Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN KETUBAN

PECAH DINI (KPD)




A. DEFINISI
Ketuban pecah dini terjadi jika terdapat kelambatan lebih dari 1 jam sampai
dimulainya persalinan. Ketuban pecah premature dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu (Graber, 2006).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
tidak terlalu banyak (Bagus Gde, 2001).

B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1995 di Luar Negeri
menyatakan bahwa peristiwa Ketuban Pecah Dini, sekitar 10% terjadi setelah usia
kehamilan menginjak 37 minggu dan sekitar 2-3,5% sebelum umur kehamilan
mencapai 37 minggu. Pada tahun 1990 angka kejadian ketuban pecah dini berkisar 7-
12% dari seluruh kehamilan. Insiden ketuban pecah dini (KPD) tergantung dari
beberapa hal yaitu :
1. Kriteria diagnosis ketuban pecah sebelum terjadinya kontraksi uterus yang teratur
2. Periode laten tertentu yang bervariasi dari 1-24 jam sebelum kontraksi uterus
timbul
3. Insiden berdasar populasi atau rumah sakit dan batasan kehamilan preterm
Menurut penelitian yang dilakukan oleh De Cheracy pada tahun 1987
menyatakan insiden ketuban pecah dini terjadi sekitar 10,7% dari seluruh kehamilan,
94% merupakan kehamilan aterm, 20% kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini
lebih dari 24 jam. Sedangkan pada janin dengan kelahiran prematur terjadi kurang
lebih 5% dengan 50% ketuban pecah dini lebih dari 24 jam. Menurut penelitian pada
tahun 2014 terdapat 8-10% perempuan hamil aterm mengalami ketuban pecah dini,
sedangkan ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% dari seluruh kehamilan
(Suhartono, 2002).


C. ETIOLOGI
1. Serviks inkompeten
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar.Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkanlaserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua
atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput
janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).
2. Persalinan premature
3. Korioamnionitis terjadi dua kal sebanyak KPD
4. Malposisi atau malppresentasi janin
5. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks
a. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya.
b. Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama kelahiran
sebelumnya
c. Inkompetensi serviks
6. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
7. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu.
a. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
b. Penambahan berat badan yang sedikit selama kehamilan.
8. Merokok selama kehamilan
9. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu
muda
10. Riwayat hubungan seksual saat hamil.
11. Overdistensi uterus
12. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
13. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
14. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten
a. Semakin panjang fase laten semakin tinggi kemungkinan infeksi
b. Semakin muda kehamilan semakin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin.
c. Komplikasi ketuban pecah dini semakin meningkat
15. Peninggian tekanan intrauterine
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
1. Trauma
Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin.
2002)
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah. (Winkjosastro, 2006)
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL.
Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan
uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
16. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
17. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi).
18. Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

D. KLASIFIKASI
Menurut Eni Nur Rahmawati (2011:127) dalam (Lenovo, 2009) menjelaskan
terdapat 2 jenis ketuban pecah dini diantaranya ialah:
a. Ketuban Pecah Prematur
Ketuban Pecah Prematur ialah Pecahnya membran chorion amniotic
sebelum onset persalinan atau yang disebut dengan Premature Rupture of
Membrane atau Prelabour Rupture of Membrane /PROM).
b. Ketuban Pecah Prematur pada Preterm
Ketuban Pecah Prematur pada Preterm yaitu Pecahnya membran chorion-
amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
yang disebut dengan Preterm Premature Rupture of Membrane atau Preterm
Prelabour Rupture of membrane / PPROM. Faktor faktor resiko yang diketahui
yang dapat menyebabkan rupture membrane premature ialah riwayat persalinan
premature, infeksi tersamar cairan amnion, janin multiple, dan solusio plasenta.

Sedangkan menurut Joseph HK,dkk (2010:185) dalam (Lenovo, 2009) Ketuban Pecah
Dini terdiri dari:
a. KPD Preterm
KPD Preterm yaitu Ketuban Pecah Dini yang terjadi sebelum usia 37 minggu.
b. KPD Memanjang
KPD Memanjang yaitu Ketuban Pecah Dini yang terjadi lebih 12 jam
sebelumwaktunya melahirkan.

E. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya ibu hamil datang dengan keluarnya cairan amnion/ketuban melewati
vagina. Selanjutnya jika masa laten panjang, dapat terjadi korioamnionitik. Untuk
mengetahui bahwa telah terjadi infeksi ini adalah mula-mula dengan terjadinya
takikardi pada janin. Takikardi pada ibu muncul kemudian, ketika ibu mulai demam.
Jika ibu demam, maka diagnosis korioamnionitis dapat di tegakkan dan di perkuat
dengan terlihat adanya pus dan bau pada secret (Bagus Gde, 2001)

Tanda dan gejala ketuban pecah dini menurut Dr. Taufan

(Nugroho, 2011) :

1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina
2. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti berbau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna
darah.
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila ibu hamil duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah
terletak dibawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk
sementara
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin teraba cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

Tanda dan Gejala ketuban pecah dini menurut Arif Mansjoer,dkk :
1. Keluar iar ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Saat diperiksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
5. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi menurut ( Manuaba, 2007):
Komplikasi Bentuk Keterangan
Maternal
Antepartum
- koriomnionitis 30 - 60 %
- Solusio plasenta
Intrapartum
- Trauma persalinan akibat induksi/operatif
Kemungkinan retensio dari plasenta
Postpartum
- Trauma tindakan operatif
- Infeksi masa nifas
- Pendarahan postpartum
Sepsis jarang terjadi karena
pemberian AB dan resusitasi

Trauma tindakan operasi :
- Trias komplikasi :
* Infeksi
* Trauma tindakan
* Pendarahan

Neonatus
Semakin muda usia kehamilan dan semakin
rendah BB janin, mkan komplikasi akan
semakin berat.

Komplikasi akibat prematuritas :
- Mudah infeksi
- Mudah terjadi trauma akibat tindakan
persalinan
- Mudah terjadi aspirasi air ketuban dan
menimbulkan afiksia sampai kematian

Komplikasi postpartum :
- Penyakit RDS/hialin membran
- Hipoplasia paru dengan akibatnya
- Tidak dapat bertahan dengan hipotermia
- Sering terjadi hipoglikemia
- Gangguan fungsi alat vital

Komplikasi akibat oligohidramnion :
-Gangguan tumbuh-kembang yang
menimbulkan deformitas
-Gangguan sirkulasi retroplasenter yang
menimbulkan asfiksia, asidosis
-Retraksi otot uterus yang minimbulkan
solusio plasenta

Komplikasi akibat ketuban pecah :
- Prolaps bagian janin terutama tali pusat
dengan akibatnya
- Mudah terjadi infeksi intrauteri dan neonatus
Kejadian komplikasi yang
dapat dijadikan indikasi
terminasi kehamilan.
- Prolaps tali pusat
- Infekasi intrauteri
- Solusio plasenta

Untuk menimbulkan terjadi
infeksi intrauteri dapat
dilakukan aminosentesis
dengan tujuan untuk :
- Kultur cairan amnion
- Pemeriksaan glukosa
- Alfa fetroprotein
- Fibronektin

Upaya untuk tirah baring dan
pemberian antibiotik dapat
memperpanjang usia
kehamilan sehingga BB
janinnya lebih besar dan
lebih mampu untuk hidup di
luar kandungan.



Potensi komplikasi ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya kantung ketuban dan hilangnya
cairan ketuban pada setiap saat sebelum minggu 37 kehamilan.
4

Insiden ketuban pecah dini membrane lebih tinggi pada wanita dengan serviks
inkompeten, polihidramnion, malpresentation janin, kehamilan multipelatau infeksi
vagina/serviks. Kemungkinan komplikasi akibat ketuban pecah dini membrane
meliputi persalinan premature dan melahirkan, infeksi intrauterin, dan kompresi tali
pusat secondary ketali pusat prolaps atau oblighoydramnios(Varney dkk, 2004)
Potensi Komplikasi Ketuban Pecah Dini

(Freen, 2012):
a. Infeksi
Resiko infeksi dengan ketuban pecah dini pada ibu yaitu akan mengalami
konrioamnionitis dan pada bayi terjadi septicemia dan pneumonia. Pada ketuban
pecah dini infeksi lebih sering dari pada aterm, secara umum insiden infeksi
sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya usia
kehamilan.
b. Kelainan janin
Ketuban pecah dini akan menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin.
c. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidroamnion yang emnekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidroamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Maria (2007) untuk membantu dalam penegakan diagnose ketuban
pecah dini di perlukan pemeriksaan penunjang, yaitu:
1. Pemeriksaan leukosit darah
Bila jumlah leukosit >15000/mm2 kemungkinan besar sudah terjadi infeksi
2. Pemeriksaan ultraviolet
Membantu dalam penentuan usia kehamilan, letak anak, berat janin, letak
plasenta, serta jumlah air ketuban
3. Nilai bunyi jantung dengan cardiografi
Bila ada infeksi urin, suhu tubuh ibu dan bunyi jantung bayi akan meningkat

