Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Auzura Qatrunnida Rahmani P17324119036

Putri valeri P17324119039

Rahmawati Kartini P17324119041

Shifa Wilanda Susetyo P17324119060

Tsalsa Putri Thahira P17324119063

Ulfiyah Khoirunisa P17324119065

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dari mata
kuliah Pengantar Asuhan Kebidanan Kehamilan. Makalah inipun diajukan guna
memenuhi tugas  kuliah kami. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik
dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Menyadari makalah yang kami ajukan
masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan bagi kita semua. Terutama dalam ilmu kebidanan. Amin.

Bandung, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

Kajian Pustaka

2.1 Pengertian KPD


Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW) sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM)
didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada
primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini
dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada
keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah
dini merupakan masalah penting dalam masalah obstetri yang juga dapat
menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta dapat meningkatkan kesakitan
dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, 2017).

Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory
Disterss Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi
akan meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia, prolapse (keluarnya tali
pusat), resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada aterm. Hampir
semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau
persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah.
Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal ini disebabkan oleh
prematuritas akibat dari ketuban pecah dini. Hal ini juga berdampak bagi
kesmas (khusnya dalam bidang promosi kesehatan KPD berhubungan
dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% sebagai
proses pencegahan (tindakan preventif) dan penurunan angka kejadian
mortalitas dan mordibitas perinatal yang diakibatkan oleh komplikasi
kejadian ketuban pecah dini ini. Selain itu ketuban pecah dini berkaitan
dengan komplikasi persalinan, meliputi kelahiran kurang bulan, sindrom
gawat napas, kompresi tali pusat, khorioamnionitis, abruption plasenta,
sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas
perinatal. Semakin lama KPD, semakin besar kemungkinan komplikasi yang
terjadi.

Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi
pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur (WHO, 2014).

2.2 Klasifikasi Ketuban Pecah Dini


Klasifikasi ketuban pecah dini dibagi atas usia kehamilan, yaitu kapan
keadaan ketuban pecah dini itu terjadi. Batasan waktu usia kehamilan yang
dijadikan pemisah antara tipe ketuban pecah dini yaitu pada usia kehamilan
37 minggu.

1. Ketuban pecah dini atau disebut ji^ Premature Rupture of Membrane


atau Prelabour Rupture of Membrane (PROM), adalah pecahnya
selaput ketuban pada saat usia kehamilan lebih dari 37 minggu.
Insiden/*/?OM adalah 8-10% kehamilan.
2. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran
korioamniotik sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau
disebut juga Preterm Premature Rt^ture of Membrane atau Preterm
Prelabour Riqjture of Membrane (PPROM). Insiden PPROM adalah
sekitar 1% kehamilan (Soetomo, 2009)

2.3 Mekanisme dan Etiologi KPD


Mekanisme ketuban pecah dini yaitu terjadinya pembukaan prematur
serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi dan
nekrosis serta dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga
membran ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban
dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik, enzim
kolagenase (Ayu, 2008).
Sebab-sebab terjadinya ketuban pecah dini, dapat dijabarkan sebagai
berikut:

1. Faktor umum:

a. Infeksi STD

b. Faktor sosial: Perokok , Peminum , Keadaan sosial ekonomi rendah

2. Faktor keturunan:

a. Kelainan genetic

b. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum (Manuaba,


2007) .

