Oleh :
Kiki Budiani, dr.
BAB I
PENDAHULUAN
Biopsi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua suku kata, yaitu
bios yang berarti hidup dan opsis yang berarti melihat, sehingga secara harfiah
berarti melihat yang hidup. Definisi biopsi yaitu mengangkat sepotong jaringan
hidup dan diperiksa dibawah mikroskop untuk menegakkan diagnosis
histopatologis. Peran dari biopsi antara lain sebagai sarana diagnostik yang bisa
menentukan histologi tumor dan grading serta membantu perencanaan terapi
definitif.1 Biopsi menjadi tahap awal pada pendekatan terapi multimodalitas, tentu
saja harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar. Sebaliknya biopsi dapat
menimbulkan komplikasi pada perawatan pasien, jika tidak dilakukan dengan
benar.
Sampai saat ini terdapat beberapa teknik biopsi yang digunakan oleh
klinisi. Secara umum biopsi terbagi menjadi biopsi tertutup, seperti biopsi aspirasi
jarum halus (Fine Needle Aspiration Biospy), biopsi core-needle dan biopsi
terbuka atau bedah, seperti biopsi insisi dan biopsi eksisi. Untuk lesi di kulit dapat
dipakai teknik shave biopsy, saucerization biopsy, dan punch biopsy. Biopsi
secara endoskopi (kolonoskopi, bronkoskopi, sistoskopi) dapat dilakukan pada
lesi-lesi di mukosa. Lesi yang mudah dipalpasi, seperti lesi di kulit, dapat dieksisi
atau dilakukan punch biopsi. Lesi yang lebih dalam dapat dilokalisasi dengan CT
atau ultrasonografi sebagai panduan untuk biopsi. Untuk menentukan pilihan
biopsi yang akan dilakukan tergantung dari ukuran dan lokasi massa dan
pengalaman patologis.
BAB II
TEKNIK BIOPSI
Setelah menegakkan diagnosis klinis onkologi dan melakukan pemeriksaan
penunjang berdasarkan indikasi, maka diagnosis klinis tersebut dapat menjadi
lebih tepat dan diperbaiki. Atas dasar tersebut diatas maka biopsi dapat dilakukan
pada lokasi dan substrat yang tepat dan jaringan yang diambil representatif.
Secara umum terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam
melakukan suatu biopsi terbuka. Garis insisi pada biopsi harus dibuat sedemikian
rupa sehingga tidak mempersulit pembuatan garis insisi pada operasi definitif
(operasi pengangkatan tumor secara tuntas). Karena garis bekas biopsi harus ikut
terangkat pada operasi definitif tersebut, sesuai dengan prinsip-prinsip onkologi
pada pembedahan.
Didalam melakukan biopsi sebaiknya menghindari daerah-daerah yang
terinfeksi, karena jaringan yang berasal dari daerah tersebut penuh dengan sel-sel
radang, sehingga dapat mengganggu pemeriksaan histopatologi. Trauma yang luas
juga harus dihindari karena dapat meluaskan daerah kontaminasi sel tumor karena
biopsi, sehingga ketika melakukan operasi definitif daerah bekas biopsi yang
harus ikut diangkat menjadi makin lebar dan hal ini akan mempersulit penutupan
luka.
Anastesi infiltrasi juga akan menyebarkan sel-sel tumor ke jaringan
sekitarnya, sehingga bila memungkinkan sebaiknya dilakukan dengan anastesi
regional atau dalam narkose umum.
Surat pengantar preparat ke laboratorium patologi juga memegang peranan
penting didalam membantu ahli patologi menegakkan diagnosis. Isinya harus
jelas, lengkap, namun singkat, meliputi anamnesis yang berkaitan diagnosis yang
disangka, keadaan tumor secara klinis, soliter atau multipel, terdapat juga di
tempat lain, kelenjar getah bening, keadaan durante biopsi, seperti ekstensi tumor,
perlekatan, konsistensi tumor, substrat, harus lengkap dan jelas, namun singkat.
difiksasi
dan/atau
dikeringkan
untuk
dilakukan
pemeriksaan
histopatologis.
2.7
Biopsi Insisi
Biopsi insisi adalah pengambilan sedikit jaringan dari massa tumor yang
lebih besar. Biopsi insisi sering diperlukan untuk diagnosis massa yang lebih besar
yang memerlukan prosedur bedah.
Instrumen yang diperlukan antara lain scalpel no. 15, forceps Adson, hak
kulit, gunting, benang jahit, dan kassa. Scalpel dipegang tegak lurus dengan
permukaan kulit. Insisi fusiform dilakukan pada pertengahan lesi. Spesimen
diambil untuk diperiksa, lalu luka dijahit.
