Anda di halaman 1dari 27

EVIDANCE BASED NURSING

“Penatalaksanaan Keperawatan Breathing Exercise terhadap Fungsi Paru pada pasien


dengan Pneumothorax”
disusun untuk memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Dosen pengampu: Dr. Hj. Tri hapsari RA, SKp.,MKes

Disusun Oleh:
Kelompok 4

Valentino Febriyandi P1732012521


Wulan Nurhalimah P1732012522
Yolanda Alfurqonia IP P1732012523

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum......................................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus.....................................................................................................4
1.4 Manfaat........................................................................................................................4
1.4.1 Manfaat Teoritis...................................................................................................4
1.4.2 Manfaat Praktis....................................................................................................4
BAB II METODE......................................................................................................................6
2.1 Pencarian Literatur......................................................................................................6
2.2 Kriteria PICO...............................................................................................................6
2.3 Proses Seleksi Literature.............................................................................................8
BAB III HASIL..........................................................................................................................9
3.1 Rumusan PICO............................................................................................................9
3.2 Tabel Literature Review............................................................................................10
3.3 Hasil...........................................................................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................16
4.1 Pengaruh Breathing Exercise Dan Stretching Terhadap Penurunan Sesak Pada
Kasus Pneumothorax Bilateral.............................................................................................16
4.2 Latihan Nafas Modifikasi Meniup Balon Terhadap Pengembangan Paru Pada Pasien
Hematothoraks Dan Pneumothoraks....................................................................................17
4.3 Perbandingan metode latihan pernapasan yang berbeda pada pasien dengan dada
tabung untuk pneumotoraks spontan....................................................................................18
4.4 Pengaruh program latihan pernapasan sistematis pada pemulihan pasien dengan pne
umotoraks.............................................................................................................................19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................22
5.1 Kesimpulan................................................................................................................22
5.2 Saran..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pernapasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian tubuh
manusia setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem pernapasan akan
mempengaruhi semua organ yang lainnya dan akan mengganggu pada aktivitas
manusia. Salah satu gangguan sistem pernafasan yaitu kasus pneumothorax. Insidensi
pneumothorax menjadi salah satu masalah kesehatan yang global terutama pada
pneumothorax spontan.

Menurut WHO (2015) insiden pneumothorax primer pada laki-laki mencapai


7.4/100.000 per tahun dan 1.2/100.000 per tahun pada perempuan. Pada pneumothorax
sekunder insiden tercatat 6.3 dan 2.0/100.000 per tahun baik laki-laki dan perempuan.
Ditinjau dari hospitality untuk pneumothorax primer maupun sekunder di United
Kingdom dilaporkan 16.7/100.000 untuk laki-laki dan 5.8/100.000 untuk wanita dengan
angka mortalitas rerata 1.26/1.000.000 dan 0.62/1.000.000 antara tahun 1991 dan 1995
(Gupta, et al.,2017).

Kasus pneumothorax lainnya yang dilaporkan dari Iran, yaitu di Arya and Razi
Hospitals of Rasht pada rentang waktu 2014-2017 mencapai angka 253 kasus dengan
pneumothorax (Aghajanzadeh, Asgary, Delshad, dan Khotbehsora, 2018). Dijabarkan
lagi oleh Aghajanzadeh, et al, dari semua penderita pneumothorax terdiri dari 45,8%
(116 pasien) menderita spontan pneumothorax sekunder, 31,6% (80 pasien) dengan
spontan pneumothorax primer, dan sebanyak 22,5% (57 pasien) dengan pneumothorax
jenis lainnya. Pneumothorax merupakan keadaan emergency yang dapat terjadi baik di
luar rumah sakit ataupun ketika perawatan di rumah sakit. Mayoritas terjadi di rumah
sakit (Papagiannis, et al., 2015). Pneumothorax sendiri diartikan sebagai adanya udara
di rongga dada dan secara spesifik berada pada rongga pleura. Penyebab terjadinya
pneumothorax pun beragam. Dua penyebab mayoritas terjadinya pneumothorax ialah
spontan dan traumatik.
Di Indonesia menunjukkan angka mortalitas yang tinggi yakni 33,7%. Penyebab
utama kematian tersering yaitu akibat gagal napas. Faktor-faktor yang memperburuk
kesintasan meliputi trauma toraks dan penyakit tuberkulosis. Studi lain menunjukkan
bahwa mortalitas pada kelompok primer pneumothorax lebih tinggi dibanding
pneumothorax jenis lainnya (Rahmah, 2019).

Dijawa barat kasus pneumothorakx terjadi sejak 2015-2018 kasus pneumothorax


semakin bertambah yaitu sekitar mencapai 1.158 pasien dengan di rawat inap sebanyak
690 pasien dan rawat jalan 480 pasien masalah kesehatan ini terjadi di salah satu rumah
sakit yang berada dijawa barat (Farhani, 2021)

Penderita pneumothorax umumnya mengeluh sesak nafas, nyeri dada, batuk dan
beberapa mengalami emfisema subkutis. Pada pemeriksaan umumnya terdapat
takipneu, hiper-resonan saat diperkusi dan suara nafas terdengar menurun atau tidak
sama sekali pada saat auskultasi (White & Eaton, 2017).

Insiden penjelasan di atas, tindakan dasar keperawatan dengan intervensi


keperawatan pada pasien dengan kasus pneumothorax bisa dilakukan monitoring Water
Seal Drainage (WSD), Breathing exercise, positioning, pengaturan nafas, infra red,
massage, dan chest physioteraphy merupakan tindakan mandiri perawat yang dapat
diberikan kepada pasien. Intervensi tersebut mudah dilakukan dan tidak membutuhkan
biaya, selain itu dengan pencatatan monitoring yang terjadwal dan terarah perawat
dapat dipermudah dalam pendokumentasian serta pasien dapat terpantau dengan baik.
Sejalan dengan penelitian (Khadijah, 2018) bahwa latihan peningkatan fisik pada
breahting exercise dapat mengatasi gangguan yang ada pada kasus pneumothorax.

