Anda di halaman 1dari 31

Laporan kasus

HEMORRHOID

Oleh:

DEWI SASMITA KUMALA SARI


10101052

Pembimbing :
Dr. Nursal Hasbi, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
RSUD DUMAI
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul Hemorrhoid yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS
Ilmu Bedah. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr.
Nursal Hasbi, Sp.B yang telah bersedia membimbing penulis, sehingga laporan
kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.

Siak, 18 Mei 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I : PENDAHULUAN 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Anatomi 5
2.2 Definisi 7
2.3 Klasifikasi 7
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko 8
2.5 Patofisiologi 10
2.6 Manifetasi klinis 12
2.7 Diagnosis 13
2.8 Diagnosis Banding 14
2.9 Penyulit 15
2.10 Penatalaksanaan 15
BAB III : LAPORAN KASUS 21
BAB IV : PEMBAHASAN 27
BAB V : KESIMPULAN 29
DAFTAR PUSTAKA 30

3
BAB I
PENDAHULUAN
Hemoroid adalah jaringan normal yang terdapat pada semua orang, yang
terdiri atas pleksus arteri-vena, berfungsi sebagai katup didalam saluran anus
untuk membantu sistem sfingter anus, mencegah inkontinensia flatus dan cairan.1
Data menunjukkan bahwa sepuluh juta orang di Indonesia dilaporkan
menderita hemoroid. Pada data kasus hemoroid di Unit Rawat Jalan bedah RSUD
Dr. Soegiri Lamongan tahun 2009 tercatat jumlah pasien hemoroid sebanyak 335
pasien dan tahun 2010 tercatat jumlah pasien hemoroid berjumlah 333 pasien.
Data bulan Januari sampai September 2011 menunjukkan bahwa jumlah seluruh
kunjungan pasien hemoroid sebanyak 304 pasien. Dari data di atas diketahui
bahwa masih banyak penderita hemorid di RSUD Dr. Soegiri. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya hemoroid antara lain: aktivitas fisik, pola makan,
kebiasaan BAB, konstipasi, kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi, dan usia.2
Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah dari
orang-orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hal tersebut
terjadi karena orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi
penekanan berlebihan pada pleksus hemoroidalis karena proses mengejan.2
Apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau penyulit, baru dilakukan
tindakan.1

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Rektum
Anatomi rektum merupakan bagian utama usus besar yang terakhir dan
tebentang dari kolon sigmoid sampai anus dengan panjang sekita 15 20 inci.
Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis analis, kanalis analis merupakan
bagian terbawah dari usus besar yang berfungsi untuk mengeluarkan feses. Secara
anatomi, kanalis analis memiliki panjang kurang lebih 1,5 inci atau sekitar 4 cm,
yang berjalan ke bawah dan belakang dari ampulla rekti sampai anus. Selain saat
defekasi, dinding kanalis analis dipertahankan oleh musculus levator ani dan
musculus sphincter ani supaya saling berdekatan. Mekanisme sphincter ani
memiliki tiga unsur pembentuk yakni musculus sphincter ani externus, musculus
sphincter ani internus, dan musculus puborectalis.3
Musculus sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos
stratum circulare pada ujung atas kanalis analis sehingga bekerja secara
involuntar. Sedangkan musculus sphincter ani externus dilapisi oleh otot lurik
sehingga bekerja secara voluntar. Vaskularisasi kanalis analis sebagian besar
diperoleh dari arteri hemorrhoidalis superior, arteri hemorrhoidalis medialis, dan
arteri hemorrhoidalis inferior. Arteri hemorrhoidalis superior merupakan
kelanjutan langsung dari arteri mesenterika inferior. Arteri hemorrhoidalis
medialis merupakan percabangan anterior arteri iliaka interna, dan arteri
hemorrhoidalis inferior merupakan cabang arteri pudenda interna.3
Sistem vena pada kanalis analis berasal dari vena hemorrhoidalis superior
dan vena hemorrhoidalis inferior. Vena hemorrhoidalis superior berasal dari
plexus hemorrhoidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena
mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Vena
hemorrhoidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke
dalam vena iliaka interna dan sistem kava.3
Sistem simpatik dan sistem parasimpatik memegang peranan penting
dalam persarafan rektum. Serabut simpatik berasal dari plexus mesenterikus
inferior dan sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion-ganglion simpatis

5
lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Sedangkan persarafan parasimpatik
berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat3.

