PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Heart Organization (WHO), Angka Kematian Ibu (AKI) di
dunia masih tinggi dengan jumlah 289.000 jiwa. Tingginya AKI terjadi akibat
komplikasi selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Komplikasi utama yang
menyebabkan hampir 75 % dari semua kematian ibu adalah pendarahan postpartum,
infeksi (biasanya setelah persalinan), tekanan darah tinggi selama kehamilan (pre-
eklamsia dan eklamsia), komplikasi dari persalinan, aborsi tidak aman. Sisanya di
sebabkan oleh atau terkait dengan penyakit seperti malaria dan AIDS selama
kehamilan. (WHO, 2017).
Di Indonesia angka kematian jauh lebih tinggi dibandingkan Negara lain di
ASEAN (Associaltion of south Asian Nations) seperti di Singapura hanya 6 per
100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, dan Filipina 112 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan target yang ingin dicapai pemerintah dalam
menurunkan AKI pada tahun 2015 yang merupakan sasaran Milenium Develovment
Goals (MDG’s) yaitu Subtainable Develovment Goals (SDG’s) dimana target AKI
pada tahun 2030 sebesar 102/100.000 kelahiran hidup sementara target penurunan
AKI tahun 2019 sebesar 306 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2017).
Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian ibu
(AKI) tercatat mencapai 359/100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
melonjak dibandingkan hasil SDKI 2010 yang mencapai 228/100.000 kelahiran
hidup. Penyebab langsung yaitu pendarahan (42%), eklamsia atau preeklamsia (30%),
abortus (11%), infeksi (10%), persalinan lama 33 (9%) dan penyebab lain (15%),
sedangkan jumlah kematian Bayi (AKB) pada tahun 2014 sebesar 34/1000 kelahiran
hidup, tahun 2015 34/1000 kelahiran hidup, tahun 2016 32/1000 kelahiran hidup,
penyebab kematian Bayi Baru Lahir (BBL) diantaranya adalah anfiksia (27%) yang
merupakan penyebab ke-2 setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan penyebab
tersebut diakibatkan salah satunya karena persalinan kala II lama. (SDKI, 2018).
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan. (Yeyeh, dkk, 2019)
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut premature refture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang
dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan
aterm maupun kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana resiko infeksi ibu dan
anak meningkat dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian pada ibu dan bayi
(Purwaningtyas, 2017). Salah satu tindakan KPD adalah SC.
Sectio cesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus (Oxom, 2010). Adapun komplikasi yang mungkin
terjadi yaitu pendarahan, infeksi puerpuralis, luka kandung kemih, dan kemungkinan
ruptura uteri/robekan rahim spontan pada kehamilan mendatang.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)
a. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari
12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Yeyeh, dkk, 2019)
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut premature refture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada
kehamilan aterm maupun kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana resiko
infeksi ibu dan anak meningkat dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian
pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, 2017)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partus yaitu :
pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara dari 5 cm. (Sofian, 2013:177)
Ketuban pecah dini adalah ruftur kantong amnion spontan sekurang-
kurangnya 1 jam sebelum mulai persalinan. (Green, 2012:68)
Berdasarkan pengertian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa
ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya
melahirkan atau persalinan yang sering disebut premature refture of the
membrane (PROM) yaitu pembukaan primigavida <3cm dan pada multipara
>5cm, dan rufturnya kantong amnion sekurang-kurangnya 1 jam sesebelum mulai
persalinan yang sebagian besar belum diketahui penyebabnya. KPD sering terjadi
di usia 20-30 tahun yang dapat meningkatkan risiko infeksi serta kesakitan dan
kematian pada ibu dan anak.
b. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebabkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang
lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor resiko adalah :
1) Infeksi : infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini.
2) Serviks yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, currettage)
3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gameli.
4) Trauma yang dapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam maupun
amniosintesis (aspirasi cairan amnion) menyebabkan terjadinya KPD karena
biasanya disertai infeksi.