Berdasarkan permasalahan tersebut, memaksimalkan penanganan kasus


pneumothorax perlu ditangani dengan segera karena dapat menyebabkan kematian .
sehingga penulis tertarik untuk melakukan tindakan Literature Riview untuk menilai
apakah terapi pemberian yang efektif untuk kasus peneumothorax yang mampu
mempercepat perbaikkan kondisi pasien dan dapat dijadikan referensi bagi tenaga
kesehatan dalam merawat pasien dengan kasus pneumothorax.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah tersebut maka dirumuskan masalah yaitu “Apakah terdapat
Breathing exercise dan tiup balon terhadap peningkatan ventilasi paru, Sesak
berkurang, peningkatan fungsi paru-paru,dan menurunkan RR?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk menganalisis manfaat Breathing
exercise dan tiup balon terhadap peningkatan ventilasi paru, Sesak berkurang,
peningkatan fungsi paru-paru,dan menurunkan RR.

1.3.2 Tujuan Khusus


1) Menganalisis adanya pengaruh breathing exercise dan stretching terhadap
penurunan sesak pada kasus pneumothorax bilateral
2) Menganalisis adanya pengaruh latihan nafas modifikasi meniup balon
terhadap pengembangan paru pada pasien hematothoraks dan
pneumothoraks
3) Menganalisis adanya pengaruh perbandingan metode latihan pernapasan
yang berbeda pada pasien dengan dada tabung untuk pneumotoraks spontan
4) Menganalisis adanya pengaruh program latihan pernafasan sistematis pada
pemulihan pasien dengan pneumothorax.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis


Hasil literature review ini diharapakan mampu memberikan informasi dan
meningkatkan pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan medikal bedah
mengenai penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan pneumothorax.

1.4.2 Manfaat Praktis


1) Bagi Mahasiswa
Hasil literature review ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
menambah pengetahuan mengenai mengenai penatalaksanaan keperawatan
pada pasien dengan pneumothorax.
2) Bagi Perawat
Hasil literature review ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
pedoman bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan mengenai
terapi non-farmakologi pada masalah manajemen nyeri dan tingkat
kesadaran pada pasien dengan pneumothorax.sehingga dapat meminimalisir
tingkat penurunan kesadaran pada pasien dengan pneumothorax..
3) Bagi Rumah Sakit
Hasil dari literature review ini diharapkan dapat menjadi salah satu
pertimbangan dalam menerapkan terapi non-farmakologi pada masalah
nyeri dan tingkat kesadaran klien, sehingga mampu meningkatkan
pelayanan kesehatan terutama pada pasien dengan pneumothorax.
4) Bagi Institusi Pendidikan
Hasil dari literature review ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi
dalam menambah ilmu dan wawasan mengenai penatalaksanaan
keperawatan pada pasien dengan pneumothorax.
BAB II
METODE
2.1 Pencarian Literatur
Metode dalam penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan rancangan penelitian
Randomized Clinical Trial dan quasi experiment (prettest-posttest Control Group
Design). Pendekatan yang digunakan yaitu Literature Review.

Kegiatan yang akan dilakukan adalah melakukan analisis dengan (compare) mencari
kesamaan, (contrast) mencari perbedaan, (synthesize) menggabungkan beberapa sumber,
(criticize) memberikan pandangan, (summarize) memberikan pendapat sendiri
berdasarkan dari sumber yang dibaca (Rahayu, 2019).

Jurnal yang diambil dengan menggunakan metode pencarian electronic data base
yaitu Metode pencarian jurnal Google Scholar, PubMed, Sciencedirect. Peneliti
membuka website www.scholar.google.com, www.ncbi.nlm.nih.gov dan
www.sciencedirect.com. Peneliti menuliskan kata kunci sesuai MESH (Medical Subject
Heading) yaitu Breathing exercise dan pneumothorax. Analisa data dalam penelitian ini
mengambil data atau jurnal dari orang lain. Instrumen yang digunakan untuk analisa data
penelitian ini menggunakan PRISMA dengan metode PICO. Setiap pertanyaan tersebut
telah mengikuti PICO dimana setiap pertanyaan terdapat P= populasi, I= implementasi/
intervensi, C= kontrol/ intervensi pembanding dan O= outcome/ hasil.

2.2 Kriteria PICO


Tabel2.1kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria(PICOS) Inklusi Eksklusi
Population Pasien Pneumothorax Bukan pasien
(Populasi)
Pneumothorax
Intervention -
Breathing exercise
(Intervensi)
Comparators -
-
(Pembanding)
Outcomes(hasil) Peningkatan Fungsi Paru -
dengan intervensi Breathing
Exercise .
Study Design and Kuantitatif dengan Kualitatif
publication case report study, Cross-
type(Desain Studi sectional, Quassy Experiment
dan dan studi kasus dengan
jenis publikasi) pendekatan Pretest Posttest
one group design, Posttest
only control time series time
design,descriptive ,dan pre
test and post test two design
group.