Komplikasi biopsi insisi antara lain adalah infeksi luka, dehisensi, dan
pembentukan jaringan parut, serta hematom. Terdapat beberapa faktor penting
yang harus diperhatikan pada biopsy insisi. Untuk lesi di ekstremitas, insisi
dilakukan sepanjang aksis panjang ekstremitas. Untuk lesi di batang tubuh, insisi
dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat terambil bersamaan dengan seluruh
tumor yang akan diangkat. Letak biopsi harus tepat pada tumor, pada titik dimana
lesi dekat dengan kulit, dan tidak boleh ada lipatan yang meninggi atau yang
mengganggu di superfisial terhadap tumor. Sebelum penutupan luka, hemostasis
harus diperhatikan untuk meminimalisir hematoma. Drainase tidak rutin
dikerjakan, tetapi bila diperlukan, maka drain harus ditempatkan melalui atau
dekat dengan insisi biopsy. Bila didiagnosis dengan keganasan, jalur drain harus
tereksisi bersamaan dengan massa tumor.
2.8
Biopsi Eksisi
Biopsi eksisi adalah eksisi seluruh jaringan tumor dengan sedikit atau
tanpa batas jaringan normal disekitarnya. Biopsi eksisi dilakukan untuk kuratif,
dengan mencakup jaringan yang adekuat di sekitar lesi untuk menjamin batas
operasi yang negatif sel tumor. Penandaan batas dengan jahitan atau klip oleh
pembedah atau mewarnai batas spesimen oleh patologis memudahkan penentuan
batas bedah dan menuntun diperlukannya reeksisi bedah bila salah satu atau lebih
batas masih mengandung sel tumor. Biopsi eksisi atau shellout dilakukan untuk
lesi yang berdiameter kurang dari 3-5 cm atau untuk lesi yang sangat superfisial,
dimana kemungkinan keganasan rendah.
Sebelum anestesi dan eksisi, operator menandai batas lesi. Kemudian
dilakukan eksisi berbentuk fusiform dengan sudut 30o atau lebih sirkular.
Disarankan untuk melakukan jahitan pada posisi jam 12 pada spesimen sebagai
penanda untuk patologis. Komplikasi biopsy eksisi antara lain adalah infeksi luka,
dehisensi, dan pembentukan jaringan parut, serta hematom.
selanjutnya. Biopsi insisi harus ditandai untuk memudahkan eksisi skar biopsi
bila operasi lanjutan diperlukan. Lebih lanjut, biopsi insisi harus dilakukan
pada area yang akan dibuang, bukannya pada sisi lainnya, yang berisiko
mengkontaminasi lapangan yang lebih luas. Insisi pada ekstremitas harus
longitudinal agar pengangkatan jaringan dan penutupan yang akan dilakukan
selanjutnya lebih mudah.
2. Harus diperhatikan untuk mencegah kontaminasi jaringan lain saat biopsi.
Adanya hematom besar setelah biopsi dapat menyebab kan penyebaran tumor
dan membuat follow up pemeriksaan fisik lebih sulit. Untuk biopsi pada
ekstermitas, penggunaan tourniquet dapat membantu mengontrol perdarahan.
Instrument yang digunakan pada prosedur biopsi merupakan sumber
kontaminasi potensial lainnya pada jaringan sekitarnya. Tidak biasa dilakukan
pengambilan biopsi dari beberapa lesi tersangka pada satu waktu. Kontak
instrumen yang telah mengenai jaringan tumor dengan jaringan normal harus
dihindari.
3. Drainase tidak rutin dikerjakan, tetapi bila diperlukan, maka drain harus
ditempatkan melalui atau dekat dengan insisi biopsi. Bila didiagnosis dengan
keganasan, jalur drain harus tereksisi bersamaan dengan massa tumor.
4. Sampel jaringan yang adekuat harus diambil untuk memenuhi kebutuhan
patologis. Untuk mendiagnosis tumor, mikroskop elektron, kultur jaringan,
atau teknik lain diperlukan. Jaringan yang cukup harus diambil untuk
mengantisipasi kesulitan diagnostik tersebut.
5. Penting untuk menandai area tumor tententu untuk menjadi penanda spesimen
oleh patologist. Fiksatif tertentu baik untuk digunakan pada jenis dan ukuran
tumor tententu.
6. Penempatan klip radio-opak saat biopsi dan prosedur staging terkadang
penting untuk menandai area tumor dan memandu terapi radiasi pada area ini.
10
BAB III
METODE DIAGNOSIS PATOLOGI TUMOR
Metode-metode diagnosis patologi tumor adalah sebagai berikut:
3.1
massa jaringan segar, tidak difiksasi. Jaringan ini kemudian diberikan kepada
seorang patologis yang memeriksa jaringan pada mesin cryostat, memotongnya
dengan microtome, dan kemudian mewarnai jaringan dengan berbagai macam
pewarnaan sehingga dapat diperiksa dibawah mikroskop dan didiagnosis.
Prosedur ini biasanya hanya memakan waktu beberapa menit.
11
Diagnostik Sitologi
Ini adalah metode mengambil sel dari jaringan tumor, dibuat pulasan
12
yang berhubungan dengan permukaan tubuh; dan sitologi pungsi untuk tumor
padat.
