Anda di halaman 1dari 15

CTEV PADA ANAK

KELOMPOK. 1

1. 19007ALVIENA PUTRI CHANTIKA


2. 19014 ARTITA MAWARNI
3. 19020 DINA ERIZA
4. 19023 DOMAS ANDINI DYAH
5. 19033 IMBOKI KRISTIN BARANSANO
6. 19035 INTAN AULIA RAMADHANI
7. 19041 KLEMENTINA MARPEMU
DEFINISI
CTEV
Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)
adalah merupakan kelainan yang dibawa sejak
lahir (kongenital). CTEV adalah kelainan yang
sering pula disebut Club Foot. Kelainan ini
meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi
dari tungkai, adduksi kaki depan dan rotasi
media dari tibia.
Talipes berasal dari kata talus (Latin :
Ankle) dan pes (Latin : Kaki) sedangkan
Equino berarti seperti kuda, Varus adalah
bengkok ke dalam.
ETIOLOGI CTEV PADA
ANAK
Kebanyakan bayi dengan ctev tidak memiliki faktor resiko genetik, sindrom, atau
penyebab khusus terjadinya ctev pada mereka. Hubungan ekstrinsik yang diasosiasikan
dengan ctev antara lain agen teratogenik (misal, sodium aminopterin), oligohidramnion,
dan congenital constriction rings, riwayat ibu perokok yang dapat dijelaskan melalui
proses kerusakan DNA secara oksidatif oleh rokok, usia orang tua, riwayat paritas
serta depresi dan kecemasan pada masa kehamilan.
Terdapat beberapa faktor yang telah disepakati sebagai penyebab terjadinya CTEV,
yaitu faktor mekanik intrauterin, defek neuromuskular, defek plasma primer,
perkembangan fetus yang terhambat, dan pola pewarisan poligenik. Berdasarkan teori
Hippocrates, CTEV disebabkan oleh adanya kompresi dalam uterus (faktor mekanik)
sehingga posisi kaki menjadi equinovarus.
Penyebab utama CTEV tidak diketahui. Adanya berbagai macam teori penyebab
terjadinnya CTEV menggambarkan betapa sulitnya membedakan antara CTEV primer
dengan CTEV sekunder karena suatu proses adaptasi. Beberapa teori mengenai penyebab
terjadinya CTEV:
1.Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi dan muncul
sebelum fertilisasi.
2.Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum yang dibuahi
(dikutip dari Irani dan Sherman) yang mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi
dan minggu ke-12 kehamilan.
3.Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan temporer
dari perkembangan yang terjadi pada atau sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada
masa ini terjadi suatu deformitasclubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah
minggu ke-9, terjadilah deformitas clubfoot yang ringan hingga sedang. Teori hambatan
perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai
“Cronon”. “Cronon” ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi progresif setiap
struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi karena elemen
disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor genetic (cronon).
4. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat intrauterine crowding.
5.Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
6.Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.
Tanda dan gejala
Berikut merupakan tanda dan gejala pada bayi dengan kondisi
clubfoot:
a) Punggung kaki bengkok ke bawah
b) Kaki bisa terputar begitu parah (telapak menghadap atas sementara
punggung bengkok ke bawah) sehingga tampak terbalik.
c) Otot betis melemah
d) Kaki yang mengalami clubfoot biasanya lebih pendek dari sisi
satunya
e) Seseorang dengan clubfoot biasanya tidak merasakan
ketidaknyamanan atau sakit ketika berjalan. Ahli kesehatan biasanya
telah mendeteksi kondisi ini pada bayi sejak di dalam kandungan.
f) Namun, anak dengan kondisi ini biasanya akan merasakan sakit
seiring dengan berjalannya waktu.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)Beberapa teori yang mendukung patogenesis
terjadinya CTEV, antara lain (Patel M., 2007):
a) Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
b) Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c) Faktor neurogenik telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot peroneus pada
pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan inervasi intrauterine karena penyakit
neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung dengan adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan spina
bifida.
d) Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen. Pada penelitian
postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang pada
semua ligamen dan struktur tendon (kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan
kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk, menemukan adanya mioblast pada fasia
medialis menggunakan mikroskop elektron. Mereka menegemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang
menyebaban kontraktur medial.
e) Anomali pada insersi tendon Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali
pada insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini dikarenakan adanya
distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan pada insersi tendon.
f) Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden epidemiologi
kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi yang serupa pada insiden kasus poliomielitis di
komunitas. CTEV dikatakan merupakan keadaan sequele dari prenatal poliolike condition. Teori ini
didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut
PATHWAY
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos. Metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah
foto polos. Pemeriksaan harus mencakup gambaran tumpuan berat
karena stress yang terlibat dapat terjadi berulang-ulang.
2. CT-Scan. Pada penelitian pendahuluan mengenai CT dengan
rekonstruksi 3 dimensi, johnston et al menunjukkan bahwa kerangka
kawat luar yang dapat memantau tulang pada CTEV bisa diterapkan dan
aksis inersia dapat ditentukan di sekitar pusat massa dengan 3 bidang
perpendikuler untuk setiap tulang yng terlibat.
3. MRI. Saat ini MRI tidak banyak dilakukan untuk pemeriksaan radiologi
CTEV karena berbagai kerugiannya, diantaranya dibutuhkan alat khusus
dan sedasi pasien, besarnya pengeluaran untuk software yang
digunakan, hilangnya sinyal yang disebabkan oleh efek feromagnetik
dari alat fiksasi, dan waktu tambahan yang dibutuhkan untuk transfer
data dan postprocessing.
4. Ultrasonografi (USG). Penelitian menunjukkan bahwa gambarn
reproducible dan penilaian objektif dari beberapa hubungan antartulang
(interosseous) pada kaki normal dan pada CTEV dapat dilakukan
dengan USG.
5. Angiografi. Angiogram dapat menunjukkan abnormalitas ukuran dan
distribusi pembuluh darah kecil pada CTEV, namun temuan ini masih
terbatas dalam kegunaan secara klinis.
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Pasien bayi X laki-laki usia 6 bulan datang diantar orang tuanya pada tanggal
9 Januari 2017 dengan keluhan kaki kanan dan kiri pengkor. Orang tua mengaku hal
ini sudah dialami pasien sejak lahir. Riwayat trauma disangkal. Pada pemeriksaan
fisik, kesadaran kompos mentis, status generalis ditemukan keadaan umum tampak
sakit sedang. Tanda-tanda vital, pernafasan 24x/menit, nadi 88 x/menit, suhu 36,7°C.
Pada pemeriksaan status lokalis look didapatkan deformitas equinus dan varus,
angulasi medial, dan shortening, pada feel didapatkan pulsasi dorsalis pedis (+)
dengan capilary refill time (crt) <2 detik, pada move gerak kaki anak aktif dengan
kekuatan otot maksimal dengan nilai lima, kaki kanan dan kiri kaku, kaki depan
kanan dan kiri tidak dapat di abduksikan dan dieversikan, kaki belakang kanan dan
kiri tidak dapay dieversikan dari posisi varus. Ibu jari kaki kanan dan kiri terlihat
relative memendek. Bagian lateral kaki kanan dan kiri cembung, bagian model kaki
cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki.kaki bagian
belakang kanan dan kiri equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat
lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan
kaki kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan penunjang berupa foto polos didapatkan tampak gambaran
seperti tangga dari tulang metatarsal pada forefoot varus. Berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka ditegakkan diangnosis
congenital talipes equinovarus (CTEV).
I. Pengkajian
A. Identitas Bayi
1) Nama : bayi X
2) Umur : 6 bulan
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Tanggal Masuk : 9 Januari 2017
5) Tanggal Pengkajian : 9 Januari 2017
B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama:
 keluhan kaki kanan dan kiri pengkor
C. Pemeriksaan Fisik :
PENGKAJ  Suhu : 36,7 derajat celcius
 Nadi : 88x/menit,
IAN  RR : 24x/menit
 Kesadaran : compos mentis
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
D. Pemeriksaan Penunjang : Pada pemeriksaan status lokalis look didapatkan
deformitas equinus dan varus, angulasi medial, dan shortening, pada feel
didapatkan pulsasi dorsalis pedis (+) dengan capilary refill time (crt) <2 detik,
pada move gerak kaki anak aktif dengan kekuatan otot maksimal dengan nilai
lima, kaki kanan dan kiri kaku, kaki depan kanan dan kiri tidak dapat di
abduksikan dan dieversikan, kaki belakang kanan dan kiri tidak dapay dieversikan
dari posisi varus. Pada pemeriksaan penunjang berupa foto polos didapatkan
tampak gambaran seperti tangga dari tulang metatarsal pada forefoot varus
E. Diagnosa : congenital talipes equinovarus (CTEV).
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri)


berhubungan dengan cidera fisik
2. Resiko tinggi kerusakan
integritas kulit berhubungan
dengan gips
3. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal
4. Ansietas berhubungan dengan
abnormalitas kaki pada anak.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan Kriteria hasil

1.   Gangguan rasa nyaman Tujuan :  berikan posisi yang • mengurangi ketegangan


(nyeri) berhubungan Ketidaknyamanan yang nyaman, gunakan bantal ekstremitas yang digips
dengan cidera fisik dialami pasien tidak aka untuk menyokong area untuk mencegah nyeri
nada atau minimal dependen • udara dingin dapat
Kriteria hasil :  bila perlu batasi aktivitas mengurangi rasa gatal
 Anak tidak yang melelahkan karena substansi ini
menunjukkan bukti-  hilangkan rasa gatal mempunyai
bukti ketidaknyamanan dibawah gips dengan udara kecenderungan untuk
 ketidaknyamanan dingin yang ditiupkan dari “menggumpal” dan
minor dapat ditoleransi spuit asepto, fan, atau menimbulkan iritasi
pengering rambut
 hindari menggunakan
bedak atau lotion dibawah
gips
2  Resiko tinggi Tujuan :  pastikan bahwa semua tepi  tepi gips yang tidak
kerusakan integritas Pasien tidak mengalami gips halus dan bebas dari halus dapat mengiritasi
kulit berhubungan iritasi kulit. Kriteria hasil: proyeksi pengiritasi kulit
dengan gip  Tidak ditemukannya  jangan membiarkan anak  Untuk mencegah trauma
tanda-tanda kerusakan memasukkan sesuatu kedalam kulit
integritas kulit gips  Untuk mendorong
 waspadai anak yang lebih kepatuhan
besar untuk tidak memasukkan  Karena kulit yang tidak
benda-benda kedalam gips, bersih dapat memicu
jelaskan mengapa ini penting timbulnya iritasi
 jaga agar kulit yang terpajan  karena kulit dapat
tetap bersih dan bebas dari teriritasi akibat adanta
iritan air dalam gips
 lindungi gips selama mandi,  karena gips akan
kecuali jika gips sintetik tahan mengeras dengan kulit
terhadap air terdeskuamasi dan
 selama gips dilepas, rendam sekresi sebasea
dan basuh kulit dengan
perlahan
3.   Kerusakan Tujuan :  Dorong untuk ambulasi  Untuk meningkatkan
mobilitas fisik Pasien mempertahankan sesegera mungkin mobilitas
berhubungan penggunaan otot pada area  Ajarkan penggunaan alat  Untuk membantu
dengan kerusakan yang tidak sakit,dengan mobilisasi seperti kurk untuk melatih ekstremitas
muskuloskeletal Kriteria hasil : kaki yang di gips dengan bantuan
 Ekstremitas yang tidak  Dorong anak dengan alat penopang berat badan
sakit tetap ambulasi untuk berambulasi  Untuk melatih dan
mempertahankan tonus segera setelah kondisi meningkatkan mobil
otot yang baik. umumnya memungkinkan  Untuk melatih otot yang
 Anak melakukan  Dorong aktivitas bermain dan tidak sakit
aktivitas yang sesuai pengalihan  Untuk mempertahankan
dengan usia dan kondisi  Dorong anak untuk fleksibilitas dan fungsi
anak menggunakan sendi-sendi di sendi
atas dan di bawah gips
DAFTAR PUSTAKA
 Fadila, Alfianita.,dkk. (2017). Tatalaksana Congenital
Talipes Equino Varus (CTEV) pada Anak Usia 6
bulan. Jurnal Medula .Volume 7. Nomor 4

 Chamidah A.N. 2009. Deteksi Dini Gangguan


Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jurnal
Pendidikan Khusus Vol.5 No.2. Universitas Negeri
Yogyakarta

 Nugraeni T. 2011. Congenital Talipes Equino Varus.


Referat. Kudus: Universitas Kristen Krida Wacana

Anda mungkin juga menyukai