Disusun Oleh:
Kelompok 4
Kasus pneumothorax lainnya yang dilaporkan dari Iran, yaitu di Arya and Razi
Hospitals of Rasht pada rentang waktu 2014-2017 mencapai angka 253 kasus dengan
pneumothorax (Aghajanzadeh, Asgary, Delshad, dan Khotbehsora, 2018). Dijabarkan
lagi oleh Aghajanzadeh, et al, dari semua penderita pneumothorax terdiri dari 45,8%
(116 pasien) menderita spontan pneumothorax sekunder, 31,6% (80 pasien) dengan
spontan pneumothorax primer, dan sebanyak 22,5% (57 pasien) dengan pneumothorax
jenis lainnya. Pneumothorax merupakan keadaan emergency yang dapat terjadi baik di
luar rumah sakit ataupun ketika perawatan di rumah sakit. Mayoritas terjadi di rumah
sakit (Papagiannis, et al., 2015). Pneumothorax sendiri diartikan sebagai adanya udara
di rongga dada dan secara spesifik berada pada rongga pleura. Penyebab terjadinya
pneumothorax pun beragam. Dua penyebab mayoritas terjadinya pneumothorax ialah
spontan dan traumatik.
Di Indonesia menunjukkan angka mortalitas yang tinggi yakni 33,7%. Penyebab
utama kematian tersering yaitu akibat gagal napas. Faktor-faktor yang memperburuk
kesintasan meliputi trauma toraks dan penyakit tuberkulosis. Studi lain menunjukkan
bahwa mortalitas pada kelompok primer pneumothorax lebih tinggi dibanding
pneumothorax jenis lainnya (Rahmah, 2019).
Penderita pneumothorax umumnya mengeluh sesak nafas, nyeri dada, batuk dan
beberapa mengalami emfisema subkutis. Pada pemeriksaan umumnya terdapat
takipneu, hiper-resonan saat diperkusi dan suara nafas terdengar menurun atau tidak
sama sekali pada saat auskultasi (White & Eaton, 2017).
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Kegiatan yang akan dilakukan adalah melakukan analisis dengan (compare) mencari
kesamaan, (contrast) mencari perbedaan, (synthesize) menggabungkan beberapa sumber,
(criticize) memberikan pandangan, (summarize) memberikan pendapat sendiri
berdasarkan dari sumber yang dibaca (Rahayu, 2019).
Jurnal yang diambil dengan menggunakan metode pencarian electronic data base
yaitu Metode pencarian jurnal Google Scholar, PubMed, Sciencedirect. Peneliti
membuka website www.scholar.google.com, www.ncbi.nlm.nih.gov dan
www.sciencedirect.com. Peneliti menuliskan kata kunci sesuai MESH (Medical Subject
Heading) yaitu Breathing exercise dan pneumothorax. Analisa data dalam penelitian ini
mengambil data atau jurnal dari orang lain. Instrumen yang digunakan untuk analisa data
penelitian ini menggunakan PRISMA dengan metode PICO. Setiap pertanyaan tersebut
telah mengikuti PICO dimana setiap pertanyaan terdapat P= populasi, I= implementasi/
intervensi, C= kontrol/ intervensi pembanding dan O= outcome/ hasil.
Total
N= 19 Artikel
N= 4 Artikel
BAB III
HASIL
Pertanyaan Klinis:
3 Turk Sener Perbandinga Pretest Purposive Dalam Cross- Kelompok- Penelitia menunjukkan
Gogus Yildirim,sa n metode Posttes one sampling penelitian ini, sectional kelompok tidak ada perbedaan
Heart tu Yavuz latihan group Departemen pada pasien secara statistik yang signifikan antara
Dama Selim pernapasan design Bedah dengan selang serupa dalam pemberian batuk paksa
2016;24(4 ntepe,ke-2 yang berbeda Toraks, dada hal usia, jenis saja dan latihan
):717-721 Husein pada pasien Fakultas dimasukkan kelamin, berat pernapasan lainnya
doi: Ede,3 Aksi dengan dada Kedokteran karena badan, tinggi ditambah batuk paksa
10.5606/t Petir tabung untuk Universitas pneumotoraks badan, indeks dalam hal tes fungsi
gkdc.dergi pneumotorak Bozok, spontan massa tubuh, pernapasan pada pasien
si.2016.12 s spontan melibatkan primer; Efek dan sisi dengan tabung dada
010 40 pasien dari metode pneumotoraks. untuk pneumothoraks
berturut-turut ekspansi paru- Waktu rata-
(34 laki-laki, paru yang rata kelompok
6 berbeda, untuk
perempuan; seperti batuk menyelesaikan
usia rata-rata paksa, latihan ekspansi ulang
26,6 tahun; pernapasan, dan durasi
kisaran 16 inflasi balon, kebocoran
hingga 60 dan berjalan, udara serupa.
