DI PUSKESMAS MPUNDA
DISUSUN OLEH
1. NURWAHIDAH
2. ST. MARIAM
3. FITRIANI HANDAYANI
4. NURWALIDAH
5. UMRAH
6. VIVI
7. ESA FIBRIANINGSIH
8. MARJA
9. NUNUNG FITRIANINGSIH
10. ISTI IRAWAN
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Tahap persalinan
Menurut Oxom dan Forte (2010), dalam proses persalinan, ibu
akan melewati empat tahap. Mulai dari kontraksi dan leher rahim yang
terbuka bertahap, hingga proses pengeluaran plasenta atau ari-ari setelah
bayi keluar. Ada baiknya para calon ibu mengetahui proses atau tahapan
persalinan seperti apa, sehingga para calon ibu dapat mempersiapkan
segala halnya guna menghadapi proses persalinan ini.
Proses persalinan terbagi dalam 4 tahap yaitu:
1. Tahap pertama ( kala 1) kala 1 adalah tahap terlama, berlangsung
12-14 jam untuk kehamilan pertama dan 6-10 jam untuk kehamilan
berikutnya. Pada tahap ini mulut rahim menjadi tipis dan terbuka
karena adanya kontraksi rahim secara berkala untuk mendorong
bayi ke jalan lahir. Pada setiap kontraksi rahim, bayi akan semakin
terdorong kebawah sehingga menyebabkan pembukaan jalan lahir.
Kala I persalinan ini disebut lengkap ketika pembukaan jalan lahir
menjadi 10 cm, yang berarti pembukaan sempurna dan bayi siap
keluar dari rahim.
Masa transisi ini menjadi masa paling sulit baik bagi ibu. Menjelang
berakhirnya kala I, pembukaan jalan lahir sudah hampir sempurna.
Kontraksi akan semakin sering dan semakin kuat.
2. Tahap kedua (Kala II )
Pada kala pengeluaran janin, rasa mules terkoordinir, kuat, cepat
dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali.kepala janin turun masuk
ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar
panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Ibu
akan merasa seperti mau buang air besar dengan tanda anus
terbuka. Pada waktu mengedan, kepala janin mulai kelihatan,
vulva (bagian luar vagina) dan perinium (daerah antara anus-
vagina) meregang. Dengan mengedan terpimpin, akan lahirlah
jkepala diikuti oleh seluruh badan janin. Ibu akan merasakan
tekanan yang kuat di daerah perinium. Daerah perinium bersifat
elastis, tapi bila dokter/ bidan memperkirakan perlu dilakukan
pengguntingan di daerah perinium (episiotomi). Maka tindakan ini
akan dilakukan dengan tujuan untuk mencegah perobekan paksa
daerah perinium akibat tekanan bayi.
3. Tahap ketiga (kala III)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya selaput ketuban. Pada kala III persalinan,
otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya
ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah bayinnya lahir.
Penyusutan ukuran rongga perut uterus ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat implementasi plasenta, maka plasenta
aan menekuk, menebal, kemudian dilepaskan dari dinding uterus.
Setelah lepas plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau
bagian atas vagina.
Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdarahan post
partum adalah ketika plasenta lahir dan segera setelah lahir.
Kontraksi pada otot uterus merupakan mekanisme fisiologi yang
menghentikan perdarahan. Manajemen aktif pada kala III
persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah
dan mengurangi perdarahan post partum. Adapun langkah,
manajemen aktif kala III diantaranya pemberian suntikan oksitosin,
melakukan penegangan tali pusat terkendali, rangsangan tektil
(pemijatan) fundus uteri (massase).
4. Tahap ke empat ( kala IV)
Kala IV dimulai dari pengeluaran plasenta dan berakhir 2
jam setelah itu kala IV disebut juga dengan masa post partum.
Merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu,
terutama kematian disebabkan perdarahan selama kala IV, petugas
aharus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah
kelahiran plasenta dan setiap 30 menit pada jam ke 2 setelah
persalinan.
3. Ketuban pecah dini
a. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum melahirkan/
sebelum inpartu pada pembukaan < 4 cm (fase laten) hal ini dapat terjadi
pada kehamilan manapun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
merupakan komplikasi yang terjadi pada kehamilan yang kurang bulan
dan mempunyai kontribusi pada kematian yang besar pada angka
kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada
kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya prematuritas dan respiration distres
syndrome (RDS) (Nugroho, 2010)
b. Etiologi
Menurut Nugroho 2010, penyebab ketuban pecah dini masih belum
diketahui secara pasti, babarapa lapaoran menyebutkan laporan yang
berhubungan dengan KPD, namun faktor mana yang lebih sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah:
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD.
2. Serviks yang inkompensial, kanalis servikalis yang selalu terbuka
oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan,
curatage).
3. Tekanan intra uteri yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma hidropmnion,
gemelli
4. Trauma yang didapat misalnya berhubungan seksual, pemeriksaan
dalam maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD
biasanya disertai infeksi.
5. Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi PAP yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membra bagian bawah.
Menurut Nugroho (2010) beberapa resiko dari ketuban pecah dini
adalah:
1. Inkompetensi serviks(leher rahim)
2. Polihidromnion (cairan ketuban berlebihan)
3. Riwayat KPD sebelumnya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (< 25 mm)
pada usia kehamilan 23 minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti
bakterialvaginosis
c. Tanda dan gejala
Menurut mochtar (2003), tanda dan gegala ketuban pecah dini adalah
sebagai berikut:
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina.
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti
bau amonio, mungkincairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan
bergaris warna darah
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering
karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang
sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal”
atau “mengumbat” kebocoran untuk sementara
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, janin bertambah cepat mmerupakan
tanda-tanda infeksi yang terjadi.
d. Diagnosa
Menegakan diagnosa ketuban pecah dini secara tepat sangat penting.
Karena diagnosa yang positif berarti melakukan intervensi seperti
melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio sesaria yang
sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaiknya diagnosa yang negatif
berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang
akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu
diperlukan diagnosa yang cepat tepat (Manuaba, 2008)
Diagnosa ketuban pecah dini di tegakan dengan cara melakukan
pemeriksaan dalam \, pemeriksaan dengan spekulum, inspeksi dan
anamnesa (Nugroho2010). Diagnosa potensial pada kasus ketuban
pecah dini yaitu dapat mengakibatkan pengeluaran cairan dalam
jumlah besar dan terus menerus (varnei, 2009)
e. Pemeriksaan penunjang
Menurut sarifudin (2006), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada kasus ketuban pecah dini adalah laboratorium
1.) Pemeriksaan laboratorium
a.) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksan warna,
konsentrasi, bau dan pH-nya
b.) Cairan yang keluar dari vagina ini adalah kemungkinan
air ketuban, urin atau sekret vagina
c.)Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5,dengan kertas Nitrazin
tidak berubah warna,tetap kuning.
d.) test Lakmus( test Nitrazin),jika kertas lakmus merah