Publication years 2017-2020 Dibawah tahun 2017


(tahun publikasi)
Language(Bahasa) Bahasa Inggris dan Bahasa Bahasa lainnya selain
Indonesia BahasaI nggris dan
Bahasa Indonesia
2.3 Proses Seleksi Literature
identification

PubMed Garuda Google Scholar Science Direct


N=4 Artikel N= 7 Artikel N= 5 Artikel N= 3 Artikel

Total
N= 19 Artikel

Jurnal/ Artikel yang tidak bisa dipakai


Jurnal/ Artikel yang bisa dipakai
karena duplikat
N= 12 Artikel
N= 7 Artikel
Screening

Jurnal/ Artikel yang tidak bisa diakses


Artikel yang bisa diakses
N= 6 Artikel
N= 6 Artikel

Jurnal/ Artikel yang tidak dipakai setelah


Artikel keseluruhan yang layak
screening dariAbstrak
N= 5 Artikel
N= 1 Artikel
eligibility

Artikel keseluruhan yang layak Artikel yang tidak bisa dipakai N= 1


karena isi artikel tidak berfokus pada
N= 4 Artikel Implementasi breathing exercise pada
pasien pneumothorax.

Artikel keseluruhan yang layak


include

N= 4 Artikel
BAB III
HASIL

3.1 Rumusan PICO


Problem : Penurunan fungsi paru-paru, sesak, penurunan kadar
SP02, Pneumothoraks spontan, Pneumothoraks
bilateral
Intervention : Breathing exercise, tiup balon,
Comparation : Tidak Ada
Outcome : deep breathing exercise menunjukkan peningkatan
ventilasi paru, Sesak berkurang, peningkatan fungsi
paru-paru,danmenurunkan RR.

Pertanyaan Klinis:

Apakah terdapat manfaatBreathing exercise dan tiup balon terhadap peningkatan


ventilasi paru, Sesak berkurang, peningkatan fungsi paru-paru,dan menurunkan RR.?
3.2 Tabel Literature Review
No Sumber Nama Judul Desain Sampling Tujuan Metode Hasil Kesimpulan dan
Artikel Penulis Artikel Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian Saran
1. Jurnal Riza Pengaruh Pretest Dengan Tujuan dari case terdapat Pemberian intervensi
fisioterap Pahlawi , Breathing posstest metode studi kasus report peningkatan fisioterapi berupa
i terapan Nida Exercise with pencarian ini adalah study yang deep breathing
Indonesia Farhani Dan interventi didapatkan untuk signifikan exercise dan active
Stretching on and 16.810 mengetahui setelah assisted stretching
Terhadap control artikel efektfitas dua intervensi terbukti dapat
Penurunan group yang latihan yaitu, pada kedua memperbaiki pola
Sesak Pada memenuhi breathing kelompok napas yang
Kasus kriteria. exercise dan pria ditunjukkan dengan
Pneumothor Penelusuran stretching dan wanita. penurunan nilai
ax Bilateral lebih yang menjadi Pada respiration rate dan
lanjut modalitas kelompok heart rate namu
dilakukan fisioterapi pria, Latihan ini masih
secara dalam pemberian belum berdampak
manual menangani deep pada nilai SpO2
pada daftar kasus-kasus breathing karena pasien masih
pustka yang kardiorespira exercise menggunakan terapi
relevan. si. menunjukkan oksigen berupa nasal
Setelah Pneumothora peningkatan cannula. Pemberian
penelusuran x disebabkan ventilasi paru active assisted
judul oleh adanya secara stretching juga dapat
dan abstrak udara atau keseluruhan, berdampak pada
artikel gas di ruang dengan penurunan spasme
tersebut, pleura peningkatan otot bantu pernapasan.
didapatkan volume tidal,
5 dan
artikel yang penurunan
memenuhi RR.
kriteria Begitupun
inklusi. pada
Kemudian kelompok
tahap wanita,
pencarian terdapat
dilanjutkan peningkatan
dengan ventilasi
membaca paruparu
keseluruhan setalah
artikel dan dilakukannya
ditemukan deep
artikel yang breathing
sesuai (Yokogawa et
sebanyak 2 al., 2018).
artikel pada
Pubmed dan
2 artikel
pada
Science
Direct.
Berikut
menjelaskan
proses
pencarian
artikel
yang sesuai
dengan
topik yang
diangkat.
2. Pubmed Tintin Latihan Pretest penelitian Tujuan dari Quasyexp Hasil Latihan nafas
Sukartini, Nafas ini dengan penelitian ini erimental penelitian
posstest modifikasi meniup
Sriyono, Modifikasi 10 adalah untuk menunjukkan
Nursalam, Meniup with responden menganalisis bahwa balon yang dilakukan
Ninuk Balon yang pengaruh peniupan
interventi pada pasien dengan
Dian K., Terhadap memenuhi tiupan balon balon yang
Adi Pengemban on and kriteria termodifikasi dimodifikasi pneumothoraks dan
Sukrisno gan Paru inklusi. terhadap latihan
control hemathoraks
Pada Pasien Variabel komplians pernapasan
Hematothor group bebasnya paru pada efektif untuk berpengaruh terhadap
aks Dan adalah pneumotorak membantu
pengembangan fungsi
Pneumothor modifikasi s dan kepatuhan
aks latihan hematoraks. paru-paru paru yang ditunjukkan
pernapasan dengan
dengan penurunan
tiup balon tingkat
dan variabel signifikan frekwensi pernafasan
terikatnya pada
dan peningkatan vital
adalah kapasitas vital
kepatuhan (p=0,018). capacity
paru dengan
mengamati
foto thorax,
laju
pernapasan
dan
kapasitas
vital

