Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AN. F DENGAN


DX MEDIS DENGUE FEVER DI RUANG ASOKA
RS BHAYANGKARA
SURABAYA

OLEH :

Erisa Navyta Khurniawati


NIM : 2022.06.009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH
SURABAYA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien An. F Dengan Dx Medis Dengue Fever


di Ruang Asoka RS Bhayangkara Surabaya
Ini Telah Disetujui

Pada Tanggal, 11 Agustus 2022

Pembimbing Stase Anak Pembimbing Praktik/CI

Lina Mahayaty,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.An Ajeng, S.Kep., Ns.

Mengetahui
Kepala Ruangan Asoka RS Bhayangkara Surabaya

Sringatun, S. Kep,. Ns.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan
RahmatNya, kami dapat menyelesaikan laporan tentang Asuhan Keperawatan An.
F Dengan Dx Medis Dengue Fever Di Ruang Asoka Rumah Sakit Bhayangkara
Surabaya Periode 08 Agustus 2022 – 12 Agustus 2022. Laporan lengkap ini
bertujuan untuk memenuhi tugas profesi keperawatan pada stase Keperawatan
Dasar Profesi kami sebagai mahasiswa profesi di STIKes William Booth
Surabaya, untuk memperoleh gelar Ners. Laporan ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Lina Mahayaty, M.Kep., Ns., Sp.Kep.An selaku Ketua STIKes William
Booth Surabaya dan ketua PJMK Stase Keperawatan Anak.
2. Hendro Djoko Tjahjono, M.Kep. Ns., Sp., Kep.M.B selaku Ketua Prodi
Keperawatan STIKes William Booth Surabaya.
3. ……………. Selaku bapak Direktur Rumah Sakit William Booth Surabaya
yang telah memberikan ijin memakai lahan praktek di Rumah Sakit
Bhayangkara Surabaya.
4. ………………S.Kep., Ns selaku Kepala Bidang Keperawatan yang telah
memberikan izin kepada kami untuk melakukan praktik profesi di Rumah
Sakit Bhayangkara Surabaya.
5. Sringatun, S.Kep,. Ns selaku Kepala Ruangan Asoka Rumah Sakit
Bhayangkara Surabaya yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pengarahan.
6. Ajeng, S.Kep, Ns selaku pembimbing CI Klinik di Rumah Sakit Bhayangkara
Surabaya yang banyak memberikan pengarahan dan ilmu.
7. An. F sebagai klien dalam tugas stase Keperawatan Anak dan keluarga yang
telah mendukung, memberi kami kesempatan dan menerima kami dengan
senang hati.
8. Rekan-rekan mahasiswa Program Profesi Ners Angkatan I STIKes William
Booth Surabaya yang telah bekerjasama dalam mengerjakan tugas-tugas di
stase Keperawatan Dasar Profesi.
iii
9. Seluruh pihak yang telah membantu kelancaran dalam pembuatan laporan
Askep ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kami berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh
dari kata sempurna, maka kami memohon kritik dan saran untuk perbaikan agar
menjadi lebih baik.

Surabaya, 11 Agustus 2022

Erisa Navyta Khurniawati


NIM : 2022.06.009

iv
DAFTAR ISI

Halaman
Cover..............................................................................................................................i
Lembar Persetujuan......................................................................................................ii
Kata Pengantar.............................................................................................................iii
Daftar Isi.......................................................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................3
1.3 Tujuan.........................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................3
1.4 Manfaat.......................................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN TEORI........................................................................................5


2.1 Konsep Dengue Fever...............................................................................5
2.1.1 Pengertian..........................................................................................5
2.1.2 Etiologi..............................................................................................5
2.1.3 Tanda dan Gejala..............................................................................6
2.1.4 Patofisiologi......................................................................................6
2.1.5 WOC.................................................................................................7
2.1.6 Manifestasi........................................................................................8
2.1.7 Penatalaksanaan.................................................................................8
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................9
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................................10
2.2.1 Pengkajian.......................................................................................10
2.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................12
2.2.3 Rencana Keperawatan.....................................................................13
2.2.4 Implementasi Keperawatan.............................................................14
2.3.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................14

BAB 3 TINJAUAN KASUS......................................................................................16


3.1 Pengkajian.................................................................................................16
3.2 Analisa Data..............................................................................................23
3.3 Diagnosa Keperawatan..............................................................................24
3.4 Intervensi Keperawatan.............................................................................24
3.5 Implementasi Keperawatan.......................................................................27
3.6 Evaluasi Keperawatan...............................................................................31
3.7 Catatan Perkembangan.............................................................................32

BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................................35

v
BAB 5 KESIMPULAN.............................................................................................41
5.1 Kesimpulan...............................................................................................41
5.2 Saran.........................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................43

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai kebutuhan
sesuai dengan tahap perkembangannya, kebutuhan tersebut dapat meliputi
kebutuhan fisiologis seperti nutirisi dan cairan, aktifitas dan eliminasi, istirahat
tidur dan lain-lain, anak juga individu yang membutuhkan kebutuhan psikologis
sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Jing & Ming
2019).
Anak pada masa usia prasekolah disebut sebagai masa yang sangat aktif
seiring dengan masa perkembangan otot yang sedang tumbuh dan peningkatan
aktivitas bermainnya. Para ahli menggolongkan usia balita pada usia pra- sekolah
sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai
serangan penyakit dan penyakit yang sering dijumpai adalah penyakit infeksi
(Wowor et al. 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh satu dari 4 virus dengue berbeda dan ditularkan melalui nyamuk
terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di daerah tropis dan
subtropis di antaranya kepulauan di Indonesia hingga bagian utara Australia.
Menurut data (WHO 2021) memperkirakan setiap tahunnya terdapat sekitar 100-
400 juta infeksi DBD secara global. Asia menjadi urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD sebanyak 70% setiap tahunnya. Diketahui bahwa DBD merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas Asia Tenggara dengan 57% dari total
kasus DBD di Asia Tenggara terjadi di Indonesia.
Menurut (Kemenkes RI, 2020) kasus DBD di Indonesia hingga tahun 2020
terdapat 95.893 kaus dengan 661 orang meninggal. Total kasus DBD sendiri
tersebar di 472 kabupaten/ kota di 34 provinsi, dengan kematian akibat DBD
dilaporkan dari 219 kabupaten/ kota. Hingga pada 30 November 2020, terdapat
tambahan 51 kasus DBD dan 1 tambahanlaporan kematian akibat DBD. Dari usia

1
golongan anak-anak, proporsi DBD paling banyak terjadi pada anak usia 5-14
tahun yakni mencapai 33,97%, dan angka kematian juga paling sering terjadi pada
anak-anak yakni sebanyak 34,45%. Sedangkan menurut jenis kelamin, kasus DBD
di Indonesia lebih banyak menyerang laki-laki dengan angka 53,11, sementara
perempuan sebaynyak 46,89%.
Saat ini bukan hanya terjadi peningkatan jumlah kasus DHF, tetapi
penyebaran di luar daerah tropis dan subtropis, Setidaknya 500.000 penderita
DHF memerlukan rawat inap setiap tahunnya, dimana proporsi penderita sebagian
besar adalah anak-anak dan 2,5% di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Morbiditas dan mortalitas DHF bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain status imun, kondisi vector nyamuk, transmisi virus dengue, virulensi
virus, dan kondisi geografi setempat (Kemenkes RI, 2018).
Faktor penyebab DHF pada umumnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dan perilaku manusia. Mulai dari perilaku tidak menguras bak, membiarkan
genangan air di sekitar tempat tinggal. Belum lagi saat ini telah masuk musim
hujan dengan potensi penyebaran DHF lebih tinggi. Penderita DHF umumnya
terkena demam tinggi dan mengalami penurunan jumlah trombosit secara drastis
yang dapat membahayakan jiwa. Inilah yang membuat orangtua terkadang
menganggap remeh. Sehingga hanya diberikan obat dan menunggu hingga
beberapa hari sebelum dibawa ke dokter atau puskesmas. Kondisi ini tentu bisa
parah bila pasien terlambat dirujuk dan tidak dapat tertangani dengan cepat (Wang
et al. 2019).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka mahasiswa tertarik
melaksanakan asuhan keperawatan yang dituangkan dalam bentuk laporan kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada An. F dengan Dx Medis Dengue Fever
di Ruang Asoka Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan An. F pada Diagnosa Medis Demam
Dengue di Ruang Asoka Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya?

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien An. F pada Diagnosa Medis Dengue Fever.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An. F ?
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. F ?
c. Mampu melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada An. F ?
d. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada An. F ?
e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada An. F ?

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan serta menambah
wawasan dalam memahami penerapan langkah-langkah asuhan
keperawatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan
khususnya bagi klien Dengue Fever.
1.4.2 Bagi Praktik Keperawatan
Menjadi bahan bacaan dalam menentukan asuhan keperawatan pada
klien Dengue Fever.
1.4.3 Bagi Klien dan keluarga
Memperoleh pengetahuan tentang cara merawat, memenuhi kebutuhan
aman dan nyaman serta meningkatkan kemandirian bagi keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami sakit Dengue Fever.
1.4.4 Bagi Mahasiswa
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami sakit Dengue Fever.

