FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
MANGKURAT
RUMAH SAKIT ULIN BANJARMASIN
Penulis
Pembimbing
LAMBUNG
PENDAHULUAN
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai clubfoot adalah suatu gangguan perkembangan pada ekstremitas inferior yang sering
ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminologi
sindromik bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain
sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa
didampingi gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik.
CTEV sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular,
seperti spina bifida maupun spinal muskular atrofi. Tetapi bentuk yang paling
sering ditemui adalah CTEV idiopatik, dimana pada bentuk yang kedua ini
ekstremitas superior dalam keadaan normal.
Club-foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan dijelaskan oleh Hipokrates
pada 400 SM. Hipokrates menyarankan peawatan dengan cara memanipulasi kaki
dengan lembut untuk kemudian dipasang perban. Sampai saat ini, perawatan
modern juga masih mengandalkan manipulasi dan immobilisasi. Manipulasi dan
immobilisasi secara serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips
adalah metode perawatan modern non operatif. Kemungkinan mekanisme
mobilisasi yang saat ini paling efektif adalah metode Ponseti, dimana penggunaan
metode ini dapat mengurangi perlunya dilakukan operasi. Walaupun demikian,
masih banyak kasus yang membutuhkan terapi operatif.
II.
DEFINISI
Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi
adduksi, supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke
arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh
ligamen dan tendon.1 Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi
terhadap daerah plantar.
III.
INSIDENSI
FAKTOR GENETIK
V.
ETIOLOGI
Teori etiologi CTEV sudah lama dikenal sejak zaman Hippocrates. Menurut
teori ini penyebab CTEV adalah adanya kekuatan mekanik dari luar yang
mengakibatkan terganggunya kecepatan tumbuh tulang, ligamen dan otot. Tapi
teori ini sekarang sudah tidak bisa diterima lagi oleh karena kejadian CTEV tidak
bertambah pada kasus dengan hamil kembar, bayi yang berat, primiparous uterus,
hydramnion dan oligohydramnion.1
Menurut White, 1929, penyebab CTEV adalah kerusakan nervus peroneus
oleh tekanan di dalam uterus. Menurut Midelton, 1934, oleh karena tidak adanya
otot yang seimbang karena dysplasia peroneal dan menurut Bechtol dan
Mossman, 1950, disebabkan oleh pemendekan relatif dari serabut otot yang
mengalami degenerasi di dalam uterus.3
Irani dan Sherman melakukan penelitian, mereka tidak menemukan
kelainan pada otot, saraf, pembuluh darah ataupun insersi tendon.3
Isaccs, 1977, melakukan penelitian dengan mikroskop elektron dan
histokimia, mengatakan bahwa menemukan penyakit neurologis pada kebanyakan
kasus CTEV.3
Ritsila, dalam penelitian menyimpulkan bahwa perubahan jaringan lunak
secara primer merupakan faktor terjadinya CTEV. Drachman dan Coulombre dan
Shoro, melakukan penelitian dengan jalan menyuntikan curare ke dalam embrio
ayam, mendapatkan gambaran CTEV yang seperti manusia. Mereka
menyimpulkan bahwa adanya palisis dan imobilisasi sementara di dalam uterus
merupakan faktor terjadinya CTEV.3
Arrest of Fetal Development
Lebih dari 100 tahun yang lalu sudah dikatakan bahwa CTEV disebabkan
oleh terhentinya perkembangan pada embrio. Henke dan Reyher, Scomburg,
Bardeen dan Lewis dan Bohm, mereka menunjukan adanya posisi fisiologis di
dalam uterus yang menyerupai clubfoot. Tapi Bohm kesulitan menerangkan
teorinya sebab pada embrio tidak ditemukan adanya dislokasi ke medial dan
plantar dari sendi talicalcaneonaviculare seperti pada clubfoot. Mau dan Carroll
menolak teori tersebut di atas.
Kaplan dalam studi anatomi komparatif, tidak menemukan adanya spesies
lain yang mempunyai clubfoot yang sama dengan manusia maka olehnya
disimpulkan clubfoot bukan merupakan suatu hasil evolusi.5
Primary Germ Plasma Defect
Kelainan yang menetap pada CTEV adalah adanya deviasi ke medial dan
plantar dari caput dan colum talus. Cartilaginous anlage dari tulang tarsalia
terbentuk pada minggu ke-6 dan persendian tarsalia pada minggu ke 7.