Gambar 1. Anatomi rektum3


Penderita hemorrhoid sering mengeluh merasa tidak nyaman akibat
benjolan yang keluar dari anus. Keluhan tersebut dikarenakan gangguan rotasi
bantalan anus. Dalam keadaan normal, bantalan anus akan menempel secara
longgar pada lapisan otot sirkuler. Namun ketika defekasi, musculus sphincter ani
externa akan berelaksasi. Bantalan anus akan berotasi ke arah luar (eversi)
membentuk bibir anorektum. Faktor endokrin, usia, konstipasi, dan mengejan
dalam waktu yang lama menyebabkan gangguan eversi pada bantalan tersebut.3
Defekasi merupakan suatu proses pembuangan kotoran seperti
pembuangan tinja atau feses. Pada prosesnya, rektum dan kanalis analis memiliki
peranan untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk dengan cara yang
terkontrol. Refleks kontraksi dari rektum dan otot sphincter akan menimbulkan
keinginan untuk defekasi. Refleks tersebut dipicu oleh gerakan usus yang
mendorong feses ke arah rektum. Selain itu, dengan adanya kontraksi dari
sphincter ani externa dan sphincter ani interna menyebabkan feses tidak keluar
secara terus menerus melainkan sedikit demi sedikit.3

6
2.2 Definisi Hemoroid
Hemoroid atau lebih dikenal dengan nama wasir atau ambeien, bukan
merupakan suatu keadaan yang patologis, namun bila sudah mulai menimbulkan
keluhan harus segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya. Hemoroid berasal
dari kata ''haima'' dan ''rheo'', yang dalam medis berarti pelebaran pembuluh
darah. Jadi dapat disimpulkan bahwa hemoroid merupakan pelebaran dan
inflamasi pembuluh darah vena di anus dari pleksus hemoroidalis.1,2,4

2.3 Klasifikasi Hemoroid


Hemoroid terbagi menjadi dua yaitu hemoroid eksterna berupa pelebaran
vena subkutan di bawah atau di luar linea dentata sedangkan hemoroid interna
berupa pelebaran vena submukosa di atas linea dentata.1,5,6
1. Hemoroid eksterna adalah terjadinya varises pada pleksus hemorodialis
inferior di bawah linea dentate dan tertutup oleh kulit. Hemoroid ini
diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus dan sebenarnya merupakan
hematoma. Walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut, bentuk
ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik berupa satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan dan sedikit pembuluh darah.1,5,6

Gambar 2. Hemoroid eksterna6

7
2. Hemoroid interna adalah pembengkakan vena pada pleksus hemoroidalis
superior, di atas linea dentate dan tertutup oleh mukosa. Terdapat empat
derajat hemoroid interna, yaitu:
a. Derajat I, terjadi varises tetapi belum ada benjolan saat defekasi. Dapat
diketahui dengan adanya perdarahan melalui signiodoskopi.
b. Derajat II, ada perdarahan dan prolaps jaringan di luar anus saat
mengejan selama defekasi tetapi dapat kembali secara spontan.
c. Derajat III, sama dengan derajat II, hanya saja prolaps tidak dapat
kembali secara spontan, harus didorong (manual).
d. Derajat IV, prolaps tidak dapat direduksi atau inkarserasi. Benjolan
dapat terjepit di luar, dapat mengalami iritasi, inflamasi, oedem dan
ulserasi.1,5,6

Gambar 3. Grade hemoroid interna6

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko Hemoroid


a. Genetik
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat
sejak lahir akan memudahkan terjadinya hemoroid setelah mendapat
paparan tambahan seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama,
konstipasi, dan lain-lain. Dalam suatu penelitian dengan subjek pria dan
wanita usia >40 tahun di Semarang tahun 2007 menunjukkan bahwa
riwayat hemoroid dalam keluarga merupakan faktor risiko hemoroid.2,5,-7
b. Anatomi
Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot atau fasicia sekitarnya.