3. Faktor obstetrik,
a. Overdistensi uterus: Kehamilan kembar, Hidramnion
b. Serviks inkompeten
c. Serviks konisasi/menjadi pendek (Caughey, Julian, and Errol, 2008) .
d. Terdapat sefalopelvik disproporsi: Kepala janin belum masuk PAP,
Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah langsung
menerima tekanan intrauteri yang dominan, Pendular abdomen,
Grandemultipara
4. Tidak diketahui sebabnya
Dikemukakan bahwa kejadian ketuban pecah dini sekitar 5-8%.
Lima persen diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam,
sekitar 95% diikuti oleh persalinmi dalam 72-95 jam, dan selebihnya
memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi
persalinan atau operatif.
Persoalan ketuban pecah dini yang dihadapi, yaitu jika terjadi pada
persalinan prematur sehingga menyulitkan kita untuk mengambil tindakan
karena keadaan janin yang prematur, yang dapat menyebabkan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Sekalipun terdapat upaya untuk melakukan tindakan konservatif,
yang dapat menunda persalinan, tetapi jumlahnya hanya sekitar 10%,
selebihnya akan membahayakan janin dan menimbulkan komplikasi
maternal (Manuaba, 2007).

2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini (KPD)


1. Usia
Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem
reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang
kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.
2. Sosial ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan
kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Rendahnya pendapatan merupakan
rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas
kesehatan sesuai kebutuhan .
3. Paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami
KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau
dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan
berikutnya .
4. Anemia
Dampak anemia pada janin antara lain abortus, terjadi kematian
intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan
mudah infeksi. Saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan
prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah dini. Pada
saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan his, retensio plasenta dan
perdarahan post partum karena atonia uteri.
5. Perilaku Merokok
Rokok mengandung lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi
termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-
lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan
gangguangangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan
resiko lahir mati yang lebih tinggi.
6. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian
KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi
kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Wanita yang pernah mengalami KPD pada
kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya .
7. Serviks yang inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
8. Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:
a. Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis .

b. Gemelli Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau


lebih.

Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang


berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim
secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative
kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah .
9. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
infeksi asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban.
10. Trauma
Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi
atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat
misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini dan biasanya disertai dengan
infeksi.
11. Keadaan letak janin
Kelainan letak, misalnya letak sungsang, sehingga tidak ada
bagian terendah yang menutupi PAP yang dapat menghalangi tekanan
membran bagian bawah (Gorski and Mercer, 2002).
12. Defisiensi gizi
Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askoibat (Vitamin C)
(Walkinshaw, 2001).
13. Faktor lain;
a. Faktor golongan darah
b. Kulit ketuban
c. Faktor disproposisi antar kepala janin dan panggui ibu
d. Faktor multigraviditas, riwayat kelahiran prematur sebelumnya,
merokok, dan perdarahan antepartum (Major and Garite, 1997).
2.5 Patofisiologis KPD
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular


matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah.

Degradasi kolagen dimediasi oleh MMP yang dihambat oleh inhibitor


jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran
janin. Aktifitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung
terjadi ketuban pecah dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester


ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban
ada hubimgannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan
janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-
faktor ekstemal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah
dini prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio
plasenta (Soetomo, 2009).

2.6 Gejala dan tanda KTD


Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini Tanda yang terjadi adalah
keluamya cairan ketuban melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis,
berbeda dengan urin yang berbau pesing seperti bau amoniak, dengan ciri
pucat. Cairan ini tidak akan habis atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Cairan ketuban berwama jemih, kadang-kadang bercampur lendir
darah. Apabila telah terjadi infeksi, maka dapat terjadi demam, keluamya
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, dan denyut jantung janin bertambah
cepat. Secara garis besar, tanda dan gejala dapat dibagi berdasarkan tanda dan
gejala maternal, fetal, dan cairan amnion.

1. Maternal
a. Demam (dan takikardi)
b. Kontraksi uterus
c. Keluamya cairan ketuban melalui vagina
d. Cairan amnion yang keruh dan berbau
e. Leukositosis
f. Peningkatan LEA
2. Fetal
a. Takikardi
b. Gangguan kardiotokografi
c. Profil biofisik menurun
3. Cairan amnion
Volume cairan ketuban berkurang (Shaver and Phelan, 1993).

