
dini bertahap setelah 24 jam. yang dirasakan dan
6-24 jam post SC dapat beradaptasi
9. Mengkaji nyeri tekan uterus dengan nyeri tersebut.
dan adanya karakteristik nyeri 8. Menurunkan masalah
penyerta. yang terjadi karena
10. Bantu klien memasang gurita immobilisasi (regangan
otot, tertahannya
flatus)
9. Selama 12 jam post
partum kontraksi
uterus kuat dan teratur,
ini berlanjut selama 2-3
hari berikutnya
meskipun frekuensi
dan intensitasnya
dikurangi.
10. Mengatasi/mengurangi
nyeri untuk
meningkatkan istirahat.

4. Kolaborasi :
11. Kolaborasi analgetik, jika 11. Mengurangi rasa nyeri
perlu

b. Risiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan invasif ditandai dengan (bekas
luka post SC, pengeluaran lochea)
Tujuan : tidak terjadinya infeksis
Kriteria Hasil :
a) Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal
penyembuhan
b) Tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor, color, tumor, rubor, fungsiolesa)
Tabel 3. 2
Intervensi masalah keperawatan Risiko Infeksi

No. Intervensi Rasional

1. Observasi :
1 Monitor tanda-tanda infeksi 1. Untuk mendeteksi tanda-
pada luka operasi (kondisi tanda infeksi sehingga dapat
luka, rembasan darah/push, melakukan tindakan dengan
merah bengkak, nyeri ), segera dan pencegahan
lokasi pemasangan infus, terjadinya komplikasi.
dan DC (apakah tetesan 2. Untuk mengetahui proses
infus berjalan lancar, merah, involusi berjalan normal dan
bengkak, nyeri, urine mendeteksi dini adanya
mengalir), setiap hari. infeksi.
2 Pantau kontraksi uterus, 3. Dapat mengidentifikasi tanda-
tinggi fundus, lokasi dan tanda infeksi, biasanya pada
pengeluaran lochea (jumlah, peningkatan suhu
bau, warna) setiap hari
Monitor tanda-tanda vital
tiap 8 jam.

2. Terapeutik :
1 Berikan perawatan kulit pada 1. Untuk menghindari infeksi
area abdomen nosokominal
2 Terapkan tehnik aseptik dan 2. untukk menghindari infeksi
anti septik sebelum, selama, nosokominal
dan sesudah melakukan 3. untuk mendeteksi dan
tindakan mencegah infeksi
3 Ganti balutan luka operasi
dengan steril pada hari ke 3
(tiga) post SC

3. Edukasi :
1 Ajarkan klien tentang tanda- 1. Memberikan pendidikan
tanda luka yang terinfeksi kesehatan atau pembelajaran
(luka bengkak, nyeri, pada klien tentang tanda yang
berwarna merah, ada terinfeksi.
rembasan darah dan 2. Memberikan pembelajaran
push/nanah). proses involusi yang normal
2 Jelaskan tanda dan gejala dan abnormal.
infeksi (pengeluaran lochea 3. Menjaga kebersihan dan
yang abnormal) menhindari pertumbuhan
3 Lakukan vulva hygiene setiap mikroorganisme.
hari 4. Untuk mengindari terjadinya
4 Anjurkan agar tetap menjaga infeksi
balutan luka operasi tetap 5. Dapat meningkatkan
kering (tidak terkena air) kekebalan tubuh dan
5 Anjurkan meningkatkan mempercepat pertumbuhan
asupan nutrisi tinggi kalori sel-sel baru.
dan tinggi protein.

4. Kolanorasi : 1. Dapat mencegah dan


1 Kolaborasi pemberian menurunkan risiko terjadinya
antibiotik infeksi pada klien post
operasi

c. Kontisipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot


Tujuan : kebutuhan eliminasi fekal terpenuhi
Kriteria Hasil :
a) Bising usus normal (15-30x/menit)
b) Keluar flatus
c) Klien BAB 1x/hari.

Tabel 3. 3
Intervensi masalah keperawatan Kontisipasi

No. Intervensi Rasional

1. Observasi :
1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui penyebab
konstipasi konstipasi sejak dini.
2. Periksa auskultasi terhadap 2. Menentukan kesiapan
adanya bising usus pada terhadap pemberian
keempat kuadran setiap 4 jam makan peoral dan
setelah kelahiran sesaria. kemungkinan terjadi
3. Palpasi abdomen perhatikan komplikasi.
distensi atau ketidaknyamanan 3. Menandakan
pembentukan gas dan
akumulasi atau
kemungkinan illeus
paraliitik.