Irani dan Sherman menganggap bahwa CTEV terjadi karena kelainan dari
Cartilaginous anlage oleh karena kelainan secara primer dari germ plasma pada
kehamilan trimester pertama.5
VI.
PATOLOGI
Kelainan Tulang
Os Talus
Kelainan dasar primer dari clubfoot adalah deviasi ke medial dan plantar
dari ujung anterior talus. Sudut deklinasi pada orang dewasa normal 150-160
derajat, pada clubfoot 115-135 derajat, pada embrio 16 minggu juga ditemukan
adanya deviasi ujung anterior ke medial.5
Sudut kemiringan pada orang dewasa normal 12-42 derajat, pada clubfoot
50-65 derajat dan pada fetus 35-75 derajat.
Ditemukan juga adanya colum talus yang pendek, kadang-kadang leher
talus tidak bisa diidentifikasi, sehingga caput seolah-olah bersatu dengan corpus.
Permukaan artikulasi anterior pada clubfoot bergeser ke dalam dan medial.5
Articular Malalignment
Hubungan antara Talus dengan Tibia Fibula Distal
Talus tidak mempunyai sambungan dengan otot, talus distabilisasi hanya
dengan ankle mortise.
Posisi equinovarus dari calcaneus dan deviasi medial dan plantar dari
naviculare akan menyebabkan terdorongnya talus ke luar dari ankle mortise,
sehingga -1/3 trochlear keluar dari ankle mortise.
Menurut Hersenberg, pada clubfoot tidak ditemukan putaran ke medial
dari corpus talus, tapi berputar ke lateral, maka dari itu Carroll dalam terapi
bedahnya mereposisi talus ke medial sambil mereposisi calcaneus ke arah
berlawanan ( ke lateral)5
Hubungan antara Naviculare dengan Talus
Navikulare bergeser ke medial dan plantar, meninggalkan bagian lateral
dari ujung anterior talus. Keadaan tersebut masih diragukan apakah suatu
dislokasi atau sublokasi, tapi yang penting dalam terapi adalah mengembalikan
keadaan tersebut ke arah alignment dari persendian talonaviculare yang benar.5
Hubungan antara Talus dengan Calcaneus
Calcaneus dibawah talus berputar ke medial dan bengkok ke equinus. Pada
calcaneus terjadi putaran yang besar pada sumbu vertikal, setelah anterior berputar
ke medial dan bawah dan setengah posterior berputar ke lateral dan atas.5
Dikutip
dari :
Tachdjian, M.O., Pediatric Orthopaedic
Jaringan lunak pada sisi medial dari kaki dan posterior dari sendi ankle
mengalami pemendekan. Jaringan lunak tersebut berupa ligamentum, kapsul, otot,
tendon, pembuluh darah, nervus dan kulit.
Menurut Isaacs dkk, pada kebanyakan clubfoot ditemukan adanya
penyakit neurogenik pada otot. Kelainan ini ditemukan baik pada otot
posteroanterior yang pendek atau otot peroneal yang panjang.
Pada bayi aterm, lingkaran tungkai bawah lebih kecil dibanding sisi
normal, tapi pada fetus hal ini tidak ditemukan. Perubahan atrofi ini mengenai
pada seluruh otot tungkai bawah, tidak hanya pada salah satu kelompok otot.
Tendon Achilles insersinya lebih ke medial dan anterior, sehingga
menyebabkan perputaran calcaneus ke medial.
Tendon tibialis posterior bergerak ke medial. Tendon tibialis anterior
bergeser ke medial.