3.4
Teknik Histokimia
Ini adalah metode menggunakan afinitas terhadap berbagai zat warna
kimiawi yang berbeda dari berbagai sel dan produknya. Dengan tehnik reaksi
kimiawi dapat diperlihatkan komponen atau produk kimiawi spesifik didalam sel
untuk membantu diagnosis dan klasifikasi terhadap suatu kelainan, tehnik
pewarnaan histokimia terdapat lebih dari 100 macam, yang sering dipakai adalah
(1) pewarnaan retikulin; (2) pewarnaan fibrin;(3) pewarnaan otot lurik;(4)
pewarnaan glikogen; (5) pewarnaan musin; (6) pewarnaan lipid (7) pewarnaan
melanin;(8) pewarnaan tahan asam, dan lain lain.
3.5
antibodi yang sudah diketahui bereaksi dengan antigen target dalam jaringan yang
akan diperiksa. Hingga terbentuk kompleks antigen-antibodi. Dengan membuat
kompleks itu menampilkan warna, maka dapat dibuktikan keberadaan antigen
target itu. Peranan IHC dalam diagnosis dan terapi tumor adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis dan diagnosis banding tumor karena adanya heterogenitas pada
tumor yang sama dan adanya banyak kemiripan pada tumor yang berbeda,
banyak tumor terutama yang berdiferensiasi buruk sulit ditentukan arah
diferensiasinya secara morfologi. Misalnya tumor jenis sel kecil (dapat
berupa karsinoma sel kecil, berbagai sarkoma sel kecil. Limfoma maligna,
melanoma maligna, dan lain-lain). Tumor sel peomorfik atau sel spindel
sulit sekali diagnosisnya. Dengan teknik IHC. Diagnosis dan klasifikasi
tumor demikian dapat menjadi lebih jelas, misalnya saluran pencernaan
mempunyai berbagai jenis tumor sel spindel. Dengan antibodi CD117,
CD34, S-100, desmin, dapat dibedakan tumor stroma gastrointestinal
13
desmin,
neurilemoma/neurilemoma
maligna
yang
Berdasarkan
limfosit
nodular
dan
tipe
klasik
(termasuk
tipe
14
3.6
misalnya (1) untuk membedakan antara karsinoma dan sarkoma yang sulit
dibedakan dengan mikrokop cahaya. (2) untuk membedakan jaringan asal dari
tumor sel spindel, tumor sel bulat kecil, tumor sel pleomorfik, yang secara
morfologik sulit ditentukan (3) untuk membedakan antara mesetelioma dan
adenokarsinoma (4) untuk diagnosis dan menbedakan berbagai jenis tumor
neuroendokrin (5) memastikan asal tumor metastasis (6) membantu klasifikasi
limfoma.
3.7
Autopsi
Dalam patologi tumor, autopsi memiliki makna penting untuk memahami
Gambaran morfologi
Jinak
Ganas
15
Jaringan
Arsitektur
Tersusun
Mirip jaringan asal
Tidak tersusun
Kurang atau sama sekali
tidak
Perubahan sekunder
Sel
Ukuran, bentuk
Inti
Ukuran, bentuk
Kromatin
Nukleolus
Mitosis
mirip
dengan
jaringan asal
Nekrosis, perdarahan
Berdiferensiasi buruk
Pleomorfik
Atipik
Ireguler
Menonjol, banyak
Banyak, ireguler
16
BAB IV
STAGING KANKER
Staging kanker berdasarkan ukuran lesi primer, luas penyebarannya ke
nodus limfatikus regional, dan adanya atau tidak adanya metastasis. Penilaian ini
biasanya berdasarkan pemeriksan klinis dan radiografis (computed tomography
dan magnetic resonance imaging) dan pada beberapa kasus melalui eksplorasi
bedah. Dua metode staging yang sekarang digunakan adalah sistem TNM (T,
tumor primer; N, keterlibatan nodus limfatikus regional; M, metastasis) dan sistem
AJC (American Joint Committee). Pada sistem TNM, T1, T2, T3, dan T4
menggambarkan peningkatan ukuran lesi primer; N0, N1, N2, dan N3
mengindikasikan keterlibatan nodus; dan M0 dan M1 merefleksikan adanya atau
tidakadanya metastasis jauh. Pada metode AJC, kanker dibagi menjadi stages 0
hingga IV, memasukkan ukuran lesi primer dan adanya penyebaran nodus dan
metastasis jauh. Jika dibandingkan dengan grading, staging terbukti memiliki
nilai klinis yang lebih besar.
Staging kanker merupakan sistem yang digunakan untuk menggambarkan
penyebaran anatomik pada proses keganasan pada pasien. Sistem ini berhubungan
dengan faktor prognostik, seperti ukuran tumor, lokasi, ekstensi, gradasi, dan
diseminasi pada KGB regional, atau tempat jauh. Staging yang akurat penting
untuk menentukan regimen terapi yang tepat untuk pasien.
17
junction
Clark level II : melanoma menginvasi papilla dermis
Clark level III : melanoma mengisi papilla dermis
Clark level IV : melanoma menginvasi retikula dermis
Clark level V : melanoma menginvasi lemak subkutan
Breslow T2
Breslow T3
Breslow T4
Dukes B
Dukes C
Dukes D
: metastasis jauh
18
BAB V
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21