Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN SEPTIK ARTHRITIS GENU DI RUANG SERUNI RSD DR.


SOEBANDI

COVER

oleh:
Ach. Firdausi Wahyu Dewangga, S.Kep
NIM 212311101130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Septik Arthritis


Genu Di Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember”. Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Bedah pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas
Keperawatan Universitas Jember yang disusun oleh:

Nama : Ach. Firdausi Wahyu Dewangga, S.Kep.


NIM : 212311101130

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Menyetujui,
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik

Murtaqib, S.Kp., M.Kep Ns. Sulis Setyowati, S.Kep


NIP. 19740813 200112 1 002 NIP. 19740708 200604 2 019

Menegetahui,
Kepala Ruang Seruni RSD dr.
Soebandi Kabupaten Jember

Ns. Sulis Setyowati, S.Kep


NIP. 19740708 200604 2 019

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan “Septik Arthritis Genu“ sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Laporan pendahuluan yang penulis buat berdasarkan
evidence based yang valid dan dikumpulkan dalam berbagai metode. Pembuatan
laporan pendahuluan ini sebagai dokumentasi dan evaluasi pembelajaran di Stase
Bedah Program Studi Pendidikan Profesi Ners. Didalam pengerjaan laporan
pendahuluan ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam
banyak hal. Oleh sebab itu, penulis sampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Murtaqib, S.Kp., M.Kep. selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah sekaligus Dosen Pembimbing Akademik di
Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Kab. Jember.
2. Ns. Sulis Setyowati, S.Kep. selaku Pembimbing Klinik sekaligus Kepala
Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Kab. Jember.
Penulis berharap semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis
yakin masih banyak kekurangan dalam laporan pendahuluan ini. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan pendahuluan ini.

Jember, 19 Juni 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER ................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang..................................................................................................1
1. 2 Rumusan Masalah ............................................................................................2
1. 3 Tujuan ...............................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum ...........................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus ..........................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4


2.1 Konsep Penyakit ...............................................................................................4
2.1.1 Anatomi Fisiologi .....................................................................................4
2.1.2 Definisi ................................................................................................... 11
2.1.3 Etiologi ................................................................................................... 11
2.1.4 Patofisiologi ............................................................................................ 12
2.1.5 Manifestasi Klinis ................................................................................... 16
2.1.6 Komplikasi ............................................................................................. 16
2.1.7 Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 16
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 17
2.1.9 Diagnosa yang mungkin muncul............................................................. 18
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................ 19
2.2.1 Pengkajian .............................................................................................. 19
2.2.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 22
2.2.3 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 24
2.2.4 Diagnose Keperawatan ........................................................................... 24
2.2.5 Intervensi ................................................................................................ 25

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 28


3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 28
3.2 Saran ................................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 29

iv
1

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Artritis septik adalah peradangan sendi sekunder akibat etiologi infeksi,
biasanya bakteri, tetapi kadang-kadang jamur, mikobakteri, virus, atau patogen lain
yang tidak umum. Artritis septik biasanya monoartikular yang melibatkan satu
sendi besar seperti pinggul atau lutut; namun, artritis septik poliartikular yang
melibatkan sendi multipel atau lebih kecil juga dapat terjadi. Meskipun jarang,
septic arthritis adalah keadaan darurat ortopedi yang dapat menyebabkan kerusakan
sendi yang signifikan yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
(Momodu & Savaliya, 2022).
Insiden septic arthritis bervariasi antara 4-29 kasus per 100.000 orang per
tahun; meningkat pada rheumatoid arthritis menjadi 28-38 kasus per 100.000 per
tahun, pada prostesis sendi sebesar 40-68 kasus/100.000/tahun. Puncak insidens
pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia
lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun). Pada usia di atas 64 tahun
dikaitkan dengan penyakit komorbid dan meningkatnya penggunaan sendi protesis
(Adjie, 2018). Hamijoyo dkk menyebutkan dalam bukunya bahwa prevalensi
masalah arthritis septik ini adalah sekitar 30-70 kasus/100.000 orang pada populasi
umum. Kasus ini lebih banyak terjadi pada laki-laki karena berkaitan dengan
aktivitas yang menyebabkan trauma minor pada sendi secara repetitif. Masalah ini
paling banyak terjadi pada usia lansia atau anak-anak. Dari segi penyebab masalah
arthritis septik adalah bakteri gram positif (75 %-80 %) dan gram negatif (15%-
20%) dan organisme penyebab paling sering adalah Staphylococcus aureus
(Hamijoyo et al., 2020).
Staphylococcus aureus adalah organisme yang paling umum menginfeksi
pada orang dewasa. Streptococcus pneumonia kurang umum, tetapi masih
merupakan sumber infeksi yang signifikan pada orang dewasa. Organisme jamur
dan mikobakteri hadir secara diam-diam dan mungkin lebih sulit untuk didiagnosis.
Lutut adalah sendi yang paling sering terkena pada orang dewasa diikuti oleh
pinggul (Momodu & Savaliya, 2022).
2

Sendi yang mengalami infeksi harus diistirahatkan dalam posisi fisiologis


untuk mencegah terjadinya kekakuan/kontraktur di kemudian hari. Setelah infeksi
teratasi, dapat dilakukan latihan gerakan sendi untuk meningkatkan suplai nutrisi
ke tulang rawan persendian, agar mempercepat pemulihannya (Hamijoyo et al.,
2020).