2.7 Diagnosis
Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan
penanganan selanjutnya. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan
diagnosis adalah :

1. Anamnesis

Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari


jalan lahir atau basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada
tingkat lanjut dapat disertai mekonium.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluamya cairan dari
vagina, bila ketuban bam pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas. Adanya cairan yang berisi
mekonium, vemiks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo (bulu-bulu
halus), bila telah terinfeksi akan berbau.
b. Inspekulo
Pada pemeriksaan dengan spekulum, akan tampak keluar cairan
dari OUE. Seandainya belum keluar, fundus uteri ditekan, penderita
diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau
bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada fomiks anterior. Lihat dan perhatikan apakah
memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang
sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada fomiks posterior
(Soetomo, 2009).
c. Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam didapatkan cairan di dalam vagina dan
selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Pemeriksaan dalam bimanual
perlu dipertimbangkan karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora
vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat
menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau
ketuban pecah dini sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan dan dibatasi sesedikit mungkin (Soetomo, 2009).
3. Pemeriksaan USG

Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang/


oligohidramnion, namun dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai
penyebab oligohidramnion dengan penyebab lainnya.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini antara Iain:
a. Tes lakmus (tes nitrazin)
Penggunaan nitrazin sebagai indikator pecahnya selaput ketuban
pertama kali diusulkan oleh Baptisi (1983), dan merupakan cara yang
sederhana dan cukup dapat dipercaya. Kertas periksa dilumuri
nitrazin, wama yang timbul dibandingkan terhadap wama pada kartu
wama standar. pH cairan di vagina ditentukan dengan cara
memasukkan lidi-kapas steril jauh ke dalam vagina, kemudian ujung
kapas yang basah dioleskan pada kertas nitrazin, dan membandingkan
wama yang timbul dengan kartu wama.
b. Tespakis
Dilakukan dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
c. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat
jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohidramnion). Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion (Gorski and Mercer,
2002).
d. Pemeriksaan leukosit darah
Untuk mengetahui terjadinya infeksi yg diakibatkan oleh
ketuban pecah dini. Leukosit darah; > 15.000/ul maka ini indikasi
telah terjadi infeksi (Mansjoer, dkk., 2000).

Walaupun pendekatan diagnosis ketuban pecah dini cukup banyak


macam dan caranya, namun pada umumnya ketuban pecah dini sudah bisa
terdiagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan sederhana. Secara klinik,
diagnosis ketuban pecah dini tidak sukar dibuat. Anamnesis pada klien
dengan keluamya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah
dapat menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini (Gorski and Mercer,
2002).

2.8 Cara Menentukan KPD dan Prinsip KPD


Cara menentukan KPD Kadang-kadang agak sulit atau meragukan
kita apakah ketuban benar sudah pecah atau belum, apabila pembukaan
kanalis serviks belum ada atau kecil, cara menentukannya :

1. Adanya cairan berisi dan mekonium, verniks caseosa, rambut lanugo


dan kadang-kadang berbau kalau sudah infeksi.
2. Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah air ketuban keluar dari kanalis
servikalis dan bagian yang sudah pecah.
3. Lakmus (Limus) a. Jadi biru (basa) berarti air ketuban b. Jadi merah
(asam) berarti air kemih (urine).
4. Pemeriksaan Ph forniks posterior, pada PROM atau KPD Ph adalah
basa (air ketuban).
5. Pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
6. Abrization dan sitologi air ketuban

Prinsip ketuban pecah dini, yaitu :

1. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan


berlangsung
2. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obtetrik
berkaitan dengan penyakit kelahiran preamtur dan terjadi yang
karioamnionity sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
3. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua
faktor tersebut, berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.

2.9 Upaya Untuk Mencegah Terjadinya KTD


Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ketuban
pecah dini yaitu dengan cara(Saifudin, 2002):

1. Memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil tentang kehamilan,


persalinan
2. Menganjurkan agar ibu hamil secara rutin melakukan ANC (Ante
Natal Care) ke tempat pelayanan kesehatan selama kehamilan
berlangsung, disamping itu ibu perlu hati-hati dalam beraktifitas
sehari-hari sehingga persalinannya nanti bisa berjalan lancar dan tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Apabila ibu ada di rumah sakit maka petugas harus merawat dengan
baik dan mengupayakan agar tidak terjadi infeksi yang
membahayakan.Dalam penanganan ketuban pecah dini memerlukan
pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi dan komplikasi pada ibu dan
janin atau tanda-tanda persalinan.
4. Pada ketuban pecah dini jalan lahir sudah terbuka sehingga tidak boleh
terlalu sering diperiksa dalam karena pada ketuban pecah dini dapat
terjadi infeksi intrapartum (pada ketuban pecah 6 jam resiko infeksi
meningkat satu kali, ketuban pecah 24 jam resiko infeksi meningkat
dua kali lipat). Selain itu dapat dijumpai juga infeksi puerpuralis
(nifas), peritonitis, septicemia dan dry labor atau partus kering.
5. Solusi lain yang bisa dilakukan oleh Rumah Sakit untuk mencegah
terjadinya ketuban pecah dini adalah menjalin kerjasama lintas
program dengan bidan desa agar lebih optimal dan lebih intensif dalam
pelaksanaan Ante Natal Care pada ibu hamil sehingga bisa mengurangi
resiko terjadinya Ketuban Pecah Dini.

2.10 Perbedaan Kejadian KPD Pada Ibu Bersalin Primipara dan


Multipara.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obtetrik
berkaitan dengan penyakit kelahiran prematur dan terjadi yang
karioamnionity sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.

1. Kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin primipara.

Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar (65 %)


responden pada ibu bersalin primipara tidak mengalami kejadian
ketuban pecah dini (KPD). menunjukkan bahwa kejadian ketuban
pecah dini pada ibu bersalin primipara angka kejadiannya hanya
sedikit. Hal tersebut dikarenakan Ibu bersalin primipara belum pernah
mengalami trauma akibat riwayat persalinan yang lalu sehingga tidak
terjadi inkompetensia serviks,suatu kondisi dimana mulut rahim
mengalami pembukaan dan penipisan sehingga tidak bisa menahan
janin dan selaput ketuban. Ibu yang baru pertama kali hamil dan
sangat mengharapkan kehadiran seorang anak dalam pernikahannya
dia akan sangat menjaga kehamilannya agar selalu sehat, keadaan ini
juga dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti: usia dan pekerjaan.

2. Kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin multipara.

Hasil penelitian didapatkan data bahwa hampir seluruh (80 %)


responden pada ibu bersalin multipara mengalami kejadian ketuban
pecah dini (KPD). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu bersalin
multipara hampir seluruhnya mengalami ketuban pecah dini. Pada
multipara sebelumnya sudah terjadi persalinan lebih dari satu kali
yang dapat mempengaruhi berkurangnya kekuatan otot uterus dan
abdomen, keadaan ini mempengaruhi kekuatan membrane untuk
menahan cairan ketuban sehingga tekanan intra uterin meningkat dan
menyebabkan selaput cairan ketuban lebih rentan untuk pecah. KPD
pada multipara juga disebabkan oleh beberapa faktor yang saling
berkaitan yaitu pendidikan, usia dan pekerjaan atau aktifitas.

Tingkat pendidikan mempunyai hubungan dengan


pengetahuan yang dimiliki, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang semakin banyak pengetahuan yang dimiliki sehingga
semakin muda pula petugas kesehatan agar dapat memberikan
informasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin
untuk antisipasi resiko tinggi. Dengan responden yang hampir
seluruhnya berpendidikan menengah maka agak sedikit kesulitan bagi
petugas kesehatan dalam memberikan motifasi untuk pemeriksaan
kehamilan secara rutin, karena pada masa sekolah mereka sedikit
sekali menerima informasi seputar kehamilan, dan mereka
menganggap kehamilan adalah sesuatu yang alami dan tidak perlu
dikhawatirkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh
responden berusia produktif, sehingga responden mempunyai banyak
sekali kegiatan atau aktifitas. dalam hal ini erat kaitannya dengan
pekerjaan responden, jika responden mempunyai pekerjaan diluar
rumah atau bekerja dikantor maka responden akan lebih banyak
mendapatkan wawasan tentang kehamilan dari teman sekantornya.
Berbeda dengan responden yang hanya sebagai ibu rumah tangga,
mereka akan lebih banyak dirumah dan kurang informasi tentang
kesehatan ibu hamil; disamping itu pekerjaan rumah tangga yang tidak
ada hentinya akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis ibu, ibu bisa
kecapekan dan jenuh.

Dapat disimpulkan bahwa kejadian ketuban pecah dini lebih


sering terjadi pada ibu bersalin multipara, hal ini disebabkan karena
secara anatomi sebagian besar kondisi serviks ibu bersalin multipara
memang sudah membuka akibat proses persalinannya yang lalu
sehingga tidak bisa menahan dan melindungi selaput ketuban baik
terhadap trauma maupun terhadap infeksi, seiring dengan tuanya
kehamilan selaput ketuban akan mengalami pematangan dan
penipisan, keadaan ini akan menyebabkan selaput ketuban mudah
pecah. Disamping itu jika usia kehamilan sudah mendekati aterm ibu
hamil sering mengalami kontraksi uterus atau yang disebut his
pengiring, dalam hal ini ibu bersalin multipara yang kondisi
serviksnya sudah membuka akan lebih mudah terjadi ketuban pecah
dini dibandingkan dengan ibu bersalin primipara yang kondisi
serviksnya masih menutup.
2.11 Komplikasi
Komplikasi Ketuban Pecah Dini Komplikasi paling sering terjadi
pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah
sindrom gawat napas, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko
infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua ibu hamil
dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi imtuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluamya tali pusat dapat terjadi
pada ketuban pecah dini.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban


pecah dini preterm. Hipoplasia pam merupakan komplikasi fatal yang
terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 23 minggu.

Komplikasi yang kemungkinan dapat terjadi antara lain:

1. Infeksi intrauterin
2. Tali pusat menumbung
3. Persalinan Prematur
4. Distosia (oleh partus kering)

Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin


adalah:

1. Bagi ibu
a. Infeksi dalam persalinan
b. Partus lama
c. Perdarahan pasca persalinan
d. Meningkatkan tindakan operatif obstetrik (khususnya
seksio sesaria)
e. Morbiditas dan mortalitas matemal.
2. Bagi janin
a. Persalinan
Prematur Masalah yang dapat terjadi pada
persalinan prematur diantaranya adalah sindrom gawat
napas, hipotermia, masalah asupan makanan neonatus,
prematuritas retinopati, perdarahan intraventrikular,
necrotizing enterocolitis, gangguan otak (risiko untuk
serebral palsy), hiperbilirubinemia, anemia, dan sepsis.
b. Prolaps funiculW penuninan tali pusat
Hal ini bisa menyebabkan gawat janin dan kematian
janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi
bokong atau letak lintang).
c. Hipoksia dan asfiksia sekunder
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri,
nilai APGAR rendah, ensefalopati, serebral palsy,
perdarahan intrakranial, gagal ginjal, dan respiratory
distress (Blumenfeld, et al., 2010).
d. Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi
hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan PJT.
e. Morbiditas dan mortalitas perinatal
f. Oligohidramnion
g. Partus kering

2.12 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan. Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010),
meliputi :

1. Konserpatif
a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik
pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila
tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari.
c. Jika umur kehamilan 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila
gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda
infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan diakhiri.
d. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea
e. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2009) tentang
penatalaksanaan KPD adalah :
1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan
khususnya maturitas paru sehingga mengurangi kejadian
kegagalan perkembangan paru yang sehat.
2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang
menjadi pemicu sepsis, maningitis janin, dan persalinan
prematuritas
3) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat
diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin
dapat terjamin.
4) Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan
menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin
tidak dapat diselamatkan
5) Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan
keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan
mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk
menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan
janinnya.
6) Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk
mengukur distansia biparietal dan perlu melakukan
aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan
kematangan paru.
7) Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan
selang waktu 6-24 jam bila tidak terjadi his spontan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada
wanita dan keluarganya. Bidan harus membantu wanita
mengeksplorasi rasa takut yang menyertai perkiraan kelahiran janin
premature serta risiko tambahan korioamnionitis. Rencana
penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan periode tirah baring
dan hospitalisasi yang memanjang harus didiskusikan dengan wanita
dan keluarganya. Pemahaman dan kerja sama keluarga merupakan hal
yang penting untuk kelanjutan kehamilan.

Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi


dan tidak perlu dilakukan pada wanita dengan pecah ketuban dini,
karena ia akan diurus sesuai kebutuhan persalinan sampai persalinan
terjadi atau timbul tanda dangejala korioamninitis. Jika timbul tanda
dan gejala korioamnionitis,diindikasikan untuk segera berkonsultasi
dengan dokter yang menanganiwanita guna menginduksi persalinan
dan kelahiran. Pilihan metode persalinan(melalui vagina atau SC)
bergantung pada usia gestasi, presentasi dan berat korioamnioniti.

3.2 Saran
Sebagai seorang bidan yang menjalankan tugasnya sebagai
pelaksana, harus memiliki ilmu yang berkualitas agar dalam
memberikan asuhan kepada ibuhamil khususnya ilmu mengenai
Ketuban Pecah Dini (KTD), dengan begitu bidan pelaksana dapat
memberikan asuhan yang efektif dan efisien untuk ibu pada saat proses
persalinan.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti Dan Oktarina, Aini. 2012. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini
Antara Primipara Dan Multipara. Jurnal Midpro. 1(1): 1-7.
file:///C:/Users/owner/Downloads/1.%20perbedaan%20kejadian
%20ketuban%20pecah.pdf. Diskses Pada Tanggal 26 Agustus 2019.
Ida, Ayu. (2008). Gawat Darurat Obstetric Ginekologi Untuk Profesi Bidan,.
Jakarta : EGC.
Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2009.Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta.
EGC.
Purwaningtyas, D. K. Dan Galuh, N. P. 2017. Faktor Kejadian Anemia Pada Ibu
Hamil.HIGEIA. 1(3):46.
Rohmawati, Nur dan Fibriana, Arulita Ika. 2018. Ketuban Pecah Dini Di Rumah
Sakit Umum Daerah Ungaran. Higeia Journal Of Public Health Research
And Depelopment. 2(1): 24-25.
file:///C:/Users/owner/Downloads/17937Article%20Text-45039-1-10-
20180309.pdf. Diskses Pada Tanggal 26 Agustus 2019.
Saifudin. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : YBP-SP.
Sepduwiana, Heny. 2013. Faktor Terjadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ibu
Bersalin Di Rumah Sakit Umum Hulu 2011. Jurnal Maternity And
Neonatal. 1(3): 144-145. file:///C:/Users/owner/Downloads/1103-2779-1-
PB.pdf. Diskses Pada Tanggal 26 Agustus 2019.
Sudarto Dan Tunut. 2016. Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil
Dengan Infeksi Menular Seksual. Jurnal Vokasi Kesehatan. 2(2): 126-
127.file:///C:/Users/owner/Downloads/67-130-1-SM.pdf. Diskses Pada
Tanggal 26 Agustus 2019.
WHO. 2014. Levels And Trend Maternal Mortality Rate. Geneva, 7(13):125-126.
Yulaikhah, Lily. 2008.Kehamilan: Seri Asuhan Kebidanan.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai