DISUSUN
Oleh :
2022
LEMBAR PENGESAN
Hari :
Tanggal :
______________ ______________
Mengetahui,
Dalam menyusun Tugas Laporan ini tidak lepas dari bantuan yang bersifat
moral maupun spiritual, secara langsung maupun tidak langsung dari
berbagai pihak. Semoga Allah Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa
melindungi dan membalast segala kebaikan dengan pahala yang lebih besar
dari apa yang telah dibantu dan diberikan pada penulis. Penulis sangat
menyadari sepenuhnya bahwa dalam Tugas Laporan ini masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan penulis sehingga penulis
sangat menerima saran dan kritik yang membangun.
PENDAHULUAN
TUJUAN PUSTAKA
Kelainan ini dapat mengenai salah satu kaki baik kanan maupun kiri ataupun
dapat pula terjadi pada kedua kaki yaitu sebanyak 49 persen. Teori terkait
hipotesa penyebab kejadian CTEV pertama kali dikemukakan Hippocrates,
setelah itu beberapa teori mulai bermunculan antara lain karena kondisi
dalam kandungan, kelainan pembentukan sendi dan tulang, pertumbuhan
syaraf, migrasi otot dan kelainan pertumbuhan yang melatarbelakangi. Pada
20% kasus, CTEV diasosiasikan dengan kelainan kongenital lain.
1. Faktor risiko
Sebagian besar bayi dengan club foot tidak memiliki faktor risiko genetik,
sindrom, atau penyebab spesifik club foot di dalamnya. Hubungan
ekstrinsik yang terkait dengan club foot termasuk agen teratogenik
(misalnya, natrium aminopterin), oligohidramnion, dan cincin konstriksi
bawaan, riwayat ibu perokok yang dapat dijelaskan melalui kerusakan
DNA oksidatif oleh merokok, usia orang tua, riwayat paritas dan depresi
dan kecemasan selama kehamilan.
2. Faktor Risiko Genetik
Genetika memainkan peran penting dalam proses perkembangan kaki
pengkor. Saat ini belum ada gen spesifik yang dianggap bertanggung
jawab atas terjadinya club foot , namun risiko terjadinya club foot dapat
mencapai 24-50% pada pasien yang memiliki riwayat keluarga club foot .
Insiden club foot hingga 34% pada pasien dengan kembar monozigot
relatif tinggi jika dibandingkan dengan kembar dizigotik yang hanya
2,9%.
3. Patogenesis
Patogenesis CTEV meliputi faktor genetik, gen homebox (HOX), jalur
PITX1-TBX4, jalur gen caspases, jalur gen kolagen, gen GL13, dan gen
T-box. Faktor genetic memiliki peranan penting pada perkembangan
CTEV namun belum memiliki identifikasi pasti mengenai kandidat gen
mayor yang berperan. Banyak penelitian menunjukkan terdapatnya bukti
riwayat dalam keluarga pada 24-50% kasus CTEV.
Terdapat juga pelaporan kasus unik CTEV bilateral pada bayi triplets
preterm, yang memberikan dukungan lebih lanjut akan etiologi dan
patogenesis dasar genetic. Gen homeobox mewakili pathogenesis melalui
faktor transkripsi yang berperan utama pada proses morfogenesis
perkembangan fetus embrionik. Secara khusus, gen ini berfungsi untuk
menentukan genesis yang benar untuk berkembang menjadi tulang dan
ekstremitas. Hal ini mendasari para peneliti yang mengusulkan gen ini
sebagai kandidat patogenesis CTEV idiopatik. pada tahun 2016
menunjukkan bahwa CTEV berhubungan dengan alterasi pada domain
regulator gen, yaitu Hox A dan Hox D. Berdasarkan data tersebut dapat
diasumsikan bahwa gangguan pada klaster gen tersebut mungkin merupakan
etiologi dan patogenesis CTEV. Protein TBX4 merupakan penentu faktor
transkripsi yang diekspresikan pada hind-limb; oleh karena itu diduga
protein ini memiliki hubungan dengan patogensis CTEV. Adanya
mikrodelesi dan mikro-duplikasi protein TBX4 banyak ditemukan pada
pasien familial isolated clubfoot. Selanjutnya didapatkan bahwa gen PITX1,
yaitu penentu faktor transkripsi lainnya, ternyata memiliki jalur yang sama
dengan protein TBX4. Oleh karena jalur PITX1-TBX4 secara langsung
berpengaruh pada perkembangan awal ekstremitas, maka hal ini
dihubungkan dengan CTEV. Beberapa penelitian melaporkan bahwa mutasi
pada gen-gen yang mengkode faktor transkripsi PITX1 dan TBX4
menyebabkan anomaly muskulatur ekstremitas bawah dan berhubungan
dengan kejadian CTEV. Penelitian tahun 2017 melaporkan bahwa jalur
PITX1-TBX4 dapat dihubungkan dengan alterasi HOXC pada talus vertikal.