3 Turk Sener Perbandinga Pretest Purposive Dalam Cross- Kelompok- Penelitia menunjukkan
Gogus Yildirim,sa n metode Posttes one sampling penelitian ini, sectional kelompok tidak ada perbedaan
Heart tu Yavuz latihan group Departemen pada pasien secara statistik yang signifikan antara
Dama Selim pernapasan design Bedah dengan selang serupa dalam pemberian batuk paksa
2016;24(4 ntepe,ke-2 yang berbeda Toraks, dada hal usia, jenis saja dan latihan
):717-721 Husein pada pasien Fakultas dimasukkan kelamin, berat pernapasan lainnya
doi: Ede,3 Aksi dengan dada Kedokteran karena badan, tinggi ditambah batuk paksa
10.5606/t Petir tabung untuk Universitas pneumotoraks badan, indeks dalam hal tes fungsi
gkdc.dergi pneumotorak Bozok, spontan massa tubuh, pernapasan pada pasien
si.2016.12 s spontan melibatkan primer; Efek dan sisi dengan tabung dada
010 40 pasien dari metode pneumotoraks. untuk pneumothoraks
berturut-turut ekspansi paru- Waktu rata-
(34 laki-laki, paru yang rata kelompok
6 berbeda, untuk
perempuan; seperti batuk menyelesaikan
usia rata-rata paksa, latihan ekspansi ulang
26,6 tahun; pernapasan, dan durasi
kisaran 16 inflasi balon, kebocoran
hingga 60 dan berjalan, udara serupa.
tahun) yang pada tes fungsi
memiliki paru seperti
selang dada denyut nadi,
karena PSP waktu untuk
yang lebih menyelesaikan
besar dari ekspansi paru
20%. Semua dan pelepasan
selang dada tabung dada
pasien diselidiki.
dimasukkan
antara garis
midaxillary
dan ruang
interkostal
keenam atau
ketujuh di
bawah
anestesi lokal
menggunaka
n 5-10 mL
larutan
lidokain
hidroklorida
(2 mL/20
mg)
4 Jurnal Ke Kim Yong- Pengaruh pro Posttest Sebuah desai Tujuan dari pe Quassy Durasi pemasa Hasil penelitian menunj
perawatan  rye・ Park  gram latihan  only n posttest kel nelitian ini ada Experiment ngan chest tube  ukkan 
Perawatan  Sang-yeon pernapasan si control ompok kontr lah untuk men al dan durasi  bahwa program latihan 
Kritis Des stematis pada  time series ol seri waktu  getahui pengar rawat inap pad pernapasan sistematis ef
ember 201 pemulihan pa time design terputus yang  uh program lat a kelompok ek ektif untuk meningkatka
2 Vol.5, N sien dengan  tidak setara d ihan pernapasa sperimen secar n pemulihan pasien pne
o.2 pneumotorak igunakan. Pe n sistematis ter a signifikan leb umotoraks. Program ini 
Jurnal Per s serta  hadap pemulih ih pendek darip dapat 
awatan Kr adalah 40 pas an  ada kelompok  diterapkan di rumah sak
itis Korea  ien rawat ina pasien pneumo kontrol. Namu it pada pasien pneumoto
Vol. 5, Ti p (Kelompok  toraks n, tidak ada per raks sebagai salah satu 
dak. 2, 28- Eksperimen;  bedaan  modalitas intervensi kep
36, Desem 20, Kelompo frekuensi peng erawatan.
ber 2012 k Kontrol; 20 gunaan analges
) di satu Rum ik antara kelom
ah Sakit Uni pok eksperime
versitas di ko n dan kelompo
ta U k kontrol
3.3 Hasil
Dari Jurnal diatas mengatakan pemberian deep breathing exercise dan active
assisted stretching terbukti dapat memperbaiki pola napas yang ditunjukkan dengan
penurunan nilai respiration rate dan heart rate namun Latihan ini masih belum
berdampak pada nilai SpO2 karena pasien masih menggunakan terapi oksigen berupa
nasal cannula. Pemberian active assisted stretching juga dapat berdampak pada
penurunan spasme otot bantu pernapasan. Latihan nafas modifikasi meniup balon
yang dilakukan pada pasien dengan pneumothoraks dan hemathoraks berpengaruh
terhadap pengembangan fungsi paru yang ditunjukkan dengan penurunan frekwensi
pernafasan dan peningkatan vital capacity, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
program latihan pernapasan sistematis efektif untuk meningkatkan pemulihan pasien
pneumotoraks. Program ini dapat diterapkan di rumah sakit pada pasien
pneumotoraks sebagai salah satu modalitas intervensi keperawatan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Breathing Exercise Dan Stretching Terhadap Penurunan Sesak Pada
Kasus Pneumothorax Bilateral
Pada gangguan paru restriktif seperti, atelektasis, efusi pleura, dan
pneumothorax akan terjadi penurunan volume dan kapasitas paru-paru. Karena itu
diberikan breathing exercise yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
volume paru-paru.Breathing exercise dapat diberikan jika pasien sadar dan kooperatif.
Pada gangguan paru restriktif terdapat deep breathing, diaphragmatic breathing, deep
diaphragmatic breathing, endinspiratory hold, sustained maximal inspiration, slow
maximal inspiration, incentive spirometer, sniff, segmental (apical dan lateral costal)
yang sering digunakan. Pasien Tn. I diberikan intervensi deep breathing exercise,
pasien diminta untuk bernapas dalam melalui hidung dan mengeluarkan melalui
mulut.Bernapas melalui hidung dapat menghangatkan dan melembabkan udara, serta
menggandakan resistensi terhadap aliran udara.Inspirasi lambat berguna
meningkatkan kekuatan kontraksi otot.Sedangkan ekspirasi melalui mulut untuk
menjaga jalan napas terbuka (Solomen & Aaron, 2015).Pasien mampu mengubah pola
pernapasan mereka dengan bernapas secara perlahan-lahan, sehingga RR menurun
dan melaporkan terdapat perubahan skala sesak dalam Global Rating of Change
scale.Pola pernapasan ditingkatkan pada kelompok GDBG dari sesi pertama hingga
sesi terakhir, yang menunjukkan bahwa deep breathingdapat membantu penderita
COPD tingkat sedang dan berat mengambil lebih banyak kontrol atas pola pernapasan
yang tidak efektif dan gangguan karena sesak napas (Borge et al., 2015).Penelitian
lain yang dilakukan oleh Yokogawa et al. (2018) pada jurnal yang berjudul
“Comparison of two instructions for deep breathing exercise: non-specific and
diaphragmatic breathing” membuktikan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan
setelah intervensi pada kedua kelompok pria dan wanita. Pada kelompok pria,
pemberian deep breathing exercise menunjukkan peningkatan ventilasi paru secara
keseluruhan, dengan peningkatan volume tidal, dan penurunan RR.Begitupun pada
kelompok wanita, terdapat peningkatan ventilasi paruparu setalah dilakukannya deep
breathing (Yokogawa et al., 2018). Hasil dari perubahan RR dapat dilihat pada
diagram 1. Mendukung dua artikel diatas pemberian deep breathing exercise dengan
spirometer insentif meningkatkan fungsi pernapasan dan mencegah komplikasi paru
pasca operasi, serta terdapat penurunan RR secara signifikan.Selain itu deep breathing
exercise dapat meningkatkan kapasitas paruparu (Tripathi & Sharma,
2017).Pemberian intervensi fisioterapi berupa deep breathing exercise dan active
assisted stretching terbukti dapat memperbaiki pola napas yang ditunjukkan dengan
penurunan nilai respiration rate dan heart rate namu Latihan ini masih belum
berdampak pada nilai SpO2 karena pasien masih menggunakan terapi oksigen berupa
nasal cannula. Pemberian active assisted stretching juga dapat berdampak pada
penurunan spasme otot bantu pernapasan.

