“HEMOROID”
Pembimbing
dr. Lizaldi Ushan, Sp.B
Disusun oleh :
Fiqham Muhamad Putra G4A020045
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
distensi rektum maka sfingter ani eksterna bersama m. puborektalis secara
refleks dan volunteer meningkatkan kontraksi maksimal untuk menahan feses
keluar. Namun, sfingter ani eksterna cenderung memiliki mempertahankan
kontraksi volunteer maksimal hanya 30 – 60 detik.5
Sfingter ani interna diinervasi oleh percabangan saraf simpatis (L5)
dan saraf parasimpatis (S2, S3, dan S4). Sfingter ani eksterna diinvervasi oleh
cabang rektus inferior dari saraf pudendus yang berperan kontrol somatic (S2
dan S3) dan oleh cabang perineal dari S4. Cabang dari nervus pudendus
mentransmisikan rangsang sensorik yang berperan pada kontinensia ani.
Kanalis analis mengandung banyak ujung serabut saraf terutama di daerah
anus.4
3
B. Definisi Hemoroid
Secara definisi, hemoroid merupakan jaringan normal berbentuk
bantalan di lapisan submukosa dan mengandung venula, arteriol, dan serat
otot polos di kanalis analis yang berperan menyempurnakan penutupun
saluran anus saat istirahat.5,7 Menurut Panduan Praktis Klinis IDI (2017),
hemoroid adalah pelebaran vena-vena didalam pleksus hemoroidalis.8
Hemoroid berkembang ketika drainase vena di anus mengalami perubahan
menyebabkan plexus venosus dan jaringan ikat berdilatasi sehingga
berkembang keluar dari dinding mukosa anus.3 Hemoroid adalah protusi
abnormal dari bantalan anus disertai dengan kondisi patologis seperti
perdarahan dari anus dan prolaps dari benjolan anus.2
C. Epidemiologi
Hemoroid merupakan kasus yang sering ditemui dimasyarakat, namun
prevalensi secara pasti tidak dapat diketahui karena seringkali pasien tidak
menjumpai gejala sehingga tidak mengunjungi fasilitas kesehatan. Penelitian
pada pasien yang dilakukan skrining kanker kolorektal ditemukan 39% subjek
mengalami hemoroid dengan 55% tidak bergejala. WHO mencatat jumlah
penderita hemoroid di dunia pada tahun 2014 mencapai 230 juta jiwa dan
diperkirakan meningkat di tahun 2030 menjadi 350 juta jiwa. Sedangkan
menurut Riskesdas (2015), prevalensi hemoroid di Indonesia adalah sekitar
12,5 juta pasien.1
D. Patomekanisme
Teori hemoroid 2
1. Varises vena dan hipertensi portal
John Hunter (1848) mengungkapkan bahwa hemoroid merupakan
dilatasi vena sekunder akibat dari peningkatan lokal tekanan intravena
yang menyebabkan defek endotel vena. Bendungan berlebihan dari
volume intravena disebabkan oleh disfungsi atau tidak adanya katup vena
yang berhubungan dengan sistem vena anus, seperti vena portal. Pada
4
akhirnya, hal tersebut dapat menyebabkan pembengkakan jaringan yaitu
anal cushion.
Stasis dari vaskuler memicu marginalisasi dari leukosit, kemudian
adhesi ke endotel dan merangsang mediator inflamasi seperti
prostaglandin dan radikal bebas yang berakibat peningkatan permeabilitas
kapiler, fragilitas endotel, hingga nekrosis dinding vaskuler.
2. Hiperplasia vaskuler
Teori ini menjelaskan protusi anal dapat dicurigai sebagai
metaplasia jaringan. Patomekanisme menyerupai dengan hemangioma
kavernosa.
3. Prolaps anal cushion
Prolaps anal cushion disebabkan oleh degenerasi, fragmentasi
jaringan penyokong kanalis analis seperti otot polos, ligamen yang
mengikat diikuti dengan peningkatan tekanan intraabdomen seperti
sering mengedan.
5
menyebabkan degradasi serat elastik dan peningkatan remodeling jaringan,
terdeteksi pada pasien hemoroid. Jaringan ikat pelapis mukosa yang teregang,
jaringan fibrosa hipertrofi menghasilkan kehilangan elastisitas dan sebab itu
akan memendek setelah defekasi. Relaksasi jaringan ikat lokal oleh diare
kronis menyebabkan desakan tekanan pada sistem drainase vena sinusoid.