H. MANAJEMEN TERAPEUTIK
Manajemen terapeutik KPD bergantung pada usia kehamilan serta apakah ada
tanda infeksi atau tidak. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan
apakah selaput amnion benar-benar ruptur dan peningkatan pengeluaran vagina
merupakan tanda-tanda untuk perlu mencurigai terjadinya ruptur / pecahnya selaput
amnion
Untuk membuktikannya dengan menggunakan spekulum steril guna melihat
kumpulan cairan amnion di sekitar serviks atau dapat juga melihat langsung cairan
amnion yang keluar melalui vagina.
Analisis dengan kertas nitiozine akan menandakan keadaan alkali dari cairan
amnion. Sekresi vagina pada wanita hamil memiliki pH antara 7,0-7,2. Jika kertas
tidah menunukkan perubahan asam berarti hasil tes negatif yang mengindikasikan
bahwa selaput membran tidak ruptur. Jika hasil tes positif , maka trejadi perubahan
warna kertas. Hal ini mungkin saja menandakan terjadinya keracunan urine, darah,
dan pemberian antiseptik yang menyebabkan sekresi serviks menjadi alkali, sehingga
mempunyai pH yang hampir sama dengan pH cairan amnion.
Dapat juga dengan menggunakan tes ferning. Tes ferning digunakan dengan
meletakkan sedikit cairan amnion diatas gelas kaca, kemudian tambahkan sedikit
sodium clorida dan protein. Hasilnya akan berbentuk seperti tanaman pakis. Hasil tes
menjadi negatif pada kebocoran yang telah terjadi beberapa hari.
Bisa juga digunakan tes kombinasi, yaitu pemeriksaan spekulum, tes dengan
kertas nitrazin, atau tes ferning, serviks biasanya tidak baik untuk induksi. Faktor
seperti usia kehamilan, jumlah cairan amnion yang tersisa, kematangan paru-paru
janin harus menjadi pertimbangan. Selain itu, perlu juga diperhatikan adanya infeksi
pada ibu dan janin.
Saat usia kehamilan antara 32-35 minggu dilakukan tes kematangan pada paru
janin dari cairan yang ada di vagina. Tes tersebut diantaranya adalah tes tes yang
mengukur perbandingan surfaktan dengan albumin. Tes dengan menggunakan
phosphatidyl glycerol, atau tes yang menghitung perbandigan lesitin dengan
spingomielin. Aminiosintesis dan kultur kuman sering dilakukan jika terdapat tanda
infeksi. Tes ini berguna untuk menghindari terjadinya Respiratory Distress
Syndrom(RDS) pada bayi jika bayi dilahirkan. Liggins dan Howie (1972)
menunjukkan bahwa pemberian glukokortikoid (betametason) akan mempercepat
pematangan paru-paru fetus dan akan menurunkan insiden terjadinya RDS. Namun,
karena terjadi peningkatan insiden kelainan neurologis dan potensi untuk
meningkatkan insiden infeksi pada bayi baru lahir yang diberi kortikosteroid, maka
pemberian kortikosteroid belum dapat di saankan. Bila janin belum viabel (kurang
dari 36 minggu) dan ingin mempertahankan kehamilannya, ibu diminta untuk istirahat
di tempat tidur , berikan spasmolitik untuk mengundurkan waktu sampai anak viabel.
Tes kematangan paru janin peru dilakukan secara periodik. Observasi adanya infeksi
dan mulainya persalinan, kemudian persalian dapat dilakukan setelah paru janin
matang.
Bila janin telah viabel ( lebih dari 36 minggu) dan serviks telah matang,
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin 2 6 jam setelah periode laten dan
diberikan antibiotik profilaksis. Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infus oksitosin. Pada kasus-kasus tertentu bila induksi partus gagal,
maka dilakukan tindakan operatif.
Resiko infeksi pada KPD tinggi sekali, ini biasanya disebabkan oleh
organisme yang ada di vagina, seperti E. Colli, streptococcus fastafis, streptococcus
B. Hemolicus, proteus klebsletta, pseudomones, dan stafilococcus. Namun,
beruntunglah insiden infeksi ini masih rendah. Hal ini karena walaupun resiko infeksi
selama pemeriksaan dan persalinan sangat tinggi, namun cairan amnion memiliki
fungsi bakteri yang statik ( Thadepallli, aplemin et.al, 1997 )
Jika terdapat korioamnitis, diberi antibiotik dan akan lebih baik jika diberikan
melalui intravena. Antibiotik yang paling efektif yaitu gentamicin, cephallosporine,
dan ampicilline (Bagus Gde, 2001).