1. 2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah anotomi fisiologi Lutut?
1.2.2 Apakah definisi Arthritis Septik?
1.2.3 Apa penyebab dan faktor risiko Arthritis Septik?
1.2.4 Bagaimanakah patofisiologi Arthritis Septik?
1.2.5 Bagimanakah manifestasi klinis Arthritis Septik?
1.2.6 Apa saja klasifikasi Arthritis Septik?
1.2.7 Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari Arthritis Septik?
1.2.8 Apa sajakah pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa Arthritis Septik?
1.2.9 Bagaimanakah penatalaksanaan Arthritis Septik?
1.2.10 Bagaimanakah pengkajian terfokus yang muncul pada penderita Arthritis
Septik?
1.2.11 Apa Saja diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
Arthritis Septik?

1. 3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Arthritis
Septik.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mampu memahami anotomi fisiologi Lutut
b) Mampu memahami definisi Arthritis Septik
c) Mampu memahami penyebab dan faktor risiko Arthritis Septik
d) Mampu memahami patofisiologi Arthritis Septik
e) Mampu memahami manifestasi klinis Arthritis Septik
f) Mampu memahami klasifikasi Arthritis Septik
g) Mampu memahami komplikasi Arthritis Septik
3

h) Mampu memahami pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa Arthritis


Septik
i) Mampu memahami penatalaksanaan Arthritis Septik
j) Mampu memahami pengkajian terfokus yang muncul pada penderita
Arthritis Septik
k) Mampu memahami diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
penderita Arthritis Septik
4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Anatomi Fisiologi Lutut (Genu)

ANTERIOR

Fibula Tibia

Femur

POSTERIOR

Gambar 1. Anatomi Lutut

Lutut merupakan articulatio composita yaitu sendi yang tersusun lebih dari
dua tulang karena sendi lutut dibentuk oleh empat tulang yaitu tulang tibia, femur,
tulang rawan meniscus, dan patella. Lutut terdiri dari jaringan keras berupa tulang
dan jaringan lunak berupa kartilago, otot dan ligamen. Lutut berfungsi menjaga
stabilitas dan mengontrol saat mengalami tekanan. Lutut distabilkan oleh
5

stabilisator primer dan stabilisator sekunder. Stabilisator primer yaitu ligamen lutut,
sementara otot-otot di sekitar lutut merupakan stabilisator sekunder, namun
keduanya bekerja secara kongruen untuk membantu fungsi lutut (Abulhasan &
Grey, 2017). Bagian-bagian lutut terdiri dari:
a) Tulang
Lutut terdiri dari dua sendi utama: sendi femorotibial yaitu persendian antara
tulang femur dan tibia dan sendi patellofemoral yaitu persendian antara tulang
patella dan femur. Hal tersebut memungkinkan lutut bergerak dalam tiga
bidang yang berbeda (sagital, transversal, dan frontal). Hal tersebut
memungkinkan mengalami enam derajat kebebasan rentang gerak, termasuk
fleksi, ekstensi (bidang sagittal/kanan-kiri), internal rotasi, eksternal rotasi
(bidang transversal/atas-bawah), varus dan tegangan valgus (bidang
frontal/depan-belakang). Posisi lutut antara dua lengan tuas terpanjang dari
tubuh yakni tulang femur dan tulang tibia. Perannya dalam menahan beban
tubuh menjadikan lutut rentan terhadap cedera.

Gambar 2. Tulang penyusun sendi lutut

b) Ligamen
Ligamen adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan tulang ke tulang
dan memberikan dukungan pada sendi. Lutut diperkuat oleh dua ligamen
kolateral, satu di sisi medial dan satu lagi di sisi lateral, serta dua ligamen
yang lebih kuat (ligamentum cruciate) yang mencegah anterior yang
berlebihan, perpindahan posterior, varus, dan valgus tulang tibia dengan
tulang femur. Ligamentum patela terletak menempel secara proksimal ke
6

puncak patela, distal ke tuberositas tibialis, dan kebawah kelanjutan tendon


otot rectus femoris. Lutut juga terdapat ligamen kecil lainnya, seperti ligamen
transversum, ligamen poplitea oblique, ligamentum cruciate anterior (ACL),
ligamentum cruciate posterior (PCL), ligamentum collateral medial (MCL),
ligamentum collateral lateral (LCL), dan ligamentum popliteo fibular
semuanya bekerja sebagai stabilisator lutut (Syahputra, 2020).
Anterior Cruciate Ligament (ACL) dan Posterior Cruciate Ligament (PCL)
terentang dari tulang disekitar fosa interkondiler femur sampai ketibia
masing-masing didepan dan dibelakang interkondiler. Penamaan anterior dan
posterior berdasarkan perlekatannya pada tibia. Kedua ligamen ini saling
menyilang seperti huruf X. ACL melonggar ketika knee fleksi dan tegang
ketika ekstensi penuh. Mencegah tulang tibia dari pergeseran ke arah anterior
dan rotasi yang berlebihan serta menstabilisasi knee dalam melakukan
berbagai aktivitas. Posterior Cruciate Ligament tegang ketika knee joint fleksi
dan berguna untuk membatasi pergerakan femur ke anterior dan tibia ke
posterior terutama ketika knee fleksi (Santoso et al., 2018). ACL berfungsi
sebagai penstabil utama lutut, berkontribusi sekitar 85% dari stabilisasi lutut
dan memungkinkan fleksi dan rotasi lutut yang lancar dan stabil (Abulhasan
& Grey, 2017).

