Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KPD DI RUANG


VK KABER RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Oleh:

Karolina Korindo, S.Kep


NIM 222311101137

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2023
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketuban pecah merupakan salah satu kelainan atau masalah yang terjadi
pada masa kehamilan. Ketuban pecah merupakan pecahnya selaput ketuban
sebelum waktunya. Ketuban pecah menempatkan ibu dan anak dalam resiko
infeksi dan risiko untuk mengalami kelahiran prematur.
Angka kejadian ketuban pecah kira-kira 3-18% pada kehamilan preterm
dan sekitar 8-10% terjadi pada kehamilan aterm, dimana 30-40% kehamilan
preterm terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah yang ada di Indonesia. Kejadian
ketuban pecah di Indonesia kurang lebih 4,5 – 7,6% dari seluruh kehamilan yang
terjadi, sedangkan di India sekitar 6 – 12%. Hal ini karena masalah ketuban pecah
dini masih menjadi masalah yang belum terpecahkan di negara bekembang.
Ketuban pecah sebelum waktunya akan memudahkan terjadinya infeksi
karena salah satu fungsi ketuban adalah melindungi janin dari dunia luar dan
cavum uteri sehingga mengurangi infeksi pada janin dan ibu hamil. Semakin lama
terjadinya laten, maka semakin bertambah resiko infeksi cavum uteri yang dapat
menyebabkan kesakitan bahkan kematian pada ibu hamil dan janinnya.
Faktor penyebab terjadinya ketuban pecah masih belum ditentukan secara
pasti. Namun menurut penelitian beberapa faktor seperti usia, faktor ekonomi,
jumlah paritas, anemia, riwayat merokok, riwayat ketuban pecah pada kehamilan
sebelumnya, Serviks yang Inkompetensik, tekanan intra uterin (Morgan, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ketuban Pecah?
2. Apa saja faktor resiko dari Ketuban Pecah?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari Ketuban Pecah?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mengangkat
diagnosa?
5. Bagaimana pengobatan farmakologi dan non farmakologi dari Ketuban
Pecah?
6. Bagaimana asuhan keperawatan ibu hamil dengan Ketuban Pecah?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui dan menjelaskan pengertian dari Ketuban Pecah
2. Dapat menjabarkan dan menjelaskan penyebab dari terjadinya Ketuban
Pecah
3. Dapat mengetahui dan menganalisis tanda dan gejala Ketuban Pecah
4. Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan untuk
mengangkat diagnosa keperawatan.
5. Dapat menjelaskan dan memahami pengobatan baik farmakologi dan non
farmakologi untuk Ketuban Pecah
6. Dapat membuat asuhan keperawatan ibu hamil dengan Ketuban Pecah
secara komprehensif.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Ketuban Pecah

Gambar 1. Ketuban Pecah Dini


Sumber: bidankita.com

Ketuban merupakan suatu membran yang membungkus fetus, termasuk


golongan membran ekstra-embrional, strukturnya tipis akan tetapi cukup kuat
untuk melapisi korion dan berisi embrio yang nantinya akan tumbuh menjadi
fetus, dengan cairan amnion di sekitarnya.

Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membranes (PROM)


merupakan pecahnya ketuban sebelum persalinan dimulai (Arma, dkk 2015).
Dikatakan ketuban pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung
dan ditandai dengan keluarnya cairan melalui selaput ketuban yang mengalami
robekan berupa air-air dari vagina. Cairan muncul setelah usia kehamilan
mencapai 28 minggu atau satu jam sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda


persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban
pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang
dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009). Dari beberapa definisi KPD
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa KPD merupakan pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan.
Menurut POGI tahun (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok,
yaitu:

a. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm merupakan pecahnya ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada
usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm yaitu
pecahnya ketuban pada umur kehamilan antara 24 sampai kurang dari 34
minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan anatara 34 sampai
kurang dari 37 minggu minggu.
b. KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm merupakan pecahnya ketuban sebelum
waktunya yag dibuktikan dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern
(+), IGFBP-1 (+ ) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.

2.2 Faktor dan Resiko Ketuban Pecah


Penyebab terjadinya KPD masih belum ditemukan secara pasti. Dalam
kebanyakan kasus, berbagai faktor risiko saling berinteraksi sebagai penyebab
KPD, mesikupun secara garis besar KPD dapat terjadi karena lemahnya selaput
ketuban, di mana terjadi abnormalitas berupa berkurangnya ketebalan kolagenatau
terdapatnya enzim kolagenase dan protease yang menyebabkan depolimerisasi
kolagen sehingga elastisitas dari kolagen berkurang. Kejadian Pecah Dini (KPD)
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (Morgan,2009):
a. Usia
Menurut Sudarto (2016) karakteristik usia pada ibu hamil sangat
berpengaruh pada kesiapan ibu selama kehamilan dan dalam mengahdapi
persalinan. Usia yang optimal untuk reproduksi bagi seorang wanita yaitu
antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan berisiko
pada kehamilan dan persalinannya. Semakin tinggi usia seseorang maka
akan mempengaruhi sistem reproduksinya dikarenakan kemampuannya
dan keelastisan organ-organ reproduksinya sudah mulai berkuarng didalam
menerima kehamilan.
b. Sosial Ekonomi
Menurut BPS (2005), pendapatan biasanya berupa uang yang dapat
mempengaruhi kehidupan seseorang dan menentukan kualitas dan
kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Keluarga dengan sosial ekonomi
yang tinggi maka dapat menunjang terlaksananya status kesehatan yang
baik. Sedangkan, bagi keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah
merupakan suatu rintangan yang bisa menyebabkan seseorang tidak
mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan.
c. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu mulai dari anak
pertama sampai dengan anak yang terakhir. Paritas dibedakan menjadi 3
bagian ,yaitu:
1) Primipara
Primipara merupakan seorang wanita yang baru pertama kali
melahirkan dimana janin mencapai usia kehamilan 28 minggu atau
lebih.
2) Multipara
Multipara merupakan seorang wanita yang sudah mengalalmi
kehamilan dengan usia kehamilan 28 minggu dan sudah melahirkan
buah kehamilan 2 kali atau lebih.
3) Grande multipara
Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami
hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah
melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007).