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien dengan indikasi ketuban pecah dini (Morgan dkk, 2009) :
1. Pencegahan
a. Obati infeksi gonokokus, klamidia, dan vaginosis bakterial.
b. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk
mengurangi atau berhenti.
c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.
d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester terakhir bila ada
faktor presdisposisi.
2. Panduan mengantisipasi : jelaskan kepada pasien yang memiliki riwayat berikut
ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.
a. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps tali
pusat:
1) Letak kepala selain vertex
2) Polihidramnion
b. Herpes aktif
c. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitikus sebelumnya
3. Bila ketuban telah pecah
a. Anjurkan pasien untuk pergi ke rumah sakit atau klinik
b. Catat terjadinya ketuban pecah
1) Lakukan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecah ketuban
2) Bila robekan ketuban tampak kasar :
a) Saat pasien berbaring telentang, tekan fundus untuk melihat adanya
semburan cairan dari vagina
b) Basahi kapas apusan dengan cairan dan lakukan pulasan
pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop
c) Sebagian cairan diusap ke kertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan
hubungan seksual, tidak ada perdarahan, dan tidak dilakukan
pemeriksaan per vagina menggunakan jeli K-Y
3) Bila pecah ketuban dan/atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas,
lakukan pemeriksaan spekulum steril
a) Kaji nilai Bishop serviks ( lihat nilai bishop )
b) Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi
c) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang
dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.
4) Bila usia tingkat gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit
herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.
4. Penatalaksanaan konservatif
a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24 72 jam setelah ketuban pecah.
b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke vagina,
kecuali spekulum steril; jangan melakukan pemeriksaan vagina.
c. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkat secara signifikan,
dan/atau mencapai 38 C, berikan 2 macam antibiotik dan pelahiran harus
diselesaikan.
2) Observasi rabas vagina : bau menyengat, purulen atau tampak kekuningan
menunjukkan adanya infeksi.
3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan
apapun.
5. Penatalaksanaan agresif
a. Jel prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui penggunaannya)
dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
b. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi Pitocin bila serviks tidak berespon
c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada
tanda, mulai pemberian Pitocin
d. Berikan cairan per IV, pantau janin
e. Peningkatan risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif
f. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk
diinduksi, kaji nilai Bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan
untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan, baik
manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai dan
induksi dimulai
g. Periksaan hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada
hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
h. Lakukan NST (nonstress test) setelah ketuban pecah ; waspada adanya
takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
i. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
4) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
5) Terjadi takikardi janin
6) Lochea tampak keruh
7) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
8) Kultur vagina menunjukan streptokus beta hemolitikus
9) Hitung darah lengkap menunjukkan kenaikan sel darah putih
6. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
a. Persalinan spontan
1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada demam
2) Anjurkan pemantauan janin internal
3) Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesial anak atau praktisi perawat
neonatus
4) Lakukan kultur sesuai panduan
b. Induksi persalinan
1) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
2) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
3) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan, banyak yang
memberikan 1 2 g ampisilin per IV atau 1 2 g mefoxin per IV setiap 6
jam sebagai profilaksis.