4.2 Latihan Nafas Modifikasi Meniup Balon Terhadap Pengembangan Paru Pada
Pasien Hematothoraks Dan Pneumothoraks
Latihan nafas dapat mencegah terjadinya atelektasis paru dan meningkatkan ventilasi
(Andarini, 2002). Latihan nafas dengan modifikasi meniup balon akan
mempertahankan volume udara dalam alveoli sehingga paru dapat dicegah menjadi
kolaps. Pengembangan paru tanpa dilakukan latihan nafas mempunyai waktu yang
lebih lama dibandingkan responden yang diberikan latihan nafas modifikasi meniup
balon.Perbedaan hasil pengembangan paru ini dapat terlihat dari gambaran foto thorak
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.Latihan nafas mempunyai tujuan
memperbaiki ventilasi, oksigenasi dan melatih otot pernafasan (Kisner, 1990).Latihan
nafas modifikasi balon berpengaruh terhadap frekwensi nafas. Latihan nafas
modifikasi balon akan menghasilkan Positif Expiration Pressure (PEP) pada paru
sehingga meningkatkan ventilasi kolateral dan meningkatkan oksigenasi alveoli,
sehingga akan memperbaiki ventilasi paru dan volume paru. Perbaikan frekuensi
nafas juga diikuti perbaikan keluhan rasa sesak yang berkurang akibat dari oksigenasi
yang meningkat.

Latihan nafas modifikasi balon berpengaruh terhadap vital capacity. Latihan nafas
modifikasi balon akan memperbaiki ventilasi kolateral alveolus, tekanan
trakeobronkial meningkat sehingga saluran nafas tetap terbuka. Jumlah udara yang
terjaga dalam durasi waktu yang lebih lama akan meningkatkan complaince paru.
Latihan nafas juga meningkatkan tidal volume, volume cadangan inspirasi dan
volume cadangan ekspirasi sehingga memperbaiki vital capacity. Latihan nafas juga
akan meningkatkan cadangan udara dalam paru (Andarini, 2002).
4.3 Perbandingan metode latihan pernapasan yang berbeda pada pasien dengan
dada tabung untuk pneumotoraks spontan
Penelitian menunjukkan bahwa metode rehabilitasi paru seperti batuk paksa,
spirometri insentif, balon menggembung, dan berjalan memiliki efek yang sama pada
tes fungsi pernapasan serta denyut nadi, waktu untuk menyelesaikan ekspansi kembali
paru-paru, dan periode selang dada Pneumotoraks spontan primer didefinisikan
sebagai pneumotoraks yang terjadi tanpa penyebab mendasar yang dapat dideteksi
sedangkan pasien pneumotoraks sekunder memiliki penyebab yang mendasarinya,
dengan penyebab paling signifikan adalah penyakit paru obstruktif kronik.[2]
Computed tomography of thorax adalah alat yang paling berguna dan demonstratif
untuk membedakan kasus PSP primer dan sekunder. Pneumotoraks spontan primer
umumnya mempengaruhi individu antara usia 20 dan 40 dan diamati enam kali lebih
sering di antara laki-laki daripada perempuan. Pasien tanpa gejala yang menderita
PSP kecil dapat ditindaklanjuti secara medis tanpa memerlukan intervensi apa pun.