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dengue Fever


2.1.1 Pengertian
Demam dengue atau Dengue Fever dan Demam Berdarah Dengue atau
DBD (Dengue Hemorrhagic Fever disingkat DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes Aegypty
(Muharrom A. A. Z & Cahyati W. H., 2022).
Dengue Fever (DF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DHF
merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di
banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang
masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup
tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan,
2018).
Dengue Fever (DF) atau Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan
penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong
Arthropod-Borne virus, genus flavivirus, famili flaviviridae. Penyakit DHF
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, dan aedes albopictus dimana
faktor utama penyakit dari DHF sehingga terjadi sepanjang tahun dan bisa
menyerang seluruh kelompok umur mulai dari anak – anak hingga orang dewasa.
Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat
(Dinkes, 2019).

2.1.2 Etiologi
Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes
aegypti.Nyamuk penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh pelosok
Indonesia (Rahayu & Budi, 2018 dalam Fitriani, 2020). Penyebab penyakit adalah
virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-bornevirus atau virus yang

4
disebabkan oleh artropoda.Virus ini termasuk genus Flavivirus dan family
Flaviviridae. Ada 4 serotipe virus yaitu :
1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia
dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indoneisa menunjukkan
Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus DHF
yang berat (Masriadi, 2019). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibody terhadap tipe yang bersangkutan, sedangkan anti body yang terbentuk
terhadap tipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap tipe lain (Wijaya, 2020 dalam Fitriani, 2020).

2.1.3 Tanda dan gejala


Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh tubuh, hyperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan
yang mungkin terjadi pada system retikolo endhothelial seperti pembesaran
kelenjar - kelenjar getah bening, hati dan limpa. Reaksi yang berbeda nampak bila
seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan.
Berdasarkan hal tersebut akan timbul the secondary heterologous infection atau
the sequential infection of hypothesis. Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi
anamnetik antibody sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen
antibody (kompleks virus antibody) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus
antibody dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
1. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen yang
diakibatkan lepasnya anafilatoksin C3a dan C3a. C3a menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat berperan
terjadinya renjatan.

5
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis akan
dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia
hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan
vasoaktif (histmin dan serotonini) yang bersifat meningkatkan permeabilitas
kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi
intravascular.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor III) yang mengakibatkan
pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi plasminogen
akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation product. Disamping itu
aktivas akan merangsang sistim klinin yang berperan dalam proses
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah (Wijaya, 2019 dalam
Fitriani, 2020).

2.1.4 Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan
pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan
dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai
reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani, 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani
maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-
8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita

6
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh
tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal
lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
atau hepatomegali (Murwani, 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta
seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.
Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani, 2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak
segera diatasi dengan baik (Murwani, 2018).

7
2.1.5 WOC DENGUE FEVER/ DHF

8
2.1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif &
Kusuma 2015 dalam Fitriani, 2020) :
a. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang
sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifastik.
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,
tempat bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin.
b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat.
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura.

9
c. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun < 20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin lembab

2.1.7 Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga
diberikan obat penurun panas (Rampengan, 2017 dalam Fitriani, 2020).
Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok Penatalaksanaan
disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk diagnosis
DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami DHF
tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak
mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang dirawat
di rumah sakit meliputi :
1. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
1) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
2) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam.
3) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,

10
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
4. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai
dengan tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid
20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan
pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24
jam.
4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan
transfusi darah atau komponen.
5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga
10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis laboratorium.
6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48
jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan
yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF
antara lain adalah (Wijayaningsih, 2017 dalam Fitriani, 2020) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,

11
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,
SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah
infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat
berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat
dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan
memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau
enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan
manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi,
dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan
bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi
hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang
jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue

12
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition
(HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini
adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian
besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingungan. Pengkajian yang
sistematis dalam keperawatan dibagi dalam 3 tahap kegiatan, meliputi :
pengumpulan data, analisa data, dan penentuan masalah (Sinulingga, 2019)
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan
ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek,
nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV),
melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.

13
e. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
berkurang.
g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
h. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan
menurun.
2) Eliminasi (buang air besar) : kadang-kadang anak yang mengalami diare
atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk Aedes aegypty.
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak
adalah sebagai berikut :
1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.