tahun) yang pada tes fungsi
memiliki paru seperti
selang dada denyut nadi,
karena PSP waktu untuk
yang lebih menyelesaikan
besar dari ekspansi paru
20%. Semua dan pelepasan
selang dada tabung dada
pasien diselidiki.
dimasukkan
antara garis
midaxillary
dan ruang
interkostal
keenam atau
ketujuh di
bawah
anestesi lokal
menggunaka
n 5-10 mL
larutan
lidokain
hidroklorida
(2 mL/20
mg)
4 Jurnal Ke Kim Yong- Pengaruh pro Posttest Sebuah desai Tujuan dari pe Quassy Durasi pemasa Hasil penelitian menunj
perawatan rye・ Park gram latihan only n posttest kel nelitian ini ada Experiment ngan chest tube ukkan
Perawatan Sang-yeon pernapasan si control ompok kontr lah untuk men al dan durasi bahwa program latihan
Kritis Des stematis pada time series ol seri waktu getahui pengar rawat inap pad pernapasan sistematis ef
ember 201 pemulihan pa time design terputus yang uh program lat a kelompok ek ektif untuk meningkatka
2 Vol.5, N sien dengan tidak setara d ihan pernapasa sperimen secar n pemulihan pasien pne
o.2 pneumotorak igunakan. Pe n sistematis ter a signifikan leb umotoraks. Program ini
Jurnal Per s serta hadap pemulih ih pendek darip dapat
awatan Kr adalah 40 pas an ada kelompok diterapkan di rumah sak
itis Korea ien rawat ina pasien pneumo kontrol. Namu it pada pasien pneumoto
Vol. 5, Ti p (Kelompok toraks n, tidak ada per raks sebagai salah satu
dak. 2, 28- Eksperimen; bedaan modalitas intervensi kep
36, Desem 20, Kelompo frekuensi peng erawatan.
ber 2012 k Kontrol; 20 gunaan analges
) di satu Rum ik antara kelom
ah Sakit Uni pok eksperime
versitas di ko n dan kelompo
ta U k kontrol
3.3 Hasil
Dari Jurnal diatas mengatakan pemberian deep breathing exercise dan active
assisted stretching terbukti dapat memperbaiki pola napas yang ditunjukkan dengan
penurunan nilai respiration rate dan heart rate namun Latihan ini masih belum
berdampak pada nilai SpO2 karena pasien masih menggunakan terapi oksigen berupa
nasal cannula. Pemberian active assisted stretching juga dapat berdampak pada
penurunan spasme otot bantu pernapasan. Latihan nafas modifikasi meniup balon
yang dilakukan pada pasien dengan pneumothoraks dan hemathoraks berpengaruh
terhadap pengembangan fungsi paru yang ditunjukkan dengan penurunan frekwensi
pernafasan dan peningkatan vital capacity, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
program latihan pernapasan sistematis efektif untuk meningkatkan pemulihan pasien
pneumotoraks. Program ini dapat diterapkan di rumah sakit pada pasien
pneumotoraks sebagai salah satu modalitas intervensi keperawatan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Breathing Exercise Dan Stretching Terhadap Penurunan Sesak Pada
Kasus Pneumothorax Bilateral
Pada gangguan paru restriktif seperti, atelektasis, efusi pleura, dan
pneumothorax akan terjadi penurunan volume dan kapasitas paru-paru. Karena itu
diberikan breathing exercise yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
volume paru-paru.Breathing exercise dapat diberikan jika pasien sadar dan kooperatif.