Pada penelitian tersebut diidentifikasi adanya delesi gen HOXC13 yang
ditemukan pada 3 generasi keluarga dengan CTEV. Mutasi jalur PITX1-
TBX4-HOXC masih sangat jarang pada pasien CTEV; oleh karena itu
mekanisme genetik lain perlu untuk diteliti. Cysteine-dependent aspartate-
directed proteases (caspases) merupakan bagian darisistein protease yang
memainkan peranan esensial dalam proses apoptosis, nekrosis, dan proses
inflamasi. Gen ini mulai diteliti sejak diketahui bahwa aktivitas caspases
ternyata berhubungan dengan perkembangan ektremitas dan merupakan gen
pertama diteliti yang memiliki hubungan dengan CTEV. Gen CASP10 ialah
jenis lain dari gen caspases yang ditemukan berhubungan dengan CTEV.
Gen kolagen juga sering dihubungkan dengan CTEV. Fokus utama pada
penelitian genetik telah mendapatkan bahwa terdapat hubungan dengan
COL9A1 dan COL1A1. COL9A1 mengkode satu dari tiga rantai kolagen
tipe IX, yaitu komponen kartilago hialin, sedangkan COL1A1 mengkode
rantai pro-alfa 1 kolagen tipe 1, yaitu sebuah komponen yang terdapat di
hamper semua jaringan ikat yang banyak pada tulang dan tendon. Pada tahun
2008, telah dilaporkan bahwa terdapat ekspresi yang tinggi COL1A1 pada
pasien dengan CTEV dibandingkan dengan pasien normal. Penelitian Wang
et al melaporkan mengenai gen yang mengatur ekspresi COL91A1 (SOX9),
yaitu varian dari COL1A1, dan ternyata ditemukan tidak ada mutase gen
namun terdapat ekspresi gen SOX9 yang tinggi pada sel-sel otot pasien
CTEV. Gen GLI3 ialah gen yang mengkode protein zinc tipe C2H2. Suatu
penelitian pada tahun 2005 menunjukkan adanya mutase gen yang
berhubungan dengan kejadian CTEV. Pada tahun 2009, penelitian lain
melaporkan adanya interaksi langsung antara rendahnya ekspresi gen
HoxD13 dapat menyebabkan peningkatan kadar gen GLI3 selama
pembentukan ekstremitas yang dipikirkan merupakan kunci penyebab pada
patogenesis CTEV. Mutasi gen T-box terutama TBX3 dan TBX4, bekerja
menekan faktor transkripsi yang berperan penting selama embrio-genesis
dan morfogenesis. Seperti halnya dengan gen yang telah disebutkan, gen ini
juga termasuk kandidat kemungkinan menyebabkan CTEV. Gen-gen
tersebut ditemukan memiliki ketidakseimbangan transmisi pada pasien
CTEV.
2.2 DIAGNOSIS
Diagnosis CTEV ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang (ultrasonografi, X-ray, dan MRI). Pada
anamnesis, perlu diketahui riwayat perinatal dan riwayat dalam keluarga.
Riwayat mengenai malpresentasi intrauterin berkaitan dengan adanya
factor mekanik yang memengaruhi mobilitas fetus seperti presentasi
sungsang, oligohidramnion selama kehamilan dapat dihubungkan dengan
artrogriposis, malformasi uterin atau fibroid uterus, serta gestasi multipel.
Diagnosis CTEV pada masa prenatal bias terlihat pada sekitar usia
kehamilan 20 minggu dan bila ditemukan adanya anomaly saat
pemeriksaan maka dibutuhkan konseling dan diskusi informasi dokter-
pasien berhubungan dengan tatalaksana dan hasil tatalaksana nanti. Hal ini
dapat mempersiapkan orang tua pasien secara emosional maupun praktikal
nantinya. Diagnosis awal CTEV pada bayi baru lahir ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kaki
belakang membentuk equinovarus dengan adanya adduksi kaki depan dan
adanya cavus. Perlu diperhatikan bila adanya lipatan yang dalam pada
bagian posterior dan bagian medial karena berhubungan dengan tingkat
keparahan deformitas (Gambar 1). Bisa terdapat adanya atrofi betis (calf)
pada bagian ipsilateral, bersamaan dengan pemendekan tendon Achilles
dan rotasi internal pada tibia. Hal ini mungkin tidak dapat terlihat saat lahir
namun akan lebih nampak seiring bertumbuhnya pasien.