5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6) Keadaan sosial ekonomi.
7) Faktor lain :
a) Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak
sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan
jaringan kulit ketuban.
b) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan anterpartum
d) Difisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
c. Anatomi fisiologi
Berikut ini adalah gambar Anatomi Amnion.
Gambar.1
Anatomi Amnion
(Sumber :http://lusa.afkar.id/korion-dan-amnion)
Di dalam amnio yang diliputi oleh sebagian selaput janin yang terdiri dari
lapisan selaput ketuban (Amnion) dan selaput pembungkus (Chorion). Air
ketuban (Liquor Amnion) pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml : warna agak
keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan ini dengan
dengan berat jenis 1,007-1,008 terdiri dari atas 97-98% air sisanya terdiri atas
garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut
lanugo (rambut halus berasal dari bayi). Protein ini ditemukan rata-rata 2,6%
perliter, sebagian besar sebagai albumin.
Warna air ketuban (liquor amnion) ini menjadi kehijau-hijauan karena
bercampur meconium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan mengeluarkan
empedu). Berat jenis liquor ini berasal belum diketahui dengan pasti, masih
dibutuhkan penyelidik lebih lanjut.
Air ketuban mempunyai fungsi yaitu :
1) Melindungi janin terhadap trauma luar
2) Memungkinkan janin bergerak dengan bebas
3) Melindungi suhu tubuh janin
4) Meratakan tekanan di dalam uterus pada saat partus, sehingga serviks
membuka.
5) Membersihkan jalan lahir jika ketuban pecah dengan cairan steril, dan akan
mempengaruhi keadaan didalam vagina, sehingga bayi tidak mengalami
infeksi.
6) Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan/diminum yang
kemudian dikeluarkan melalui kencing.
d. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2008) mekanisme terjadinya ketuban pecah dini adalah
sebagai berikut :
1) Terjadinya pembukaan premature serviks
2) Membran terkait dengan pembukaan terjadi :
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan.
3) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berurang.
4) Melemahnya daya tahn ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan zat kimia proteolotik dan enzim kolagenase.
g. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium :
1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya.
2) Cairan yang keluar dari vagina ada kemungkinan air ketuban, urine atau
secret vagina.
3) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus berubah menjadi biru
menunjukan adanya air ketuban (alkalis) dan jika kertas lakmus berubah
menjadi merah menunjuk urine, PH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi
vagina dapat mengahasilkan tes yang positif palsu.
4) Tes mikropik (tes pakis).
d. Anasthesia spinal
Anasthesi spinal suatu cara atau tehnik pembiusan dengan pemberian
obat melalui lumbal ke 3 dan ke 4. Penyuntikan subarachnoid dilakukan
sementara pasien dalam posisi duduk sehingga larutan anesthesia turun kebawah
akibat gaya berat, lamanya pasien duduk menentukan ketinggian anesthesia.
Waktu 5 menit sudah cukup. Keuntungan cara ini mengahsilakan anesthesia
yang aman dan baik khususnya pada persalinan yang sulit. Kerugiannya
mengalami nyeri kepala yang dapat menimbulkan gangguan berlarut-larut
(Oxom, 2010)
Indikasi Anesthesia Spinal :
1) Sectio Cesaria
2) Laparatomi
3) Dilatase dan Kurettase
4) Pengeluaran plasenta secara normal.
Kontra indikasi Anesthesia Spinal :
1) Preeklamsia berat, eklampsia gagal jantung
2) Infeksi lokal
3) Perdarahan
4) Anemi berat
5) Hipovolemia
Untuk perawatan post SC dengan anesthesia spinal, upayakan pasien
tetap dalam keadaan berbaring datar minimal 6 jam, dan menggunakan satu
bantal pada kepalanya untuk mencegah sakit kepala pasca spinal anesthesia.