2. Terapeutik :
1. Anjurkan cairan oral yang 1. Makanan kasar
adekuat 6-8 gelas/hari dan (misal : buah dan
anjurkan diet makanan kasar, sayuran khususnya
buah-buahan serta sayuran dengan kulit dan
dengan bijinya. bijinya) dan
meningkatkan cairan
yang mengahasilkan
bulk, merangsang
eliminasi dan
mencegah konstipasi.

3. Edukasi :
1. Tingkatkan ambulasi dini 1. Ambulasi progresif
setelah 24 jam
meningkatkan
peristaltic dan
mengeluarkan gas dan
menghilangkan atau
mencegah nyeri
karena gas
.
4. Kolaborasi :
1. Berikan terapi laxative sesuai 1. Melunakkan feses,
indikasi dokter. merangsang peristaltic
dan membantu
mengembalikan
fungsi usus.

d. Devisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.


Tujuan : meningkatkan pengetahuan klien
Kriteria Hasil :
a) Klien mengerti apa yang dijelaskan perawat
b) Klien mampu mendemontrasikan apa yang diajarkan perawat.

Tabel 3. 4
Intervensi masalah keperawatan Devisit Pengetahuan

No. Intervensi Rasional

1. Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan 1. Agar klien dapat
kemampuan menerima menerima informasi
informasi dengan baik
2. Identifikasi tingkat 2. Untuk mengetahui
pengetahuan tentang sejauh mana informasi
perawatan payudara klien tentang
perawatan payudara

2. Terapeutik :
1. Berikan materi tentang : 1. Untuk memenuhi
 pengertian dan manfaat kebutuhan klien akan
perawatan payudara informasi tentang
 demontrasikan perawatan perawatan payudara.
payudara 2. Untuk mengetahui
2. Beri kesempatan klien untuk informasi apa saja
bertanya. yang masih
dibutuhkan oleh klien.

.3. Edukasi : 1. Agar klien mau


1. Motivasi klien untuk melakukan perawatan
melakukan perawatan payudara secara
payudara secara mandiri. mandiri dan rutin.
2. Beri kesempatan pada klien 2. untuk mengetahui
mengekspresikan perasaannya perasaan klien setelah
setelah diberi penjelasan dan diberi penjelasan.
berikan pujian.

e. Ansietas berhubungan dengan kebutuhan tidak terpenuhi.


Tujuan : ansietas klien hilang
Kriteria Hasil :
a) Klien tampak tenang rileks
b) Gelisah menurun
c) Klien dapat istirahat/tidur dengan tenang
Tabel 3. 5
Intervensi masalah keperawatan Ansietas

No. Intervensi Rasional

1. Observasi :
1. Identifikasi kemampuan 1. Mengetahui kesiapan klien
mengambil keputusan untuk menerima apa yang
2. Monitor tanda-tanda ansietas akan dilakukan.
2. Mengetahui penyebab
terjadinya ansietas
2. Terapeutik : 3. Agar klien merasa lebih
3. Ciptakan suasana terapeutik tenang dan kecemasan
untuk menumbuhkan berkurang.
kepercayaan 4. Memberikan dukungan
4. Gunakan pendekatan yang tenang emosional; dapat mendorong
dan meyakinkan pengungkapan masalah..
5. Motivasi situasi yang memicu 5. Agar klien tampak tenang
kecemasan dan nyaman.
3. Edukasi :
6. Jelaskan prosedur, termasuk 6. Membantu memfasilitasi
sensasi yang akan dialami adaptasi yang positif
terhadap peran baru;
mengurangi perasaan
ansietas.
4. Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian obat 8. Membantu mengurangi
antiansietas, jika perlu tingkat kecemasan.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat, dan bukan atas petunjuk
data petugas kesehatan lainnya. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan
yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama seperti dokter dengan tim kesehatan
lainnya. (Green, 2012)

5. Evaluasi Keperawatan
Kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang
diharapkan terhadap perubahan diri klien dan menilai sejauh mana masalah klien
dapat diatasi. Disamping itu, perawatan juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka ha ini
proses keperawatan dapat di modifikasi. (Green, 2012)

Anda mungkin juga menyukai