J. PATHWAYS
HIS yang berulang
KALA 1 PERSALINAN
Nyeri akut
Kanalis servikalis selalu terbuka
akibat kelainan serviks uteri
(abortus dan riwayat kuretase)
Stimulus nyeri
Mengiritasi nervus
pudendalis
Peningkatan kontraksi dan
pembukaan serviks uteri
Gangguan pada kala 1 persalinan
Kesiapan meningkatkan
proses kehamilan-persalinan
Klien mengaku sudah merencanakan
kehamilan sejak lama
Kelainan letak janin
(sungsang)
Mudahnya pengeluaran air
ketuban
Tidak ada bagian
terendah yang
menutupi pintu atas
panggul yang
menghalangi tekanan
terhadap membrane
bagian bawah
Klien tidak
mengetahui
penyebab dan akibat
KPD
Serviks
inkompeten
Selaput ketuban
mudah pecah
Proses biomekanik
bakteri
mengeluarkan
enzim proteolitik
Infeksi genitalia
KETUBAN PECAH DINI
Air ketuban terlalu banyak keluar
Serviks tidak bisa
menahan tekanan
intrauterus
Keteganggan
uterus berlebih
Gemeli,
hidramnion
Selaput
ketuban
menonjol dan
mudah pecah
Dilatasi
berlebih
serviks
Defisit Pengetahuan
Ansietas
Kecemasan ibu terhadap
keselamatan janin dan
dirinya
Laserasi pada lahir
Ditoksia (partus kering)
Tidak adanya pelindung dunia
luar dengan daerah rahim
Mudahnya mikroorganisme masuk
secara asendens
Resiko Infeksi
Rasa mulas dan ingin
mengejan
Klien melaporkan tidak
nyaman
Gangguan rasa
nyaman
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Berisi tentang identitas klien yang terdiri dari nama, umur, agama, suku,
pendidikan, alamat, dan pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan:
1) Kehamilan saat ini
Berisi tentang usia kehamilan klien, adakah gangguan kehamilan klien,
penyebab terjadinya gangguan kehamilah klien, HPHT, dan HPL.
2) Kehamilan dahulu
Pengkajian yang berisi tentang kehamilan klien yang terdahulu seperti
kehamilan yang ke berapa, riwayat partus (abortus, aterm, immature,
premature), adakah gangguan pada kehamilan sebelumnya.
c. Riwayat Ginekologi
Pengkajian mengenai riwayat mentruasinya seperti usia menarce, adakah
keluhan saat menstruasi, bagaimana siklusnya dan berapa lamanya
menstruasi
d. Riwayat Pengobatan Sekarang
Merupakan pengobatan yang diberikan kepada klien saat masuk rumah sakit
misalnya pemberian antibiotik, pembatasan pemeriksaan dalam, pemeriksaan
air ketuban, kultur dan lain-lain.
e. Riwayat Medis
Penyakit terdahulu yang pernah diderita klien, mungkin klien pernah
mengalami ketuban pecah dini atau penyakit lainnya pada kehamilan
sebelumnya.
f. Riwayat Medis Keluarga
Pengkajian mengenai penyakit keturunan pada keluarga klien seperti jantung,
DM, hipertensi, maupun kejadian ketuban pecah dini pada anggota keluarga
yang lain.
g. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan yang dapat mempengaruhi aktifitas klien seperti kelelahan fisik.
h. Informasi Personal
1) Penentuan Taksiran Partus
Penentukan perkiraan bayi lahir
HTHP = + 7 pada tanggal pertama dari haid terakhir, - bulan dengan 3
dan + 1 pada tahunnnya, sedangkan untuk bulan yang tidak bisa
dikurangi 3, misalnya Januari, Februari, dan Maret, maka bulannya + 9,
tapi tahunnya tetap tidak ditambah atau dikurangi.
Contohnya :
HPHT : 10 Mei 2013
: 10 05 2013
Rumus : (Tanggal HTHP)+7, (Bulan HPHT)-3, (Tahun HPHT)+1
Maka : 10+7, 5-3, 2013+1
Hasilnya : 17 02 2014
Taksiran Partus (HPL : 17 Februari 2014)
i. Pemeriksaan Fisik
1) Umum
a) Tinggi badan: tubuh yang terlalu pendek dibanding anggota keluarga
lain atau lebih tinggi dari 2 deviasi standar di bawah rerata mungkin
mengalami kelainan genetik.
b) Berat badan : digunakan untuk membuat rekomendasi penambahan
dan mengontrol berat badan pada wanita hamil.
c) TTV : Pantau tanda-tanda vital pasien untuk menentukan
keseimbangan metabolism tubuh pasien misalnya tekanan darah
yang naik/ turun, nadi biasanya cepat, pernafasan meningkat, dan
suhu tubuh turun.
2) Kepala
a) Pemeriksaan bentuk kepala, kebersihan kepala, terdapat ada atau
tidaknya cloasma gravidarum, dan atau benjolan.
b) Pemeriksaan leher ditemukan ada/tidaknya pembesaran kelenjar
tioroid.
c) Pemeriksaan mata ditemukan/tidaknya pembengkakan pada kelopak
mata, konjungtiva anemis/tidak, dan biasanya selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kuning.
d) Kaji simetris/tidaknya bentuk telinga, kaji kebersihan telinga,
ada/tidaknya cairan yang keluar dari telinga.
e) Pemeriksaan hidung adakah polip dan pernapasan cuping hidung.
3) Jantung
Murmur jantung sistolik (90% pd wanita hamil) 1/6 atau 2/6 adalah
ringan. Bila murmur sistolik 2/6< harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan.
4) Dada
Biasanya pada ibu hamil terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae, papila mamae, dan normalnya tidak ada
massa saat payudara diraba.
5) Abdomen
a) Pemeriksaan meliputi denyut jantung bayi (minggu ke-10), tinggi