Pada gangguan paru restriktif terdapat deep breathing, diaphragmatic breathing, deep
diaphragmatic breathing, endinspiratory hold, sustained maximal inspiration, slow
maximal inspiration, incentive spirometer, sniff, segmental (apical dan lateral costal)
yang sering digunakan. Pasien Tn. I diberikan intervensi deep breathing exercise,
pasien diminta untuk bernapas dalam melalui hidung dan mengeluarkan melalui
mulut.Bernapas melalui hidung dapat menghangatkan dan melembabkan udara, serta
menggandakan resistensi terhadap aliran udara.Inspirasi lambat berguna
meningkatkan kekuatan kontraksi otot.Sedangkan ekspirasi melalui mulut untuk
menjaga jalan napas terbuka (Solomen & Aaron, 2015).Pasien mampu mengubah pola
pernapasan mereka dengan bernapas secara perlahan-lahan, sehingga RR menurun
dan melaporkan terdapat perubahan skala sesak dalam Global Rating of Change
scale.Pola pernapasan ditingkatkan pada kelompok GDBG dari sesi pertama hingga
sesi terakhir, yang menunjukkan bahwa deep breathingdapat membantu penderita
COPD tingkat sedang dan berat mengambil lebih banyak kontrol atas pola pernapasan
yang tidak efektif dan gangguan karena sesak napas (Borge et al., 2015).Penelitian
lain yang dilakukan oleh Yokogawa et al. (2018) pada jurnal yang berjudul
“Comparison of two instructions for deep breathing exercise: non-specific and
diaphragmatic breathing” membuktikan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan
setelah intervensi pada kedua kelompok pria dan wanita. Pada kelompok pria,
pemberian deep breathing exercise menunjukkan peningkatan ventilasi paru secara
keseluruhan, dengan peningkatan volume tidal, dan penurunan RR.Begitupun pada
kelompok wanita, terdapat peningkatan ventilasi paruparu setalah dilakukannya deep
breathing (Yokogawa et al., 2018). Hasil dari perubahan RR dapat dilihat pada
diagram 1. Mendukung dua artikel diatas pemberian deep breathing exercise dengan
spirometer insentif meningkatkan fungsi pernapasan dan mencegah komplikasi paru
pasca operasi, serta terdapat penurunan RR secara signifikan.Selain itu deep breathing
exercise dapat meningkatkan kapasitas paruparu (Tripathi & Sharma,
2017).Pemberian intervensi fisioterapi berupa deep breathing exercise dan active
assisted stretching terbukti dapat memperbaiki pola napas yang ditunjukkan dengan
penurunan nilai respiration rate dan heart rate namu Latihan ini masih belum
berdampak pada nilai SpO2 karena pasien masih menggunakan terapi oksigen berupa
nasal cannula. Pemberian active assisted stretching juga dapat berdampak pada
penurunan spasme otot bantu pernapasan.
4.2 Latihan Nafas Modifikasi Meniup Balon Terhadap Pengembangan Paru Pada
Pasien Hematothoraks Dan Pneumothoraks
Latihan nafas dapat mencegah terjadinya atelektasis paru dan meningkatkan ventilasi
(Andarini, 2002). Latihan nafas dengan modifikasi meniup balon akan
mempertahankan volume udara dalam alveoli sehingga paru dapat dicegah menjadi
kolaps. Pengembangan paru tanpa dilakukan latihan nafas mempunyai waktu yang
lebih lama dibandingkan responden yang diberikan latihan nafas modifikasi meniup
balon.Perbedaan hasil pengembangan paru ini dapat terlihat dari gambaran foto thorak
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.Latihan nafas mempunyai tujuan
memperbaiki ventilasi, oksigenasi dan melatih otot pernafasan (Kisner, 1990).Latihan
nafas modifikasi balon berpengaruh terhadap frekwensi nafas. Latihan nafas
modifikasi balon akan menghasilkan Positif Expiration Pressure (PEP) pada paru
sehingga meningkatkan ventilasi kolateral dan meningkatkan oksigenasi alveoli,
sehingga akan memperbaiki ventilasi paru dan volume paru. Perbaikan frekuensi
nafas juga diikuti perbaikan keluhan rasa sesak yang berkurang akibat dari oksigenasi
yang meningkat.
Latihan nafas modifikasi balon berpengaruh terhadap vital capacity. Latihan nafas
modifikasi balon akan memperbaiki ventilasi kolateral alveolus, tekanan
trakeobronkial meningkat sehingga saluran nafas tetap terbuka. Jumlah udara yang
terjaga dalam durasi waktu yang lebih lama akan meningkatkan complaince paru.
Latihan nafas juga meningkatkan tidal volume, volume cadangan inspirasi dan
volume cadangan ekspirasi sehingga memperbaiki vital capacity. Latihan nafas juga
akan meningkatkan cadangan udara dalam paru (Andarini, 2002).