Seorang ibu yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami
KPD terhadap kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang dekat diyakini
lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008).
Pada Kehamilan multipara atau grademultipara dapat mempengaruhi proses
embriogenesis, selaput ketuban lebih tipis sehingga mudah pecah sebelum
waktunya.
Jadi, semakin banyak paritas, semakin mudah terinfeksi amnion karena x
struktur serviks telah rusak pada persalinan sebelumnya. Umumnya KPD sering
terjadi pada multipara dikarenakan penurunan fungsi reproduksi, berkurangnya
jaringan ikat, vaskularisasi dan servik yang sudah membuka satu cm akibat
persalinan yang lalu (Nugroho,2010).
d. Anemia
Anemia yang terjadi pada saat kehamilan merupakan anemia yang
disebabkan karena kekurangan zat besi. Pada kehamilan relatif terjadi
anemia dikarenakan darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau
pengencangan dengan penigkatan volume 30% sampai 40% yang
puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Ciri-ciri ibu hamil yang
mengalami anemia biasanya lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-
kunang. Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga.Dampak dari anemia
terhadap janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin,
prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah nfeksi,
sedangkan pada ibu saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus,
persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah
dini (Manuaba, 2009).
e. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau berada dilingkungan dengan intensitas rokok
tinggi dapat mempengaruhi kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih
dari 2.500 zat kimia yaitu karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida
hidrogen, dan lain-lain. Merokok di masa kehamilan bisa menyebabkan
gangguan yaitu seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko
lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).
f. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian
ketuban pecah dini mempunyai pengaruh besar terhadap ibu apabila
menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya mempunyai
risiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis singkat
dari terjadinya KPD adalah akibat penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga dapat memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah preterm. Ibu yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
menjelang persalinan maka di kehamilan berikutnya akan lebih beresiko
besar dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya
dikarenakan komposisi membran yang semakin menurun di kehamilan
berikutnya.
g. Serviks yang Inkompetensik
Inkompetensia serviks merupakan suatu istilah dalam menyebut kelainan
pada otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lentur dan lemah,
sehingga bisa sedikit membuka saat ditengah-tengah kehamilan
dkarenakan tidak mampu menahan desakan dari janin yang semakin besar.
Inkompetensia serviks merupakan serviks dengan kelainan anatomi yang
disebabkan laserasi pada sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
kelainan kongenital pada serviks yang memicu terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa disertai perasaan nyeri dan mules di masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan,
robekan selaput janin dan keluarnya hasil konsepsi.
h. Tekanan Intra Uterin
Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan bisa menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini, seperti :
1) Trauma :
Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis.
2) Gemelli :
Kehamilan kembar dalam suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli dapat terjadi distensi uterus yang berlehihan,
sehingga dapat menimbulkan ketegangan rahim yang berlebihan. Hal
ini terjadi dikarenakan jumlahnya berlebih, isi rahim lebih besar
sedangkan selaput ketuban relative kecil dan dibagian bawah tidak ada
yang menahan sehingga dapat mengakibatkan selaput ketuban tipis
dan mudah pecah (Novihandari,2016).

2.3 Tanda dan Gejala Ketuban Pecah


Menurut Sunarti (2017), tanda yang terjadi yaitu keluarnya cairan ketuban
yang merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak berbau
seperti amoniak, berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering
dikarenakan uterus terus diproduksi sampai kelahiran mendatang. Akan tetapi,
jika duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya dapat
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran sementara. Selain itu, demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang biasanya terjadi. Ketuban pecah ditandai
dengan adanya air yang mengalir dari vagina yang sudah tidak bisa dibendung
lagi. Cara membedakan antara air ketuban dengan air seni yaitu diketahui dari
bentuk dan warnanya. Air seni biasanya berwarna kekuning-kuningan dan bening,
sedangkan air ketuban keruh dan bercampur dengan lanugo atau rambut halus dari
janin dan mengandung fernik kaseosa atau lemak pada kulit janin. Apabila
kebocoran kulit ketuban tidak disadari oleh ibu maka sedikit demi sedikit air
ketuban akan habis dan dapat menimbulkan rasa sakit apabila janin bergerak
dikarenakan janin berhubungan langsung dengan uterus (Kasdu, 2005).

2.4 Pemeriksaan penunjang Ketuban Pecah


Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendeteksi Ketuban pecah
dini (KPD), yaitu:
a. Tes lakmus atau nitrazin test

Gambar 2. Tes lakmus


Sumber: dokumen.tips
Tes lakmus (Nitrazine Test) adalah suatu tes untuk mengetahui pH
cairan, di mana cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan
lebih basa daripada cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. Apabila kertas
lakmus merah berubah menjadi warna biru maka menunjukan adanya air
ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5.
b. Pemerikasaan Ultrasonografi (USG)
Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009), tujuan dari
pemeriksaan ini yaitu untuk melihat banyaknya cairan ketuban yang
terdapat didalam kavum uteri. Umumnya pada kasus KPD jumlah cairan
ketuban yang terlihat sedikit, akan tetapi sering terjadi kesalahan pada
penderita oligohidramnion. Meskipun pendekatan untuk mendiagnosis
KPD cukup banyak cara dan macamnya, akan tetapi biasanya KPD sudah
dapat terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan yang sederhana.
c. PROM-ROM AmniSure tes
PROM-ROM AmniSure tes ditemukan pada tahun 2008 di Amerika
Serikat dan luar negeri yang telah disetujui di Amerika Serikat oleh Food
and Drug Administration (FDA). Tes ini mengidentifikasi jumlah jejak
PAMG-1, 34-kDa plasenta glikoprotein yang terdapat dalam cairan
ketuban (2000-25,000 ng / mL), akan tetapi didalam darah ibu
konsentrasinya lebih sedikit yaitu (5-25 ng / mL). Protein dalam
konsentrasi yang lebih rendah terdapat di cervicovaginal sekresi dalam
KPD adalah (0,05-0,2 ng / mL) ,54-56 ini 1000 - 10.000 kali lipat
perbedaan konsentrasi antara air ketuban dan sekresi cervicovaginal
membuat PAMG-1 dapat digunakan untuk mendeteksi adanya KPD.
Minimum ambang deteksi AmniSure immunoassay adalah 5 mg / mL,
yang harus cukup sensitif untuk mendeteksi KPD dengan akurasi sekitar
99% (Caughey, Julian, Robinson, dan Errol (2008))