fundus (ukuran uterus), bagian presentasi janin (minggu ke-28),
dan bentuk serta ukuran perut. Evaluasi adakah nyeri tekan, massa,
hernia, pembesaran hati dan kelenjar getah bening.
b) Pemeriksaan Leopold Leopold I
Pemeriksaan menghadap kearah muka ibu hamil
Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam uterus
Konsistensi uterus
c) Leopold II
Menentukan batas samping rahim kanan-kiri
Menentukan letak punggung janin
Pada letak lintang bawah tentukan dimana kepala janin
d) Leopold III
Menentukan bagian terbawah janin
Apakah bagian terbawah tersebut sudah masuk atau goyang
e) Leopold IV
Pemeriksaan menghadap ke arah kaki ibu hamil
Bisa juga menentukan bagian terbawah janin dan berapa jauh
sudah masuk pintu atas panggul
6) Genitalia
a) Mengkaji ada/tidaknya kelainan pada genetalia dan
pengeluarannya. Misalnya, pengeluaran darah campur lendir,
adakah pengeluaran air ketuban, adakah pengeluaran mekomium
yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan
adanya kelainan letak anak.
b) Pengkajian genitalia eksterna: bentuk, ukuran dan ada/tidaknya
lesi, etitema, perubahan warna, ekskoriasi, memar, dan bau.
c) Pengkajian vagina dan serviks: ada/tidaknya rabas vagina,
servisitis mukopurulen, lesi, nyeri dan perdarahan.
d) Pengkajian uterus: dilakukan dengan pemeriksaan bimanual untuk
mengetahui panjang uterus, evaluasi adneksa serta panjang dan
dilatasi serviks. Jika panjang serviks 1cm atau kurang atau serviks
berdilatasi sebelum minggu ke-8 /setelahnya (>2cm) terdapat
resiko PTL.
7) Anus
Pemeriksaan untuk melihat ada/tidaknya oedema dan nyeri. Periksa
juga bagian rectum untuk mengetahui ada/tidaknya haemoroid.
8) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia, penyakit jantung atau
ginjal.
j. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
1) Aktifitas
Berisi pengkajian terhadap aktivitas klien apakah terbatas pada aktifitas
ringan, apakah klien mudah merasa lelah, adakah keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri. Biasanya kemampuan mobilisasi
klien dibatasi, karena klien dengan KPD di anjurkan untuk bedrest total.
2) Istirahat dan tidur
Pada pasien KPD biasanya akan terganggu istirahatnya karena rasa mulas
serta nyeri pada daerah pinggang yang kadang kadang hilang timbul,
dan karena air ketuban yang keluar menimbulkan rasa tidak nyaman,
bokong basah sehingga pola tidur klien menjadi terganggu. Kaji apakah
tidur klien mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum).
3) Integritas ego
Pengkajian mengenai ada/tidaknya kegelisahan maupun kecemasan klien
saat akan mengahadapi persalinan.
4) Eliminasi
Kaji adakah diuresis, inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran
urin). Adakah kesulitan BAK dan pengosongan kandung kemih yang
tidak tuntas. Kaji ada/tidaknya rasa seperti terbakar bila BAB hal tersebut
merupakan tanda infeksi saluran kemih. Biasanya ada perasaan susah
kencing yang ditimbulkan karena terjadinya oedema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Nutrisi dan cairan
Pengkajian mengenai kebutuhan nutrisi klien apakah sudah terpenuhi
atau belum, biasanya klien mengalami penurunan nafsu makan, frekuensi
minum klien juga mengalami penurunan. Klien mengalami pengeluaran
air ketuban yang banyak.
6) Nyeri dan kenyamanan
Biasanya ada gangguan ketidaknyamanan dan nyeri pada daerah
pinggang karena kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya
kurang dari 10 menit selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
Kaji skala nyeri klien, durasi dan awitan nyeri yang dialami klien.
7) Personal Hygiene
Kaji pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan
kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah.
8) Keamanan
Mengkaji adakah riwayat alergi yang dimiliki klien.
9) Interaksi Sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan
dukungan, penyakit lama, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian
hubungan dengan orang lain.
10) Seksualitas
Biasanya terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena keterbatasan
gerak ibu hamil, menurunan libido.
11) Penyuluhan
Mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi dirinya, hal yang perlu
dilakukan dan kondisi-kondisi yang memungkinkan untuk dicegah.
k. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Periksa jumlah cairan ketuban, biasanya air ketuban tampak hanya sedikit,
namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
2) Tes Lakmus (tes Nitrazin)
Kertas lakmus merah yang berubah menjadi biru menunjukkan adanya air
ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5.
3) Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin tidak normal : < 10.3 g/dl