Varus

Valgus

Tranverse Ligament
Gambar 3. Anatomi Ligamen Lutut
MCL memberikan stabilitas pada aspek medial lutut, mencegah tekanan
valgus yang berlebihan selama rotasi eksternal lutut, menjadi kencang selama
ekstensi dan rotasi eksternal, dan longgar selama fleksi dan rotasi internal.
7

LCL berjalan dari tulang femur ke tulang fibula untuk menstabilkan lutut
bagian lateral, mencegah tekanan varus yang berlebihan dan rotasi eksternal
pada semua posisi fleksi lutut. Ligamentum popliteo fibular bertindak sebagai
pengekang statis terhadap rotasi eksternal tulang tibia pada tulang femur dan
untuk translasi tibialis posterior (Syahputra, 2020).

c) Meniscus
Lutut mempunyai dua meniscus fibrokartilaginosa, medial dan lateral,
diposisikan antara medial dan lateral kondilus femoralis dan tibia, yang
mengakomodasi perubahan bentuk permukaan artikular selama beraktifitas.
Meniscus menyesuaikan bentuk permukaan sendi dan juga bertindak sebagai
peredam kejut bagi beban tubuh dan gerakan dinamis. Meniscus lateral jauh
lebih mobile daripada meniscus medial, dan ini tercermin oleh tingkat cedera
yang lebih tinggi pada sisi medial.

PCL

Tranverse
Ligament

ACL
Gambar 4. Anatomi Meniscus

d) Otot
Stabilisator kedua dari sendi lutut adalah semua otot yang mengelilingi lutut
di samping otot pinggul dan otot gastrocnemius. Otot di sekitar sendi lutut
berfungsi untuk menghasilkan gerakan untuk semua 6 derajat kebebasan
lutut, mereka juga berinteraksi dengan sistem neuromuskuler untuk
mengontrol gerakan lutut, dan karenanya memainkan peran penting dalam
propriocepsi lutut. Sebagian besar otot di sekitar lutut yang bertindak
monoarticular terutama memobilisasi dan menstabilkan lutut secara
8

sekunder. Beberapa dari otot-otot ini memiliki aksi tambahan di sendi pinggul
(biarticular) di mana mereka memiliki aksi ganda di kedua lutut dan pinggul.
Aspek anterior lutut sebagian besar terdiri dari otot-otot paha depan, yaitu
rectus femoris (biarticular), vastus lateralis (monoarticular), vastus medialis,
dan vastus intermedius, dan fungsi utama otot-otot ini adalah untuk
memperpanjang sendi lutut.

Gambar 5. Otot Penopang Sendi Lutut

Bagian posterior lutut terdiri dari otot biceps femoris (biarticular),


semimembranosus (monoarticular), dan semitendinosus (monoarticular),
yang membentuk kelompok otot hamstring yang berfungsi sebagai fleksor
lutut. Otot plantaris dan kepala medial dan lateral otot gastrocnemius juga
merupakan bagian dari otot posterior lutut. Otot medial lutut terdiri dari otot-
otot sartorius dan gracilis, yang keduanya membantu dalam fleksi lutut.
Selain itu, otot semitendinosus bertindak sebagai rotator medial lutut. Pada
bagian lateral lutut terdiri dari otot iliotibial band dan otot popliteus. Fungsi
utama otot-otot ini, bersama dengan semimembranosus dan semitendinosus,
adalah untuk melenturkan lutut, dan juga bertindak sebagai ekstensor pinggul.
9

Otot biceps femoris bertindak sebagai lateral rotator lutut, seperti halnya otot
semimembranosus, sedangkan otot tensor fasciae latae dan iliotibial band
bertindak sebagai stabilisator lateral lutut, dan otot popliteus bertindak untuk
gerakan memutar lutut baik secara lateral dan secara medial.

e) Bursa
Lutut memiliki empat bursa, yang merupakan rongga berisi cairan yang
terletak di situs jaringan yang memfasilitasi pergerakan tendon dan kulit di
atas sendi. Mereka diisi dengan cairan sinovial dan membantu mengurangi
gesekan antara struktur bergerak yang berdekatan, lima di antaranya terletak
di aspek frontal lutut, dengan empat lainnya di sisi lateral dan lima lainnya di
sisi medial sendi lutut.

Infrapatella
Pes Ansereine
Bursa

Gambar 6. Bursa Sendi Lutut

f) Saraf dan Pembuluh Darah


Lutut dipersarafi oleh cabang-cabang dari obturator, femoral, tibialis, dan
saraf fibula. Setiap struktur di dalam lutut dipersarafi oleh saraf yang dipakai
bersama atau spesifik. Pasokan vaskular ke lutut terdiri dari banyak jaringan
arteri. Cabang-cabang genetika femoralis dan arteri poplitea, arteri fibula
10

sirkumfleksa, dan cabang berulang dari arteri tibialis anterior, semua


memasok darah ke lutut.

Gambar 7. Sistem Saraf Lutut

Gambar 8. Sistem Peredaran Darah Sendi Lutut


11

2.1.2 Definisi
Artritis septik merupakan kondisi inflamasi pada sendi yang disebabkan
karena inokulasi mikroorganisme infeksius pada sendi (Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2020). Artritis septik adalah peradangan sendi sekunder akibat etiologi
infeksi, biasanya bakteri, tetapi kadang-kadang jamur, mikobakteri, virus, atau
patogen lain. Artritis septik biasanya monoartikular yang melibatkan satu sendi
besar seperti pinggul atau lutut; namun, artritis septik poliartikular yang melibatkan
sendi multipel atau lebih kecil juga dapat terjadi. Meskipun jarang, septic arthritis
adalah keadaan darurat ortopedi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi yang
signifikan yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Momodu dan
Savaliya, 2022).