14
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
j. Sistem integumen
1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab.
2) Kuku sianosis atau tidak
3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau
epitaksis pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa
mulut kering , terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan
ditelinga (pada grade II,III,IV).
4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak
terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),
rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau
hepatomegaly dan asites.
6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
k. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) HB dan PVC meningkat (≥20%)
2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia

15
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
8) SGOT /SGPT mungkin meningkat.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada kasus Dengue Fever (DF) atau DHF (PPNI, 2018) :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
i. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
j. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan.

2.2.3 Rencana Keperawatan


Menurut (PPNI, 2018) intervensi keperawatan adalah segala treatment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.
Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi pasien Dengue Hemorrhagic
Fever menurut (SIKI DPP PPNI 2018), (SLKI DPP PPNI, 2019). Dengan

16
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI DPP PPNI
2017).

17
NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL

1 Hipertermia Thermoregulasi Manajemen hipertermia (I.15506, hal 1. Mengetahui penyebab hipertermia


berhubungan membaik (L.14134, hal 181) 2. Mengetahui kemajuan dari therapie
dengan proses 129) Ekspektasi : 3. Membantu menurunkan suhu tubuh
penyakit (D.0130, Membaik Observasi melalui proses evaporasi
hal 284) Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi penyebab hipertermia 4. Mengganti cairan tubuh yang keluar
keperawatan selama 3x24 2. Monitor suhu tubuh melalui keringat
jam suhu tubuh normal, 5. Membantu menurunkan suhu tubuh
stabil Terapeutik 6. Menghindari resiko komplikasi
3. Sediakan lingkungan yang dingin akibat hipertermia
Kriteria Hasil : 4. Berikan cairan oral 7. Membantu memenuhu kebutuhan
- Kulit merah menurun 5. Lakukan pendinginan eksternal cairan tubuh
- Takikardia menurun
- Suhu tubuh membaik Edukasi
<37,5⸰C 6. Anjurkan tirah baring
- Suhu kulit membaik
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian cairan
intravena

2 Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri 1. Untuk mengetahui tindakan apa
berhubungan Ekspektasi : Menurun (I.08238, hal 201) yang selanjutnya akan dilakukan
dengan agen Setelah dilakukan asuhan 2. Untuk mengetahui tingkat nyeri
pencedera keperawatan dalam waktu Observasi 3. Untuk mengetahui ambang nyeri
fisiologis (D.0077, 3x24 jam nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, pasien
hal 172) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas 4. Untuk mencegah nyeri
Kriteria Hasil : nyeri 5. Untuk mengetahui pemahaman
- Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri pasien terhadap nyeri
menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi respons nyeri non verbal 6. Melancarkan sirkulasi darah
meningkat 4. Identifikasi faktor yang memperberat 7. Memberikan rasa nyaman dan aman
- Keluhan nyeri menurun dan memperingan nyeri bagi pasien

17
- Meringis menurun 8. Mengurangi ketegangan otot-otot
- Sikap protektif menurun Terapeutik tubuh
- Anoreksia menurun 5. Berikan teknik non farmakologis 9. Meningkatakan pemahaman pasien
- Frekwensi nadi untuk mengurangi rasa nyeri (mis. dan keluarga sehingga lebih
menurun TENS, hipnosis akupresur, terapi kooperatif
- Nafsu makan musik, biofeedback, terapi 10. Pemahaman yang baik
menungkat pijat,aromaterapi, teknik imajinasi memungkinkan pasien lebih mudah
terbimbing) mengikuti arahan perawat/dokter
6. Berikan kompres hangat/dingin 11. Disesuaikan dengan anti nyeri yang
7. Kontrol lingkungan yang dapat di terima oleh tubuh
memperberat rasa nyeri (mis. suhu 12. Mengalihkan fokus pasien dengan
ruangan, pencahayaan, kebisingan) teknik distraksi
8. Fasilitasi istirahat dan tidur 13. Mengurangi nyeri

Edukasi
9. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
11. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
12. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

3 Defisit Nutrisi b/d Setelah dilakukan Manajemen Mual (I.03117)


Faktor Psikologis tindakan keperawatan
(mis, stress, selama 3x24 jam maka, Observasi :
keengganan untuk diharapkan Status Nutrisi 1. Identifikasi pengalaman mual R/ Untuk menilai keseimbangan cairan
makan) (D.00019) (L.03030) membaik 2. Identifikasi isyarat non verbal R/ Untuk memberikan tindakan
ketidaknyamanan keperawatan mengatasi mual