2.5 Pengobatan Farmakologi atau Non farmakologi Ketuban Pecah


Prinsip utama dari penatalaksanaan KPD yaitu untuk mencegah mortilitas
dan morbiditas perinatal terhadap ibu maupun bayi yang dapat meningkat
karena infeksi atau akibat kelahiran preterm kurang dari 37 minggu.
Kebanyakan 90% pasien akan mengalami persalinan spontan dalam waktu 24
jam jika mengalami KPD aterm. Pengelolaan pasien tergantung dari
keinginan mereka sendiri namun risiko ibu tentang infeksi intrauterine harus
diingat. Risiko infeksi intrauterine akan meningkat dengan adanya durasi
KPD yang lama (Sulistyowati, 2013). Selain itu usia gestasi dari ibu juga
perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan proses kematangan organ janin, dan
bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun
tokolisis (POGI, 2014). Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan,
terdapat sekitar 50% dari perempuan dengan KPD, akan melahirkan pada 7
hari pertama, kebanyakan dari mereka pada 48 jam terakhir (APEC, 2015).
Penggunaan antibiotic pada kasus KPD memiliki dua fungsi ,yaitu dapat
mencegah terjadinya disabilitas neurologik dan pernapasan dan dapat
memperpanjang periode laten (Kenyonet al, 2013).Terdapat dua macam
penatalaksanaan pada KPD, yaitu:
1. Penatalaksanaan aktif
Merupakan manajemen yang melibatkan klinis untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan. Pada kehamilan lebih dari atau sama dengan 37
minggu, lebih baik diinduksi lebih awal (terminasi). Namun, jika pasien
memilih manajemen ekspetatif, harus didiskusikan terlebih dahulu dengan
pasien ataupun keluarga pasien. Berdasarkan penelitian, lebih memilih
menggunakan prostaglandin daripada oksitosin dikarenakan prostaglandin
dapat meningkatkan risiko chorioamnionitis dan infeksi neonatal lebih
tinggi daripada induksi persalinan dengan oksitosin. Penggunaan
kortikosteroid juga telah diuji dapat menurunkan risiko respiratory distress
syndrome, perdarahan intraventrikkular, enterokolitis nekrotikan, dan juga
dapat menurunkan angka kematian neonatus (Departement of
Health,Government of Western Australia, 2015).
Gambar 3. Penatalaksanaan aktif
Sumber: POGI, 2014

2. Penatalaksanaan ekspetatif
Merupakan penanganan dengan pendekatan tanpa melakukan intervensi

3. Penatalaksanaan ketuban pecah dengan kondisi tertentu


a) Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau
preterm dengan atau tanpa komplikasi harus segera dirujuk ke rumah
sakit. Jika janin hidup serta terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk
dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya dan jika
memungkinkan dapat dilakukan posisi sujud. Dorong kepala janin
keatas dengan 2 jari supaya tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali
pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Apabila
terdapat demam atau dikhawatirkan terjadinya infeksi saat rujukan
atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, maka bisa diberikan antibiotik
penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan ampisislin 1 g peroral.
b) Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif, yaitu tirah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3
x 30 mg. Berikan antibiotik selama 5 hari dan glukokortikosteroid,
seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari. Pada kehamilan 33-35
minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam kemudian induksi
persalinan. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan terdapat his
maka pimpin meneran dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi
persalinan. jika ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan
kurang dari 5 cm atau ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan
kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013). Sedangkan untuk penanganan aktif
yaitu untuk kehamilan lebih dari 37 minggu induksi dengan oksitosin,
apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan misoprostol
25μg –50μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Khafidoh,2014).

2.6 Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan ketuban pecah dini meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
Pengkajian keperawatan yang dilakukan meliputi identitas, riwayat
kesehatan, pola fungsi kesehatan (11 pola Gordon), dan pemeriksaan fisik
(head to toe). Diagnosa keperawatan diangkat berdasarkan hasil dari
pemeriksaan keperawatan yang telah dilakukan. Diagnosa keperawatan yang
sudah ditetapkan, selanjutnya dilakukan intervensi, dimana dalam intervensi
ini, perawatan menentukan rencana tindakan-tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien dengan ketuban pevah dini. Selanjutnya, terdapat
implementasi dimana implementasi ini dilakukan kepada pasien serta
mengetahui respon dari pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Setelah semua dilakukan, terakhir dilakukan evaluasi, dimana evaluasi ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan pada pasien apakah
sudah tercapai atau ada beberapa yang belum tercapai dalam skala yang
sudah direncanakan. Apabila tindakan sudah tercapai, makan tindakan
dihentikan, sedangkan apabila belum tercapai, tindakan akan dilakukan
kembali sehingga skala yang ditentuka tercapai.
ASUHAN KEPERAWATAN

2.6.1 Pengkajian Data Klien

a. Identitas
Nama : Ny. D. B. No. RM : 367079
Umur : 28 tahun Pekerjaan : Guru honorer
Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Menikah
Agama : Kristen protestan Tanggal MRS : 25 Mei 2019
Pendidikan : S1 Tanggal Pengkajian : 27 Mei 2019
Alamat : Soe (Timor Tengah Sumber Informasi : Klien dan suami
Selatan)