2.1.3 Etiologi
Puncak insidens pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per
100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000
penduduk/tahun). Pada usia di atas 64 tahun dikaitkan dengan penyakit komorbid
dan meningkatnya penggunaan sendi prostetik (Adjie, 2018). Prevalensi masalah
arthritis septik ini adalah sekitar 30-70 kasus/100.000 orang pada populasi umum.
Kasus ini lebih banyak terjadi pada laki-laki karena berkaitan dengan aktivitas yang
menyebabkan trauma minor pada sendi secara repetitif. Masalah ini paling banyak
terjadi pada usia lansia atau anak-anak. Dari segi penyebab masalah arthritis septik
adalah bakteri gram positif (75 %-80 %) dan gram negatif (15%-20%) dan
organisme penyebab paling sering adalah Staphylococcus aureus (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2020).
Staphylococcus aureus adalah organisme yang paling umum menginfeksi
pada orang dewasa. Streptococcus pneumonia kurang umum, tetapi masih
merupakan sumber infeksi yang signifikan pada orang dewasa. Keadaan khusus
lainnya adalah seperti yang telah dijelaskan di atas (Salmonella pada pasien dengan
sel sabit, dan Pseudomonas pada luka trauma/tusukan). Pada pasien muda yang
aktif secara seksual, monoarthritis akut nontraumatic paling sering disebabkan oleh
Neisseria gonorrhea. Pada pasien berisiko tinggi, Neisseria gonorrhea harus
dibiakkan dari tempat lain seperti orofaring, vagina, serviks, uretra atau anus karena
organisme tersebut tumbuh buruk dari cairan sinovial yang dikultur. Organisme
12

jamur dan mikobakteri hadir secara diam-diam dan mungkin lebih sulit untuk
didiagnosis. Apusan tahan asam dari cairan sinovial seringkali negatif, tetapi biopsi
sinovial positif pada 95% kasus. Lutut adalah sendi yang paling sering terkena pada
orang dewasa diikuti oleh pinggul (Momodu dan Savaliya, 2022).
Infeksi sendi polimikrobial terjadi pada sekitar 5% pasien sebagai akibat dari
trauma atau infeksi perut. Infeksi pada sendi sternoklavikula dan sakroiliaka sering
terjadi pada pasien dengan penyalahgunaan obat IV dan biasanya melibatkan
serratia dan pseudomonas. Individu dengan leukemia sangat rentan terhadap infeksi
Aeromonas (Momodu dan Savaliya, 2022).
Sendi yang sebelumnya rusak terutama pada penderita rheumatoid arthritis
sangat rentan terhadap infeksi. Organisme merusak tulang rawan artikular di
sepanjang tepi lateral sendi. Efusi yang umum dan sering dikaitkan dengan rasa
sakit (Momodu dan Savaliya, 2022). Insidens septic arthritis bervariasi antara 4-29
kasus per 100.000 orang per tahun; meningkat pada rheumatoid arthritis menjadi
28-38 kasus per 100.000 per tahun, pada prostetik sendi sebesar 40-68
kasus/100.000/tahun (Adjie, 2018).

2.1.4 Patofisiologi
Sinovium sendi yang sangat vaskularisasi tidak memiliki membran basal
yang membatasi sehingga rentan terhadap infeksi melalui penyemaian hematogen
dari infeksi sistemik. Artritis septik juga dapat terjadi akibat cedera langsung, luka
tusukan, dan suntikan intra-artikular. Penyebaran yang berdekatan dari
osteomielitis yang berdekatan dapat terjadi. Pinggul dan bahu rentan terhadap
penyebaran yang berdekatan. Artritis septik terjadi ketika ada invasi bakteri ke
sinovium dan ruang sendi yang diikuti oleh proses inflamasi. Sitokin inflamasi dan
protease memediasi kerusakan sendi. Faktor lain yang berperan dalam kerusakan
sendi adalah toksin bakteri dan komponen permukaan mikroba seperti adhesin
stafilokokus yang mendorong pengikatan bakteri ke protein intra-artikular
(Momodu & Savaliya, 2022).
Infeksi sendi prostetik diklasifikasikan menjadi:
Awal : dalam waktu 3 bulan setelah implantasi
Tertunda : dalam waktu 3-24 bulan setelah operasi
Terlambat : terjadi setelah 24 bulan
13

Sebagian besar infeksi sendi prostetik awal disebabkan oleh staphylococcus,


sedangkan kasus yang tertunda disebabkan oleh staphylococcus gram negatif dan
koagulase-negatif. Kasus lanjut biasanya sekunder akibat penyebaran hematogen
dari berbagai focus (Momodu & Savaliya, 2022).
Infasi bakteri/virus/jamur kedalam tubuh
PATHWAY

Rheumathoid Arthritis Kolonisasi Bakteri di Sendi Ulkus kulit


Osteoarthritis Luka terbuka
Penurunan Sistem Imun Infeksi atau tindakan infasif pada kulit atau otot
Diabetes Melitus Synovium (Selaput Sendi) Injeksi obat intravenous
tidak bisa melindungi sendi

Gangguan Integritas Jaringan Risiko Infeksi


Farmakologi
Kerusakan Jaringan Sendi dan/atau Ligamen, Septik Arthritis Genu Penatalaksanaan
Deformitas Debridemen
Otot, Tendon, Tulang dan Kartilago Non Farmakologi

Kemerahan di Area Cidera Insisi


Gangguan Citra Tubuh ↑ Pengiriman Nutrisi dan O2 Vasodilatasi Pembuluh Darah Drainage
(Rubor)

↑ Metabolisme di lokasi Cidera ↑ Cairan (Darah beserta ↓ Fungsi Sendi


Komponannya dan H2O) (Functiolaesa)