Semua pasien disarankan untuk melakukan latihan pernapasan seperti batuk


paksa, spirometri insentif, menggembungkan balon, berjalan, dan menaiki tangga
untuk meningkatkan kapasitas paru, mencegah atelektasis, memperkuat otot
pernapasan mereka (yang melemah setelah anestesi selama operasi), dan akhirnya
mengurangi kejadian komplikasi.[3,5] Mekanisme pertahanan dasar sistem
pernapasan adalah batuk. Ini adalah salah satu metode paling efektif untuk
menghilangkan sekresi dan benda asing dari saluran pernapasan.Pernapasan dalam
menggunakan spirometri insentif memungkinkan sejumlah besar asupan udara ke
dalam paru-paru.Kapasitas paru meningkat, dan sebagai hasilnya, asupan oksigen
meningkat. Jika spirometri insentif tidak dapat dilakukan, latihan batuk, pernapasan,
dan jalan merupakan metode latihan pernapasan efektif lainnya yang sering digunakan
untuk mengurangi komplikasi pascaoperasi.[6-8] Satu atau lebih metode telah
digunakan secara rutin dalam manajemen klinis yang berbeda; namun, sepengetahuan
kami, tidak ada penelitian yang ada dalam literatur yang membandingkan efektivitas
metode latihan pernapasan ini di antara pasien yang diberikan tabung dada atau
operasi toraks. Studi menyelidiki apakah latihan spirometrik, berguna pada pasien
berisiko rendah dan tinggi menunjukkan bahwa metode ini tidak bermanfaat pada
pasien berisiko rendah seperti individu yang menjalani kolostomi.[9] Crowe dan
Bradley[10] Membandingkan efektivitas fisioterapi spirometri dan pernapasan pada
185 pasien yang telah menjalani operasi bypass koroner risiko tinggi. Mereka tidak
menemukan perbedaan antara kelompok dalam hal atelektasis, saturasi oksigen,
infeksi paru, dan durasi rawat inap.Mereka melaporkan bahwa latihan spirometrik
ditambah fisioterapi pernapasan tidak lebih unggul daripada fisioterapi pernapasan
saja. Celli dkk. Membandingkan efisiensi pernapasan dalam, spirometri, dan latihan
pernapasan tekanan positif intermiten untuk mengurangi komplikasi paru. Namun,
mereka tidak menemukan perbedaan antara metode kecuali durasi rawat inap yang
lebih pendek pada kelompok spirometri. Demikian pula, Gosselink et al. Termasuk 44
pasien dengan operasi paru dan 30 pasien dengan operasi esofagus dan
membandingkan efektivitas fisioterapi pernapasan dan latihan spirometri. Fungsi
paru, suhu tubuh, rontgen dada, jumlah darah lengkap, dan durasi rawat inap termasuk
dalam unit perawatan intensif dari semua pasien dicatat. Kelompok-kelompok
tersebut tidak berbeda secara signifikan dalam hal parameter ini dan mereka memiliki
insiden atelektasis yang serupa ketika dinilai secara radiologis