2. ANALISA DATA
Data Etiologi Diagnosa
DS
Klien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir.
Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas
dengan baik.

DO
Keadaan umum klien lemah.
Terlihat adanya pengeluaran darah yang
bercampur lendir pada genetalia.
Adanya kemerahan dan edema pada anus.
Suhu tubuh turun.
TD: 130/100 mmHg
Nadi: 100 kali
RR: 25 x/menit
PH: 7-7,5

Ketuban pecah dini

Resiko tinggi terhadap
infeksi
DS
Mengeluh keluar cairan dari jalan lahir.
Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas
dengan baik.
Klien tampak gelisah dan cemas menghadapi
Perubahan dalam status
kesehatan
Ansietas
persalinan.
Klien mengatakan pola tidur terganggu.

DO
TD: 130/100 mmHg
Nadi: 100 kali
RR: 25 x/menit
PH: 7-7,5
DS
Klien mengatakan nyeri pada bagian perut
Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
Klien mengatakan nyeri pada bagian pinggang.
Klien mengatakan nyeri hilang timbul.

DO
Keadaan umum klien lemah.
Ekspresi wajah klien tampak meringis.
Klien tampak menangis.
Klien menunjukkan skala nyeri 4.
Frekuensi kontraksi 3X/10 menit.
Durasi kontraksi 30 detik dalam 30-60 menit
Kontraksi uterus Nyeri
DS
Klien tampak gelisah dan cemas.
Klien tampak bingung
DO

Kurang pajanan Defisit Pengetahuan

Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
(ketuban pecah dini)
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan kontraksi dan pembukaan serviks
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
d. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
3. INTERVENSI
No Tanggal Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 10
September
2014
Resiko infeksi
berhubungan
dengan pertahanan
tubuh primer yang
tidak adekuat
(ketuban pecah
dini)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam, resiko
terjadinya infeksi berkurang.
Kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas
normal
d. Menunjukkan perilaku hidup
sehat

a. Berikan terapi antibiotik bila perlu
b. Monitor TTV
c. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
d. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
e. Hitung granulosit, WBC
f. Lakukan inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
g. Intruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
h. Ajarkan cara menghindari infeksi

2 10
September
2014
Nyeri Akut
berhubungan
dengan
peningkatan
kontraksi dan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam nyeri
klien dapat berkurang dengan kriteria
hasil :
a. Level nyeri menurun jadi skala
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
(PQRST)
b. Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
pembukaan serviks. 3
b. Klien mampu mengontrol nyeri
(tahu cara)
c. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
mengetahui pengalaman nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu, pencahayaan, kebisingan.
e. Ajarkan tentang teknik non farmakologi (teknik
nafas dalam)
f. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
g. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil

3 10
September
2014
Ansietas
berhubungan
dengan perubahan
dalam status
kesehatan

Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan klien merasa nyaman
dengan kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala
cemas
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas
c. Vital sign dalam batas normal
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
c. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
d. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
e. Dorong keluarga untuk menemani anak
f. Dengarkan dengan penuh perhatian
g. Identifikasi tingkat kecemasan
h. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
i. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,















d. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
ketakutan, persepsi
j. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
k. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
4 10
September
2014
Defisit
pengetahuan
berhubungan
dengan
keterbatasan
kognitif
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
pengetahuan klien dapat bertambah
dengan kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang kondisi
penyakit, dan program
pengobatan.
b. Pasien dan keluarga mampu
lmelaksanakan prosedur dan
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
yang dijelaskan perawat atau
tim kesehatan lain

a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
klien
b. Jelaskan patofisiologi dari KPD
c. Gambarkan tanda dan gejala yang muncul
d. Identifikasi kemungkinan penyebab
e. Diskusikan perubahan gaya hidup ang mungkin
diperlukan mencegah komplikasi dimasa yang
akan dating
f. Instruksikan klien mengenai tanda dan gejala
mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara
yang tepat
4. IMPLEMENTASI
No.
Dx
Implementasi Respon Ttd
1 a. Memberikan terapi antibiotik bila perlu

b. Memonitor TTV





c. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan


d. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

e. Menghitung granulosit, WBC

f. Melakukan Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemeraha, panas, drainase
a. S: klien mengatakan merasa nyaman
O: -
b. S: -
O:
TD : 130/100 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 25 x/menit
Suhu : 36
o
C
c. S: klien mengatakan suka dengan makanan yang
diberikan
O: makanan klien habis
d. S: klien mengatakan tidak nyeri pada area infeksi
O: klien tidak terlihat merintih
e. S: -
O: WBC: 10.500 mm
3