Pasien tidak boleh duduk atau mengedan selama waktu tersebut. (sarwono,
2010)
3) Lochea
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina
selama masa nifas. Banyaknya jumlah lochea yang keluar, warna, dan
bau yang khas berubah dari hari ke hari dan berhenti dalam waktu
enam minggu. Jumlah pengeluaran lochea kira-kira 240-270 ml.
b) Sistem Kardiovaskular
Perubahan pada sitem kardiovaskular secara bertahap akan kembali
normal seperti sebelum hamil. Beberapa menit setelah melahirkan cardiac
output menurun 50%. Keadaan ini memungkinkan seorang ibu untuk
mentoleransi kehilangan darah pada saat melahirkan (darah yang keluar
pada ibu yang melahirkan pervaginam, normalnya kurang lebih 400-500
cc dan pada kelahiran melalui pembedahan sectio cesaria kurang lebih
700-1000 cc). Terjadi bradikardi 50-70 x/menit masih dikatagorikan
normal, takhikardi tidak sering terjadi dan jika itu terjadi mungkin
terjadinya perdarahan post partum.
c) Sistem Perkemihan
Dalam 24 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan
cairan yang tertimbun dijaringan selama hamil. Diuresis pasca partum,
disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume
darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk
mengatasi kelebihan cairan. Pada klien post SC akan menyebabkan
keinginan berkemih menurun akibat efek anesthesia sehingga dipasang
kateter.
d) Sistem Gastrointestinal
Biasanya post SC mengalami penurunan tonus otot dan motalitas
cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. BAB
biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah melahirkan karena efek
anesthesia. Hal ini dapat diatasi dengan ibu mulai melakukan mobilisasi
dini.
e) Sistem Endokrin
Pengaruh oksitoksin menyebabkan kontraksi uterus dalam proses
involusi, supresi estrogen dan progesteron mempengaruhi hormone
prolaktin yang merangsang pengeluaran air susu.
f) Sistem Integumen
Setelah melahirkan hyperpigmentasi pada wajah berkurang, striae
gravidarum pada abdomen dan bokong perlahan-perlahan memutih, areola
mamae berwarna lebih gelap. Terdapat luka inisi dan jahitan pada segmen
bawah abdomen pada ibu yang partus dengan sectio cesaria.
g) Sistem Muskuloskeletal
Setelah melahirkan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini
menyebabkan hilangnya kekeyalan pada otot pada masa post partum,
terutama menurunya tonus otot dinding dan adanya diastatis rectum
abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur
dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur kembali pulih,
selain itu dapat terjadi kelumpuhan yang terjadi akibat anesthesia spinal
akan kembali setelah 6 jam post SC. Stabilitas sendi lengkap pada minggu
ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan.
b) Riwayat Ginekologi
(1) Riwayat Mentruasi
Riwayat mentruasi terdiri dari menarche, siklus haid, lamanya haid,
banyak darah yang keluar sewaktu haid, sifat darah, HPHT dan
taksiran persalinan.
(2) Riwayat Perkawinan
Dikaji usia perkawinan dan pernikahan yang beberapa dari suami dan
istri.
(3) Riwayat Keluarga Berencana
Dikaji jenis alat kontasepsi yang digunakan sebelum hamil, waktu dan
lamanya penggunaan, jenis alat kontrasepsi yang akan digunakan
setelah persalinan, masalah saat penggunaan.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Fisik Dan Ibu
(1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda vital pasien diantaranya :
tekanan darah, pernafasan, nadi, suhu tubuh, berat badan sebelum dan
saat hamil, dan tinggi badan.
(2) Sistem Penglihatan
Kaji bentuk mata, kelopak mata, gerakan bola mata, konjungtiva, pupil
terhadap cahaya, besarnya pupil, adanya penggunaan alat bantu untuk
melihat.
(3) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung, suara nafas, frekuensi nafas, fungsi penciuman.
(4) Sistem Kardiovaskular
Kaji tekanan darah, frekuensi dan irama nadi,auskultasi bunyi jantung,
kapilari reffil, distensi vena jugularis, kaji adanya varises ditungkai
bawah dan human signs untuk menentukan tanda-tanda tramboflebitis.