18
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi dampak mual terhadap R/ Untuk memberikan tindakan
1. Porsi makan kualitas hidup keperawatan mengatasi mual muntah
meningkat 4. Identifikasi faktor penyebab mual R/ Kekurangan cairan dan elektrolit
2. Kekuatan otot 5. Monitor mual dapat mempengaruhi tingkat
mengunyah 6. Monitor asupan nutrisi dan kalori kesadaran dan mengakibatkan syok.
meningkat
3. Kekuatan otot Teraupetik :
menelan meningkat 7. Kendalikan faktor lingkungan R/ Lingkungan mempengaruhi mual
4. Serum albumin penyebab mual seseorang
meningkat 8. Kurangi atau hilangkan keadaan R/ Mengecah tejadinya mual
5. Verbalisasi keinginan penyebab mual
untuk meningkatkan 9. Berikan makanan dalam jumlah kecil R/ Mengurangi mual berlebih
nutrisi meningkat dan menarik
6. Pengetahuan tentang 10.Berikan makanan dingin, cairan R/ Mengurangi mual berlebih
pilihan makanan yang bening, tidak berbau dan tidak
sehat meningkat berwarna
7. Pengetahuan tentang
pilihan minuman yang Edukasi :
sehat meningkat 11. Anjurkan istirahat dan tidur yang R/ Istirahat dapat mengurangi respon
8. Pengetahuan tentang cukup mual
standart asupan nutrisi 12. Anjurkan sering membersihkan R/ Kebersihan mulut dapat mengurangi
yang tepat meningkat mulut respon mual
9. Penyiapan dan 13. Anjurkan makanan tinggi R/ Makanan yang tinngi karbohidrat
peyimpanan makanan karbohidrat dan rendah lemak meningkatkan nafsu makan
yang aman meningkat 14. Anjurkan penggunaan teknik non R/ Relaksasi dapat mengurangi mual
10. Penyiapan dan farmakologi untuk mengatasi mual
peyimpanan minuman (relaksasi)
yang aman meningkat
11. Sikap terhadap Kolaborasi :
makanan atau 15. Kolaborasi pemberian antiemetik, R/ Antiemetik mengurangi mual
minuman sesuai jika perlu
dengan tujuan
kesehatan meningkat

19
12. Perasaan cepat
kenyang menurun
13. Nyeri abdomen
menurun
14. Sariawan menurun
15. Rambut rontok
menurun
16. Diare menurun
17. Berat badan
membaik
18. Indeks masa tubuh
membaik
19. Frekuensi makan
membaik
20. Nafsu makan
membaik
21. Bising usus membaik
22. Tepal lipatan kulit
trisep membaik
23. Membran mukosa
membaik

4. Defisit Pengetahan Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan (I.12383)


b/d Kurang tindakan keperawatan
Terpapar selama 1x24 jam maka, Observasi :
Informasi diharapkan Tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan R/ Untuk meningkatkan pengetahuan
(D.0111) Pengetahuan (L.12111) kemampuan menerima informasi pasien
meningkat 2. Identifikasi faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan R/ Untuk meningkatkan pengetahuan
Kriteria Hasil : motivasi perilaku hidup bersih dan pasien
1. Perilaku sesuai anjuran sehat
meningkat
2. Verbalisasi minat

20
dalam belajar Terapeutik :
meningkat 3. Sediakan materi dan media R/ Pengetahuan yang jelas dapat
3. Kemampuan pendidikan kesehatan mempemudah penerimaan pasien
menjelaskan 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan R/ Pendidikan kesehatan menjadi kunci
pengetahuan tentang sesuai kesepakatan pasien mengerti tentang kesehatan
suatu topik meningkat 5. Berikan kesempatan untuk bertanya R/ Umpan balik dalam pengetahuan
4. Kemampuan
menggambarkan Edukasi :
pengalaman meningkat 6. Jelaskan fsktor resiko yang dapat
5. Perilaku sesuai dengan mempengaruhi kesehatan R/ Faktor resiko dapat menjadi pemicu
pengetahuan 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan kurangnya informasi
meningkat sehat R/ Hidup sehat sangat bermanfaat untuk
6. Pertanyaan tentang 8. Ajarkan strategi yang dapat menjaga kesehatan agar tidak mudah
masalah yang dihadapi digunakan untuk meningkatkan terserang penyakit.
menurun perilaku hidup bersih dan sehat R/ Untuk bisa mengatur keberhasilan
7. Persepsi yang keliru perilaku sehat
terhadap masalah
menurun
8. Menjalani
pemeriksaan yang
tidak tepat menurun
9. Perilaku membaik