↑ Sisa Metabolisme
Merembes ke ↓ Range of Motion (ROM)
Ruang Antar Sel

Panas Pelepasan Mediator Nyeri: Gangguan Mobilitas Fisik


Suhu Tubuh ↑ Histamin, Bradikinin,
(Kalor) Bengkak
Prostaglandin dan Leukotrience (Tumor)
Hipertermia

Merangsang Ujung Saraf Ujung Saraf Tertekan

Diimpuls ke Otak Diterima Oleh Reseptor Nyeri Merangsang SAR


untuk ↓ pengeluaran
Nyeri Akut Serotonin
Persepsi Nyeri Nyeri (Dolor) 14
Gangguan Pola
Tidur REM ↓
Kerusakan Jaringan Sendi
dan/atau Ligamen, Otot,
Pre Insisi Tendon, Tulang dan Merangsang Ujung Saraf Nyeri Akut
Drainage Kartilago

Kurangnya paparan Klien bertanya-tanya tentang


informasi tentang Defisit Pengetahuan manajemen penyakit yang Ansietas Sulit Tidur
manajemen penyakit harus dilakukan

Post Insisi Gangguan Pola


Drainage Luka Insisi/Jahitan
Tidur

Efek dari Nyeri Akut Post de Entry Diskontinuitas


Anastesi Jaringan

Resiko Infeksi
Kelemahan Enggan Melakukan ↓ Nafsu Makan Gangguan
Pergerakan Integritas Kulit
Kalor/Panas
Intoleran Aktivitas Risiko Defisit
Gangguan Nutrisi
Mobilitas Fisik Hipertermia

Kurangnya paparan Klien bertanya-tanya tentang


informasi tentang dampak pengobatan yang Defisit Pengetahuan
dampak pengobatan dialami

15
16

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut buku yang disusun oleh Perhimpunan Reumatologi Indonesia 2020
menuliskan bahwa manifestasi yang muncul terbagi menjadi 2 yaitu gejala
umum dan gejala khusus sebagai berikut:
a. Gejala umum: demam dan malaise
b. Gejala khusus:
1) Nyeri, hangat, dan bengkak disekitar sendi
2) Kesulitan saat menggerakan sendi
3) Paling sering terjadi pada sendi lutut, diikuti dengan sendi panggul,
bahu, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi artritis septik meliputi (Momodu dan Savaliya, 2022) :
a. Osteomielitis
b. Sakit kronis
c. Osteonekrosis
d. Perbedaan panjang kaki
e. Sepsis
f. Kematian

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


a. Farmakologi
Pengobatan pada kasus artritis septik harus segera dilakukan, pemberian
antibiotik yang terlambat dapat menyebabkan kuman berkembang biak
dengan cepat dan menimbulkan kerusakan permanen pada kartilago
sendi, menyebabkan penyebaran secara hematogen dan akhirnya
menyebabkan sepsis (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2020).
Tatalaksana terdiri atas :
1) Penggunaan antibiotik pada kasus artritis septik dapat diberikan
secara empiris berdasarkan hasil pewarnaan gram
2) Lamanya pemberian antibiotika bervariasi. Secara umum pada artritis
septik tanpa penyulit, pemberian antibiotika sampai 2 sampai 4
minggu. Pada kasus yang berat dapat sampai 6 minggu.
17

3) Pungsi/aspirasi cairan sinovial untuk mengeluarkan pus sebanyak


mungkin. Drainase dengan tindakan bedah dan debridement perlu
dipertimbangkan untuk artritis septik
b. Non-faramakologi
1) Sendi yang mengalami infeksi harus diistirahatkan dalam posisi
fisiologis untuk mencegah terjadinya kekakuan/kontraktur di
kemudian hari.
2) Setelah infeksi teratasi, dapat dilakukan latihan gerakan sendi untuk
meningkatkan suplai nutrisi ke tulang rawan persendian, agar
mempercepat pemulihannya

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan hitung leukosit, laju endap darah, dan C-reactive protein
(CRP) berguna untuk mendeteksi proses infeksi atau inflamasi, namun
tidak spesifik. Jika meningkat, penanda-penanda tersebut dapat
digunakan untuk memantau respon terapi. Kultur darah dapat positif pada
25-50% kasus (Adjie, 2018).
b. Analisa cairan sendi
Aspirasi cairan sendi merupakan gold standard penegakan diagnosis dan
harus dilakukan segera bila diduga septic arthritis (Tabel 2). Untuk
daerah yang sulit dijangkau seperti sendi panggul dan bahu dapat
digunakan alat pemandu ultrasound (Adjie, 2018).
Cairan sendi dengan hitung leukosit lebih dari 50.000/mm3 dan sel PMN
lebih dari 90% dikorelasikan dengan arthritis infeksius. Analisis cairan
sendi menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi dapat menyingkirkan
penyakit sendi akibat deposit kristal, tetapi ditemukannya kristal pada
cairan sendi tidak menyingkirkan kemungkinan septic arthritis yang bisa
terjadi bersamaan. Analisis glukosa dan protein pada cairan sendi tidak
sensitive ataupun spesifik pada septic arthritis (Adjie, 2018).
Pengecatan gram cairan sinovial positif Staphylococcus pada 75% kasus
dan positif basil gram negatif pada 50% kasus arthritis. Hasil ini dapat
18

