Disusun Oleh :
Kelompok 4
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dari mata
kuliah Pengantar Asuhan Kebidanan Kehamilan. Makalah inipun diajukan guna
memenuhi tugas kuliah kami. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik
dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Menyadari makalah yang kami ajukan
masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan bagi kita semua. Terutama dalam ilmu kebidanan. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
Kajian Pustaka
Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory
Disterss Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi
akan meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia, prolapse (keluarnya tali
pusat), resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada aterm. Hampir
semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau
persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah.
Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal ini disebabkan oleh
prematuritas akibat dari ketuban pecah dini. Hal ini juga berdampak bagi
kesmas (khusnya dalam bidang promosi kesehatan KPD berhubungan
dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% sebagai
proses pencegahan (tindakan preventif) dan penurunan angka kejadian
mortalitas dan mordibitas perinatal yang diakibatkan oleh komplikasi
kejadian ketuban pecah dini ini. Selain itu ketuban pecah dini berkaitan
dengan komplikasi persalinan, meliputi kelahiran kurang bulan, sindrom
gawat napas, kompresi tali pusat, khorioamnionitis, abruption plasenta,
sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas
perinatal. Semakin lama KPD, semakin besar kemungkinan komplikasi yang
terjadi.
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi
pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur (WHO, 2014).
1. Faktor umum:
a. Infeksi STD
2. Faktor keturunan:
a. Kelainan genetic
3. Faktor obstetrik,
a. Overdistensi uterus: Kehamilan kembar, Hidramnion
b. Serviks inkompeten
c. Serviks konisasi/menjadi pendek (Caughey, Julian, and Errol, 2008) .
d. Terdapat sefalopelvik disproporsi: Kepala janin belum masuk PAP,
Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah langsung
menerima tekanan intrauteri yang dominan, Pendular abdomen,
Grandemultipara
4. Tidak diketahui sebabnya
Dikemukakan bahwa kejadian ketuban pecah dini sekitar 5-8%.
Lima persen diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam,
sekitar 95% diikuti oleh persalinmi dalam 72-95 jam, dan selebihnya
memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi
persalinan atau operatif.
Persoalan ketuban pecah dini yang dihadapi, yaitu jika terjadi pada
persalinan prematur sehingga menyulitkan kita untuk mengambil tindakan
karena keadaan janin yang prematur, yang dapat menyebabkan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Sekalipun terdapat upaya untuk melakukan tindakan konservatif,
yang dapat menunda persalinan, tetapi jumlahnya hanya sekitar 10%,
selebihnya akan membahayakan janin dan menimbulkan komplikasi
maternal (Manuaba, 2007).
1. Maternal
a. Demam (dan takikardi)
b. Kontraksi uterus
c. Keluamya cairan ketuban melalui vagina
d. Cairan amnion yang keruh dan berbau
e. Leukositosis
f. Peningkatan LEA
2. Fetal
a. Takikardi
b. Gangguan kardiotokografi
c. Profil biofisik menurun
3. Cairan amnion
Volume cairan ketuban berkurang (Shaver and Phelan, 1993).
2.7 Diagnosis
Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan
penanganan selanjutnya. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan
diagnosis adalah :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluamya cairan dari
vagina, bila ketuban bam pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas. Adanya cairan yang berisi
mekonium, vemiks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo (bulu-bulu
halus), bila telah terinfeksi akan berbau.
b. Inspekulo
Pada pemeriksaan dengan spekulum, akan tampak keluar cairan
dari OUE. Seandainya belum keluar, fundus uteri ditekan, penderita
diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau
bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada fomiks anterior. Lihat dan perhatikan apakah
memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang
sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada fomiks posterior
(Soetomo, 2009).
c. Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam didapatkan cairan di dalam vagina dan
selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Pemeriksaan dalam bimanual
perlu dipertimbangkan karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora
vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat
menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau
ketuban pecah dini sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan dan dibatasi sesedikit mungkin (Soetomo, 2009).
3. Pemeriksaan USG
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini antara Iain:
a. Tes lakmus (tes nitrazin)
Penggunaan nitrazin sebagai indikator pecahnya selaput ketuban
pertama kali diusulkan oleh Baptisi (1983), dan merupakan cara yang
sederhana dan cukup dapat dipercaya. Kertas periksa dilumuri
nitrazin, wama yang timbul dibandingkan terhadap wama pada kartu
wama standar. pH cairan di vagina ditentukan dengan cara
memasukkan lidi-kapas steril jauh ke dalam vagina, kemudian ujung
kapas yang basah dioleskan pada kertas nitrazin, dan membandingkan
wama yang timbul dengan kartu wama.
b. Tespakis
Dilakukan dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
c. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat
jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohidramnion). Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion (Gorski and Mercer,
2002).
d. Pemeriksaan leukosit darah
Untuk mengetahui terjadinya infeksi yg diakibatkan oleh
ketuban pecah dini. Leukosit darah; > 15.000/ul maka ini indikasi
telah terjadi infeksi (Mansjoer, dkk., 2000).