f. S: klien mengatakan kulitnya terasa lembut
O: integritas kulit bagus,

g. Mengintruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep

h. Mengajarkan cara menghindari infeksi

g. S: klien mengatakan sudah meminum antibiotik
sesuai resep
O: -
h. S: klien mengatakan paham dengan penjelasan dari
perawat
O: klien mengangguk saat diberikan penjelasan
2 a. melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
(PQRST)
b. mengobservasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
c. menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
d. mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu, pencahayaan, kebisingan.
e. mengajarkan tentang teknik non farmakologi (teknik
nafas dalam)
f. Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

g. Mengkolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil

a. S : klien mengatakan nyeri di daerah perut
O: -
b. S : -
O: wajah klien tampak mengeryit
c. S : klien mengatakan nyeriyang dialaminya
O: -
d. S : -
O: klien tampak nyaman
e. S : -
O: klien tampak melakukan tekhnik napas dalam
f. S : klien mengatakan nyeri berkurang
O: -
g. S : klien mengerti
O : -

3 a. Menggunakan pendekatan yang menenangkan



b. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur



c. Memahami prespektif pasien terhadap situasi stress

d. Menemani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi rasa takut
e. Mendengarkan dengan penuh perhatian

f. Mengidentifikasi tingkat kecemasan

g. Membantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan



a. S : klien mengatakan bahwa klien senang
diperhatikan
O : klien terlihat mau membuka masalah pada
dirinya
b. S : klien mengatakan mengerti tentang prosedurnya
dan mengungkapkana apa yang dirasakan
O : klien terlihat mengangguk-angguk dan terlihat
lebih lega setelah mengungkapkan apa yang
dirasakan
c. S : klien mengatakan khawatir terhadap janinnya
O : klien terlihat khawatir dan gelisah
d. S : klien mengatakan bersedia untuk ditemani
O : klien terlihat lebih nyaman dan tenang
e. S : klien terlihat menceritakan kecemasannya
O : klien terlihat lebih lega setelah menceritakannya
f. S : klien mengatakan bahwa klien sedang cemas
O : klien terlihat gelisah dan cemas
g. S : klien mengatakan situasi-situasi yang
menimbulkan kecemasan
O : klien terlihat mengetahui tentang situasi yang
menimbulkan kecemasan

h. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan


i. Menginstruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi


j. Memberikan obat untuk mengurangi kecemasan
h. S : klien mengungkapkan perasaannya
O : klien terlihat terbuka dalam mengungkapkan
perasaannya
i. S : klien mengatakan dapat menggunakan teknik
relaksasi sewaktu cemas
O : klien melakukan teknik relaksasi yang telah
diajarkan
j. S : klien mengatakan sudah meminum obat
O : klien terlihat sudah meminum obat
4 a. Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
klien
b. Menjelaskan patofisiologi dari KPD

c. Mengambarkan tanda dan gejala yang muncul


d. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab

e. Mendiskusikan perubahan gaya hidup ang mungkin
diperlukan mencegah komplikasi dimasa yang akan
dating
a. S : klien mengatakan mengerti
O : -
b. S : klien mengatakan mengerti
O : -
c. S : -
O : klien menunjukkan dan memberi tahu nyeri yang
dialami
d. S :
O:
e. S : Klien mengatakan mengerti
O: -












f. Menginstruksikan klien mengenai tanda dan gejala
mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat
f. S : klien mengatakan mengerti
O : -

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagus Gde Manuaba, Ida. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta. EGC.
2. Geri Morgan & Carole Hamilton. 2009. Obstetri dan ginekologi Panduan praktis.
Jakarta. EGC.
3. Graber, Mark A, dkk. 2006. Buku saku Dokter Keluarga University OfLowa, Edisi 3.
Jakarta. EGC.
4. Green, Carol J. 2012. Maternal Newborn NURSING CARE PLANS. United States of
America : Jones & Bartlett Learning, LLC.
5. Ida Ayu Chandranita dan Manuaba, SpOG, dkk.2009. Buku Ajar Patologi Obstetri.
Jakarta. EGC.
6. Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams Panduan Ringkas Ed. 21. Jakarta : EGC
7. Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika.
8. Manuaba, Candranita Manuaba, Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta : EGC.
9. Morgan, Geri dan Carole Hamilton. 2009. Obstetri Dan Ginekologi Panduan Praktis.
Jakarta : EGC.
10. Suhartono, Agus.2002.Perbandingan kadar CRP serum ibu pada kehamilan aterm
ketuban pecah dini dan normal. Universitas Diponegoro.
11. Varney, Helen. Dkk. 2004. VARNEYS MIDWIFERY : FOURTH EDITION. United
States of America : Jones and Bartlett Publishers, Inc.

Anda mungkin juga menyukai