8
c. Pola BAB yang salah
Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi
hemoroid, dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus dan anus
tidak dalam posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan
gesekan pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda halnya pada
penggunaan jamban jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat
mencegah terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung dapat
mencegah terjadinya hemoroid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi
jongkok, valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil dan caecum
dapat menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup
untuk mengeluarkan feses.6
d. Tumor abdomen
Tumor abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian
hemorrhoid adalah tumor di daerah pelvis seperti tumor ovarium, tumor
rektal, dan lain-lain. Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya
terganggu dan menyebabkan pelebaran plexus hemorrhoidalis.
e. Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar
yang disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descenden
yang menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan.18 Pada
konstipasi diperlukan waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang
keras saat mengejan dapat mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus
hemorrhoidalis sehingga menyebabkan hemorrhoid.2,5-7
f. Kurangnya aktivitas fisik
Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi
untuk duduk dan merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan
hemorrhoid. Selain itu dengan melakukan olahraga yang ringan seperti
berenang dan menggerakkan daerah perut diharapkan dapat melemaskan
dan mengurangi ketegangan dari otot. Namun dengan melakukan aktivitas
yang terlalu berat seperti mengangkat benda berat akan meningkatkan
risiko kejadian hemoroid. Hal tersebut dikarenakan terjadi peregangan

9
musculus sphincter ani yang berulang sehingga ketika penderita mengejan
akan terjadi peregangan yang bertambah buruk.6
g. Usia
Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot
sphincter pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincter nya lemah
maka dapat timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi
sembelit yang dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran
cerna. Hal tersebut menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras.
Sehingga terjadi penekanan berlebihan pada plexus hemorrhoidalis yang
dipicu oeh proses mengejan untuk mengeluarkan tinja.2,5-7
h. Kehamilan
Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan
mengakibatkan peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya
berelaksasi. Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan
memperberat sistem vena. Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat
dipicu oleh penekanan bayi atau fetus pada rongga abdomen. Selain itu
proses melahirkan juga dapat menyebabkan hemorrhoid karena adanya
penekanan yang berlebihan pada plexus hemorrhoidalis.6
i. Mekanis
Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan meninggi
dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi prostat.
j. Kurangnya konsumsi makanan berserat.
Serat makanan yang tinggi mampu mencegah dan mengobati
konstipasi apabila diiringi dengan peningkatan intake cairan yang cukup
setiap hari. Konsumsi cairan dapat membantu kerja serat makanan dalam
tubuh. Suatu studi meta-analisis di Barcelona menyimpulkan bahwa
kebiasaan mengonsumsi serat akan menurunkan gejala dan perdarahan
pada hemoroid.6

2.5 Patofisiologi Hemoroid


Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat

10
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia.

Gambar 4. Patofisiologi hemoroid


Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan
mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin
yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi
bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang
diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat
dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor

11
sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut
hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi
jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-
serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari
sel mast.

