COVER
oleh:
Ach. Firdausi Wahyu Dewangga, S.Kep
NIM 212311101130
Menyetujui,
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik
Menegetahui,
Kepala Ruang Seruni RSD dr.
Soebandi Kabupaten Jember
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan “Septik Arthritis Genu“ sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Laporan pendahuluan yang penulis buat berdasarkan
evidence based yang valid dan dikumpulkan dalam berbagai metode. Pembuatan
laporan pendahuluan ini sebagai dokumentasi dan evaluasi pembelajaran di Stase
Bedah Program Studi Pendidikan Profesi Ners. Didalam pengerjaan laporan
pendahuluan ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam
banyak hal. Oleh sebab itu, penulis sampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Murtaqib, S.Kp., M.Kep. selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah sekaligus Dosen Pembimbing Akademik di
Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Kab. Jember.
2. Ns. Sulis Setyowati, S.Kep. selaku Pembimbing Klinik sekaligus Kepala
Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Kab. Jember.
Penulis berharap semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis
yakin masih banyak kekurangan dalam laporan pendahuluan ini. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan pendahuluan ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang..................................................................................................1
1. 2 Rumusan Masalah ............................................................................................2
1. 3 Tujuan ...............................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum ...........................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus ..........................................................................................2
iv
1
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Artritis septik adalah peradangan sendi sekunder akibat etiologi infeksi,
biasanya bakteri, tetapi kadang-kadang jamur, mikobakteri, virus, atau patogen lain
yang tidak umum. Artritis septik biasanya monoartikular yang melibatkan satu
sendi besar seperti pinggul atau lutut; namun, artritis septik poliartikular yang
melibatkan sendi multipel atau lebih kecil juga dapat terjadi. Meskipun jarang,
septic arthritis adalah keadaan darurat ortopedi yang dapat menyebabkan kerusakan
sendi yang signifikan yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
(Momodu & Savaliya, 2022).
Insiden septic arthritis bervariasi antara 4-29 kasus per 100.000 orang per
tahun; meningkat pada rheumatoid arthritis menjadi 28-38 kasus per 100.000 per
tahun, pada prostesis sendi sebesar 40-68 kasus/100.000/tahun. Puncak insidens
pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia
lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun). Pada usia di atas 64 tahun
dikaitkan dengan penyakit komorbid dan meningkatnya penggunaan sendi protesis
(Adjie, 2018). Hamijoyo dkk menyebutkan dalam bukunya bahwa prevalensi
masalah arthritis septik ini adalah sekitar 30-70 kasus/100.000 orang pada populasi
umum. Kasus ini lebih banyak terjadi pada laki-laki karena berkaitan dengan
aktivitas yang menyebabkan trauma minor pada sendi secara repetitif. Masalah ini
paling banyak terjadi pada usia lansia atau anak-anak. Dari segi penyebab masalah
arthritis septik adalah bakteri gram positif (75 %-80 %) dan gram negatif (15%-
20%) dan organisme penyebab paling sering adalah Staphylococcus aureus
(Hamijoyo et al., 2020).
Staphylococcus aureus adalah organisme yang paling umum menginfeksi
pada orang dewasa. Streptococcus pneumonia kurang umum, tetapi masih
merupakan sumber infeksi yang signifikan pada orang dewasa. Organisme jamur
dan mikobakteri hadir secara diam-diam dan mungkin lebih sulit untuk didiagnosis.
Lutut adalah sendi yang paling sering terkena pada orang dewasa diikuti oleh
pinggul (Momodu & Savaliya, 2022).
2
1. 2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah anotomi fisiologi Lutut?
1.2.2 Apakah definisi Arthritis Septik?
1.2.3 Apa penyebab dan faktor risiko Arthritis Septik?
1.2.4 Bagaimanakah patofisiologi Arthritis Septik?
1.2.5 Bagimanakah manifestasi klinis Arthritis Septik?
1.2.6 Apa saja klasifikasi Arthritis Septik?
1.2.7 Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari Arthritis Septik?
1.2.8 Apa sajakah pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa Arthritis Septik?
1.2.9 Bagaimanakah penatalaksanaan Arthritis Septik?
1.2.10 Bagaimanakah pengkajian terfokus yang muncul pada penderita Arthritis
Septik?