(5) Sistem Pencernaan
Kaji keadaan mulut dan kebersihannya, adanya mual, nyeri pada
epigastrium, auskultasi bising usus, fungsi pegecapan dan menelan,
serta kaji apakah klien sudah BAB atau belum, dan klien masih puasa
atau tidak.
(6) Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot abdomen secara bertahap melebar atau melonggar selama
kehamilan, menyebabkan pengurangan tonus otot. Pada klien post SC
terjadi kelemahan otot dan serasa baal/kesemutan pada ekstremitas
bagian bawah akibat afek anasthesi.
(7) Sistem Integumen
Kaji warna rambut, rontok atau tidak, kebersihan serta keadaan kulit
kepala apakah ada lesi atau ketombe atau tidak, hiperpigmentasi pada
aerola, klosma gravidarum. Pada pasien post SC, terjadi gangguan
integritas kulit karena adanya sayatan pada abdomen dan kaji luka,
letak luka, keadaan luka, dan kaji luka terhadap tanda-tanda infeksi.
(8) Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran, orientasi terhadap waktu dan tempat dan efek
anastesi final terhadap klien post SC yaitu adanya rasa baal.
(9) Sistem Refroduksi
(a) Payudara
Kebersihan payudara, puting susu menonjol atau tidak,
areola menghitam, payudara masih lembek, tidak ada nyeri,
terdapat colostrum dan ASI keluar sedikit. Laktogenesis (Produksi
ASI) terjadi pada saat 30-4- jam setelah melahirkan, tetapi si ibu
baru merasa payudaranya benar-benar penuh yaitu 52-72 jam atau
2-3 hari post partum.
(b) Uterus
Pemeriksaan uterus degan cara palpasi, menilai kontraksi,
posisi dan tinggi fundus uteri pada saat bayi lahir setinggi pusat,
plasenta lahir 2 jari dibawah pusat, 1 minggu terletak
dipertengahan pusat simfisi, 2 minggu tidak teraba diatas simfisis,
6 minggu bertambah kecil dan 8 minggu sebesar normal.
(c) Lochea
Lochea rubra berisi darah segar dan sisa selaput ketuban,
vernik kaseosa dan mekonium terjadi selama 3 hari pada pasca
persalinan. Lochea sanguilenta berwarna merah kekuningan berisi
darah dan lendir terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan. Lochea
serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi terjadi pada 7-
14 hari pasca persalinan. Lochea alba cairan berwarna putih terjadi
setelah 14 hari persalinan.
b. Analisa Data
Analisa data merupakan kegiatan pengelompokan data yang mecakup pola
atau kecendrungan, membandingkan pola ini dengan pola kesehatan yang normal
dan menarik kesimpulan tentang respon klien jika hubungan diantara pola-pola
tersebut teridentifikasi, maka daftar masalah yang ada atau kebutuhan yang
berpusat pada klien akan muncul.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya dalam bentuk intervensi dari dominan praktek
keperawatan. (Green, 2012)
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan post SC atas
indikasi ketuban pecah dini adalah. (PPNI, 2017)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma pembedahan)
b. Risiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan invasif (bekas luka post SC,
pengeluaran lochea)
c. Kontisipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
d. Devisit Pengetahuan tentang perawatan breastcare/payudara berhubungan dengan
kurang terpapar informasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kebutuhan tidak terpenuhi.
Tabel 3.1
Intervensi masalah keperawatan Nyeri Akut.
1. Observasi :
1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui tingkat
karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri dan mengetahui
dan intensitas nyeri. komplikasi sejak dini.
2. Identifikasi kala nyeri 2. Mengetahui tingkat nyeri
3. Monitor tanda-tanda vital (TD, 3. Untuk mengetahui secara
N, RR, S) Tiap 8 jam dini bila ada komplikasi.