b. Diagnosa Medik
G1P0A0 dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)
c. Keluhan Utama
Pasien mengalami keluar cairan dari jalan lahir jernih dan tidak berbau
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan mengalami keluar cairan dari jalan lahir jernih dan tidak
berbau sejak pada tanggal 23 Mei 2019 sejak jam 14.00 WIT dan pasien
meras cemas.
1. P (paliatif atau profokatif) : Pasien sering membawa motor sendiri selama
beaktivitas
2. Q (quality) : meraskan merembes seperti buang air kecil
3. R (regional) : cairan keluar melalui jalan lahir
4. S (scale) : skala 4
5. T (time) : berlangsung selama 1 menit dengan interval hilang muncul 1
menit
e. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dan belum pernah mengalami operasi.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sejenis sebelumnya.
g. Riwayat Menstruasi
Pasien mengatakan haid pertama umur 15 tahun dengan siklus haid 27-28
hari, lama 4-5 hari, 2-3 kali mengganti pembalut/hari, teratur, darah yang
keluar encer, dan pasien mengatakan tidak ada nyeri saat haid.
h. Riwayat Perkawinan
Status perkawinan belum sah, menikah pertama pada usia 27 tahun, dengan
calon suami umur 34 tahun, sudah berjalan 2 tahun.
i. Riwayat Kehamilan
Pasien mengatakan HPHT tanggal 28 Oktober 2018 ; TP: 4 Juli 2019, umur
kehamilan: 29-30 minggu; pada trimester I - II tidak ada keluhan, trimester III
mengalami keluar cairan melalui jalan lahir sejak tangga 23 mei 2019,
pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali di bidan secara teratur; trimester I : 2
kali, trimester II: 1 kali, trimester III: 1 kali. Pasien pernah mendapat
penyuluhan tentang gizi ibu hamil dan pernah mendapat imunisasi TT
sebanyak 2 kali saat usia kehamilan 4 dan 5 bulan.
j. Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Pasien mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun
k. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaan : compos mentis
c. Tanda-tanda vital (TTV):
- TD : 100/70 mmHg
- Suhu : 36,7°C,
- Nadi : 88 kali/ menit
- RR : 14 kali/ menit
d. TB : 158 cm
e. BB : sebelum hamil: 48 kg, sekarang: 52 kg
f. LILA : 24 cm
l. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
- Bentuk : oval, tidak ada benjolan dan pembengkakan
- Rambut : hitam panjang, lurus, tidak mudah dicabut, tidak ada
ketombe
- Wajah : tidak pucat, tidak oedema, tidak ada cloasma
gravidarum
b. Mata
Tidak ada oedema, conjungtiva merah muda, sklera putih
c. Hidung
Bersih, tidak ada pembesaran polip
d. Telinga
Bersih, tidak ada serumen
e. Mulut/gigi/gusi
Bersih tidak ada stomatitis, tidak ada gusi berdarah, tidak ada caries
f. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, tidak ada tumor, tidak ada
embesaran kelenjar limfe
g. Dada
Normal, simetris
Paru :
I : bentuk dada simetris antara kanan dan kiri
P : integritas kulit baik, tidak ada massa/ tanda-tanda peradangan,
ekspansi simetris, fremitus vocal teraba
P : suara perkusi paru sonor
A : suara napas vesikuler, ronchi -/-
Jantung :
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba di ICS 5
P : suara perkusi jantung redup
A : S1 dan S2 tunggal
h. Mammae
Pembesaran normal, tidak ada tumor, simetris kanan dan kiri, areola
mengalami hiperpigmentasi, puting susu menonjol, kolostrum belum
keluar
i. Axilla
Tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri
j. Abdomen
1) Inspeksi
a. Pembesaran perut : sesuai dengan tuanya kehamilan
b. Bentuk perut : memanjang
c. Linea alba/nigra : ada linea nigra
d. Strie albican/livide : tidak ada
e. Kelainan : tidak ada
f. Pergerakan janin : ada
2) Palpasi
Pergerakan janin dalam 24 jam baik
a. Leopold I : TFU 2 jari di atas pusat, teraba bulat, lunak, tidak
melenting (bokong)
b. Leopold II : Teraba memanjang dan keras, kanan: teraba bagian
bagian kecil janin (ekstremitas)
c. Leopold III : Teraba bulat, keras, melenting (kepala)
d. Leopold IV : Bagian terendah janin belum masuk panggul
(konvergen)
3) Auskultasi DJJ
a. Punctum maximum : kuadran kiri bawah pusat
b. Frekuensi : 150 kali/ menit
c. Teratur/ tidak : teratur
k. Urogenital
Pasien memiliki fungsi berkemih yang baik
l. Ekstremitas
Atas : simetris kanan kiri, tidak ada deformitas, jari lengkap, tidak odem
Bawah : simetris kanan kiri, tidak ada deformitas, jari lengkap, ada odem
m. Kulit dan kuku
Akral hangat, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, tidak sianosis, tidak
clubbing finger, kulit terasa hangat ketika di pegang.
n. Anogenital
Vulva vagina tidak ada varices, tidak ada luka, tidak ada kemerahan, tidak
ada nyeri, pengeluaran pervaginan: cairan ketuban merembes, warna
jernih, bau amis khas air ketuban.
o. Perineum
Tidak ada bekas luka
p. Anus
Tidak ada haemorhoid
q. Inspekulo
Tidak dilakukan inspekulo pada vagina dan portio
m. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan mandi 2 kali sehari, gosok gigi tiap kali mandi,
keramas 3 kali seminggu dan ganti pakaian 2 kali sehari. Memasuki
persalinan, pasien mengatakan selama memasuki persalinan, ibu belum
mandi dan terakhir mandi tanggal 24 Mei 2019 pukul 16.00 WIT
2. Pola nutrisi/ metabolisme
Pasien mengalami perubahan pada pola makannya
3. Diet pattern (intake makanan dan cairan)
Pola Makan Sebelum Sakit Sesudah Sakit
Frekuensi Pasien makan 3 kali Pasien makan 1 kali
sehari sehari
Jumlah Porsi 1 porsi Sesuai porsi yang
disediakan rumah sakit
Jenis Makanan Nasi putih, sayur, Nasi putih, sayur, lauk
lauk tempe dan telur tempe bacem dan
pepes ikan
Kemandirian Mandiri Mandiri
(mandiri/ dibantu)
Lainnya - -
Sebelum sakit pasien minum 7-8 kali sehari. Saat sakit pasien minum 2
gelas sehari berupa teh hangat dan air putih.
4. Pola eliminasi
BAK Sebelum Sakit Sesudah Sakit
Frekuensi 5-6 kali 3 kali
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Kemandirian Mandiri Mandiri
(mandiri/ dibantu)
Lainnya - -

BAB Sebelum Sakit Sesudah Sakit


Frekuensi 1 kali 1 kali
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Kemandirian Mandiri Mandiri
(mandiri/ dibantu)
Lainnya - -

5. Pola aktivitas dan latihan


AKTIVITAS HARIAN
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makanan/ minuman √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ ROM √
0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3:
dibantu alat, 4: mandiri

6. Pola istirahat dan tidur


Istirahat dan Tidur Sebelum Sakit Sesudah Sakit
Durasi Pasien tidur 7-10 jam Istirahat apabila tidak
dalam sehari. ada kecang-kencang
pada perut
Gangguan Tidur - -
Lainnya - -

7. Pola kognitif dan presepsi sensori


Pasien merasakan nyeri pada perut akibat kontraksi uterus
8. Pola konsep diri
Pasien mengalami kecemasan terhadap kedaan hamilnya dan mengalami
perubahan konsep diri terhadap body image dan ideal diri
9. Pola hubungan dan peran
Pasien merupakan seorang istri serta memiliki hubungan baik dengan
suami dan keluarganya
10. Pola seksualitas & reproduksi
Pasien mengalami perubahan dalam hubungan seksual atau atau fungsi
dari seksual karena pasien sedang mengandung
11. Pola manajemen koping-stress
Pasien merasa cemas dengan proses persalinan ini karena air ketubannya
sudah merembes keluar.
12. Pola sistem nilai & keyakinan
Kehamilan ini direncanakan dengan harapan jenis kelamin laki-laki atau
perempuan sama saja asal sehat dan selamat. Pasien mengatakan suami
dan seluruh anggota keluarga sangat mendukung.