5 Ansietas b/d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09134)


Kurangnya tindakan keperawatan
Terpapar selama 1x24 jam maka, Observasi :
Informasi diharapkan Tingkat 1. Identifikasi saat tingkat ansietas R/ Untuk dapat mengetahui perubahan
(D.0080) Ansietas (L.09093) berubah pada tingkat ansietas dari klien
Menurun 2. Identifikasi kemampuan megambil R/ Untuk dapat mengetahui tanda
keputusan ansietas pada klien.
Kriteria Hasil : 3. Monitor tanda tanda ansietas R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
1. Verbalisasi
kebinggungan

21
menurun Terapeutik :
2. Verbalisasi khawatir 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
akibat kondisi yang menumbuhkan kepercayaan
dihadapi menurun 5. Temani pasien untuk mengurangi R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
3. Perilaku gelisah kecemasan, jika memungkinkan
mneurun 6. Pahami situasi yang membuat R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
4. Perilaku tegang ansietas
menurun 7. Dengarkan dengan penuh perhatian R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
5. Keluhan pusing 8. Gunakan pendekatan yang tenang R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
menurun dan meyakinkan
6. Anoreksia menurun 9. Tempatkan barang pribadi yang
R/ Menumbuhkan keprcayaan pasien
7. Palpitasi menurun memberikan kenyamanan
8. Diaforesis menurun 10. Motivasi mengidentifikasi situasi
R/ Dapat menjadi sebuah impian untuk
9. Tremor menurun yang memicu kecemasan
bisa mengurangi kecemasan
10. Pucat menurun 11. Diskusikan perencanaan realitis
R/ Pengetahuan yang baik dapat
11. Konsentrasi tentang peristiwa yang akan datang
mengurangi kecemasan pasien
membaik
12. Pola tidur membaik Edukasi :
13. Frekuensi pernafasan 12. Jelaskan prosedur termasuk sensasi
R/ Pengetahuan yang baik dapat
membaik yang mungkin dialami
mengurangi kecemasan pasien
14. Frekuensi nadai 13. Informasikan secara faktual
R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
membaik mengenai diagnosis, pengobatan
15. Perasaan dan pronogsis
keberdayaan 14. Anjurkan keluarga untuk tetap
membaik bersama pasien R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
16. Tekanan darah 15. Anjurkan melakukan kegiatan yang
membaik tidak kompetitif, sesuai kebutuhan R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
17. Kontak mata 16. Anjurkan mengungkapkan
membaik perasaan dan persepsi R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
18. Pola berkemih 17. Latih kegiatan penglihatan untuk
membiak mengurangi ketegangan R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien
19. Orientasi membaik 18. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat R/ Menumbuhkan kepercayaan pasien

22
19. Latih teknik relaksasi
R/ Membantu memberi rileksai pasien
Kolaborasi : lebih tenang
20. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu R/ Anti ansietas dapat membuat pasien
lebih tenang
6 Resiko syok Resiko syok (L.03022, Pencegahan syok
sindrom respon hal 148) (I.14545, hal 285)
inflamasi sistemik Ekspektasi : Menurun
(D.0087) Setelah dilakukan Observasi:
tindakan keperawatan 1. Monitor status kardiopulmonum 1. Mendeteksi dini bila terjadi tanda-
selama 3 x 24 jam frekwensi nadi tanda syok
diharapakan resiko syok 2. Monitor status oksigenasi 2. Memantau suplai oksigen ke perifer
menurun dengan 3. Monitor status cairan 3. Mengetahui tanda-tanda syok
kriteria hasil : (intake/output,turgor kulit, crt)
- Nadi kuat 4. Monitor tingkat kesadaran 4. Mengetahui derajat syok
- Output urine meningkat 5. Monitor riwayat alergi 5. Mengetahui jenis syok
- Akral dingin menurun hypovolemik/ anafilaktik
- Pucat menurun Terapeutik:
- Letargi menurun 6. Pasang jalur IV line 6. Memenuhi kebutuhan cairan

Edukasi:
7. Jelaskan penyebab faktor resiko syok 7. Pasien dan keluarga paham kondisi
8. Jelaskan tanda dan gejala syok saat ini
9. Anjurkan memperbanyak asupan 8. Membantu memantau tanda-tanda
oral syok pada pasien dan menghubungi
petugas
9. Memenuhi kebutuhan cairan
Kolaborasi:
10. Kolaborasi pemberian cairan iv 10. Mencukupi kebutuhan cairan
parenteral