Bahkan, diare dipercaya menjadi faktor risiko lebih kuat untuk hemoroid
dibandingkan konstipasi.2,3
Tanda khas dari penyakit hemoroid adalah kongesti sinusoid yang
disebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen dan penurunan aliran balik
vena selama defekasi. Selain itu, hiperperfusi arteri dari sinusoid (gangguan
mekanisme sfingter arteriol) dan penurunan tonus vaskuler (akibat dominansi
dari endothelium-derived relaxing nitric oxide mengalahkan endothelium-
derived vasoconstricting reactive oxygen radicals) meningkatan kongesti
sinusoid. Peningkatan aktivitas sfingter ani interna baik secara primer
maupun sekunder dapat mengganggu aliran balik vena.2,3
Pelebaran anal cushion adalah juga akibat hipertrofi jaringan fibrosa
dan oleh karena neovaskularisasi akibat proses inflamasi hemoroid yaitu
hiperaktif metalloproteinase memicu pemecahan bed kapiler, transformasi
growth factor beta (memicu efek angioproliferatif), dan aksi vascular
endothelial growth factor (memicu hipertrofi sinusoid).2,3
Secara ringkas, 2 mekanisme pasangan yang terjadi pada patologi
hemoroid antara lain kongesti sinusoid dengan hipertrofi jaringan ikat anal
cushion ; kongesti sinusoid dengan hipertonik sfingter ani. Hiperkongesti
yang telah prolaps dan terjepit oleh sempitnya kanalis analis ditambah dengan
inflamasi kronis di dalam nodul, menyebabkan strangulasi,
hiperkoagulabilitas, trombosis, iskemia, hingga nekrosis.2,3
Terhambatnya aliran balik vena menyebabkan darah kembali ke
arteriol, dan memicu dilatasi lamina propia arteriol serta karena tipis dan
rentan maka apabila mengalami inflamasi akan mudah pecah dan didukung
oleh kerasnya defekasi. Hal tersebut yang menyebabkan darah berwarna
merah segar dan berlendir akibat inflamasi dari mukosa.2,3
6
Gambar 2.2. Patofisiologi Hemoroid Interna.3
E. Klasifikasi
1. Hemoroid Eksterna
Klasifikasi ini dibedakan berdasarkan hasil temuan pemeriksaan
fisik. Hemoroid eksterna terletak di sebelah distal dari linea dentate dan
terlapisi oleh epitel mukosa yang telah termodifikasi serta banyak
mengandung serabut saraf nyeri somatik. Oleh karena itu, trombosis pada
hemoroid eksterna akan terasa sangat nyeri sehingga perlunya pemberian
anestesi saat dilakukan tindakan operatif. Komplikasi hemoroid eksterna
7
dengan trombosis adalah terbentuknya skin tag persisten. Gejala
hemoroid eksterna dan skin tag yaitu gatal dan sulit untuk dibersihkan. 7
2. Hemoroid Interna
Hemoroid interna terletak di sebelah proksimal dari linea dentate
dan dilapisi oleh mukosa anorektal. Hemoroid interna menyebabkan
pasien mengeluhkan benjolan dan BAB berdarah pada onset yang sudah
lama dan derajat yang besar. Berikut adalah pembagian derajat hemoroid
interna :
Tabel 2.1. Klasifikasi Hemoroid Interna.4
3. Campuran
Hemoroid campuran berasal dari bagian distal maupun proksimal
linea dentate serta memiliki karakteristik hemoroid interna dan eksterna.
8
Gambar 2.3. (A) Hemoroid Eksterna dengan Trombosis. (B-E) Hemoroid Interna5
F. Diagnosis
1. Anamnesis3,7,8
- Perdarahan pada waktu defekasi, darah berwarna merah segar. Darah
dapat menetes keluar dari anus beberapa saat setelah defekasi.
- Prolaps benjolan pada waktu defekasi. Massa ini mula-mula dapat
kembali spontan sesudah defekasi, tetapi kemudian harus dimasukkan
secara manual dan akhirnya tidak bisa dimasukkan lagi.
- Pengeluaran lendir dan feses tanpa disadari.
- Iritasi di daerah kulit perianal.
- Gejala anemia sangat jarang apabila tidak disertai dengan lesi di kolon
proksimal.
- Nyeri terutama pada hemoroid eksternal dengan trombosis, hemoroid
interna inkaserkata.
9
- Faktor risiko yang berhubungan dapat digali seperti : konstipasi/diare,
sering mengedan, feses keras, usia tua, wanita hamil, diet rendah serat,
asupan cairan kurang, menggunakan toilet duduk dalam waktu yang
lama, dan hipertensi portal.
2. Pemeriksaan Fisik3,7,8
- Periksa tanda-tanda anemia.
- Pemeriksaan status lokalis
a) Inspeksi
Hemoroid eksternal dan hemoroid interna yang protusi terlihat
sangat jelas dari lubang anus dilapisi mukosa berwarna keunguan
atau merah. Inspeksi akan lebih mudah bila pasien mengedan.
b) Palpasi
Hemoroid interna stadium awal merupakan pelebaran vena yang
lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan
palpasi.
c) Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur memfokuskan ke tonus sfingter, eksklusi
dari massa lainnya terutama neoplasma.
d) Anoskopi
Anoskopi merupakan pemeriksaan yang efektif dalam
mengevaluasi adanya hemoroid interna yang tampak sebagai
penonjolan massa berwarna keunguan dan bertangkai. Setelah itu,
dapat mendeskripsikan benjolan di sebelah anterior/
posterior/kanan/kiri.
3. Pemeriksaan Penunjang3,7,8
- Darah rutin, untuk mengetahui adanya tanda anemia dan infeksi.
- Kolonoskopi/colon in loop/tumor marker untuk mengeliminasi adanya
keganasan di kolorektal.
- Feses rutin dapat dikerjakan untuk mengetahui darah samar dan
mengeliminasi adanya infeksi/investasi parasit.
G. Diagnosa Banding3,7,8
10
Kondiloma akuminata perianal
Proktitis
Rektal prolaps
Penyakit divertikel
Fissura ani
Kanker kolorektal
Inflammatory bowel disease
H. Tatalaksana
1. Layanan Primer8
Penatalaksanaan hemoroid di layanan primer hanya untuk hemoroid grade
1 dengan terapi konservatif dan menghindari obat-obat anti-inflamasi
non-steroid, serta makanan pedas atau berlemak. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah mengurangi nyeri dengan memberi analgetik/anti
hemoroid (Anusol, Borraginol suppostoria) dan mengurangi konstipasi
seperti golongan pysillum/isphagula husk/ laksatif (Bisakodil tablet/
suppostoria 5mg/12jam). Setelah itu, pasien dilakukan konseling dan
edukasi antara lain (PPK, 2017) :
Konsumsi tinggi serat 25-30 gram/hari.
Mencukupi kebutuhan minum sebanyak 6-8 gelas/hari.
Hindari mengedan dan menahan BAB terlalu lama.
Posisi BAB supaya menggunakan WC jongkok.
Warm sits baths yaitu merendam rektum dengan air hangat
Olahraga yang cukup
Merujuk ke spesialis bedah apabila hemoroid derajat 2, 3, 4 dan
hemoroid eksterna.
2. Terapi Farmakologis9
Terdapat beberapa sediaan topikal yang meredakan gejala nyeri
untuk sementara dan belum ada bukti kuat keefektivitasan dalam
penggunaan jangka panjang. Adapun obat bebas yang dimaksud antara
lain, penggunaannya dapat dikombinasi : astringents (witch hazel),
11
protectants (zink oksida), dekongestan (fenilefrin), kortikosteroid, dan
anestesi topikal. Suplemen yang mengandung bioflavonoid seperti
hidrosmin, diosmin, hesperidin, rutosides sudah umum digunakan
sebagai pereda gejala hemoroid seperti hematocezia, gatal, pengeluaran
feses, dan gejala lainnya, namun tidak disetujui oleh Food and Drug
Administration U.S. untuk terapi hemoroid.9
Nitrogliserin 0,4% salep topikal dapat mengurangi nyeri rektum
yang disebabkan trombosis hemoroid, meskipun umumnya digunakan
untuk fissura ani. Nifedipin topikal juga efektif dalam mengurangi nyeri.
Injeksi toksin botulinum dosis tunggal di sfingter ani efektif untuk
mengurangi nyeri hemoroid eksterna dengan trombosis.9
3. Terapi Invasif (Office-based Procedures)4,5,7,9
Hemoroid interna derajat 1-3 diterapi dengan office-based
procedures , misalnya rubber band ligation yang paling sering dan
mudah dilakukan karena dianggap lebih superior dibandingkan
skleroterapi dan koagulasi inframerah. Prinsipnya adalah ligasi dari band
akan membuat strangulasi hemoroid sehingga menyebabkan nekrosis dari
mukosa yang prolaps dan diikuti pembentukan scar dinding rektum.
Tindakan tidak memerlukan sedasi dan dapat ditolerir oleh pasien karena
karet pengikat terletak di sebelah proksimal linea dentata yang,mana
menjauhi serabut saraf nyeri somatis di anus kemudian ligasi
menggunakan ligator dibantu dengan anoskop. Walaupun jarang, namun
pernah ada laporan sepsis perineal berat setelah tindakan tersebut., maka
pasien supaya dievaluasi peningkatan nyeri, demam, ketidakmampuan
BAB. Banding ini dapat mengurangi gejala hingga 80%. Kontraindikasi
relatif tindakan ini adalah pasien imunokomprimis (kemoterapi,
HIV/AIDS), koagulopati, pasien yang sedang konsumsi antikoagulan
atau antiplatelet (bukan termasuk aspirin).
Skleroterapi menggunakan injeksi 3-5 mL sklerosant (misal :
normal saline 3%, fenol 5% di almon atau minyak sayur dan natrium
tetradisil sulfat) di apeks submukosa hemoroid interna. Teknik ini
memiliki keberhasilan yang tinggi untuk jangka pendek, namun
12
cenderung mengalami relaps. Teknik ini juga lebih cocok bagi pasien
yang memiliki kecenderungan perdarahan atau pengobatan antikoagulan
jangka panjang (sehinga tidak bisa operasi atau rubber band ligation).
Inframerah dan koagulasi laser merupakan teknik yang menggunakan
bantuan energi cahaya inframerah untuk membuat fibrosis, koagulasi
hingga nekrosis pada submukosa di daerah hemoroid imterna grade 1-2.
Efek samping tindakan ini adalah nyeri bila di sebelah distal, retensi urin
(1%) karena ligasi terkena sfingter ani, infeksi, dan perdarahan akibat
lepasnya pedikel.
Hemoroid eksterna dengan trombosis yang memiliki klinis nyeri
akut akan mengalami resolusi gejala dalam 72 jam onset setelah
perawatan konservatif, seperti sitz baths, salep lidokain, dan pencahar
karena dapat terreabsorbsi. Trombektomi, evakuasi dari bekuan darah
sering dilakukan di ruang gawat darurat, sedangkan eksisi elips juga
mempercepat resolusi gejala dan lebih dapat menurunkan rekurensi.
Tindakan tersebut memerlukan anestesi lokal sehigga tidak perlu rawat
inap.
Bila dibandingkan, keberhasilan jangka panjang lebih sesuai pada
tindakan rubber band ligation, namun untuk perbaikan nyeri lebih sesuai
pada fotokoagulasi inframerah karena tidak melakukan mukopeksi
(menarik mukosa dan serabut somatik keatas dari bawah linea dentata)
D 13
Gambar 2.4. (A,B) Rubber band ligation. (C) Hemoroid eksterna dengan
trombosis . (D) Eksisi hemoroid eksterna.4
14
Gambar 2.5. Hemoroidektomi Teknik Ferguson.4
Hemoroidektomi konvensional telah mengalami modifikasi
menggunakan dua alternatif media, yaitu Ligasure dan Harmonic
Scalpel, yang secara berturut menggunakan diatermi/energi elektrik
dan energi ultrasonik. Keuntungannya ialah membatasi kehilangan
darah, mengurangi nyeri pascaoperasi, dan untuk prosedur Ligasure
membutuhkan durasi operasi yang lebih singkat.
Komplikasi hemoroidektomi relatif rendah, yaitu meliputi
perdarahan pascaoperasi (1-2%), retensi urin (1-15%), dan sangat
jarang sepsis pelvis.
b) Stapler Hemorrhoidopexy
Teknik ini memanfaatkan alat stapler yang dirancang khusus
untuk membuat anastomosis mukosa ke mukosa. Selanjutnya,
dilakukan eksisi secara sirkumferensial di mukosa-submukosa
lebihan yang prolaps 3-4 cm di atas linea dentata dengan
menggunakan alat stapler yang sirkular sekaligus langsung ligasi
pleksus venosus hemoroidalis dan arteri hemoroidalis sehingga
hemorrhoidal cushion secara efektif tertarik keatas sebelah
proksimal kanalis analis.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat teknik ini antara lain,
fistula rektovagina akibat jarum yang terlalu agresif, nyeri
berat/kronis akibat penjahitan/jarum yang terlalu dekat dengan linea
dentata, perdarahan di garis stapler, striktur di garis stapler.
Dalam review Cochrane, 12 penelitian menunjukkan hemoroid
rekuren 3,22 kali lipat lebih sering terjadi (CI = 95%, 1,59 – 6,51)
setelah stapled hemorrhoidopexy dibandingkan hemoroidektomi
konvensional. Kelebihan dari stapled hemorrhoidopexy antara lain
lebih cepat dalam resolusi fungsi pencernaan (bowel movement),
15
lebih singkat rawat inap, lebih singkat waktu penyembuhan
dibandingkan hemoroidektomi konvensional.
16
Tabel 2.2. Perbandingan Outcome Teknik Tindakan Terapi Hemoroid.9
5. Perawatan Pascaoperasi
Nyeri bekas operasi dan terasa penuh merupakan efek yang umum
pada 1 minggu pascaoperasi hemoroid. Manajemen nyeri pascaoperasi
dapat menggunakan obat seperti nitrogliserin topikal/salep yang memiliki
bukti keefektifitasan yang kuat. Manajemen nyeri lainnya adalah NSAID,
muscle relaxant, analgesic topikal, sitz baths.9
Komplikasi pascaoperasi yang umum antara lain perdarahan
(inadekuat ligasi, lepasnya mukosa nekrotik 7-10 hari pasca
hemoroidektomi), retensi urin (hindari cairan intravena berlebih pada
intraoperatif dan perioperatif, berikan analgesik), hemoroid eksternal
dengan trombosis, dan yang sangat jarang adalah abses, sepsis,
perdarahan masif, hingga peritonitis. Sedangkan komplikasi jangka
panjang yang perlu diperhatikan antara lain hemoroid rekuren, ektropion
(Whitehead deformity), stenosis anus, skin tag, konstipasi (karena
narkotika), dan inkontinensia alvi.
I. PROGNOSIS
17
Secara umum, prognosa dari semua tipe dan derajat hemoroid bonam,
hanya saja untuk komponen ad sanationam dubia ad bonam dengan alasan
masih ada kemungkinan rekuren pada beberapa pasien.8,9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perdefinisi, hemoroid adalah protusi abnormal dari bantalan anus disertai
dengan kondisi patologis seperti perdarahan dari anus dan prolaps dari
benjolan anus.
18
2. Faktor risiko hemoroid antara lain penuaan, kebiasaan makan rendah
serat, obesitas, tonus sfingter ani lemah, massa feses keras, mengedan,
batuk kronis, massa intra-abdomen, hamil, BAB dengan WC duduk, BAB
lama, kurang olahraga, dan pekerjaan beban berat.
3. Hemoroid dibedakan berdasarkan lokasinya, interna yaitu di sebelah
proksimal linea dentata dan dibagi lagi menjadi 4 derajat. Selain itu,
hemoroid eksterna berasal dari sebelah proksimal linea dentata.
4. Teori patomekanisme hemoroid : kongesti sinusoid/varises
vena/hipertensi portal, hyperplasia vaskuler, dan pembengkakan dan
prolaps anal cushion.
5. Diagnosis berdasarkan anamnesis keluhan benjolan di anus dan
hematocezia, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
6. Tatalaksana dapat berupa : konservatif farmakologis, konservatif non-
farmakologis, edukasi gaya hidup, office based procedure, surgical
procedure.
DAFTAR PUSTAKA
19
2. Lalisang, T. J. M. 2016. Hemorrhoid : Pathophysiology and Surgical
Management A Literature Review
3. Margetis, N. 2019. Pathophysiology of Internal Hemorrhoids. Annals of
Gastroenterology. 32(3) : 264-272.
4. Hyman, N., Umanskiy, K. 2021. Anus. Dalam : Townsend, C.M.,
Beauchamp, R.D., Evers, B. M., Mattox, K. L. Sabiston Textbook of Surgery
21st edition. Elsevier : Philadelphia, Canada.
5. Larson, D.W., Merchea, A. 2017. . Anus. Dalam : Townsend, C.M.,
Beauchamp, R.D., Evers, B. M., Mattox, K. L. Sabiston Textbook of Surgery
20th edition. Elsevier : Philadelphia, Canada.
6. Netter, F. 2016. Atlas Anatomi Manusia Edisi 6. Elsevier : Philadelphia,
Canada.
7. Dunn, K, M, B., Rothenberger, D. A. 2015. Hemorrhoid. Dalam : Brunicardi,
F.C. et al. Schwartz’s Principles of Surgery Tenth Edition. McGraw Hill
Education : U.S.A.
8. Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi 1. PB IDI : Jakarta.
9. Mott, T., Latimer, K., Edwards, C. 2018. Hemorrhoids : Diagnosis and
Treatment Options. American Family Physician. 97(3) : 173 -178.
20