Analisa Data

Hari / Masalah Paraf


No. Data Etiologi
Tanggal Keperawatan Perawat
1. 27 Mei DS : ketuban pecah Ansietas Ns. Y
2019 a. Pasien dini
mengatakan
takut dengan air ketuban
keadaan banyak keluar
yang
dialaminya distoksia
karena baru (partus kering)
hamil
pertama kecemasan ibu
terhadap diri
DO : dan janinnya
a. Pasien hamil
pertama Ansietas
b. G1P0A0
c. Pasien
tampak
cemas
dengan
sering
menanyakan
keadaan
kehamilanny
a dan
janinnya
2. 27 Mei DS: Kontraksi Hambatan rasa Ns. Y
2019 a. Pasien uterus nyaman
mengatakan
bahwa ia Nyeri pada
merasakan perut
nyeri pada
perut akibat susah untuk
kontraksi beristirahat
uterus
b. Pasien hambatan
mengatakan rasa nyaman
dapat
beristirahat
jika tidak
terjadi
kontraksi
pada
perutnya
c. Pasien
mengatakan
tidak dapat
melakukan
aktivitas
apapun
karena
memasuki
persalinan

DO:
a. TD: 100/70
mmHg
b. Suhu: 36,7°C
c. Nadi: 88
kali/ menit
d. RR: 14 kali/
menit
3. 27 Mei DS : ketuban pecah Risiko infeksi Ns. Y
2019 a. Pasein dini
mengatakan
bahwa cairan
kehamilanny merembes
a merupakan seperti air
kehamilan kencing dari
pertama dan vagina
belum
pernah terdapat warna
keguguran kemerahan di
b. Pasien sekitar vagina
mengatakan
bahwa resiko infeksi
terakhir kali
menstrusi
pada 28
Oktober
2018
c. Pasien
mengatakan
mengeluarka
n cairan dari
jalan lahir
berwarna
jernih, tidak
berbau sejak
tanggal 23
Mei 2019
jam 14.00
WIT
d. Pasien
mengatakan
bahwa ia
merasakan
ada
rembesan
cairan seperti
air kencing

DO :
a. TD: 100/70
mmHg
b. Suhu: 36,7°C
c. Nadi: 88
kali/ menit
d. RR: 14 kali/
menit
e. Inspeksi:
cairan
ketuban
merembes,
warna jernih,
tidak berbau,
tanda infeksi
seperti merah

2.6.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan respon manusia terhadap ganguan
kesehatan/proses kehidupan, kerentanan terhadap respon dari individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas yang masuk dalam penilaian klimis. Diagnosa
keperawatan yang dapat diangkat atau diambil pada pasien ibu hamil dengan
ketuban pecah dini antara lain:
1. Ansietas b.d stressor d.d pasien sering menanyakan keadaan
kehamilannya dan janinnya (00146) Domain 9
2. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus d.d pasien merasakan nyeri
pada perut akibat kontraksi uterus, tidak dapat beristirahat, dan tidak dapat
melakukan aktivitas (00214) Domain 12
3. Risiko infeksi b.d ketuban pecah dini d.d cairan ketuban merembes dan
terdapat warna kemerahan seperti infeksi (00004) Domain 11
2.6.3 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
NO. NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Domain 9. 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Pengurangan Kecemasan (5820)
Koping/toleransi 2x24 jam diharapkan ansietas mengenai kontrol a. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat
stress kecemasan diri (1402) dapat ditingkatkan kecemasan
dengan kriteria hasil: Rasional: Supaya pasien mendapat tindakan
Kelas 2. Respons
a. Memantau penyebab kecemasan untuk mengurangi kecemasannya
koping
dipertahankan pada skala 2 (jarang apabila terjadi perubahan tingkat
00146. Ansietas dilakukan) ditingkatkan ke skala 4 (sering kecemasan
dilakukan) b. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk
Batasan
b. Mencari informasi untuk mengurangi meningkatkan kepercayaan
karakteristik:
kecemasan dipertahankan pada skala 2 Rasional: Supaya pasien mendapat rasa aman
a. Penurunan (jarang dilakukan) ditingkatkan ke skala 4 antara ia dengan klien sehingga
produktivitas (sering dilakukan) meningkatkan kepercayaan antara
b. Gelisah c. Menggunakan teknik relaksasi untuk kedua belah pihak
c. Sangat khawatir mengurangi kecemasan dipertahankan pada c. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
d. Wajah tegang skala 2 (jarang dilakukan) ditingkatkan ke perawatan, dan prognosis
e. Nyeri abdomen skala 4 (sering dilakukan) Rasional: Supaya pasien memahami dan
d. Mengendalikan respon kecemasan mengerti terkait diagnosis,
dipertahankan pada skala 2 (jarang perawatan, dan prognosis yang
dilakukan) ditingkatkan ke skala 4 (sering diberikan
dilakukan) d. Dorong keluarga untuk mendampingi klien
dengan cara yang tepat
Rasional: Supaya pasien mendapatkan
motivasi dan dukungan dari
keluarga
2. Domain 12. 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Manajemen Nyeri (1400)
Kenyamanan 2x24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman a. Observasi adanya petunjuk nonverbal
mengenai tingkat nyeri (2102) dapat mengenai ketidaknyamanan terutama pada
Kelas 1.
ditingkatkan dengan kriteria hasil: mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara
Kenyamanan fisik
a. Nyeri yang dilaporkan dipertahankan pada efektif
00214. Gangguan skala 2 (cukup berat) ditingkatkan ke skala Rasional : Supaya pasien saat merasakan
rasa nyaman 5 (tidak ada) ketidaknyamanan dapat segera
b. Ekspresi nyeri wajah dipertahankan pada diketahui oleh perawat
Batasan
skala 2 (cukup berat) ditingkatkan ke skala b. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
karakteristik:
4 (ringan) meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
a. Mengeluh tidak c. Tidak bisa beristirahat dipertahankan pada frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyaman skala 2 (cukup berat) ditingkatkan ke skala nyeri dan faktor pencetus
b. Gelisah 5 (tidak ada) Rasional : Supaya pasien dapat mendapatkan
c. Mengeluh sulit d. Ketegangan otot dipertahankan pada skala 2 tindakan keperawatan sesuai
tidur (cukup berat) ditingkatkan ke skala 4 dengan hasil pengkajian nyeri yang
(ringan) sudah dilakukan
Kondisi terkait:
c. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
a. Kehamilan penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
Rasional : Supaya pasien mengetahui dan
memahami tentang nyeri yang
dialami
d. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat, dan
tim kesehatan
Rasional : Supaya pasien mendapatkan
dukungan dan perawatan yang baik
3. Domain 11. 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kontrol Infeksi (6540)
Keamanan/perlindun 2x24 jam diharapkan risiko infeksi mengenai a. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
gan kontrol resiko (2102) dapat ditigkatkan dengan digunakan untuk setiap pasien
kriteria hasil: Rasional : Supaya pasien tetap dalam keadaan
Kelas 1. Infeksi
a. Mencari informasi tentang risiko kesehatan yang terjaga kebersihannya terutama
00004. Risiko dipertahankan pada skala 3 (kadang-kadang lingkungannya
infeksi menunjukkan) ditingkatkan ke skala 4 b. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang
(sering menunjukkan) bersifat universal
Batasan
b. Mengidentifikasi faktor risiko Rasional : Supaya pasien mendapat tindakan
karakteristik:
dipertahankan pada skala 3 (kadang-kadang pencegahan dengan baik sehingga
a. Pecah ketuban menunjukkan) ditingkatkan ke skala 4 mengurangi terjadinya resiko
dini (sering menunjukkan) infeksi
c. Mengenali faktor individu risiko c. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dipertahankan pada skala 3 (kadang-kadang dan gejala infeksi dan kapan harus
menunjukkan) ditingkatkan ke skala 4 melaporkannya kepada penyedia perawatan
(sering menunjukkan) kesehatan
d. Memonitor perubahan status kesehatan Rasional : Supaya pasien dan keluarga
dipertahankan pada skala 3 (kadang-kadang mengetahui dan memahami apa
menunjukkan) ditingkatkan ke skala 4 saja tanda, gejala, dan kapan
(sering menunjukkan) harus melaporkannya
d. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
pada saat memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien
Rasional : Supaya pasien tetap terjaga
kesehatannya dan mengurangi resiko infeksi

2.6.4 Implementasi Keperawatan


NO Dx HARI/TGL/ PARAF &
NO IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF
KEP JAM NAMA
1. 00146 Senin/27 1. Mengidentifikasi pada saat terjadi 1. Pasien sudah merasakan cemasnya Ns. Y
Mei 2019/ perubahan tingkat kecemasan mulai berkurang
12.30 WIT 2. Menciptakan atmosfer rasa aman untuk 2. Pasien merasa aman serta
meningkatkan kepercayaan kepercayaannya terhadap perawat
3. Memberikan informasi faktual terkait meningkatn
diagnosis, perawatan, dan prognosis 3. Pasien memahami mengenai
4. Mendorong keluarga untuk mendampingi infromasi faktual yang dijelaskan oleh
klien dengan cara yang tepat perawat
4. Keluarga pasien bersedia untuk
mendampingi klien
2. 00214 Senin/27 1. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal 1. Pasien dapat menunjuukan ekspresi Ns. Y
Mei 2019/ mengenai ketidaknyamanan terutama pada wajah terhadap nyeri yang dirasakan
13.30 WIT mereka yang tidak dapat berkomunikasi 2. Pasien bersedia untuk dilakukan
secara efektif pengkajian nyeri
2. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif 3. Pasien memahami tentang nyeri yang
yang meliputi lokasi, karakteristik, dirasakan dan antisipasi dari
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas ketidaknyamanan akibat prosedur
atau beratnya nyeri dan faktor pencetus 4. Pasien, orang terekat, dan tim
3. Memberikan informasi mengenai nyeri, kesehatan bersedia melakukan
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri kolaborasi dengan baik
akan dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
4. Mengkolaborasikan dengan pasien, orang
terdekat, dan tim kesehatan
3 00004 Senin/27 1. Membersihkan lingkungan dengan baik 1. Pasien merasa nyaman karena Ns. Y
Mei 2019/ setelah digunakan untuk setiap pasien linkungannya yang bersih
14.30 WIT 2. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan 2. Pasien mampu melakukan tindakan-
yang bersifat universal tindakan pencegahan terjadinya resiko
3. Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai infeksi
tanda dan gejala infeksi dan kapan harus 3. Pasien dan keluarga mengerti dan
melaporkannya kepada penyedia perawatan paham mengenai tanda, gejala, dan
kesehatan kapan harus melaporkan apabila
4. Menganjurkan pengunjung untuk mencuci terdapat infeksi
tangan pada saat memasuki dan 4. Pengunjung telah melakukan cuci
meninggalkan ruangan pasien tangan saat memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien untuk
menjaga kebersihan
2.6.5 Evaluasi

No Tanggal/ Evaluasi Sumatif Paraf


Jam dan
Nama
1. Rabu, 29 S: Data Subyektif: Ns. A
Mei 2019 1. Pasien mengatakan tidak takut dan cemas
menghadapi keadaan yang dialaminya
sekarang dan merasa anaknya aman
O: Data Objektif:
1. Pasien hamil pertama
2. G1P0A0
3. Pasien tampak tenang dan tidak menanyakan
keadaanya
A:
Indikator Skor yang Skor Saat
Ingin Dicapai Ini
(yang
tercapai)
Ansietas
1. Memantau 1. Skala 4 1. Skala 4
penyebab (sering (sering
kecemasan dilakukan) dilakukan)
dipertahankan 2. Skala 4 2. Skala 4
pada skala 2 (sering (sering
(jarang dilakukan dilakukan)
dilakukan) 3. Skala 4 3. Skala 4
ditingkatkan ke (sering (sering
skala 4 (sering dilakukan) dilakukan)
dilakukan) 4. Skala 4 4. Skala 4
2. Mencari (sering (sering
informasi untuk dilakukan) dilakukan)
mengurangi
kecemasan
dipertahankan
pada skala 2
(jarang
dilakukan)
ditingkatkan ke
skala 4 (sering
dilakukan)
3. Menggunakan
teknik relaksasi
untuk
mengurangi
kecemasan
dipertahankan
pada skala 2
(jarang
dilakukan)
ditingkatkan ke
skala 4 (sering
dilakukan)
4. Mengendalikan
respon
kecemasan
dipertahankan
pada skala 2
(jarang
dilakukan)
ditingkatkan ke
skala 4 (sering
dilakukan)
P: Kesimpulan
A P
1. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
2. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
3. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
4. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
2. Rabu, 29 S:Data Subyektif: Ns. A
Mei 2019 1. Pasien mengatakan nyeri yang dialami sudah
berkurang
2. Pasien sudah mulai merasa nyaman dan dapat
beristirahat
O:Data Objektif:
1. Wajah pasien terlihat cukup tenang
A:
Indikator Skor yang Skor Saat
Ingin Dicapai Ini
(yang
tercapai)
Gangguan Rasa Nyaman
1. Nyeri yang 1. Skala 5 1. Skala 4
dilaporkan (tidak ada) (ringan)
dipertahankan 2. Skala 4 2. Skala 4
pada skala 2 (ringan) (ringan)
(cukup berat) 3. Skala 5 3. Skala 5
ditingkatkan ke (tidak ada) (tidak
skala 5 (tidak 4. Skala 4 ada)
ada) (ringan) 4. Skala 4
2. Ekspresi nyeri (ringan)
wajah
dipertahankan
pada skala 2
(cukup berat)
ditingkatkan ke
skala 4 (ringan)
3. Tidak bisa
beristirahat
dipertahankan
pada skala 2
(cukup berat)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak
ada)
4. Ketegangan otot
dipertahankan
pada skala 2
(cukup berat)
ditingkatkan ke
skala 4 (ringan)
P: Kesimpulan
A P
1. Masalah belum Lanjutkan perencanaan
teratasi (No. 1) agar dapat
dipertahankan pada skala
5
2. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
3. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
4. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
3. Rabu, 29 S: Data Subyektif: Ns. Y
Mei 2019 1. Pasien mengatakan masih cairan dari jalan lahir
yang berwarna jernih, tidak berbau
2. Leher bertambah besar
O: Data Objektif:
1. Terdapat tanda infeksi berwarna merah,
bengkak, dan panas pada vagina
2. Tampak keluar cairan pervaginam dan tidak
berbau
A:
Indikator Skor yang Skor Saat
Ingin Dicapai Ini
(yang
tercapai)
Resiko Infeksi
1. Mencari 1. Skala 4 1. Skala 4
informasi (sering (sering
tentang risiko menunjuk menunjuk
kesehatan kan) kan)
dipertahankan 2. Skala 4 2. Skala 3
pada skala 3 (sering (kadang-
(kadang-kadang menunjuk kadang
menunjukkan) kan) menunjuk
ditingkatkan ke kan)
skala 4 (sering 3. Skala 4 3. Skala 4
menunjukkan) (sering (sering
2. Mengidentifikasi menunjuk menunjuk
faktor risiko kan) kan)
dipertahankan 4. Skala 4 4. Skala 3
pada skala 3 (sering (kadang-
(kadang-kadang menunjuk kadang
menunjukkan) kan) menunjuk
ditingkatkan ke kan)
skala 4 (sering
menunjukkan)
3. Mengenali faktor
individu risiko
dipertahankan
pada skala 3
(kadang-kadang
menunjukkan)
ditingkatkan ke
skala 4 (sering
menunjukkan)
4. Memonitor
perubahan status
kesehatan
dipertahankan
pada skala 3
(kadang-kadang
menunjukkan)
ditingkatkan ke
skala 4 (sering
menunjukkan)
P: Kesimpulan
A P
1. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
2. Masalah belum Lanjutkan perencanaan
teratasi (No. 2) agar dapat
dipertahankan pada skala
4
3. Masalah telah Hentikan perencanaan
teratasi
4. Masalah belum Lanjutkan perencanaan
teratasi (No. 4) agar dapat
dipertahankan pada skala
4
BAB 3. PATHWAY

Ketegangan uterus

Kontraksi uterus

Nyeri pada perut Susah untuk beristirahat

Serviks tidak bisa menahan


tekanan uterus Hambatan rasa nyaman

Ketuban pecah dini

Air ketuban keluar banyak Terdapat warna kemerahan


melalui vagina di sekitar vagina

Distoksia (partus kering)


Resiko infeksi
Kecemasan ibu terhadap
diri dan janinnya

Ansietas
Bab 4. Analisis Jurnal

4.1 Jurnal International

Judul jurnal Mid-trimester preterm premature rupture of membranes


(PPROM): etiology, diagnosis, classification, international
recommendations of treatment options and outcome.
Penulis Michael Tchirikov, Natalia Schlabritz-Loutsevitch,
James Maher, Jorg Buchmann, Yuri Naberezhnev,
Andreas S. Winarno dan Gregor Seliger
Nama jurnal/ Journal Perinat Medical
Volume/ Volume : 5
Nomor/ Tahun No : 46
Hal : 465-488
Tahun : 2018
Latar Belakang Preterm premature rupture of membranes (PPROM) atau
yang biasa disebut dengan ketuban pecah adalah pecahnya
selaput janin sebelum 28 minggu kehamilan. Menurut
WHO hal tersebut adalah masalah kesehatan global.
Terdapat angka kematian pada bayi yang lahir prematur
sebelum usia 1 bulan. Sekitar 40% bayi prematur mampu
bertahan hidup hingga usia lima tahun dengan perawatan
yang intensif. Bayi premature yang dapat bertahan hidup
hingga usia anak-anak memiliki risiko cacat dalam
perkembangan mental dan fisik nya seperti mengalami
Displasia Bronkopulmonalis (BPD), gangguan visual,
pendengaran, dan penyakit cardiovaskular.
Tujuan Mengetahui terkait etiologi PPROM, metode diagnostik,
mekanisme penyakit, pengobatan PPROM pada ibu dan
neonatal.
Analisis Melakukan statistik dan study literature terbaru terkait
statistik PPROM. Penelitian ini dilakukan oleh Michael Tchirikov
dan peneliti lainnya dari berbagai Universitas di Jerman,
dan USA. Menggunakan kata kunci : Amnioinfusi,
antibiotik, biomarker, infeksi intra-amnion, kebocoran
yang tinggi, kehamilan, pra-PPROM, , Tes carmine
indigo, steroid.
Hasil Penelitian dari beberapa literature di dapatkan hasil yaitu :
1. Anatomi amnion yang tidak memiliki pembuluh
darah atau saraf dan terdiri dari 5 lapisan. Lapisan
dari yang terdalam atau yang paling dekat dengan
janin adalah (1) lapisan epitel yang terdiri dari
glikoprotein laminin dan fibrinektin, (2) membran
basal terbentuk dari kolagen, (3) lapisan stratum
kompaktum,
(4) lapisan fibroblast terdiri dari sel mesenchymal
dan makrofag, (5) lapisan intermediate atau zona
spongiosa yang bersentuhan dengan korion.
2. Tempat paling umum terjadinya pecah ketuban
adalah di area supra serviks (membran yang melapisi
ostium di daerah leher rahim). PPROM ditandai
dengan pembengkakan dan gangguan jaringan pada
lapisan amnion. Enzim yang berpengaruh pada
pecah nya ketuban adalah tingginya konsentrasi
MMP-9 dan MMP-1.
3. Bakteri atau virus dapat menjadi faktor terjadinya
peradangan pada amnion, seperti Prevotella spp dan
Peptoniphilus spp. Semakin dini usia kehamilan
yang mengalami PPROM, maka semakin tinggi
kemungkinan mikroba yang menyebabkan
peradangan pada amnion terjadi.
4. Pemeriksaan untuk diagnosa PPROM yaitu:
a) Pemeriksaan spekulum steril untuk
mendiagnosa secara akurat
b) Nitrazine tes, menggunakan kapas steril untuk
mengumpulkan cairan dari fornix posterior dan
ditempelkan pada kertas nitrazine. Apabila
kertas berwarna biru maka cairan tersebut
adalah cairan ketuban dan menunjukkan pH
amnion basa.
c) Tes Ferning atau pooling, cairan fornix
posterior ditempatkan pada kaca preparat dan
dibiarkan kering. Cairan amnion akan
membentuk pola kristalisasi (bentuk pakis) pada
mikroskop
d) Pemeriksaan USG dilakukan untuk melihan
jumlah cairan amnion.
5. Pengobatan PPROM :
a) Antibiotik harus diberikan pada perempuan
dengan kehamilan < 33 minggu untuk
mempertahankan kehamilan dan mengurangi
angka kesakitan pada ibu dan bayi. Plasenta
menjadi pelindung janin dari beberapa zat asing,
seperti antibiotik.
b) Antibiotik dan probiotik : Kombinasi
cefriatoxone, klaritromisin dan metronidazol
dapat mengurangi funisitis dan memperbaiki
neonatal pada pasien dengan PPROM.
Kesimpulan Pada kasus PPROM terdiagnosis pada usia kehamilan 14-
26 minggu. Hanya 23% bayi lahir hidup dan angka
kematian secara keseluruhan adalah 95%. Bayi yang dapat
bertahan hidup memiliki risiko penurunan dalam
perkembangan mental dan fisiknya seperti Displasia
Bronkopulmonalis (BPD).
4.2 Analisis Jurnal Nasional

Judul Studi Dekskriptif Penyebab Kejadian Ketuban Pecah Dini


(KPD) Pada Ibu Bersalin
Penulis Budi Rahayu
Ayu Novita Sari
Nama Nama jurnal: Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia
jurnal/ Vol: 5
Volume/ Nomor: 2
Nomor/ Tahun: 2017, 134-138
Tahun
Latar Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
Belakang waktunya. Penyebab terjadinya ketuban pecah dini
dihubungkan dengan selaput ketubahn yang tipis, umur ibu
hamil, letak janin di dalam kandungan, multipara, infeksi, dan
memiliki riwayat ketuban pecah sebelumnya.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab
terjadinya ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD
Yogyakarta.
Analisa Desain penelitian ini menggunakan metode deksriptif
Data kuantitatif dengan menggunakan pendekatan retrospektif.
Banyak responden dalam penelitian ini adalah 427 ibu hamil
dengan mengalami ketuban pecah dini.
Hasil Hasil dalam penelitian ini, yaitu:
a. Jumlah paritas
Jumlah paritas ibu hamil dapat mempengaruhi terjadinya
ketuban pecah dini karena teralalu sering hamil akan
mempengaruhi embriogenesis, kemudian selaput ketuban
akan menipis sehingga mudah pecah sebelum waktunya
Hasil dan banyaknya jumlah paritas beresiko terjadinyainfeksi
amnion yang diakibatkan karena rusaknya struktur servik
pada persalinan sebelumnya.
b. Umur ibu hamil
Usia resiko terjadinya ketuban pecah dini yakni pada
usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 30 tahun
c. Usia kehamilan
Usia kandungan atau kehamilan lebih dari 37 minggu
berpotensi mengalami ketuban pecah dini karena saat
akan persalinan terjadi peningkatan matrix
metalloproteinase dan pada usia kehamilan yang sudah
tua akan mudah terjadi KPD karena ada pembesaran
uterus, kontraksi dan gerakan janin. Selain itu kehamilan
pada trimester 3 mengakibatkan pembukaan serviks dan
peregangan selaput ketuban sehingga ketuban mudah
pecah.
d. Pembesaran uterus
Pembesaran uterus akan meningkatkan risiko terjadinya
KPD karena rahim mulai membesar dan selaput ketuban
semakin tipis sehingga ketuban mudah pecah.
e. Kelainan letak janin
Kelainan letak janin dapat mengakibatkan KPD karena
terdapat penegangan pada otot rahim. Letak janin yang
sungsang dimana letak bokong menempati servik uteri
dan kepala janin mendesak fundus yang akan menekan
diafragma dan akan menyebabkan sesak pada ibu hamil.
Kesimpulan Dari penelitian diatas dpat ditarik kesimpulan yakni penyebab
terjadinya ketuban pecah dini antara lain jumlah paritas, usia
ibu jamil, umur kandungan, letak janin dan pembesaran
uterus. Dari penyebab –penyebab diatas diharapkan keluarga
terutama suami mampu menjaga dan memeperhatikan kondisi
ibu mendekati proses kelahiran.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membranes (PROM)
merupakan pecahnya ketuban sebelum persalinan dimulai (Arma, dkk 2015).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Faktor penyebab
terjadinya ketuban pecah masih belum ditentukan secara pasti. Namun menurut
penelitian beberapa faktor seperti usia, faktor ekonomi, jumlah paritas, anemia,
riwayat merokok, riwayat ketuban pecah pada kehamilan sebelumnya, Serviks
yang Inkompetensik, tekanan intra uterin ( Morgan, 2009).
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang biasanya terjadi. Ketuban
pecah ditandai dengan adanya air yang mengalir dari vagina yang sudah tidak bisa
dibendung lagi.

5.2 Saran
Setelah mengetahui dan mempelajari informasi mengenai ketuban pecah
pada ibu hamil, kita sebagai calon perawat diharapkan mampu memberikan
asuhan keperawatan dengan tepat dan sesuai dengan standart operasional.
Informasi yang sudah kita ketahui dapat membantu klien atau ibu hamil sehingga
dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan mengenai ketuban pecah yang
di alami.
DAFTAR PUSTAKA

Alim,s dan Yeni,A,S. 2016. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah
Dini Pada Ibu Hamil Trimester Iii Di Rumah Sakit Bantuan Lawan. Jurnal
Hesti Wira Sakti. 4(1).
Ani, Yohana. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny. D. B. Dengan Ketuban Pecah
Dini (KPD) Di Ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr. W. Z. Yohannes
Kupang. Studi Kasus. Kupang: Program Studi Diploma III Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.
Demiarti,M. 2017.Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2016 [naskah publikasi]. Yogyakarta:
Universita ‘aisyiyah.
Legawanti dan Riyanti. 2018. Determinan Kejadian Ketuban Pecah Dini (kpd) di
Ruang Cempaka RSUD Doris Sylvanus Palangkaraya. Palangkaraya:
jurnal surya medika vol 3 no .
Mukhlifa dan Ratna. 2016. Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan preterm. Jurnal
Medula Unila. 5 (1).
Prahardani, R, F dan Lutfi, A, S. 2019. Karakteristik Ibu Hamil Dengan Ketuban
Pecah Dini di RSU Assalam, Gemolong,Sragen. Jurnal Biometrika dan
Kependudukan. 8 (1).
Putri, D,S. 2018. Faktor –Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketuban Pecah Dini
Di Kutai Kartanegara Tahun 2017. Skripsi. Kalimantan Timur: Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Rahayu, B dan A. N . Sari. 2017. Studi Dekskriptif Penyebab Kejadian Ketuban
Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin. Jurnal Ners Dan Kebidnan
Indonesia. 5 (2) : 134-138.

Anda mungkin juga menyukai