1. Infeksi intrauterin
2. Tali pusat menumbung
3. Persalinan Prematur
4. Distosia (oleh partus kering)
1. Bagi ibu
a. Infeksi dalam persalinan
b. Partus lama
c. Perdarahan pasca persalinan
d. Meningkatkan tindakan operatif obstetrik (khususnya
seksio sesaria)
e. Morbiditas dan mortalitas matemal.
2. Bagi janin
a. Persalinan
Prematur Masalah yang dapat terjadi pada
persalinan prematur diantaranya adalah sindrom gawat
napas, hipotermia, masalah asupan makanan neonatus,
prematuritas retinopati, perdarahan intraventrikular,
necrotizing enterocolitis, gangguan otak (risiko untuk
serebral palsy), hiperbilirubinemia, anemia, dan sepsis.
b. Prolaps funiculW penuninan tali pusat
Hal ini bisa menyebabkan gawat janin dan kematian
janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi
bokong atau letak lintang).
c. Hipoksia dan asfiksia sekunder
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri,
nilai APGAR rendah, ensefalopati, serebral palsy,
perdarahan intrakranial, gagal ginjal, dan respiratory
distress (Blumenfeld, et al., 2010).
d. Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi
hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan PJT.
e. Morbiditas dan mortalitas perinatal
f. Oligohidramnion
g. Partus kering
2.12 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan. Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010),
meliputi :
1. Konserpatif
a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik
pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila
tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari.
c. Jika umur kehamilan 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila
gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda
infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan diakhiri.
d. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea
e. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2009) tentang
penatalaksanaan KPD adalah :
1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan
khususnya maturitas paru sehingga mengurangi kejadian
kegagalan perkembangan paru yang sehat.
2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang
menjadi pemicu sepsis, maningitis janin, dan persalinan
prematuritas
3) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat
diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin
dapat terjamin.
4) Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan
menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin
tidak dapat diselamatkan
5) Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan
keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan
mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk
menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan
janinnya.
6) Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk
mengukur distansia biparietal dan perlu melakukan
aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan
kematangan paru.
7) Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan
selang waktu 6-24 jam bila tidak terjadi his spontan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada
wanita dan keluarganya. Bidan harus membantu wanita
mengeksplorasi rasa takut yang menyertai perkiraan kelahiran janin
premature serta risiko tambahan korioamnionitis. Rencana
penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan periode tirah baring
dan hospitalisasi yang memanjang harus didiskusikan dengan wanita
dan keluarganya. Pemahaman dan kerja sama keluarga merupakan hal
yang penting untuk kelanjutan kehamilan.
3.2 Saran
Sebagai seorang bidan yang menjalankan tugasnya sebagai
pelaksana, harus memiliki ilmu yang berkualitas agar dalam
memberikan asuhan kepada ibuhamil khususnya ilmu mengenai
Ketuban Pecah Dini (KTD), dengan begitu bidan pelaksana dapat
memberikan asuhan yang efektif dan efisien untuk ibu pada saat proses
persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti Dan Oktarina, Aini. 2012. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini
Antara Primipara Dan Multipara. Jurnal Midpro. 1(1): 1-7.
file:///C:/Users/owner/Downloads/1.%20perbedaan%20kejadian
%20ketuban%20pecah.pdf. Diskses Pada Tanggal 26 Agustus 2019.
Ida, Ayu. (2008). Gawat Darurat Obstetric Ginekologi Untuk Profesi Bidan,.
Jakarta : EGC.
Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2009.Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta.
EGC.
Purwaningtyas, D. K. Dan Galuh, N. P. 2017. Faktor Kejadian Anemia Pada Ibu
Hamil.HIGEIA. 1(3):46.
Rohmawati, Nur dan Fibriana, Arulita Ika. 2018. Ketuban Pecah Dini Di Rumah
Sakit Umum Daerah Ungaran. Higeia Journal Of Public Health Research
And Depelopment. 2(1): 24-25.
file:///C:/Users/owner/Downloads/17937Article%20Text-45039-1-10-
20180309.pdf. Diskses Pada Tanggal 26 Agustus 2019.
Saifudin. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : YBP-SP.
Sepduwiana, Heny. 2013. Faktor Terjadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ibu
Bersalin Di Rumah Sakit Umum Hulu 2011. Jurnal Maternity And
Neonatal. 1(3): 144-145. file:///C:/Users/owner/Downloads/1103-2779-1-
PB.pdf. Diskses Pada Tanggal 26 Agustus 2019.
Sudarto Dan Tunut. 2016. Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil
Dengan Infeksi Menular Seksual. Jurnal Vokasi Kesehatan. 2(2): 126-
127.file:///C:/Users/owner/Downloads/67-130-1-SM.pdf. Diskses Pada
Tanggal 26 Agustus 2019.
WHO. 2014. Levels And Trend Maternal Mortality Rate. Geneva, 7(13):125-126.
Yulaikhah, Lily. 2008.Kehamilan: Seri Asuhan Kebidanan.Jakarta: EGC.