4.3 Perbandingan metode latihan pernapasan yang berbeda pada pasien dengan
dada tabung untuk pneumotoraks spontan
Penelitian menunjukkan bahwa metode rehabilitasi paru seperti batuk paksa,
spirometri insentif, balon menggembung, dan berjalan memiliki efek yang sama pada
tes fungsi pernapasan serta denyut nadi, waktu untuk menyelesaikan ekspansi kembali
paru-paru, dan periode selang dada Pneumotoraks spontan primer didefinisikan
sebagai pneumotoraks yang terjadi tanpa penyebab mendasar yang dapat dideteksi
sedangkan pasien pneumotoraks sekunder memiliki penyebab yang mendasarinya,
dengan penyebab paling signifikan adalah penyakit paru obstruktif kronik.[2]
Computed tomography of thorax adalah alat yang paling berguna dan demonstratif
untuk membedakan kasus PSP primer dan sekunder. Pneumotoraks spontan primer
umumnya mempengaruhi individu antara usia 20 dan 40 dan diamati enam kali lebih
sering di antara laki-laki daripada perempuan. Pasien tanpa gejala yang menderita
PSP kecil dapat ditindaklanjuti secara medis tanpa memerlukan intervensi apa pun.
4.4 Pengaruh program latihan pernapasan sistematis pada pemulihan pasien dengan
pneumotoraks
Sebagai hasil dari penelitian ini, kelompok eksperimen yang menerapkan progra
m latihan pernapasan sistematis memiliki retensi selang dada danrawat inap yang lebi
h pendek daripada kelompok kontrol. Hasil ini sulit untuk dibandingkan secara langsu
ng karena belum ada penelitian sebelumnya tentang efektivitas program latihan perna
pasan yang terdiri dari latihan pernapasan dalam dan latihan ekstremitas atas dan baw
ah untuk pasien dengan pneumotoraks. periode penyisipan, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan da
lam penelitian Kim dan Cho (2001), pasien dengan riwayat penyakit kardiopulmoner
yang dapat mempengaruhi rawat inap dan pemulihan di rumah sakit dan pasien denga
n pneumotoraks berulang yang sudah pernah terpapar latihan pernapasan dimasukkan
dalam subjekaplikasi tidak konstan dari 0 sampai 3 hari periode retensi selang dada, d
alam penelitian ini, pasien adalah yang pertama di antara pasien dengan pneumothora
ks spontan primer tanpa penyakit yang mendasari yang dapat mempengaruhi lama tin
ggal di rumah sakit, dan torakotomi atau torakoskopi dilakukan dalam 1 hari rawat ina
p.Karena operasi terbatas pada pasien yang menjalani operasi saja, dan program latiha
n pernapasan diterapkan segera sejak hari masuk, diperkirakan hasil itu karena perbed
aan antara subjek dan program.
Selain itu, sebagai hasil dari penerapan program latihan penguatan pernapasan pada p
asien reseksi paru-paru dan mengukur periode retensi selang dada sebagai efek pada f
ungsi paru-paru, Jung dan Lee (Jung dan Lee) menemukan bahwa meskipun durasi ret
ensi selang dada di kelompok eksperimen lebih pendek dari kelompok kontrol,
tidak ada perbedaan yang signifikan.2010) dan Seo dan Kang (2007) juga menunjukk
an perbedaan. Selain perbedaan ini, Jung dan Lee (2010), Seo dan Kang (2007) memp
elajari pasien kanker paru-paru dengan tingkat keparahan penyakit yang besar dan ren
tang reseksi bedah yang luas. mempengaruhi lamanya retensi chest tube atau rawat
inap di rumah sakit.