2.6 Manifestasi Klinis Hemoroid


Keadaan klinis yang menjadi tanda dan gejala hemoroid adalah sebagai
berikut :1
a. Perdarahan
Perdarahan bisa terjadi pada grade 1-4, perdarahan merupakan penentu
utama kecurigaan adanya hemoroid grade 1. Perdarahan pada hemoroid
berhubungan dengan proses mengejan. Ini menjadi pembeda dengan
perdarahan yang diakibatkan oleh hal lain, misalnya tumor. Pada
hemoroid, darah keluar saat pasien mengejan dan berhenti bila pasien
berhenti mengejan, sedangkan perdarahan karena sebab lain tidak
mengikuti pola ini. Darah yang keluar adalah darah segar yang tidak
bercampur dengan feses (hematokezia). Perdarahan kadang menetes tapi
dapat juga mengalir deras. Sebab utama perdarahan adalah trauma feses
yang keras. Perdarahan yang berulang ulang dapat menimbulkan
anemia.1
b. Nyeri
Nyeri hebat hanya terjadi pada hemoroid eksterna dengan trombosis
nyeri tidak berhubungan dengan hemoroid interna, tetapi bila pada
hemoroid interna terjadi nyeri, ini merupakan tanda adanya radang.1
c. Benjolan / prolaps
Hemoroid yang membesar secara perlahan akhirnya menonjol keluar dan
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi

12
sewaktu defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai
defekasi. Pada stadium lebih lanjut hemoroid interna ini perlu didorong
kembali setelan defekasi agar masuk kedalam anus. Akhirya, hemoroid
dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan
tidak didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada
pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolaps
menetap.1
d. Pruritus anus
Iritasi perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai
pruritus anus, dan di disebabkan oleh kelembapan yang terus menerus
dan rangsangan mukus.1

2.7 Diagnosis Hemoroid


Dalam penegakkan diagnosis, beberapa kondisi anorektal dapat menyebabkan
gejala mirip dengan yang berhubungan dengan wasir. Faktor-faktor yang dapat
menunjukkan kondisi yang lebih serius misalnya, kanker, penyakit radang usus
harus segera dilakukan kolonoskopi. Dan hal-hal lain harus diperhatikan termasuk
perubahan kebiasaan buang air besar, sakit perut, penurunan berat badan,
perdarahan rektum dengan darah dalam tinja, atau riwayat keluarga kanker usus
besar. Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, pemeriksaan colok dubur, anoskopi
dan proktosigmoidoskopi.2
a. Inspeksi
Pada inspeksi, hemoroid eksterna mudah terlihat apalagi sudah
mengandung trombus. Hemoroid interna yang prolaps dapat terlihat
sebagai benjolan yang tertutup mukosa. Untuk membuat prolaps dapat
dengan menyuruh pasien untuk mengejan. 1
b. Rectal Toucher (RT)
Pada saat RT, hemoroid interna biasanya tidak teraba dan juga
tidak sakit. Dapat diraba bila sudah ada trombus atau sudah ada fibrosis.
Trombus dan fibrosis pada perabaan padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan ini juga untuk menyingkirkan diagnosis banding yaitu
karsinoma rektum.1

13
c. Anoskopi
Dengan cara ini kita dapat melihat hemoroid interna. Penderita
dalam posisi litotomi. Anaskopi dengan penyumbatnya dimasukkan dalam
anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh
bernafas panjang. Benjolan hemoroid akan menonjol pada ujung anaskop.
Bila perlu penderita disuruh mengejan supaya benjolan dapat kelihatan
sebesar-besarnya. 1
Pada anaskopi dapat dilihat warna selaput lendir yang merah
meradang atau perdarahan, banyaknya benjolan, letaknya dan besarnya
benjolan. 1

Gambar 5. Anoskopi
d. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat
yang lebih tinggi (rektum/sigmoid), karena hemoroid merupakan keadaan
fisiologik saja atau tanda yang menyertai.1
2.8 Diagnosis banding hemoroid
Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna juga
terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, kolitis ulserosa, dan
penyakait lain yang tidak begitu sering terdapat dikolorektum. Pemeriksaan
sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perli dipilih
secara selektif bergantung pada keluhan dan gejala penderita.1