Pada daerah plantaris oleh karena posisi equinus dari kaki bagian depan,
akan terjadi perubahan dari fascia plantaris, abduktor hallucis, short toe flexor dan
abduktor digiti minimi.4
Jaringan lunak yang mengalami kontraktur yang penting sebagai
penghalang keberhasilan reduksi sendi talocalcaneonaviculare adalah4:
1. Lig. calcaneonaviculare plantaris
2. Lig. tibionaviculare
3. Kapsul talonaviculare sisi plantaris, medial dan superior
4. Tendon tibialis posterior
5. Lig. Calcaneofibularis
6. The master knot of Henry
7. Calcaneofibular retinaculum
8. Lig. posterior talocalcaneal
9. Kapsul posterior dari sendi tibiotalar
10. Tendo achilles
11. Lig. interosseus
12. Long toe flexor
Pada talipes equinovarus yang benar (deformed tali = sudut deklinasi
kecil), kaki tidak akan dapat dimanipulasi ke dalam posisi normal walaupun
dengan tenaga yang cukup. Pada tali kecil (postural club foot), kaki dapat
dimanipulasi ke posisi normal tanpa kesulitan4.
Irani dan Sherman mengatakan, walaupun seluruh otot dan tendon
dipotong tidak akan dapat menyebabkan clubfoot bisa dikoreksi keposisi normal.
VII.
Gambaran Lateral :
Diukur sudut talocalcaneal, garis talus dibuat sama seperti gambaran AP,
dan garis calcaneus dibuat dengan menarik garis pada daerah plantaris.
Pada yang normal sudutnya 35-40 derajat, pada talipes equinovarus kurang
dari 25 derajat.
Pada posisi dorsofleksi sudut ini akan melebar pada orang normal, tapi
pada talipes equinovarus sudutnya akan mengecil5.
10
IX.
TERAPI
11
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa
bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat nampak adanya
kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas yang
menetap, deformitas berupa rockerbottom foot atau kembalinya deformitas segera
setelah koreksi dihentikan5.
Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui jenis deformitas
CTEV, apakah termasuk yang mudah dikoreksi atau tipe yang resisten. Hal ini
dikonfirmasi dengan menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan
penghitungan orientasi tulang. Dari laporan didapatkan bahwa tingkat kesuksesan
dengan menggunakan metode ini adalah sebesar 11-58%5.
Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode
ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang dilakukan
oleh dr. Ponseti. langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi
tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki
berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi
subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan
dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus
CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan
kebawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal dari
persendian subtalus. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari
telunjuk operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki dan
kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral dari kepala
talus, sementara kita melakukan gerakan abduksi pada forefoot dengan
arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila forefoot berada dalam posisi pronasi.
Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi
kaki adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut,
untuk mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat
diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.
3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan
tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka
tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus.
Seperti tertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah pertama,
maka kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah
pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki
dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasang long leg cast
untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus dipasang
dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah
12
13
Tendon Achilles
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.
Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid.
Ligamen tibiofibular inferior
Ligamen fibulocalcaneal
Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar.
Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik
Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial
(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral
(bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang
pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi ini dapat
menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal dan medial
14
Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit paska
operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan terbuka agar dapat
terjadi reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya penyembuhan
primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit untuk menutupi
defek luka paska operasi. Perban hanya boleh dipasang longgar dan harus
diperiksa secara reguler5.
Follow-up pasien
Pin untuk fiksator ini biasanya dilepas setelah 3-6 minggu. Satelah itu tetap
diperlukan pemasangan perban yang dipasangkan dengan sepatu Dennis Brown
selama 6-12 bulan1.
Komplikasi
Infeksi (jarang)
Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal
berhubungan dengan hasil yang kurang baik.
Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus
muncul pada tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.
15
Diagnosa Banding
Prognosis
Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi
tanpa tindakan operatif. dr Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar
89% dengan menggunakan tehniknya (termasuk dengan tenotomi tendon
Achilles). Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 1035%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan setinggi 75-90%,
baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.
Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor
utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan
pergerakan kaki, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran
kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan persen dari pasien dengan
kasus CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir 2/3 nya
adalah prosedur pembentukan ulang tulang).
Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih
dari 3 bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm)5.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Apleys. 2001. System of Orthopaedics and fractures, 8th edition. pp 488
491.
2. Campbells.2005. Operative Orthopaedics, 9th edition, volume on., pp937952.
3. Nordin, S. 2002. Controversies In Congenital Clubfoot: Literature Review.
www.mjm.com
.************
17