5 Di sisi lain, pada pasien dengan pneumotoraks, mengingat pengangkatan ta-
bung dada berarti re-ekspansi paru-paru dan peningkatan fungsi paru-paru, orang tua
yang menjalani pneumonektomi dirawat.Hal ini senada dengan hasil penelitian Kim (
2009) yang menunjukkan bahwa hasil latihan nafas dalam secara teratur menunjukkan
hasil yang signifikan antar kelompok. Mirip dengan penelitian Jung dan Lee (2010) da
n Seo dan Kang (2007), ini dilakukan pada pasien dengan pneumonektomi, tetapi tida
k seperti penelitian Jung dan Lee (2010) dan Seo dan Kang (2007), pada Kim (2009 ),
penelitian ini berbeda, Untuk memeriksa apakah kinerja latihan subjek dianggap atau t
idak, ini dianggap bukan hasil karena metode memberi umpan balik dan menulis tabel
catatan jumlah latihan digunakan. Dengan kata lain, meskipun komposisi program
latihan pernapasan itu penting, mendorong latihan subjek dan membantu merekauntuk
melakukannya secara efisien melalui perhatian dan manajemen berkelanjutan dari staf
medis memiliki dampak penting pada pengembangan kembali paru-paru dan paru-par
u. peningkatan fungsi paru.Kelompok eksperimen yang menerapkan program latihan
pernapasan sistematis memiliki masa rawat inap yang lebih pendek daripada kelompo
k kontrol. Meskipun sulit untuk membandingkan hasil ini secara langsung karena kura
ngnya penelitian sebelumnya, hal ini ditafsirkan sebagai fenomena alami karena
periode retensi selang dada yang pendek . Mempertimbangkan studi Seo
et al (1995), yang menyarankan bahwa pasien dengan pneumotoraks memerlukan
periode rawat inap yang singkat dan segera kembali ke kehidupan sosial, dan
disajikan periode retensi selang dada dan jumlah hari tinggal di rumah sakit
sebagai indikator komparatif klinis. Metode pengobatan pneumotoraks spontan
primer. Dalam studi masa depan, dianggap perlu untuk mempertimbangkan
lama tinggal sebagai variabel efek dari program latihan pernapasan. Program
latihan pernapasan sistematis menunjukkan tidak ada perbedaan dalam kebu-
tuhan analgesik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Meskipun sulit u
ntuk dibandingkan karena kurangnya penelitian sebelumnya, dalam sebuah penelitian
yang memverifikasi efek olahraga terhadap nyeri, Lee (2007) melaporkan bahwa latih
an peregangan secara teratur membantu mengurangi nyeri muskuloskeletal dan
meningkatkan fleksibilitas pada pekerja kantoran yang menggunakan komputer.
perbedaan antara Hal ini diduga karena, pada pasien dengan pneumotoraks, gesekan
antara selang dada dan pleura meningkat saat jumlah latihan meningkat, dan
rasa sakit yang disebabkan oleh selang dada menjadi lebih parah. Namun,
karena latihan pernapasan penting untuk pemulihan pasien, jika tidak
dikontraindikasikan, perlu untuk mengontrol rasa sakit dengan penggunaan analgesik.
Secara bersama-sama, penelitian ini tidak hanya mencakup latihan pernapasan
tetapi juga latihan sendi bahu dan latihan berjalan yang dapat mempengaruhi
promosi latihan pernapasan untuk pasien dengan pneumotoraks. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa program latihan pernapasan sistematis efektif untuk
meningkatkan pemulihan pasien pneumotoraks. Program ini dapat
diterapkan di rumah sakit pada pasien pneumotoraks sebagai salah satu modalitas
intervensi keperawatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada gangguan paru restriktif seperti, atelektasis, efusi pleura, dan pneumothorax
akan terjadi penurunan volume dan kapasitas paru-paru. Karena itu diberikan
breathing exercise yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan volume paru-
paru.Breathing exercise dapat diberikan jika pasien sadar dan kooperatif. Pada
gangguan paru restriktif tepat deep breathing, diaphragmatic breathing, deep
diaphragmatic breathing, endinspiratory hold, sustained maximal inspiration, slow
maximal inspiration, incentive spirometer, sniff, segmental (apical dan lateral costal)
yang sering digunakan. Pemberian deep breathing exercise dan active assisted
stretching terbukti dapat memperbaiki pola napas yang ditunjukkan dengan penurunan
nilai respiration rate dan heart rate namu Latihan ini masih belum berdampak pada
nilai SpO2 karena pasien masih menggunakan terapi oksigen berupa nasal cannula.
Pemberian active assisted stretching juga dapat berdampak pada penurunan spasme
otot bantu pernapasan. Latihan nafas modifikasi meniup balon yang dilakukan pada
pasien dengan pneumothoraks dan hemathoraks berpengaruh terhadap pengembangan
fungsi paru yang ditunjukkan dengan penurunan frekwensi pernafasan dan
peningkatan vital capacity, Hasil penelitian menunjukkan bahwa program latihan
pernapasan sistematis efektif untuk meningkatkan pemulihan pasien pneumotoraks.
Program ini dapat diterapkan di rumah sakit pada pasien pneumotoraks sebagai salah
satu modalitas intervensi keperawatan.
5.2 Saran
Gondos, T., Szabó, V., Sárkány, Á., Sárkány, A., & Halász, G. (2017). Estimation of the
severity of breathlessness in the emergency department: A dyspnea score. BMC
Emergency Medicine, 17(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12873-017-0125-6Kolcaba,
K. (2003). Comfort theory and practice: a vision for holistic health care and research.
Springer Publishing Company.