14
Prolaps rektum juga harus dibedakan dengan prolaps mukosa akibat
hemoroid interna. Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya
tidak sulit dibedakan dari hemoroid yang mengalami prolaps. Lipatan kulit luar
yang lunak akibat trombosis hemoroid eksterna sebelumnya juga mudah dikenali.
Adanya lipatan kulit sentinel (pengawal) pada garis tengah dorsal, yang disebut
umbai kulit, dapat menunjukkan fisura anus.1
2.9 Penyulit
Sekali kali hemoroid interna yang mengalami prolaps akan menjadi
ireponibel sehingga tidak dapat dipulihkan oleh karena kongesti yang
mengakibatkan udem dan trombosis. Keadaan yang agak jarang ini dapat
berlanjut menjadi trombosis melingkar padahemoroid interna dan hemoroid
eksterna secara bersaman. Keadaan ini menyebabkan nyeri hebat dan banyak
berlanjut, menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya. Emboli
septik dapat terjadi melalui sistem portal dan dapat menyebabkan abses hati.
Anemia dapat terjadi karena perdarahan ringan yang lama.1
Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi
portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan, darah yang
keluar dapat sangat banyak.1
2.10 Penatalaksanaan hemoroid
a. Terapi non bedah
Terapi medikamentosa1
Terapi hemoroid interna yang simptomatik harus ditetapkan secara
perorangan. Hemoroid merupakan suatu hal yang normal sehingga tujuan
terapi bukan untuk menghilangkan pleksus hemoroidalis tetapi untuk
menghilangkan keluhan.
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua
dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang
makan. Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti
sayur dan buah-buahan. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar,
namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
keharusan mengejan berlebihan.1

15
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
bermakna kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang
mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan
kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal
untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan cairan
hangat juga dapat meringankan nyeri.1
Skleroterapi

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang,


misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke
submukosa dalam jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid
interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian
menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di
sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui
anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka
tidak ada nyeri.1

Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, misalnya prostatitis akut jika


penyuntikan melalui prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat
yang disuntikan.Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang
makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I
dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps.1
Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani
dengan ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop,
mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap
ke tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan
ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis
tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid,
sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 4 minggu.1
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena
terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang
tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat

16
dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid
mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 10 hari.

Gambar 6. Ligasi dengn gelang karet


Krioterapi / bedah beku1
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika
digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid
pada sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang
serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada
nyeri. Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang
bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat
praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa
yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk
terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.
b. Terapi bedah 1
Hemoroidektomi
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah
juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak
dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita
hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat
dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah
eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan.

17
Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal
dengan tidak mengganggu sfingter anus.

Gambar 7. Hemoroidektomi
Hemoroidekpeksi dengan stapler
Karena bantalan hemoroid merupakan jaringan normal yang berfungsi
sabagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dab cairan, pada
hemoroid derajat III dan IV tidak usah dilakukan hemoroidektomi, tetapi
cukup menarik mukosa dan jaringan submukosa rektum distal keatas
dengan menggunakan sejenis stapler, sehingga hemoroid akan kembali
keposisi semula yang normal. Operasi hemoroid jenis ini dinamakn
hemoroidepeksi dengan stapler, dan nyeri pasca bedah pada tindakan ini
sangat minimal.

Gambar 8. Hemoroidepeksi dengan stapler

18
Tindakan bedah lain
Dilatasi anus dilakukan dalam anestesi dimaksudkan untuk memutus
jaringan ikat yang diduga menyebabkan obstruksi jalan keluar anus atau
spasme yang merupakan faktor penting dalam pembentukan hemoroid.
Metode dilatasi menurut Lord kadang disertai dengan penyulit
inkontinensia dehingga tidak dianjurkan.1

2.11 Hemoroid eksterna yang mengalami trombosis

Keadaan ini bukan hemoroid dalam arti yang sebenarnya tetapi merupakan
trombosis vena oroid eksterna ang terletak subkutan di daerah kanalis analis.1

Trombosis dapat terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut misalnya


ketika mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengejan, atau partus. Vena
lebar yang menonjol itu dapat terjepit sehingga kemudian terjadi trombosis.
Kelainan yang nyeri sekali ini dapat terjadi pada semua usia dan tidak ada
hubungan dengan ada/tidaknya hemoroid interna Kadang terdapat lebih dari
satu trombus.1

Keadaan ini ditandai dengan adanya benjolan di bawah kulit kanalis analis
yang nyeri sekali, tegang dan berwarna kebiru-biruan, berukuran dari beberapa
milimeter sampai satu atau dua sentimeter garis tengahnya. Benjolan itu dapat
unilobular, dan dapat pula multilokuler atau beberapa benjolan. Ruptur dapat
terjadi pada dinding vena, meskipun biasanya tidak lengkap, sehingga masih
terdapat lapisan tipis adventitiia menutupi darah yang membeku.1

Pada awal timbulnya trombosis, erasa sangat nyeri, kemudian nyeri


berkurang dalam waktu dua sampai tiga hari bersamaan dengan berkurangnya
udem akut. Ruptur spontan dapat terjadi diikuti dengan perdarahan. Resolusi
spontan dapat pula terjadi tanpa terapi setelah dua sampai empat hari.1

19
Terapi

Keluhan dapat dikurangi dengan rendam duduk menggunakan larutan


hangat, salep yang mengandung analgesik untuk mengurangi nyeri atau
gesekan pada waktu berjalan, dan sedasi. Istirahat di tempat tidur dapat
membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan.1

Pasien yang datang sebelum 48 jam dapat ditolong dan berhasil baik
dengan cara segera mengeluarkan trombus atau melakukan eksisi lengkap
secara hemoroidektomi dengan anestesi lokal. Bila trombus sudah
dikeluarkan, kulit dieksisi berbentuk elips untuk mencegah bertautnya tepi
kulit dan pembentukan kembali trombus dibawahnya. Nyeri segera hilang
pada saat tindakan dan luka akan sembuh dalam waktu singkat sebab luka
berada di daerah yang kaya akan darah.1

Trombus yang sudah terorganisasi tidak dapat dikeluarkan, dalam hal ini
terapi konservatif merupakan pilihan. Usaha untuk melakukan reposisi
hemoroid ekstern yang mengalami trombus tidak boleh dilakukan karena
kelainan ini terjadi pada struktur luar anus yang tidak dapat direposisi.1

20
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. Asang
No RM : 348165
Umur : 87 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Masuk RS : 16 Mei 2016
Tanggal Pemeriksaan : 17 Mei 2016

Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak kandung pasien.
Keluhan Utama
Perdarahan lewat anus dan terdapat benjolan yang menetap di anus sejak 1
minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 1 tahun SMRS pasien mengeluhkan nyeri pada saat BAB,
dan pasien mengaku terkadang ketika BAB terdapat darah merah segar
menetes, darah kehitaman disangkal, BAB bercampur nanah disangkal.
Pasien mengaku terdapat benjolan pada anus yang keluar saat pasien
mengejan dan dapat masuk sendiri kedalam anus. Menurut anak pasien,
pasien sering mengeluh BAB nya keras dan terkadang tidak BAB dalam 2
atau 3 hari. BAB kecil kecil disangkal, sering sakit perut disangkal,
buang angin (+) dalam batas normal, penurunan berat badan drastis
disangkal. Demam disangkal, sakit kepala disangkal, mual dan muntah
juga disangkal, BAK dalam batas normal.
Kurang lebih 6 bulan SMRS menurut pasien benjolan pada anus pasien
keluar tanpa mengejan namun masih dapat dimasukkan dengan dorongan
jarinya. Dan sering ada darah merah segar menetes di akhir BAB. Nyeri

21
saat BAB (+) dan anus terasa panas, nyeri semakin bertambah saat
mengejan. Menurut pasien terkadang anus nya gatal.
1 minggu SMRS pasien datang ke Poli Bedah RSUD Dumai dengan
perdarahan lewat anus dan terdapat benjolan dianus yang menetap,
menurut pasien benjolan tidak dapat dimasukkan lagi dengan jari pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM tidak tau
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi pada keluarga tidak ada
Riwayat DM tidak tau
Riwayat ambien tidak tau
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan
Pasien seorang IRT, memiliki 10 orang anak
Pasien tidak suka makan buah dan sayur
WC dirumah pasien, WC jongkok

A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum
- Kesadaran : Composmentis
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 72 x/menit
- Nafas : 20 x/menit
- Suhu : 36,9 C
Pemeriksaan kepala dan leher
- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), mata tidak cekung,
udem palpebra (-/-), reflex cahaya (+/+).
- Telinga : tidak ada kelainan
- Hidung : tidak ada kelainan

22
- Mulut : tidak kering, lidah tidak kotor.
- Leher : Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)
Thoraks
Paru
- Inspeksi : Statis : gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri.
Dinamis : pengembangan dinding dada simetris.
- Palpasi : Vokal Fremitus Sama Kanan Dan Kiri.
- Perkusi : Sonor Disemua Lapangan Paru.
- Auskultasi : Suara nafas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung kanan : di linea sternalis dextra SIC 5
Batas jantung kiri : di linea aksilaris anterior sinistra
SIC 5
- Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : tampak datar, pelebaran vena (-)
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : teraba supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time < 2 detik, udema tungkai
(-)

23
Status lokalis

Regio anus terlihat adanya benjolan dengan diameter kira-kira 2 cm yang


keluar dari anus yang dilapisi oleh mukosa. Pada rektal toucher benjolan
berada pada arah jam 11, pasien mengeluh nyeri, ada lendir, tonus sphincter
ani (-), ampula tidak collaps, tidak teraba adanya massa padat, pada sarung
tangan terdapat feses, tidak ada darah.
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin tanggal 14/05/2016
- HB : 10,9 g/dl
- Leukosit : 8.900/mm
- MCV : 91fL
- MCH : 31 pg
- MCHC : 34 g/dL
- Trombosit : 268.000 /uL
- Hematokrit : 31 %

24
Rontgen toraks
Tanggal 14/05/2016

Hasil rontgen :
- Marker ada
- Cor : CTR > 50 %
- Pulmo : Hili normal
Corakan bronkovaskular normal
Tidak tampak infiltrat
- Sudut costofrenikus tajam

Kesan : Kardiomegali

RESUME :

Ny. Asang, 87 tahun datang ke poliklinik Bedah RSUD Dumai dengan


keluhan perdarahan lewat anus dan terdapat benjolan yang menetap dianus
sejak kurang lebih satu tahun ini. Nyeri pada saat BAB, dan pasien mengaku
terkadang ketika BAB terdapat darah merah segar menetes, pasien mengaku
awalnya benjolan pada anus keluar saat pasien mengejan saja dan dapat
masuk sendiri kedalam anus. Namun lama kelamaan benjolan menetap dan
terkadang anus nya gatal.
Dari pemeriksaan lokalis didaptakan Regio anus terlihat adanya benjolan
dengan diameter kira-kira 2 cm yang keluar dari anus yang dilapisi oleh

25
mukosa. Pada rektal toucher benjolan berada pada arah jam 11, pasien
mengeluh nyeri, ada lendir, tonus sphincter ani (-), ampula tidak collaps,
tidak teraba adanya massa padat, pada sarung tangan terdapat feses, tidak ada
darah.