23
7 Resiko Pendarahan Tujuan : Observasi
Perdarahan tidak terjadi. 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan 1. Mendeteksi dini bila terjadi tanda-
Kriteria Hasil : 2. Monitor nilai hamatokrit atau tanda perdarahan
2. Memantau hemokonsentrasi pada
1) Kelembapan kulit hemoglobin sebelum dan setelah
darah
meningkat kehilangan darah
2) Hemoglobin membaik 3. Monitor tanda-tanda vital 3. Mengetahui tanda-tanda syok
Hematokrit membaik hypovolemik
Terapeutik
4. Pertahankan bed rest selama 4. Mengurangi resiko bertambah berat
perdarahan komplikasi perdarahan

Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan 5. Mengetahui jenis syok
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan hypovolemik/ anafilaktik
untuk menghindari konstipasi 6. Pasien dan keluarga paham kondisi
saat ini
7. Anjurkan meningkatkan asupan
7. Mengurangi resiko perdarahan,
makanan dan vitamin K memenuhi kebutuhan anti koagulan
8. Anjurkan segera melapor jika terjadi 8. Mencegah komplikasi lanjutan
perdarahan

Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian obat 9. Mengurangi resiko perdarahan
pengontrol perdarahan, jika perlu
10. Mencukupi kebutuhan darah
10. Kolaborasi pemberian produk darah,
jika perlu

8 Hypovolemia Tujuan : Manajemen hipovolemia


Status cairan terpenuhi
Kriteria Hasil :

24
1) Frekwensi nadi dalam Observasi:
batas Normal 1. Monitor TTV dan gejala 1. Mendeteksi dini bila terjadi tanda-
2) Suhu tubuh dalam hipovolemia tanda hipovolemia
batas normal 2. Monitor status cairan (intake/ 2. Memantau suplai oksigen ke perifer
3) Elastisitas turgor kulit output,turgor kulit, crt)
membaik 3. Monitor tingkat kesadaran 3. Mengetahui tanda-tanda
4) Intake cairan hipovolemia
membaik 8-8,5 Terapeutik :
cc/kgbb/hri 4. Hitung kebutuhan cairan 4. Mengetahui derajat kebutuhan
5) Membran mukosa 5. Berikan asupan cairan oral cairan tubuh
lembab, tidak ada rasa 5. Memenuhi kebutuhan cairan
haus Edukasi:
6. Anjurkan memperbanyak cairan oral 6. Memenuhi kebutuhan cairan
7. Kolaborasi untuk pemberian cairan 7. Membantu memberikan cairan IV
IV line
8. Kolaborasi pemberian cairan IV 8. Mengganti cairan yang hilang dari
hipotonis tubuh
9. Kolaborasi pemberian cairan in 9. Membantu memantau tanda-tanda
isotonik syok pada pasien dan menghubungi
petugas dan memenuhi kebutuhan
cairan

9 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi


aktivitas intervensi selama
berhubungan 3 x 24 jam, maka Observasi :
1. Mendeteksi dini bila terjadi alfungsi
dengan toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
tubuh
ketidakseimbangan meningkat, yang mengakibatkan kelelahan
2. Memantau suplai oksigen ke perifer
antara suplai dengan 2. Monitor kelelahan fisik dan
dan kebutuhan Kriteria hasil: emosional
3. Mengetahui defisit perawatn diri klien
3. Lakukan latihan rentang gerak pasif
oksigen ditandai a. Frekuensi
dan1) Monitor tingkat toleransi
dengan pasien nadi menurun
aktivitas/ atau aktif
mengeluh Lelah b. Keluhan

25
lelah 4. Anjurkan tirah baring 4. Mengurangi antivitas yang berlebihan
menurun
c. Dispnea saat Terapeutik :
aktivitas 5. Kolaborasi dengan ahli gizi 5. Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
menurun tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
6. Rehabilitasi Jantung 6. Meningkatkan toleransi aktivitas
a) Periksa kontraindikasi latihan
(takikardia) >120 x/menit, TDS
>180 mmHg, TDD >110
mmHg, hipotensi ortostatik
>20 mmHg, angina, dispnea,
gambaran EKG iskemia, blok
atrioventrikuler derajat 2 dan
3, takikardia ventrikel)
b) Fasilitasi pasien
menjalani fase 1 (inpatient)

Edukasi :
7. Anjurkan menjalani latihan sesuai 7. Meningkatkan toleransi aktivitas
toleransi secara bertahap.