Gupta, D., Hansell, A., Nichols, T., Duong, T., Ayres, J. G., and Strachan, D. (2017).
Epidemiology of pneumothorax in England (Thorax, vol. 55, no. 8, pp. 666–671).
Diunduh pada pada 03 November 2021.
Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika, Hal: 79-220.
Nurachmah, E (2006). Pengaruh latihan nafas diafragma dan Pursed lip Breathing terhadap
Aliran udara, Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Airlangga Surabaya.
Papagiannis, A., et al. (2015). Pneumothorax: an up to date “introduction”. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/publication/274724314 pada 03 November 2021.
Puruhito, dkk., (1993). Pedoman Teknik Operasi, Surabaya: Airlangga University Press, Hal:
80.
Price & Wilson, (1995).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC,
Hal: 667-709.
Rahmad, K., (2002). Penanganan Trauma thoraks, Jakarta: Sub bagian Bedah thoraks FK UI,
Hal: 29-38,7-78.
Rahmah, D. (2019). Penyakit kegawat daruratan peneumothorax. Diambil dari
https://www.alomedika.com/
Nielsen, L. G., Folkestad, L., Brodersen, J. B., & Brabrand, M. (2015).Inter-Observer
Agreement in Measuring Respiratory Rate. PLOS ONE, 10(6), e0129493.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0129493
Onuki, T., Ueda, S., Yamaoka, M., Sekiya, Y., Yamada, H., Kawakami, N., Araki, Y.,
Wakai, Y., Saito, K., Inagaki, M., & Matsumiya, N. (2017). Primary and Secondary
Spontaneous Pneumothorax: Prevalence, Clinical Features, and InHospital Mortality.
Canadian Respiratory Journal, 2017, 17–19. https://doi.org/10.1155/2017/6014967
Panjwani, A. (2017). Management of pneumothorax with oxygen therapy: a case series.
Chest Disease Reports, 5(1).https://doi.org/10.4081/cdr.2017.6276
Pilcher, J., & Beasley, R. (2015).Acute use of oxygen therapy. Australian Prescriber, 38(3),
98–100. https://doi.org/10.18773/austprescr.2015.033
Rattes, C., Campos, S. L., Morais, C., Gonçalves, T., Sayão, L. B., Galindo-Filho, V. C.,
Parreira, V., Aliverti, A., & Dornelas de Andrade, A. (2018).Respiratory muscles
stretching acutely increases expansion in hemiparetic chest wall. Respiratory
Physiology and Neurobiology, 254, 16–22. https://doi.org/10.1016/j.resp.2018.03.015
Rekha, K., Rai, S., Anandh, V., & Samuel Sundar Doss, D. (2016). Effect of stretching
respiratory accessory muscles in chronic obstructive pulmonary disease. Asian Journal
of Pharmaceutical and Clinical Research, 9(August), 105–108Reihani H, Pirazghandi
H, Bolvardi E, Ebrahimi M, Pishbin E, Ahmadi K, Safdarian M, Saadat S, Movaghar
VR. (2017). Assessment of mechanism, type and severity of injury in multiple trauma
patients : a cross sectional study of a trauma center in Iran, Chinese Journal of
Traumatology.
Park, HS, Lee, WJ, & Kim, YS (2006). Efek dari dalam metode pernapasan pada fungsi
ventilasi paru pasien pneumotoraks yang menjalani torakotomi. Jurnal Akademi
Keperawatan Korea, 36, 55-63.
Semetana, G. W. (1999). Evaluasi paru pra operasi.NS Jurnal Kedokteran New England,
340, 937-944.Seo, SG, Kim, WJ, Kang, CH, Nam, CH, & Lee, GN (1995).
Perbandingan evaluasi klinis untuk pengelolaan pneumotoraks spontan primer
menggunakan operasi toraks dengan bantuan video dan torakotomi aksila
tengah.Jurnal Bedah Toraks dan Kardiovaskular Korea, 28,471-474.
Seo, YH, & Kang, HS (2007). Efek pernapasanprogram latihan penguatan fungsi paru,
kecemasandan tidur pasien yang menjalani operasi paru.Jurnal Penelitian. Keperawatan
Klinis Korea, 13, 157-167.
Putra, S.Y. (1994).Efek pernapasan dalam menggunakan anspirometer insentif pada fungsi v
entilasi paru pada pasien pasca operasi. Tesis master yang tidak diterbitkan,
Universitas Nasional Chungnam, Taejon.