1. Klasifikasi Fraktur
Secara global, sistem klasifikasi yang paling sering digunakan pada
CTEV ialah klasifikasi Dimeglio dan klasifikasi Pirani. Sistem klasifikasi
Dimeglio menjelaskan berdasarkan koreksi yang diperoleh setelah
dilakukan kekuatan reduksi ringan pada kakiyang mengalami deformitas.
Pada system klasifikasi ini terdapat 4 parameter yang dinilai yaitu: 1)
deviasi equinus pada sisi sagital; 2) deviasi varus pada sisi frontal; 3)
derotasi pada sekitar talus ke calcaneo-forefoot block; dan 4) adduksi kaki
depan pada sisi horizontal. Nilai maksimal yang diperoleh berjumlah 16
untuk kaki yang paling kaku. Terdapat tambahan 4 poin untuk penilaian
bila terdapat 4 tanda kegawatan: lipatan plantar, lipatan medial, retraksi
cavus, dan fibrosis otot (Tabel 1 dan 2) Sistem klasifikasi Pirani
mengevaluasi tanda klinis kontraktur yang merupakan karakteristik klinis
pada CTEV (Tabel 3). Setiap tanda pada sisi yang mengalami deformitas
dibandingkan dengan bagian normal yaitu sisi sebelahnya. Hal ini
dilakukan pada deformitas yang terbatas pada satu sisi saja.
Varialbel Nilai
45o-90o 4
20o-45o 3
0o-20o 2
-20o-0o 1
>-20o 0
BAB III
PENATALAKSANAAN ORTHOSIS
3.1 ASSESSMENT
Assessment merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk
memperoleh data dari pasien, yang dilakukan oleh seorang Ortotis
Prostetis untuk menggali data-data dari pasien, kemudian mencatat
dalam dokumentasi Ortotik Prostetik, yang nantinya bermanfaat
untuk proses identifikasi permasalahan dan program penatalaksanaan
Ortotik Prostetik sehingga diagnosa dan prescripsion atau resep
dalam pembuatan orthosis ataupun prosthesis sesuai dengan kendisi
pasien.
Assessment di bagi menjadi 2 yaitu assessment subyektif dan
obyektif.
1. Assessment Subyektif
a) Indentitas Pasien
Nama : An. Aisyah Nur Jannah
TTL : Klaten, 10 Oktober 2021
Usia : 3 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jemusan, RT 017/RW 006, Puluhan,
Jatinom, Klaten
b) Keluhan Pasien
Pasien menderita CTEV pada kedua kaki dengan sudut
sebesar 70°.
2. Assessment Obyektif
a) Inspeksi
Keadaan pasien terlihat bugar dan seperti kondisi balita pada
umumnya. Hanya salah 1 kakinya mengalami CTEV.
b) Palpasi
Pasien memiliki kekuatan otot yang baik dan tidak ada
fraktur.
c) Prescription
Dennis brown merupakan Orthosis yang tepat untuk
mengatasi CTEV pada pasien.
3.2 MEASUREMENT
Measurement adalah proses pengambilan ukuran pada anggota tubuh
pasien.
Langkah-langkah melakukan measurement pada balita yang
mengalami CTEV :
1. Pasien di tidurkan terlentang tanpa menggunakan sepatu ataupun
kaos kaki
2. Siapkan midline, kertas dan alat tulis
3. Mengukur panjang bahu pasien dan di dapatkan ukuran 6,5 inci
4. Mengukur panjang telapak kaki pasien yaitu sepanjang 8 inci
5. Mengukur lingkar ankle pasien yaitu 11 inci
6. Mengukur lingkar mtpj pasien yaitu 8,3 inci
3.3 FABRIKASI
Proses fabrikasi untuk membuat Dennis brown sebagai berikut :
1. Mengukur plat untuk membuat Brace sesuai ukuran yang telah di
ukur pada panjang bahu tetapi di lebihkan sekitar 2-3 inci.
Kemudian di potong dengan pemotong besi atau alumunium.
2. Merapikan brace dengan di pukul menggunakan palu agar lurus,
kemudian di kikir agar tidak menyudut.
3. Mengukur sudut-sudut pada brace dengan menggunakan kertas
ukur atau bisa menggunakan busur. Kemudian tandai pada lubang
yang akan menjadi poros sudut pada bracenya dan di bor. Dengan
sudut kedua kaki yang mengalami CTEV 70°.
4. Membuat adaptor shoes, bisa menggunakan plastik PP. Yang
pertama potong plastik secukupnya sebanyak 2 buah (untuk
bentuknya bebas), kemudian haluskan dan rapikan menggunakan
routher.