1.2.11 Apa Saja diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
Arthritis Septik?
1. 3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Arthritis
Septik.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mampu memahami anotomi fisiologi Lutut
b) Mampu memahami definisi Arthritis Septik
c) Mampu memahami penyebab dan faktor risiko Arthritis Septik
d) Mampu memahami patofisiologi Arthritis Septik
e) Mampu memahami manifestasi klinis Arthritis Septik
f) Mampu memahami klasifikasi Arthritis Septik
g) Mampu memahami komplikasi Arthritis Septik
3
ANTERIOR
Fibula Tibia
Femur
POSTERIOR
Lutut merupakan articulatio composita yaitu sendi yang tersusun lebih dari
dua tulang karena sendi lutut dibentuk oleh empat tulang yaitu tulang tibia, femur,
tulang rawan meniscus, dan patella. Lutut terdiri dari jaringan keras berupa tulang
dan jaringan lunak berupa kartilago, otot dan ligamen. Lutut berfungsi menjaga
stabilitas dan mengontrol saat mengalami tekanan. Lutut distabilkan oleh
5
stabilisator primer dan stabilisator sekunder. Stabilisator primer yaitu ligamen lutut,
sementara otot-otot di sekitar lutut merupakan stabilisator sekunder, namun
keduanya bekerja secara kongruen untuk membantu fungsi lutut (Abulhasan &
Grey, 2017). Bagian-bagian lutut terdiri dari:
a) Tulang
Lutut terdiri dari dua sendi utama: sendi femorotibial yaitu persendian antara
tulang femur dan tibia dan sendi patellofemoral yaitu persendian antara tulang
patella dan femur. Hal tersebut memungkinkan lutut bergerak dalam tiga
bidang yang berbeda (sagital, transversal, dan frontal). Hal tersebut
memungkinkan mengalami enam derajat kebebasan rentang gerak, termasuk
fleksi, ekstensi (bidang sagittal/kanan-kiri), internal rotasi, eksternal rotasi
(bidang transversal/atas-bawah), varus dan tegangan valgus (bidang
frontal/depan-belakang). Posisi lutut antara dua lengan tuas terpanjang dari
tubuh yakni tulang femur dan tulang tibia. Perannya dalam menahan beban
tubuh menjadikan lutut rentan terhadap cedera.
b) Ligamen
Ligamen adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan tulang ke tulang
dan memberikan dukungan pada sendi. Lutut diperkuat oleh dua ligamen
kolateral, satu di sisi medial dan satu lagi di sisi lateral, serta dua ligamen
yang lebih kuat (ligamentum cruciate) yang mencegah anterior yang
berlebihan, perpindahan posterior, varus, dan valgus tulang tibia dengan
tulang femur. Ligamentum patela terletak menempel secara proksimal ke
6
Varus
Valgus
Tranverse Ligament
Gambar 3. Anatomi Ligamen Lutut
MCL memberikan stabilitas pada aspek medial lutut, mencegah tekanan
valgus yang berlebihan selama rotasi eksternal lutut, menjadi kencang selama
ekstensi dan rotasi eksternal, dan longgar selama fleksi dan rotasi internal.
7
LCL berjalan dari tulang femur ke tulang fibula untuk menstabilkan lutut
bagian lateral, mencegah tekanan varus yang berlebihan dan rotasi eksternal
pada semua posisi fleksi lutut. Ligamentum popliteo fibular bertindak sebagai
pengekang statis terhadap rotasi eksternal tulang tibia pada tulang femur dan
untuk translasi tibialis posterior (Syahputra, 2020).
c) Meniscus
Lutut mempunyai dua meniscus fibrokartilaginosa, medial dan lateral,
diposisikan antara medial dan lateral kondilus femoralis dan tibia, yang
mengakomodasi perubahan bentuk permukaan artikular selama beraktifitas.
Meniscus menyesuaikan bentuk permukaan sendi dan juga bertindak sebagai
peredam kejut bagi beban tubuh dan gerakan dinamis. Meniscus lateral jauh
lebih mobile daripada meniscus medial, dan ini tercermin oleh tingkat cedera
yang lebih tinggi pada sisi medial.