DAFTAR MASALAH :

1. Hemoroid interna grade IV


2. Anemia ringan (normositik normokrom)

PENATALAKSANAAN :

Non farmakologis

- Pasien bed rest

- Banyak makan sayur dan buah

Farmakologis

- IVFD RL 20 tpm

- Laxadin syr 2 cth 1

- Ramixal 1 x 2 mg

- Cefuroxime (sharox) 1 gr/12 jam

- Metronidazol 1 fls/8jam

- Ketorolac 30 mg/8 jam

- Rencana hemoroidektomi

- Persiapan darah 1 kantong

26
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis pasien
hemoroid interna grade IV. Diagnosis tersebut ditegakkan melalui keluhan yang
dialami pasien. Keluhan pasien yaitu perdarahan lewat anus dan terdapat benjolan
yang menetap dianus sejak kurang lebih satu tahun ini. Nyeri pada saat BAB, dan
pasien mengaku terkadang ketika BAB terdapat darah merah segar menetes,
pasien mengaku awalnya benjolan pada anus keluar saat pasien mengejan saja
dan dapat masuk sendiri kedalam anus. Namun lama kelamaan benjolan menetap
dan terkadang anus nya gatal.
Dari anamnesis juga didapatkan beberapa faktor risiko pada pasein yaitu,
pasien berusia 87 tahun, pada usia tersebut terjadi degenerasi dari jaringan-
jaringan tubuh, otot sphincter pun juga menjadi tipis dan atonis. Selain itu pasien
memiliki 10 orang anak, pasien tidak suka makan makanan tinggi serat seperti
sayur dan buah buahan, dan juga pasien menggunakan WC jongkok yang mana
menurut teori posisi jongkok saat defekasi dapat mencegah terjadinya konstipasi
yang secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya hemoroid. Hal tersebut
dikarenakan pada posisi jongkok, valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil
dan caecum dapat menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup
untuk mengeluarkan feses.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Regio anus terlihat adanya benjolan
dengan diameter kira-kira 2 cm yang keluar dari anus yang dilapisi oleh mukosa.
Pada rektal toucher benjolan berada pada arah jam 11, pasien mengeluh nyeri, ada
lendir, tonus sphincter ani (-), ampula tidak collaps, tidak teraba adanya massa
padat, pada sarung tangan terdapat feses, tidak ada darah.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pasien anemia ringan (normositik
normokrom) yaitu Hb : 10,9 gr/dl, MCV : 91fL, MCH : 31 pg, MCHC: 34
g/dL.

Penatalaksanaan yang telah diberikan adalah IVFD RL 20 tpm, Laxadin


syr 2 cth 1, Ramixal 1 x 2 mg, Cefuroxime (sharox) 1 gr/12 jam, Metronidazol 1

27
fls/8jam, Ketorolac 30 mg/8 jam, dan pasien dipersiapkan untuk hemoroidektomi ,
persiapan darah 1 kantong.

28
BAB V
KESIMPULAN
Pasien didiagnosis dengan hemoroid interna grade IV, yang mana telah
terdapat komplikasi pada pasien yaitu anemia. Dan pada pasien sesuai indikasi
akan dilakukan hemoroidektomi dan dipersiapkan darah 1 kantong untuk
mengatasi anemia pada pasien tersebut.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. (2007) Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

2. Sudarso DF, Diagnosis dan Penanganan Hemoroid. Jurnal Fakultas


Kedokteran Universitas Lampung. Volume 4 No 6.2015

3. F.Paulsen & J.Waschke. 2012. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Edisi 23


Jilid 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Winangun IMA, dkk. Penatalaksanaan Hemorrhoid Interna dengan Rubber


Band Ligation. SMF FK Universitas Udayana. Denpasar

5. Suprijono MA, Hemorrhoid. Bagian Patologi Anatomi FK Universitas


Islam Sultan Agung. Vol XLIV No 118. 2009

6. Ulima Bifirda, Faktor Risiko Kejadian Hemorrhoid pada Usia 21 30


tahun. FK UNDIP. 2012

7. Muthmainah A, dkk. Peranan Diet Rendah Serat Terhadap Timbulnya


Hemorrhoid di RSUP . Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas
Vol 4 (2). 2015

30
31

Anda mungkin juga menyukai