10 D.0005 Pola Setelah dilakukan Pola nafas membaik (l.01004) 1. Mendeteksi dini bila terjadi gagal
Napas Tidak tindakan keperawatan nafas.
Efektif selama 3x24 jam ventilasi A. Pemantauan respirasi (i.01014) 2. Deteksi dini komplikasi gagal nafas
3. Mencegah penumpukan sputum
adekuat
4. Mencegah terjadinya retensi sputum
Kriteria hasil : 5. Mencegah resiko apnoe
Observasi :
Tekanan ekspirasi 6. Deteksi dini gangguan pada paru 7.
1. Monitor frekuensi, irama,

26
meningkat. kedalaman, dan upaya napas Mengetahui adanya suara nafas
Tekanan inspirasi 2. Monitor pola napas (seperti tambahan
menurun bradipnea, takipnea, hiperventilasi, 8. Mengetahui suplai oksigen ke perifer
kussmaul, cheyne-stokes, biot, 9. Deteksi dini gagal nafas
Dispnea menurun
ataksik 10. Mengetahui adanya cairan bebas
Frekwensi nafas membaik 3. Monitor kemampuan batuk efektif pada paru
4. Monitor adanya produksi sputum 11. Mencapai hasil yang akurat
5. Monitor adanya sumbatan jalan 12. Catatan kondisi klien
napas 13. Klien dan keluarga lebih paham dan
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru kooperatif
7. Auskultasi bunyi napas 14. Tindak lanjut jika ada hasil yang
8. Monitor saturasi oksigen tidak normal.
9. Monitor nilai agd
10.Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik :
11. Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
13. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
14. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

27
2.2.4 Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktifitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan
(PPNI, 2019). Tindakan yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi (PPNI, 2018), yaitu :
a. Tindakan Observasi yaitu tindakan yang dianjukan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data status kesehatan pasien. Tindakan ini umumnya diawali
dengan kata periksa, identifikasi, atau monitor.
b. Tindakan Terapeutik yaitu tindakan yang secara langsung dapat berefek
memulihkan status kesehatan pasien atau dapat mencegah perburukan
masalah kesehatan pasien dan umumnya menggunakan kata lakukan,
berikan, dan sebagainya.
c. Tindakan Edukasi yaitu tindakan yang ditunjukkan untuk meningkatkan
kemampuan pasien dalam merawat dirinya dengan membantu pasien dalam
memperoleh perilaku baru yang dapat mengatasi masalah dan umumnya
menggunakan kata ajarkan, anjurkan, latih, dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaborasi yaitu tindakan yang membutuhkan kerjasama baik
perawat lainnya maupun profesi kesehatan lainnya. Tindakan ini
membutuhkan gabungan antara pengetahuan dan keterampilan baik perawat
maupun profesi kesehatan lainnya serta umumnya menggunakan kata
kolaborasi, rujuk, atau konsultasi.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnyasecara umum, evaluasi
ditujukan untuk melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan,
menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. Evaluasi terbagi
menjadi dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif

28
berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan,
dirumuskan dengan empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP,
subyektif(data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis
data (pembandingan data dengan teori), perencanaan. Sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai
dilakukan (Asmadi, 2019)

29
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Nor Vikri. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Dengan
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) Di Rumah Sakit. Samarinda.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/283/1/Untitled.pdf.

Erdin. (2018). Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Fitriani Tiara R,. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) Yang Di Rawat Di Rumah Sakit.
Kalimantan Timur.

Harmawan. (2018). Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Muharrom Ambar Atikah Zain, Cahyati Widya H,. (2022). Faktor Risiko
Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak Usia 5-14 Tahun Di Kota
Semarang. Jurnal Sehat Mandiri, Volume 17. Penerbit : Poltekkes
Kemenkes Padang.
https://jurnalpoltekkespadang.ac.id/ojs/index.php/jsm

Murwani. (2018). Patofisiologi Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta.

PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia; Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta; DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; Definisi dan Kriteria


Hasil, Edisi 1. Jakarta; DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia; Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1.Jakarta; DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia; Definisi dan Kriteria


Hasil, Edisi 1. Jakarta; DPP PPNI.

Rampengan. (2017). Penatalaksanaan Dengue Haemorrhagic Fever.

Sinulingga, S. B. (2019). Pengkajian Keperawatan dan Tahapannya Dalam Proses


Keperawatan. 1.

WHO. (2018). Dengue Haemorhagic Fever. Jakarta.

Wijayaningsih, Kartika Sari. (2017). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta : TIM.

30

Anda mungkin juga menyukai