PCL
Tranverse
Ligament
ACL
Gambar 4. Anatomi Meniscus
d) Otot
Stabilisator kedua dari sendi lutut adalah semua otot yang mengelilingi lutut
di samping otot pinggul dan otot gastrocnemius. Otot di sekitar sendi lutut
berfungsi untuk menghasilkan gerakan untuk semua 6 derajat kebebasan
lutut, mereka juga berinteraksi dengan sistem neuromuskuler untuk
mengontrol gerakan lutut, dan karenanya memainkan peran penting dalam
propriocepsi lutut. Sebagian besar otot di sekitar lutut yang bertindak
monoarticular terutama memobilisasi dan menstabilkan lutut secara
8
sekunder. Beberapa dari otot-otot ini memiliki aksi tambahan di sendi pinggul
(biarticular) di mana mereka memiliki aksi ganda di kedua lutut dan pinggul.
Aspek anterior lutut sebagian besar terdiri dari otot-otot paha depan, yaitu
rectus femoris (biarticular), vastus lateralis (monoarticular), vastus medialis,
dan vastus intermedius, dan fungsi utama otot-otot ini adalah untuk
memperpanjang sendi lutut.
Otot biceps femoris bertindak sebagai lateral rotator lutut, seperti halnya otot
semimembranosus, sedangkan otot tensor fasciae latae dan iliotibial band
bertindak sebagai stabilisator lateral lutut, dan otot popliteus bertindak untuk
gerakan memutar lutut baik secara lateral dan secara medial.
e) Bursa
Lutut memiliki empat bursa, yang merupakan rongga berisi cairan yang
terletak di situs jaringan yang memfasilitasi pergerakan tendon dan kulit di
atas sendi. Mereka diisi dengan cairan sinovial dan membantu mengurangi
gesekan antara struktur bergerak yang berdekatan, lima di antaranya terletak
di aspek frontal lutut, dengan empat lainnya di sisi lateral dan lima lainnya di
sisi medial sendi lutut.
Infrapatella
Pes Ansereine
Bursa
2.1.2 Definisi
Artritis septik merupakan kondisi inflamasi pada sendi yang disebabkan
karena inokulasi mikroorganisme infeksius pada sendi (Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2020). Artritis septik adalah peradangan sendi sekunder akibat etiologi
infeksi, biasanya bakteri, tetapi kadang-kadang jamur, mikobakteri, virus, atau
patogen lain. Artritis septik biasanya monoartikular yang melibatkan satu sendi
besar seperti pinggul atau lutut; namun, artritis septik poliartikular yang melibatkan
sendi multipel atau lebih kecil juga dapat terjadi. Meskipun jarang, septic arthritis
adalah keadaan darurat ortopedi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi yang
signifikan yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Momodu dan
Savaliya, 2022).
2.1.3 Etiologi
Puncak insidens pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per
100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000
penduduk/tahun). Pada usia di atas 64 tahun dikaitkan dengan penyakit komorbid
dan meningkatnya penggunaan sendi prostetik (Adjie, 2018). Prevalensi masalah
arthritis septik ini adalah sekitar 30-70 kasus/100.000 orang pada populasi umum.
Kasus ini lebih banyak terjadi pada laki-laki karena berkaitan dengan aktivitas yang
menyebabkan trauma minor pada sendi secara repetitif. Masalah ini paling banyak
terjadi pada usia lansia atau anak-anak. Dari segi penyebab masalah arthritis septik
adalah bakteri gram positif (75 %-80 %) dan gram negatif (15%-20%) dan
organisme penyebab paling sering adalah Staphylococcus aureus (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2020).
Staphylococcus aureus adalah organisme yang paling umum menginfeksi
pada orang dewasa. Streptococcus pneumonia kurang umum, tetapi masih
merupakan sumber infeksi yang signifikan pada orang dewasa. Keadaan khusus
lainnya adalah seperti yang telah dijelaskan di atas (Salmonella pada pasien dengan
sel sabit, dan Pseudomonas pada luka trauma/tusukan). Pada pasien muda yang
aktif secara seksual, monoarthritis akut nontraumatic paling sering disebabkan oleh
Neisseria gonorrhea. Pada pasien berisiko tinggi, Neisseria gonorrhea harus
dibiakkan dari tempat lain seperti orofaring, vagina, serviks, uretra atau anus karena
organisme tersebut tumbuh buruk dari cairan sinovial yang dikultur. Organisme
12
jamur dan mikobakteri hadir secara diam-diam dan mungkin lebih sulit untuk
didiagnosis. Apusan tahan asam dari cairan sinovial seringkali negatif, tetapi biopsi
sinovial positif pada 95% kasus. Lutut adalah sendi yang paling sering terkena pada
orang dewasa diikuti oleh pinggul (Momodu dan Savaliya, 2022).
Infeksi sendi polimikrobial terjadi pada sekitar 5% pasien sebagai akibat dari
trauma atau infeksi perut. Infeksi pada sendi sternoklavikula dan sakroiliaka sering
terjadi pada pasien dengan penyalahgunaan obat IV dan biasanya melibatkan
serratia dan pseudomonas. Individu dengan leukemia sangat rentan terhadap infeksi
Aeromonas (Momodu dan Savaliya, 2022).
Sendi yang sebelumnya rusak terutama pada penderita rheumatoid arthritis
sangat rentan terhadap infeksi. Organisme merusak tulang rawan artikular di
sepanjang tepi lateral sendi. Efusi yang umum dan sering dikaitkan dengan rasa
sakit (Momodu dan Savaliya, 2022). Insidens septic arthritis bervariasi antara 4-29
kasus per 100.000 orang per tahun; meningkat pada rheumatoid arthritis menjadi
28-38 kasus per 100.000 per tahun, pada prostetik sendi sebesar 40-68
kasus/100.000/tahun (Adjie, 2018).
2.1.4 Patofisiologi
Sinovium sendi yang sangat vaskularisasi tidak memiliki membran basal
yang membatasi sehingga rentan terhadap infeksi melalui penyemaian hematogen
dari infeksi sistemik. Artritis septik juga dapat terjadi akibat cedera langsung, luka
tusukan, dan suntikan intra-artikular. Penyebaran yang berdekatan dari
osteomielitis yang berdekatan dapat terjadi. Pinggul dan bahu rentan terhadap
penyebaran yang berdekatan. Artritis septik terjadi ketika ada invasi bakteri ke
sinovium dan ruang sendi yang diikuti oleh proses inflamasi. Sitokin inflamasi dan
protease memediasi kerusakan sendi. Faktor lain yang berperan dalam kerusakan
sendi adalah toksin bakteri dan komponen permukaan mikroba seperti adhesin
stafilokokus yang mendorong pengikatan bakteri ke protein intra-artikular
(Momodu & Savaliya, 2022).
Infeksi sendi prostetik diklasifikasikan menjadi:
Awal : dalam waktu 3 bulan setelah implantasi
Tertunda : dalam waktu 3-24 bulan setelah operasi
Terlambat : terjadi setelah 24 bulan
13
↑ Sisa Metabolisme
Merembes ke ↓ Range of Motion (ROM)
Ruang Antar Sel
Resiko Infeksi
Kelemahan Enggan Melakukan ↓ Nafsu Makan Gangguan
Pergerakan Integritas Kulit
Kalor/Panas
Intoleran Aktivitas Risiko Defisit
Gangguan Nutrisi
Mobilitas Fisik Hipertermia
15
16
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi artritis septik meliputi (Momodu dan Savaliya, 2022) :
a. Osteomielitis
b. Sakit kronis
c. Osteonekrosis
d. Perbedaan panjang kaki
e. Sepsis
f. Kematian
menuntun terapi antibiotic awal sebelum hasil kultur dan tes sensitivitas
(Adjie, 2018).
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) bakteri dapat mendeteksi
adanya asam nukleat bakteri dalam jumlah kecil dengan sensitivitas dan
spesifisitas hampir 100%. Beberapa keuntungan PCR antara lain:
1) Mendeteksi bakteri dengan cepat
2) Dapat mendeteksi bakteri yang tumbuh lambat,
3) Mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur,
4) Mendeteksi bakteri pada pasien yang sedang mendapat terapi,
5) Mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab
Kelemahan PCR adalah hasil positif palsu bila bahan ataupun reagen
terkontaminasi selama proses pemeriksaan. PCR dapat membantu
mengisolasi beberapa organisme seperti spesies Borrelia, namun hanya
dilakukan bila dicurigai (Adjie, 2018).
c. Radiologi
Ultrasonografi sensitif untuk mendeteksi efusi sendi (1-2 mL), pelebaran
lebih dari 2 mm antara kapsul sendi dan tulang merupakan penanda efusi,
bisa echo-free (mungkin transient synovitis) atau hiperekoik (lebih
mungkin septic arthritis).
Foto x-ray polos biasanya dalam batas normal. Beberapa hal yang dapat
dievaluasi dari foto polos berupa pembengkakan jaringan lunak,
pelebaran celah sendi, dan subluksasi ringan (akibat cairan sendi).
Kadang infeksi E.coli menghasilkan gas dalam sendi. Penyempitan dan
ireguleritas celah sendi merupakan gambaran lanjut artritis septik. MRI
dan radionuklir dapat membantu diagnosis artritis di tempat-tempat sulit
seperti sendi sakroiliaka dan sternoklavikular (Adjie, 2018).
ANAMNESIS
a. Identitas Pasien (DKKD, 2019)
Nama : No. RM :
Umur : Usia lansia dan anak- Pekerjaan : Kerja dilingkungan
anak yang memungkinkan
untuk mengalami
cedera oleh agen
infeksi maupun cidera
sekunder
Jenis : laki-laki lebih Status :-
Kelamin memungkinkan Perkawinan
mengalami Septik
20
Arthritis Genu
dibandingkan perempuan
Agama :- Tanggal : Jam :
MRS
Pendidikan : Pendidikan rendah. Tanggal : Jam :
karena tingkat Pengkajian
pendidikan
mempengaruhi tata cara
dalam menjaga kesehatan
tubuh, khususnya
pengetahuan klien
mengenai penyakitnya
saat ini
Alamat :- Sumber : pasien dan keluarga
Informasi
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medis : Septik Arthritis Genu
2) Keluhan Utama : Nyeri, lutut dan kaki sulit atau tidak bisa
digerakkan.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang:
Riwayat pasien merasakan nyeri saat menggerakkan lututnya seperti saat
naik turun tangga dan berjalan, mengeluh tegang otot, wajah tampak
meringis menahan sakit, mengeluh nyeri pada bagian lutut. Keparahan
mempengaruhi kondisi inflamasi yakni kemerahan, adanya luka dan nanah
(pus).
4) Riwayat Kesehatan Dahulu:
Pasien pernah mengalami trauma jatuh dengan luka terbuka diarea lutut,
riwayat pembedahan diarea lutut, riwayat melakukan tindakan infasif pada
area lutut (penyuntikan, dll), penurunan sistem imun, penyakit degeneratif
yakni DM, HIV AIDS, TBC maupun TB Ekstra Paru.
5) Riwayat penyakit keluarga :
Penyakit ini bukan merupakan penyakit herediter.
6) Riwayat psikososial:
Kaji hubungan psikososial pasien, seperti kecemasan atau ansietas dan
lain-lain.
21
2) Kardiovaskuler
3) Respirasi (paru-paru)
4) Gastrointestinalis
5) Urogenitalis
6) Musculoskeletal
Pasien merasakan nyeri pada lutut terutama saat berjalan, naik turun
tangga dan segala pergerakan yang megharuskan lututnya bergerak.
a) Inspeksi
Adanya efusi (penumpukan cairan), umumnya diakibatkan oleh
haemarthrosis (perdarahan pada ruang sendi) maupun cairan pus
karena adanya infeksi yang kadang membuat sendi sulit untuk
diperiksa. Efusi ini harus selalu diaspirasi (penyedotan cairan
sendi/sinovial), bila perlu disuntikkan anestetika local terlebih
dulu untuk membantu evaluasi sendi lebih lanjut. Perhatikan
adanya memar pada atau di sekitar ligamen ataupun adanya
tanda inflamasi.
b) Palpasi
Lakukan palpasi seputar garis sendi lutut dan seluruh jalur
ligament, tandai lokasi nyeri. Bengkak akibat efusi atau
penyebaran darah sepanjang jalur ligamen juga dapat dirasakan
saat palpasi.
25
Keterbatasan dalam gerakan fisikdapat meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
fisik dari satu atau lebih pergerakan
ekstermitas secara mandiri. Kriteria Hasil: 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanandarah
Mobilitas fisik (L.05042) sebelum memulai mobilisasi
Gangguan Mobilitas Fisik b.d. 1. Pergerakan ekstremitas 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
Gangguan Muskuloskeletal meningkat mobilisasi
dan Nyeri d.d. Mengeluh sulit 2. Kekuatan otot meningkat Terapeutik
menggerakkan ekstermitas, 3. Rentang gerak (ROM) 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alatbantu
kekuatan otot menurun dan meningkat (mis.pagar tempat tidur)
rentang gerak (ROM) 4. Nyeri menurun 6. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
menurun 5. Kelemahan fisikmenurun 7. Libatkan keluarga untuk membantu pasiendalam
meningkatkan pergerakan
8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
3 Gangguan Integritas Jaringan Tujuan : Perawatan Luka (I.14564)
(D.0129) Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Definisi: keperawatan 3x24 jam integritas 1. Monitor karakteristik luka (mis. Ukuran dan bentuk)
Kerusakan jaringan (membran kulit dan jaringan dapat meningkat dengan x-ray (luka dalam yakni ligamen dan struktur
mukosa, kornea, fasia, oto, penopang lutut lainnya)
tendon, tulang, kartilago, Kriteria Hasil: 2. Monitor tanda-tanda infeksi (peradangan)
kapsul sendi dan/atau Integritas Kulit dan Jaringan Terpeutik:
ligamen) (L.014125) 1. Cedera akut dpaat diberikan metode RICE yakni Rest
1. Kerusakan Jaringan menurun (istirahat dari beraktifitas berat), Ice (pemberian kompres
Gangguan Integritas Jaringan 2. Kemerahan menurun es), Compress (penekanan pada lokasi cedera) dan
b.d. Faktor Mekanis d.d. 3. Suhu kulit membaik Elevation (meninggikan bagian tubuh yang cedera)
kerusakan jaringan yakni otot, 2. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan
tendon, tulang, kartilago, protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
sendi dan/atau ligamen 3. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit. A, C,
Zinc, asam amino) sesuai indikasi
26
4. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneous), jika
perlu
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
2. Kolaborasi tindakan pembedahan, jika perlu
Konsultasi (I.07214)
Observasi:
1. Identifikasi tujuan konsultasi
2. Identifikasi masalah yang menjadi fokus konsultasi
3. Identifikasi ekspektasi biaya, jika perlu
Terapeutik:
1. Fasilitasi memutuskan pilihan alternatif solusi
2. Berikan tanggapan secara profesional terhadap
penerimaan ataua penolakan ide
Edukasi
1. Jelaskan maaslaah yang dihadapi pasien
2. Jelaskan alternatif solusi yang dapat dilakukan oleh
pasien/keluarga
3. Jelaskan keuntungan dan kerugian masing-masing solusi
27
28
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis memberikan
beberapa saran terkait laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Arthritis Genu Septik, yakni:
1. Bagi Rumah Sakit
Di harapkan dari pihak Rumah Sakit memberikan pendidikan dan pelatihan
secara berkala, khususnya mengenai metode pelayanan terkini pada pasien
dengan kasus-kasus keperawatan bedah, untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilandari tenaga keperawatan.
2. Bagi Bidang Akademik
Penyediaan kualitas tenaga dosen yang professional serta fasilitas belajar
mengajar perlu untuk ditingkatkan agar menghasilkan lulusan yang
berkualitas.
3. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dapat bersikap lebih kooperatif dan mampu
bekerjasama dengan tim kesehatan dalam penanganan dan proses.
4. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan dimasa yang akan datang dapat digunakan sebagai salah satu
sumber data untuk penulisan laporan pendahuluan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Abulhasan, F. J., & Grey, M. J. (2017). Anatomy and Physiology of Knee Stability.
Journal of Functional Morphology and Kinesiology, 2(34), 1–11.
DKKD. (2019). FORMAT ASKEP UNEJ. FKEP UNEJ.
Santoso, I., Sari, I. D. K., Noviana, M., & Pahlawi, R. (2018). Penatalaksanaan
Fisioterapi Pada Post Op Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament Sinistra
Grade III Akibat Ruptur Di RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Of Vacational
Program University Of Indonesia, 6(1), 66–80.
Syahputra, A. A. D. (2020). Evektifitas Terapi Masase Terhadap Nyeri dan Range
of Motion (ROM) Cedera Lutut Pada Pasien Klinik Terapi Health and Sports
Center (HSC) Universitas Negeri Yogyakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPN. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(1st
ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(I).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPN. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.