4.4 Pengaruh program latihan pernapasan sistematis pada pemulihan pasien dengan 
pneumotoraks
Sebagai hasil dari penelitian ini, kelompok eksperimen yang menerapkan progra
m latihan pernapasan sistematis memiliki retensi selang dada danrawat inap yang lebi
h pendek daripada kelompok kontrol. Hasil ini sulit untuk dibandingkan secara langsu
ng karena belum ada penelitian sebelumnya tentang efektivitas program latihan perna
pasan yang terdiri dari latihan pernapasan dalam dan latihan ekstremitas atas dan baw
ah untuk pasien dengan pneumotoraks. periode penyisipan, tidak ada perbedaan yang 
signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan da
lam penelitian Kim dan Cho (2001), pasien dengan riwayat penyakit kardiopulmoner 
yang dapat mempengaruhi rawat inap dan pemulihan di rumah sakit dan pasien denga
n pneumotoraks berulang yang sudah pernah terpapar latihan pernapasan dimasukkan 
dalam subjekaplikasi tidak konstan dari 0 sampai 3 hari periode retensi selang dada, d
alam penelitian ini, pasien adalah yang pertama di antara pasien dengan pneumothora
ks spontan primer tanpa penyakit yang mendasari yang dapat mempengaruhi lama tin
ggal di rumah sakit, dan torakotomi atau torakoskopi dilakukan dalam 1 hari rawat ina
p.Karena operasi terbatas pada pasien yang menjalani operasi saja, dan program latiha
n pernapasan diterapkan segera sejak hari masuk, diperkirakan hasil itu karena perbed
aan antara subjek dan program.
Selain itu, sebagai hasil dari penerapan program latihan penguatan pernapasan pada p
asien reseksi paru-paru dan mengukur periode retensi selang dada sebagai efek pada f
ungsi paru-paru, Jung dan Lee (Jung dan Lee) menemukan bahwa meskipun durasi ret
ensi selang dada di kelompok eksperimen lebih pendek dari kelompok kontrol, 
tidak ada perbedaan yang signifikan.2010) dan Seo dan Kang (2007) juga menunjukk
an perbedaan. Selain perbedaan ini, Jung dan Lee (2010), Seo dan Kang (2007) memp
elajari pasien kanker paru-paru dengan tingkat keparahan penyakit yang besar dan ren
tang reseksi bedah yang luas. mempengaruhi lamanya retensi chest tube atau rawat
inap di rumah sakit.
5 Di sisi lain, pada pasien dengan pneumotoraks, mengingat pengangkatan ta-
bung dada berarti re-ekspansi paru-paru dan peningkatan fungsi paru-paru, orang tua 
yang menjalani pneumonektomi dirawat.Hal ini senada dengan hasil penelitian Kim (
2009) yang menunjukkan bahwa hasil latihan nafas dalam secara teratur menunjukkan 
hasil yang signifikan antar kelompok. Mirip dengan penelitian Jung dan Lee (2010) da
n Seo dan Kang (2007), ini dilakukan pada pasien dengan pneumonektomi, tetapi tida
k seperti penelitian Jung dan Lee (2010) dan Seo dan Kang (2007), pada Kim (2009 ), 
penelitian ini berbeda, Untuk memeriksa apakah kinerja latihan subjek dianggap atau t
idak, ini dianggap bukan hasil karena metode memberi umpan balik dan menulis tabel 
catatan jumlah latihan digunakan. Dengan kata lain, meskipun komposisi program 
latihan pernapasan itu penting, mendorong latihan subjek dan membantu merekauntuk
melakukannya secara efisien melalui perhatian dan manajemen berkelanjutan dari staf
medis memiliki dampak penting pada pengembangan kembali paru-paru dan paru-par
u. peningkatan fungsi paru.Kelompok eksperimen yang menerapkan program latihan
pernapasan sistematis memiliki masa rawat inap yang lebih pendek daripada kelompo
k kontrol. Meskipun sulit untuk membandingkan hasil ini secara langsung karena kura
ngnya penelitian sebelumnya,  hal  ini  ditafsirkan  sebagai  fenomena  alami  karena
periode  retensi  selang  dada  yang   pendek . Mempertimbangkan  studi  Seo
et al (1995), yang menyarankan bahwa pasien   dengan  pneumotoraks  memerlukan
periode  rawat  inap  yang singkat dan segera kembali  ke   kehidupan  sosial,  dan 
disajikan periode retensi selang dada dan  jumlah hari tinggal  di   rumah  sakit
sebagai indikator komparatif klinis. Metode pengobatan pneumotoraks spontan
primer. Dalam   studi  masa  depan,  dianggap  perlu  untuk  mempertimbangkan
lama  tinggal  sebagai  variabel  efek  dari  program  latihan  pernapasan. Program
latihan  pernapasan  sistematis  menunjukkan  tidak  ada perbedaan  dalam kebu-
tuhan analgesik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Meskipun sulit u
ntuk dibandingkan karena kurangnya penelitian sebelumnya, dalam sebuah penelitian 
yang memverifikasi efek olahraga terhadap nyeri, Lee (2007) melaporkan bahwa latih
an peregangan secara  teratur  membantu  mengurangi  nyeri  muskuloskeletal dan 
meningkatkan  fleksibilitas  pada  pekerja  kantoran  yang  menggunakan   komputer.
perbedaan antara Hal ini diduga karena, pada pasien dengan  pneumotoraks,  gesekan
antara  selang  dada  dan  pleura  meningkat  saat   jumlah  latihan  meningkat,  dan
rasa  sakit  yang  disebabkan  oleh  selang  dada   menjadi  lebih  parah. Namun,
karena  latihan  pernapasan  penting  untuk   pemulihan  pasien,  jika  tidak
dikontraindikasikan, perlu untuk mengontrol rasa sakit dengan penggunaan analgesik.
Secara  bersama-sama,  penelitian  ini  tidak  hanya  mencakup  latihan  pernapasan  
tetapi  juga  latihan  sendi  bahu  dan  latihan  berjalan  yang  dapat  mempengaruhi  
promosi  latihan  pernapasan  untuk  pasien  dengan  pneumotoraks. Hasil penelitian
menunjukkan   bahwa program  latihan  pernapasan sistematis  efektif  untuk
meningkatkan  pemulihan  pasien  pneumotoraks.  Program  ini  dapat  
diterapkan di rumah  sakit  pada  pasien  pneumotoraks  sebagai  salah  satu  modalitas
intervensi keperawatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pada gangguan paru restriktif seperti, atelektasis, efusi pleura, dan pneumothorax
akan terjadi penurunan volume dan kapasitas paru-paru. Karena itu diberikan
breathing exercise yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan volume paru-
paru.Breathing exercise dapat diberikan jika pasien sadar dan kooperatif. Pada
gangguan paru restriktif tepat deep breathing, diaphragmatic breathing, deep
diaphragmatic breathing, endinspiratory hold, sustained maximal inspiration, slow
maximal inspiration, incentive spirometer, sniff, segmental (apical dan lateral costal)
yang sering digunakan. Pemberian deep breathing exercise dan active assisted
stretching terbukti dapat memperbaiki pola napas yang ditunjukkan dengan penurunan
nilai respiration rate dan heart rate namu Latihan ini masih belum berdampak pada
nilai SpO2 karena pasien masih menggunakan terapi oksigen berupa nasal cannula.
Pemberian active assisted stretching juga dapat berdampak pada penurunan spasme
otot bantu pernapasan. Latihan nafas modifikasi meniup balon yang dilakukan pada
pasien dengan pneumothoraks dan hemathoraks berpengaruh terhadap pengembangan
fungsi paru yang ditunjukkan dengan penurunan frekwensi pernafasan dan
peningkatan vital capacity, Hasil penelitian menunjukkan bahwa program latihan
pernapasan sistematis efektif untuk meningkatkan pemulihan pasien pneumotoraks.
Program ini dapat diterapkan di rumah sakit pada pasien pneumotoraks sebagai salah
satu modalitas intervensi keperawatan.

5.2 Saran

Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari Breathing


exercise dalam diantarannya deep brathing exercise dan tiup balon dalam
meningkatkan kapasitas paru pada pasien pneumothoraks.Disarankan bagi petugas
kesehatan untuk memberikan pengetahuan mengenai intervensi ini untuk penurunan
fungsi nafas pada pasien pneumuthoraks.Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengkaji breathing exercise dalam meningkatkan fungsi paru misalnya perbaikan
Sp02 pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Agahajanzadeh, ., Asgary, M. R., Delshad, M. S. E., & Khotbehsora, M. H. (2018). Data on


the epidemiology, diagnosis, and treatment of patients with pneumothorax. Published
by Science Direct: Guilan University of Medical Science, Rahst, Iran. Diunduh pada
pada 03 November 2021
Annamma Jacob. (2014). Clinical Nursing Procedures.Jakarta : EGC.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.(2013). Riset
Kesehatan Dasar 2013.
Brunner & Suddart.(2018). Keperawatan Medikal –Bedah.Jakarta : EGC.
Borge, C. R., Mengshoel, A. M., Omenaas, E., Moum, T., Ekman, I., Lein, M. P., Mack, U.,
& Wahl, A. K. (2015). Effects of guided deep breathing on breathlessness and the
breathing pattern in chronic obstructive pulmonary disease: A double-blind randomized
control study. Patient Education and Counseling, 98(2), 182–190.
https://doi.org/10.1016/j.pec.2014.10.017 Choi, W. Il. (2014). Pneumothorax.
Tuberculosis and Respiratory Diseases, 76(3), 99–104.
https://doi.org/10.4046/trd.2014.76.3.99
Dawodu ST. (2016). Traumatic brain injury - definiton and pathophysiology.www.
Emedicine.Medscape.Com Sept 2012.
Coccia, C. B. I., Palkowski, G. H., Schweitzer, B., Motsohi, T., & Ntusi, N. A. B. (2016).
Dyspnoea: Pathophysiology and a clinical approach. South African Medical Journal,
106(1), 32–36. https://doi.org/10.7196/SAMJ.2016.v106i1.1 0324Grace PA, Neil RB.
(2006). At a glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Farhani, N & Pahlawi, R. (2021). Pengaruh breathing exercise dan stretching terhadap
penurunan sesak nafas pada kasusu pneumothorax bilateral. Vol. 1, No. 1 . Jurnal
Fisioterapi Tenaga Kesehatan Indonesia