2. Terapeutik :
4. Berikan tehnik nonfarmakologi 4. Meningkatkan relaksasi,
(tehnik relaksasi nafas dalam) memfokuskan ulang
untuk mengurangi rasa nyeri perhatikan rasa control dan
(misal; menonton TV, dan kemampuan koping.
membaca buku). 5. Memberikan rasa nyaman
5. Fasilitasi istirahat dan tidur dan rileks
6. Atur posisi yang nyaman bagi 6. Menurunkan tegangan
klien (semi fowler atau sim)
3. Edukasi :
7. Jelaskan penyebab, dan 7. Diharapkan klien
pemicu nyeri. mengetahui dan
8. Anjurkan klien untuk ambulasi memahami rasa nyeri
dini bertahap setelah 24 jam. yang dirasakan dan
6-24 jam post SC dapat beradaptasi
9. Mengkaji nyeri tekan uterus dengan nyeri tersebut.
dan adanya karakteristik nyeri 8. Menurunkan masalah
penyerta. yang terjadi karena
10. Bantu klien memasang gurita immobilisasi (regangan
otot, tertahannya
flatus)
9. Selama 12 jam post
partum kontraksi
uterus kuat dan teratur,
ini berlanjut selama 2-3
hari berikutnya
meskipun frekuensi
dan intensitasnya
dikurangi.
10. Mengatasi/mengurangi
nyeri untuk
meningkatkan istirahat.
4. Kolaborasi :
11. Kolaborasi analgetik, jika 11. Mengurangi rasa nyeri
perlu
b. Risiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan invasif ditandai dengan (bekas
luka post SC, pengeluaran lochea)
Tujuan : tidak terjadinya infeksis
Kriteria Hasil :
a) Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal
penyembuhan
b) Tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor, color, tumor, rubor, fungsiolesa)
Tabel 3. 2
Intervensi masalah keperawatan Risiko Infeksi
1. Observasi :
1 Monitor tanda-tanda infeksi 1. Untuk mendeteksi tanda-
pada luka operasi (kondisi tanda infeksi sehingga dapat
luka, rembasan darah/push, melakukan tindakan dengan
merah bengkak, nyeri ), segera dan pencegahan
lokasi pemasangan infus, terjadinya komplikasi.
dan DC (apakah tetesan 2. Untuk mengetahui proses
infus berjalan lancar, merah, involusi berjalan normal dan
bengkak, nyeri, urine mendeteksi dini adanya
mengalir), setiap hari. infeksi.
2 Pantau kontraksi uterus, 3. Dapat mengidentifikasi tanda-
tinggi fundus, lokasi dan tanda infeksi, biasanya pada
pengeluaran lochea (jumlah, peningkatan suhu
bau, warna) setiap hari
Monitor tanda-tanda vital
tiap 8 jam.
2. Terapeutik :
1 Berikan perawatan kulit pada 1. Untuk menghindari infeksi
area abdomen nosokominal
2 Terapkan tehnik aseptik dan 2. untukk menghindari infeksi
anti septik sebelum, selama, nosokominal
dan sesudah melakukan 3. untuk mendeteksi dan
tindakan mencegah infeksi
3 Ganti balutan luka operasi
dengan steril pada hari ke 3
(tiga) post SC
3. Edukasi :
1 Ajarkan klien tentang tanda- 1. Memberikan pendidikan
tanda luka yang terinfeksi kesehatan atau pembelajaran
(luka bengkak, nyeri, pada klien tentang tanda yang
berwarna merah, ada terinfeksi.
rembasan darah dan 2. Memberikan pembelajaran
push/nanah). proses involusi yang normal
2 Jelaskan tanda dan gejala dan abnormal.
infeksi (pengeluaran lochea 3. Menjaga kebersihan dan
yang abnormal) menhindari pertumbuhan
3 Lakukan vulva hygiene setiap mikroorganisme.
hari 4. Untuk mengindari terjadinya
4 Anjurkan agar tetap menjaga infeksi
balutan luka operasi tetap 5. Dapat meningkatkan
kering (tidak terkena air) kekebalan tubuh dan
5 Anjurkan meningkatkan mempercepat pertumbuhan
asupan nutrisi tinggi kalori sel-sel baru.
dan tinggi protein.
Tabel 3. 3
Intervensi masalah keperawatan Kontisipasi
1. Observasi :
1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui penyebab
konstipasi konstipasi sejak dini.
2. Periksa auskultasi terhadap 2. Menentukan kesiapan
adanya bising usus pada terhadap pemberian
keempat kuadran setiap 4 jam makan peoral dan
setelah kelahiran sesaria. kemungkinan terjadi
3. Palpasi abdomen perhatikan komplikasi.
distensi atau ketidaknyamanan 3. Menandakan
pembentukan gas dan
akumulasi atau
kemungkinan illeus
paraliitik.
2. Terapeutik :
1. Anjurkan cairan oral yang 1. Makanan kasar
adekuat 6-8 gelas/hari dan (misal : buah dan
anjurkan diet makanan kasar, sayuran khususnya
buah-buahan serta sayuran dengan kulit dan
dengan bijinya. bijinya) dan
meningkatkan cairan
yang mengahasilkan
bulk, merangsang
eliminasi dan
mencegah konstipasi.
3. Edukasi :
1. Tingkatkan ambulasi dini 1. Ambulasi progresif
setelah 24 jam
meningkatkan
peristaltic dan
mengeluarkan gas dan
menghilangkan atau
mencegah nyeri
karena gas
.
4. Kolaborasi :
1. Berikan terapi laxative sesuai 1. Melunakkan feses,
indikasi dokter. merangsang peristaltic
dan membantu
mengembalikan
fungsi usus.
Tabel 3. 4
Intervensi masalah keperawatan Devisit Pengetahuan
1. Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan 1. Agar klien dapat
kemampuan menerima menerima informasi
informasi dengan baik
2. Identifikasi tingkat 2. Untuk mengetahui
pengetahuan tentang sejauh mana informasi
perawatan payudara klien tentang
perawatan payudara
2. Terapeutik :
1. Berikan materi tentang : 1. Untuk memenuhi
pengertian dan manfaat kebutuhan klien akan
perawatan payudara informasi tentang
demontrasikan perawatan perawatan payudara.
payudara 2. Untuk mengetahui
2. Beri kesempatan klien untuk informasi apa saja
bertanya. yang masih
dibutuhkan oleh klien.
1. Observasi :
1. Identifikasi kemampuan 1. Mengetahui kesiapan klien
mengambil keputusan untuk menerima apa yang
2. Monitor tanda-tanda ansietas akan dilakukan.
2. Mengetahui penyebab
terjadinya ansietas
2. Terapeutik : 3. Agar klien merasa lebih
3. Ciptakan suasana terapeutik tenang dan kecemasan
untuk menumbuhkan berkurang.
kepercayaan 4. Memberikan dukungan
4. Gunakan pendekatan yang tenang emosional; dapat mendorong
dan meyakinkan pengungkapan masalah..
5. Motivasi situasi yang memicu 5. Agar klien tampak tenang
kecemasan dan nyaman.
3. Edukasi :
6. Jelaskan prosedur, termasuk 6. Membantu memfasilitasi
sensasi yang akan dialami adaptasi yang positif
terhadap peran baru;
mengurangi perasaan
ansietas.
4. Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian obat 8. Membantu mengurangi
antiansietas, jika perlu tingkat kecemasan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat, dan bukan atas petunjuk
data petugas kesehatan lainnya. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan
yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama seperti dokter dengan tim kesehatan
lainnya. (Green, 2012)
5. Evaluasi Keperawatan
Kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang
diharapkan terhadap perubahan diri klien dan menilai sejauh mana masalah klien
dapat diatasi. Disamping itu, perawatan juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka ha ini
proses keperawatan dapat di modifikasi. (Green, 2012)