menuntun terapi antibiotic awal sebelum hasil kultur dan tes sensitivitas
(Adjie, 2018).
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) bakteri dapat mendeteksi
adanya asam nukleat bakteri dalam jumlah kecil dengan sensitivitas dan
spesifisitas hampir 100%. Beberapa keuntungan PCR antara lain:
1) Mendeteksi bakteri dengan cepat
2) Dapat mendeteksi bakteri yang tumbuh lambat,
3) Mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur,
4) Mendeteksi bakteri pada pasien yang sedang mendapat terapi,
5) Mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab
Kelemahan PCR adalah hasil positif palsu bila bahan ataupun reagen
terkontaminasi selama proses pemeriksaan. PCR dapat membantu
mengisolasi beberapa organisme seperti spesies Borrelia, namun hanya
dilakukan bila dicurigai (Adjie, 2018).
c. Radiologi
Ultrasonografi sensitif untuk mendeteksi efusi sendi (1-2 mL), pelebaran
lebih dari 2 mm antara kapsul sendi dan tulang merupakan penanda efusi,
bisa echo-free (mungkin transient synovitis) atau hiperekoik (lebih
mungkin septic arthritis).
Foto x-ray polos biasanya dalam batas normal. Beberapa hal yang dapat
dievaluasi dari foto polos berupa pembengkakan jaringan lunak,
pelebaran celah sendi, dan subluksasi ringan (akibat cairan sendi).
Kadang infeksi E.coli menghasilkan gas dalam sendi. Penyempitan dan
ireguleritas celah sendi merupakan gambaran lanjut artritis septik. MRI
dan radionuklir dapat membantu diagnosis artritis di tempat-tempat sulit
seperti sendi sakroiliaka dan sternoklavikular (Adjie, 2018).

2.1.9 Diagnosa yang mungkin muncul


Sebelum dilakukan Penatalaksanaan Operatif
a. Nyeri Akut
b. Defisit Pengetahuan
c. Ansietas
d. Gangguan Pola Tidur
19

Sesudah dilakukan Penatalaksanaan Operatif


a. Nyeri Akut
b. Gangguan Mobilitas Fisik
c. Intoleran Aktivitas
d. Gangguan Integritas Kulit
e. Hipertermia
f. Defisit Pengetahuan
g. Risiko Defisit Nutrisi
h. Risiko Infeksi

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian memegang peranan penting sebagai paramerter yang mendasari
seluruh tindakan yang akan di lakukan. Pengakajian termasuk dalam proses
keperawatan dan merupakan tahap awal dalam melakukan proses asuhan
keprawatan.Pengkajian meliputi data subjektif dan data objectif yang di dapat dari
wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang atau diagnostik. Tujuan
dilakukannya pengkajian:
a. Mengkaji fungsi
b. Mengenal secara dini adanya gangguan nyata maupun yang potensial .
c. Mengidentifikasi penyebab gangguan.
d. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada, serta menghindari
masalah yang mungkin terjadi.

ANAMNESIS
a. Identitas Pasien (DKKD, 2019)
Nama : No. RM :
Umur : Usia lansia dan anak- Pekerjaan : Kerja dilingkungan
anak yang memungkinkan
untuk mengalami
cedera oleh agen
infeksi maupun cidera
sekunder
Jenis : laki-laki lebih Status :-
Kelamin memungkinkan Perkawinan
mengalami Septik
20

Arthritis Genu
dibandingkan perempuan
Agama :- Tanggal : Jam :
MRS
Pendidikan : Pendidikan rendah. Tanggal : Jam :
karena tingkat Pengkajian
pendidikan
mempengaruhi tata cara
dalam menjaga kesehatan
tubuh, khususnya
pengetahuan klien
mengenai penyakitnya
saat ini
Alamat :- Sumber : pasien dan keluarga
Informasi

b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medis : Septik Arthritis Genu
2) Keluhan Utama : Nyeri, lutut dan kaki sulit atau tidak bisa
digerakkan.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang:
Riwayat pasien merasakan nyeri saat menggerakkan lututnya seperti saat
naik turun tangga dan berjalan, mengeluh tegang otot, wajah tampak
meringis menahan sakit, mengeluh nyeri pada bagian lutut. Keparahan
mempengaruhi kondisi inflamasi yakni kemerahan, adanya luka dan nanah
(pus).
4) Riwayat Kesehatan Dahulu:
Pasien pernah mengalami trauma jatuh dengan luka terbuka diarea lutut,
riwayat pembedahan diarea lutut, riwayat melakukan tindakan infasif pada
area lutut (penyuntikan, dll), penurunan sistem imun, penyakit degeneratif
yakni DM, HIV AIDS, TBC maupun TB Ekstra Paru.
5) Riwayat penyakit keluarga :
Penyakit ini bukan merupakan penyakit herediter.
6) Riwayat psikososial:
Kaji hubungan psikososial pasien, seperti kecemasan atau ansietas dan
lain-lain.
21

c. Pola Hidup Sehat


1) Pola persepsi sehat dan manajemen sehat
Perawat harus menanyakan adanya faktor resiko utama. Faktor resiko
utama septik arthritis genu: aktifitas rutin sehari-hari, olahraga, beban
pekerjaan dan obesitas. Kebiasaan konsumsi alkohol untuk mengetahui
kondisi kesadaran klien.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Kelebihan berat badan berhubungan dengan beban tubuh yang diberikan
kepada lutut saat beraktivitas seperti berdiri, berjalan maupun berlari.
Tipe diet sehari-hari perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup pasien.
Jumlah asupan garam dan lemak juga perlu dikaji. Makanan yang
berhubungan dengan keluhan asam urat penting untuk menjadi
pertimbangan. Perawat mengkaji nutrisi masuk dan keluar pada klien
(DKKD, 2019).
3) Pola Aktivitas dan Istirahat
Perawat harus mengkaji aktivitas dan latihan yang dilakukan, lama
latihan, frekuensi dan efek yang tidak diinginkan yang akan timbul
selama latihan. Pasien juga harus ditanya kemampuan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari. Kaji kegiatan yang dapat meningkatkan beban pada
lutut serta kegiatan-kegiatan yang berisiko menyebabkan cidera lutut.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Perawat mengkaji istirahat atau tidur klien untuk memastikan kecukupan
istirahat yang direkomendasikan. Kekurangan istirahat atau tidur dapat
menurunkan konsentrasi dan menurunkan stamina tubuh sehingga
memungkinkan peningkatan risiko jatuh.
5) Eliminasi
Masalah-masalah dengan konstipasi dan ada peningkatan eliminasi urin
harus di catat. Frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses, sedangkan
pada eliminasi urin dikaji bau, warna , dan jumlah (DKKD, 2019).
6) Pola Kognitif dan Perspektif
22