Gondos, T., Szabó, V., Sárkány, Á., Sárkány, A., & Halász, G. (2017). Estimation of the
severity of breathlessness in the emergency department: A dyspnea score. BMC
Emergency Medicine, 17(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12873-017-0125-6Kolcaba,
K. (2003). Comfort theory and practice: a vision for holistic health care and research.
Springer Publishing Company.
Gupta, D., Hansell, A., Nichols, T., Duong, T., Ayres, J. G., and Strachan, D. (2017).
Epidemiology of pneumothorax in England (Thorax, vol. 55, no. 8, pp. 666–671).
Diunduh pada pada 03 November 2021.
Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika, Hal: 79-220.
Nurachmah, E (2006). Pengaruh latihan nafas diafragma dan Pursed lip Breathing terhadap
Aliran udara, Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Airlangga Surabaya.
Papagiannis, A., et al. (2015). Pneumothorax: an up to date “introduction”. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/publication/274724314 pada 03 November 2021.
Puruhito, dkk., (1993). Pedoman Teknik Operasi, Surabaya: Airlangga University Press, Hal:
80.
Price & Wilson, (1995).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC,
Hal: 667-709.
Rahmad, K., (2002). Penanganan Trauma thoraks, Jakarta: Sub bagian Bedah thoraks FK UI,
Hal: 29-38,7-78.
Rahmah, D. (2019). Penyakit kegawat daruratan peneumothorax. Diambil dari
https://www.alomedika.com/
Nielsen, L. G., Folkestad, L., Brodersen, J. B., & Brabrand, M. (2015).Inter-Observer
Agreement in Measuring Respiratory Rate. PLOS ONE, 10(6), e0129493.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0129493
Onuki, T., Ueda, S., Yamaoka, M., Sekiya, Y., Yamada, H., Kawakami, N., Araki, Y.,
Wakai, Y., Saito, K., Inagaki, M., & Matsumiya, N. (2017). Primary and Secondary
Spontaneous Pneumothorax: Prevalence, Clinical Features, and InHospital Mortality.
Canadian Respiratory Journal, 2017, 17–19. https://doi.org/10.1155/2017/6014967
Panjwani, A. (2017). Management of pneumothorax with oxygen therapy: a case series.
Chest Disease Reports, 5(1).https://doi.org/10.4081/cdr.2017.6276
Pilcher, J., & Beasley, R. (2015).Acute use of oxygen therapy. Australian Prescriber, 38(3),
98–100. https://doi.org/10.18773/austprescr.2015.033
Rattes, C., Campos, S. L., Morais, C., Gonçalves, T., Sayão, L. B., Galindo-Filho, V. C.,
Parreira, V., Aliverti, A., & Dornelas de Andrade, A. (2018).Respiratory muscles
stretching acutely increases expansion in hemiparetic chest wall. Respiratory
Physiology and Neurobiology, 254, 16–22. https://doi.org/10.1016/j.resp.2018.03.015
Rekha, K., Rai, S., Anandh, V., & Samuel Sundar Doss, D. (2016). Effect of stretching
respiratory accessory muscles in chronic obstructive pulmonary disease. Asian Journal
of Pharmaceutical and Clinical Research, 9(August), 105–108Reihani H, Pirazghandi
H, Bolvardi E, Ebrahimi M, Pishbin E, Ahmadi K, Safdarian M, Saadat S, Movaghar
VR. (2017). Assessment of mechanism, type and severity of injury in multiple trauma
patients : a cross sectional study of a trauma center in Iran, Chinese Journal of
Traumatology.
Park, HS, Lee, WJ, & Kim, YS (2006). Efek dari dalam metode pernapasan pada fungsi
ventilasi paru  pasien  pneumotoraks  yang  menjalani  torakotomi.  Jurnal  Akademi
Keperawatan Korea, 36, 55-63.
Semetana, G. W. (1999). Evaluasi paru pra operasi.NS Jurnal  Kedokteran  New England,
340, 937-944.Seo, SG, Kim, WJ, Kang, CH, Nam, CH, & Lee, GN (1995).
Perbandingan evaluasi klinis untuk pengelolaan  pneumotoraks spontan  primer
menggunakan  operasi toraks dengan bantuan video dan torakotomi aksila 
tengah.Jurnal Bedah Toraks dan Kardiovaskular Korea,  28,471-474.
Seo, YH, & Kang, HS (2007). Efek pernapasanprogram latihan penguatan fungsi paru,
kecemasandan tidur pasien yang menjalani operasi paru.Jurnal Penelitian. Keperawatan
Klinis Korea, 13, 157-167.
 Putra, S.Y. (1994).Efek pernapasan dalam menggunakan anspirometer insentif pada fungsi v
entilasi paru pada pasien  pasca operasi. Tesis master yang tidak diterbitkan, 
Universitas Nasional Chungnam, Taejon.

Anda mungkin juga menyukai