5. Tempelkan adaptor pada brace dan tandai pada adaptornya sesuai
pada lubang brace dengan posisi lubang pada adaptor akan jatuh
pada tengah-tengah adaptor dan sil pada sudut yang di anjurkan.
Kemudian lubangi dan pasang sekrup besar dan kecil pada
lubang-lubang di adaptor tadi. Gerinda bagian kepala sekrup agar
masuk ke adaptornya sehingga tidak bergeser-geser dan kuat.
6. Lubangi sebanyak 3 buah (pada sisi sisi adaptor) setiap
adaptornya untuk mengaitkan dengan shoesnya.
7. Membuat sepatu atau shoes atau bisa membeli shoes yang
tersedia sesuai ukuran.
8. Kemudian pasang adaptor pada shoesnya dengan meletakkan
adaptor di bagian bawah shoesnya, kemudian di bor pada
shoesnya sesuai lubang pada adaptornya (sebanyak 3 lubang) dan
dikeling.
9. Membengkokkan brace agar menjadi ukuran 6.5 inci atau selebar
bahu pasien, kemudian dibalut dengan spons, dengan catatan
pada lubang-lubangnya di beri tanda bagian sponsnya untuk
kemudian di lubangi.
10. Pasangkan shoes pada bracenya dan kemudian di kunci dengan
kuncian.
3.4 FITTING
Saat fitting dengan pasien, dilihat apakah alat sudah pas saat di
gunakan dan posisi kaki sudah benar, dan juga dilihat pada
lubang di bagian lateral belakang shoesnya apakah heel pada
posisi yang benar dan baik.
3.5 EDUKASI
Untuk penderita CTEV pada balita , orang tua harus mengetahui
aturan pemakaian Dennis brown. Adapun edukasi yang di ajarkan
adalah sebagai berikut :
- Brace harus di pakai 14-16 jam per hari (pada malam hari selama
12 jam dan siang hari selama 2-4 jam) hingga anak berusia 3-4 tahun.
- Saat menggunakan alatnya harus menggunakan kaos kaki agar tidak
terluka pada kulit pasiennya
- Pemakaian Dennis brown harus diperhatikan antara shoes yang
kanan dan kirinya, begitu juga pada bracenya antara yang depan dan
belakang, sesuai tanda yang di berikan pada alatnya.
REFERENCE : e-CliniC, Volume 8, Nomor 2, Juli-Desember 2020,
hlm. 211-221
1. https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/751
2. Bridgens J, Kiely N. Current management of clubfoot (congenital
3. 212 e-CliniC, Volume 8, Nomor 2, Juli-Desember 2020, hlm. 211-
221
4. Zhang G, Zhang Y, Li M. A modified Ponseti method for the
treatment of rigid idiopathic congenital clubfoot. J FootAnkle Surg.
2019;58(6):1192-6. DOI: 10.1053/j.jfas.2019.04.003
5. Mohan S, Kumar S, Prashanth L, Krishnagopal R Management of
idiopathic clubfoot by Ponseti’s technique. IJOS. 2018;4(1): 92-7.
DOI: https://doi.org/10.22271/ ortho.2018.v4.i1b.16
6. Manisha R, Priyanka K. Congenital clubfoot: a comprehensive
review. Ortho & Rheum Open Access. 2017;8(1):1-5, 555728.
DOI:10.19080/OROAJ.2017.08.555728
7. Basit S, Khoshhal KI. Genetics of clubfoot; recent progress and
future perspectives. Eur J Med Genet. 2018;61(2):107-13.
DOI:10.1016/j.ejmg.2017.09.006
8. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/
30180/29193 diakses pada hari Sabtu, 22 Januari 2022
9. Pavone V, Chisari E, Vescio A, Lucenti L, Sessa G, Testa G. The
etiology of idiopathic congenital talipes equino-varus: a systematic
review. J Orthop Surg Res. 2018;13(1):1-11. DOI:10. 1186/s13018-
018-0913-z.
10. Cosma D, Vasilescu DE. A Clinical evaluation of the pirani and
dimeglio idiopathic clubfoot classifications. J Foot Ankle
Surg.2015;54(4):5825. DOI:10.1053/j.j fas.2014.10.004
11. Richards BS, Faulks S, Rathjen KE, Karol LA, Johnston CE, Jones
SA. A comparison of two nonoperative methods of idio-pathic
clubfoot correction: the Ponseti method and the French functional
(physiotherapy)
12. Buku panduan Ponseti edisi ketiga dengan judul Kaki Pengkor :
Penanganan Dengan Metode Ponseti
DAFTAR LAMPIRAN