Perawat menanyakan ke pasien tentang masalah persepsi kognitif. Nyeri


dihubungkan dengan adanya cedera yakni nyeri pada area lutut yang
harus ditanyakan atau di laporkan.
7) Pola Persepsi-Konsep Diri
Perawat menanyakan ke pasien tentang persepsi-konsep diri klien.
8) Pola Hubungan Peran
Diskusikan dengan pasien status perkawinan, peran dalam rumah tangga,
jumlah anak dan usia mereka, lingkungan tempat tinggal dan pengkajian
lain yang penting dalam mengidentifikasi kekuatan dan support system
dalam kehidupan pasien. Perawat juga harus mengkaji tingkat
kenyamanan atau ketidaknyamanan dalam menjalankan fungsi peran
yang berpotensi menjadi stress atau konflik.
9) Pola Sexuality dan Reproduksi
Pasien dengan masalah septik arthritis genu biasanya berefek pada pola
sex dan kepuasaan. Hal ini berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
saat bergerak. Sehingga konseling pasien dan pasangan dapat dianjurkan.
10) Pola Toleransi Coping-Stress
Pasien harus ditanya untuk mengidentifikasi stress atau kecemasan.
Metode coping yang biasa dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku
explosif marah dan permusuhan dalam suatu hubungan keluarga atau
pertemanan. Informasi tentang suffort sistem keluarga, teman-teman,
psikolog atau pemuka agama dapat memberikan sumber yang terbaik
untuk mengembangkan rencana perawatan.
11) Pola Nilai-Nilai dan Kepercayaan
Nilai-nilai dan kepercayaan individu dipengaruhi oleh kultur dan
kebudayaan yang berperan penting dalam tingkat komplik yang dihadapi
pasien ketika dihadapkan dengan suatu penyakit.

2.2.2 Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Umum: Kesadaran
b. Tanda-Tanda Vital: Tekanan darah, Nadi, Respirasi (RR) dan Suhu
c. Head to toe
1) Kepala dan Leher
23

2) Kardiovaskuler
3) Respirasi (paru-paru)
4) Gastrointestinalis
5) Urogenitalis
6) Musculoskeletal
Pasien merasakan nyeri pada lutut terutama saat berjalan, naik turun
tangga dan segala pergerakan yang megharuskan lututnya bergerak.
a) Inspeksi
Adanya efusi (penumpukan cairan), umumnya diakibatkan oleh
haemarthrosis (perdarahan pada ruang sendi) maupun cairan pus
karena adanya infeksi yang kadang membuat sendi sulit untuk
diperiksa. Efusi ini harus selalu diaspirasi (penyedotan cairan
sendi/sinovial), bila perlu disuntikkan anestetika local terlebih
dulu untuk membantu evaluasi sendi lebih lanjut. Perhatikan
adanya memar pada atau di sekitar ligamen ataupun adanya
tanda inflamasi.
b) Palpasi
Lakukan palpasi seputar garis sendi lutut dan seluruh jalur
ligament, tandai lokasi nyeri. Bengkak akibat efusi atau
penyebaran darah sepanjang jalur ligamen juga dapat dirasakan
saat palpasi.

Gambar 9. Palpasi Lutut


7) Persarafan
Tidak ada keluhan, pasien tidak mengeluh adanya kesemutan pada
tungkai.
24

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Analisa darah
b. Pemeriksaan cairan sendi
c. Radiologi
2.2.4 Diagnosa Keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPN, 2016)
a. Nyeri Akut b.d. Agen Pencedera Fisik d.d. Mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah, Nadi meningkat dan sulit tidur.
b. Gangguan Mobilitas Fisik b.d. Gangguan Muskuloskeletal dan Nyeri d.d.
Mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas, kekuatan otot menurun dan
rentang gerak (ROM) menurun.
c. Gangguan Integritas Jaringan b.d. Faktor Mekanis d.d. kerusakan jaringan
yakni otot, tendon, tulang, kartilago, sendi dan/atau ligamen.
2.2.5 Intervensi
Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
No Diagnosa Keperawatan
(Tim Pokja SLKI DPP PPN, 2018) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
1 Nyeri Akut (D.0077) Tujuan : Pemberian Analgesik (1.08243)
Definisi: Setelah dilakukan tindakan Observasi
Pengalaman sensorik atau keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi karakteristik nyeri (mi.pencetus, pereda,
emosional yang berkaitan nyeri yang dirasakan dapat kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
dengan kerusakan jaringan menurun. 2. Identifikasi riwayat alergi obat
aktual atau fungsional dengan 3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (mis.narkotika,
onset mendadak atau lambat Kriteria hasil: non-narkotik, atau NSAIO)
dan berintensitas ringan Tingkat Nyeri (L.08066) 4. Monitor efektifitas analgesik
hingga berat yang 1. Keluhan nyeri menurun Terapeutik
berlangsung kurang dari 3 2. Meringis menurun 5. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai
bulan. 3. Sikap protektif menurun analgesia optimal, jikaperlu
4. Kesulitan tidur menurun 6. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus
Nyeri Akut b.d. Agen 5. Frekuensi nadi membaik opioid untuk mempertimbangkan kadar dalam serum
Pencedera Fisik d.d. 7. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
Mengeluh nyeri, tampak mengoptimalkan respons pasien
meringis, bersikap protektif, 8. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesic dan
gelisah, Nadi meningkat dan efek yang diinginkan
sulit tidur Edukasi
9. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, jika
perlu
2 Gangguan Mobilitas Fisik Tujuan : Dukungan Mobilisasi (1.05173)
(D.0054) Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi: keperawatan 3x24 jam mobilitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisiklainnya

25
Keterbatasan dalam gerakan fisikdapat meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
fisik dari satu atau lebih pergerakan
ekstermitas secara mandiri. Kriteria Hasil: 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanandarah
Mobilitas fisik (L.05042) sebelum memulai mobilisasi
Gangguan Mobilitas Fisik b.d. 1. Pergerakan ekstremitas 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
Gangguan Muskuloskeletal meningkat mobilisasi
dan Nyeri d.d. Mengeluh sulit 2. Kekuatan otot meningkat Terapeutik
menggerakkan ekstermitas, 3. Rentang gerak (ROM) 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alatbantu
kekuatan otot menurun dan meningkat (mis.pagar tempat tidur)
rentang gerak (ROM) 4. Nyeri menurun 6. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
menurun 5. Kelemahan fisikmenurun 7. Libatkan keluarga untuk membantu pasiendalam
meningkatkan pergerakan
8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
3 Gangguan Integritas Jaringan Tujuan : Perawatan Luka (I.14564)
(D.0129) Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Definisi: keperawatan 3x24 jam integritas 1. Monitor karakteristik luka (mis. Ukuran dan bentuk)
Kerusakan jaringan (membran kulit dan jaringan dapat meningkat dengan x-ray (luka dalam yakni ligamen dan struktur
mukosa, kornea, fasia, oto, penopang lutut lainnya)
tendon, tulang, kartilago, Kriteria Hasil: 2. Monitor tanda-tanda infeksi (peradangan)
kapsul sendi dan/atau Integritas Kulit dan Jaringan Terpeutik:
ligamen) (L.014125) 1. Cedera akut dpaat diberikan metode RICE yakni Rest
1. Kerusakan Jaringan menurun (istirahat dari beraktifitas berat), Ice (pemberian kompres
Gangguan Integritas Jaringan 2. Kemerahan menurun es), Compress (penekanan pada lokasi cedera) dan
b.d. Faktor Mekanis d.d. 3. Suhu kulit membaik Elevation (meninggikan bagian tubuh yang cedera)
kerusakan jaringan yakni otot, 2. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan
tendon, tulang, kartilago, protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
sendi dan/atau ligamen 3. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit. A, C,
Zinc, asam amino) sesuai indikasi

26
4. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneous), jika
perlu
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
2. Kolaborasi tindakan pembedahan, jika perlu

Konsultasi (I.07214)
Observasi:
1. Identifikasi tujuan konsultasi
2. Identifikasi masalah yang menjadi fokus konsultasi
3. Identifikasi ekspektasi biaya, jika perlu
Terapeutik:
1. Fasilitasi memutuskan pilihan alternatif solusi
2. Berikan tanggapan secara profesional terhadap
penerimaan ataua penolakan ide
Edukasi
1. Jelaskan maaslaah yang dihadapi pasien
2. Jelaskan alternatif solusi yang dapat dilakukan oleh
pasien/keluarga
3. Jelaskan keuntungan dan kerugian masing-masing solusi

27
28

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis memberikan
beberapa saran terkait laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Arthritis Genu Septik, yakni:
1. Bagi Rumah Sakit
Di harapkan dari pihak Rumah Sakit memberikan pendidikan dan pelatihan
secara berkala, khususnya mengenai metode pelayanan terkini pada pasien
dengan kasus-kasus keperawatan bedah, untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilandari tenaga keperawatan.
2. Bagi Bidang Akademik
Penyediaan kualitas tenaga dosen yang professional serta fasilitas belajar
mengajar perlu untuk ditingkatkan agar menghasilkan lulusan yang
berkualitas.
3. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dapat bersikap lebih kooperatif dan mampu
bekerjasama dengan tim kesehatan dalam penanganan dan proses.
4. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan dimasa yang akan datang dapat digunakan sebagai salah satu
sumber data untuk penulisan laporan pendahuluan.
29

DAFTAR PUSTAKA

Abulhasan, F. J., & Grey, M. J. (2017). Anatomy and Physiology of Knee Stability.
Journal of Functional Morphology and Kinesiology, 2(34), 1–11.
DKKD. (2019). FORMAT ASKEP UNEJ. FKEP UNEJ.
Santoso, I., Sari, I. D. K., Noviana, M., & Pahlawi, R. (2018). Penatalaksanaan
Fisioterapi Pada Post Op Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament Sinistra
Grade III Akibat Ruptur Di RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Of Vacational
Program University Of Indonesia, 6(1), 66–80.
Syahputra, A. A. D. (2020). Evektifitas Terapi Masase Terhadap Nyeri dan Range
of Motion (ROM) Cedera Lutut Pada Pasien Klinik Terapi Health and Sports
Center (HSC) Universitas Negeri Yogyakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPN. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(1st
ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(I).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPN. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai