Anda di halaman 1dari 21

REFERAT ILMU BEDAH

HEMOROID

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Pembimbing :
Dr. dr. Basuki Supartono, Sp.OT

Disusun Oleh :
Rr. Hanna Puspitaningrum
1820221063

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT ILMU BEDAH
HEMOROID

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Bagian Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Oleh :

Rr. Hanna Puspitaningrum


1820221063

Jakarta, 6 Mei 2020


Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Dokter pembimbing

Dr. dr. Basuki Supartono, Sp.OT


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang,
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Hemoroid”. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kepaniteraan
klinik bagian Ilmu Bedah.
Penulis mendapatkan banyak bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk
itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. dr. Basuki Supartono, Sp.OT selaku pembimbing dan seluruh
teman kepaniteraan klinik Ilmu Bedah atas kerjasamanya selama penyusunan referat ini.
Penulis mengharapkan tanggapan, kritik, dan saran. Semoga referat ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 6 Mei 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran
pembuluh (dilatasi) vena. Pelebaran pembuluh vena yang terjadi di daerah anus sering
terjadi. Pelebaran tersebut disebut venecsia atau varises daerah anus dan perianus.
Pelebaran tersebut disebabkan oleh bendungan darah dalam susunan pembuluh vena.
Pelebaran pembuluh vena di daerah anus sering disebut wasir, ambeien atau
hemorrhoid.
Hemorrhoid dapat dibagi atas hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna.
Hemorrhoid dapat disebabkan karena bendungan sentral seperti bendungan susunan
portal pada sirosis hepatic, herediter atau penyakit jantung koroner, serta pembesaran
kelenjar prostate pada pria tua, atau tumor pada rektum (Patologi F.K.UI, 1999).
Hemorrhoid dapat dicegah dengan minum air putih yang cukup, makan sayuran
yang banyak, dan buah-buahan yang banyak, sehingga membuat feces tidak mengeras.
Apabila banyak memakan makanan yang mengandung serat dan banyak minum air
putih yang banyak dapat meperlancar defekasi, selain itu ginjal menjadi sehat (Gotera,
2006). Selain itu hemorrhoid dapat dicegah dengan cara olah raga yang cukup, duduk
tidak terlalu lama dan berdiri tidak terlalu lama (Merdikoputro, 2006).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hemoroid


Hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal
inferior dan superior” (Dorland, 2002). Hemoroid bukan sekedar pelebaran
vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa
unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal
(Felix, 2006).

2.2. Etiologi Hemoroid


Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat
ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat
diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan
prolapsus mukosa
2.3. Anatomi Anal Canal
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari
rektum hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal
dilapisi oleh epitel skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel
kolumnar. Pada bagian yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut
membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal
superior sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior.
Kedua pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal
yang berasal dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang
arteri iliaka interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar
orifisium anal.

Gambar 2.1.
Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan
eksternal ( Penninger dan Zainea, 2001).

Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang


biasanya ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan,
dan bagian kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal
canal dan
terdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri
rektal superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga
menghubungkan antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar. Persarafan
pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian bawah
dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir
percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).

2.4. Patogenesis Hemoroid


Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan
(cushion) atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal
canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot
longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi
oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan
membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield,
2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan
penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras
secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap
bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang
mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi
semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak
adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti
kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang
timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau
inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan
Schofield, 2006).
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki
peran multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator
dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal
vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan
kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena
submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid
melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast
juga melepaskan platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan
trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk
degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin
sebagai TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan
proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic
fibroblast growth factor dari sel mast.

2.5. Klasifikasi Hemoroid


Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line
menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan
dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak
persarafan serabut saraf nyeri somatik
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan
dilapisi mukosa.

2.6. Derajat Hemoroid Internal


Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkatan yakni:
a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksterna dan tampak pada
saat pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat
masuk kembali secara manual oleh pasien.
d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal
canal meski dimasukkan secara manual.

2.7. Gejala klinis Hemoroid


Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba
dan Abbas, 2007) yaitu:
a. Hemoroid internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus.
2. Perdarahan.
3. Rasa tak nyaman.
4. Gatal.
b. Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar.
2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).
3. Gatal.

2.8. Diagnosis Hemoroid


Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan penunjang.

2.8.1 Anamnesis Hemoroid


Adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga
akan mengeluhkan adanya gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid
internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini
membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid
derajat IV yang telah mengalami trombosis (Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit.
Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus
sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal
bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut,
atau perdarahan akibat ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-
person, 2006)
2.8.2 Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena
yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang
mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat
terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa
melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami
trombosis (Canan, 2002).

Gambar 2.2. menunjukkan hemoroid yang mengalami


trombosis (Schubert, Schade, dan wexner, 2009).
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-
viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk
mengevaluasi hemoroid.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal
canal. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat
dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan
rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip
rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray
atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun
dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan
terhadap hemoroid (Canan, 2002).

2.9. Diagnosa Banding hemoroid


Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien,
kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal,
gatal pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan.
Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:
a. Nyeri
1. Fisura anal
2. Herpes anal
b. Massa
1. Karsinoma anal
2. Perianal warts
3. Skin tags
c. Nyeri dan massa
1. Hematom perianal
2. Abses
3. Pilonidal sinus
d. Nyeri dan perdarahan
1. Fisura anal
2. proktitis
e. Perdarahan
1. Polips kolorektal
2. Karsinoma kolorektal
3. Karsinoma anal

2.10. Penatalaksanaan Hemoroid


Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid
dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat
daripada hemoroid.

1. Non Invasive Treatment


Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua
dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang
makan. Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti sayur
dan buah-buahan mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan
mengejan berlebihan. Pasien juga harus mendapat edukasi agar jangan
mengedan terlalu lama, membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda, dan minum
air putih 8 gelas sehari
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
bermakna kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang
mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali
secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal untuk
mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan cairan hangat
juga dapat meringankan nyeri. Obat Hydroksyethylen yang dapat diberikan
dikatakan dapat mengurangi edema dan inflamasi. Kombinasi Diosmin dan
Hesperidin (ardium) yang bekerja pada vascular dan mikro sirkulasi dikatakan
dapat menurunkan desensibilitas dan stasis pada vena dan memperbaiki
permeabilitas kapiler. Ardium diberikan 3x2tab selama 4 hari kemudian 2x2 selama
3 hari dan selanjutnya 1x1tab.
2. Ambulatory Treatment

A. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya
5% fenol dalam minyak nabati atau larutan quinine dan urea 5% . Penyuntikan
diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid
interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi
fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari
garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anoskop. Apabila
penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri. Penyulit
penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam prostat, dan
reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikan. Terapi ini cocok untuk
hemorrhoid interna grade I yang disertai perdarahan Kontra indikasi teknik ini adalah
pada keadaan inflammatory bowel desease, hipertensi portal, kondisi
immunocomprommise, infeksi anorectal, atau trombosis hemorrhoid yang prolaps.
Komplikasi sklerotherapy biasanya akibat penyuntikan cairan yang tidak tepat atau
kelebihan dosis pada satu tempat. Komplikasi yang paling sering adalah pengelupasan
mukosa, kadang bisa menimbulkan abses.
Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang makanan
merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II, tidak
tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps.

B. Ligasi dengan gelang karet


Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat juga dilakukan pada
hemorrhoid derajat III. Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat
ditangani dengan ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop,
mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke
tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara
rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi
hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan
dalam jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya
garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan
cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan
infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya
setelah 7 – 10 hari.

C. Krioterapi / bedah beku


Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika
digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada
sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan
yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin
diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini.
Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik.
Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa yang nekrotik sukar
ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada
karsinoma rektum yang ireponibel.

D. Hemorroidal Arteri Ligation ( HAL )


Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan hemoroid tidak
mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan hemoroid
mengempis dan akhirnya nekrosis.

E. Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah


Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan
photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis pada
jaringan dan akhirnya fibrosis. Sinar koagulator infra merah (IRC) menembus
jaringan ke submukosa dan dirubah menjadi panas, menimbulkan inflamasi, destruksi
jaringan di daerah tersebut. Cara ini baik digunakan pada hemoroid yang sedang
mengalami perdarahan. . Daerah yang akan dikoagulasi diberi local anestesi terlebih
dahulu. Komplikasi biasanya jarang terjadi, umumnya berupa koagulasi pada daerah
yang tidak tepat.

F. Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari
baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid interna.
G. Bipolar Coagulation / Diatermi bipolar
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu
menimbulkan nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang digunakan
sebagai penghancur jaringan yaitu radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi.
Pada terapi dengan diatermi bipolar, selaput mukosa sekitar hemoroid dipanasi
dengan radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul
kerusakan jaringan. Cara ini efektif untuk hemoroid interna yang mengalami
perdarahan.

3. Bedah konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan – Morgan
Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan
diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap
pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter
internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips
dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis
internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid
dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka
hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka
mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu.
Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang
terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil
terlalu banyak jaringan.

2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan
mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan
kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan
jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan
diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik
ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko
pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis.

A. Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya
alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri
sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang
minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut
terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi
akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut syaraf terbuka
akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut.
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi
satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi,
dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi
direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur
ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan

B. Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH)
atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993 oleh
dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga sering
disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat
yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri
dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus.
Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid
dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan
kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan
mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke
posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai
bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.

Gambar. 2.1 Internal/External Hemorrhoids

Gambar.2.2 Dilator
Gambar. 2.3 Purse String
Gambar. 2.4 Closing PPH

Gambar. 2.5 Mucosa Pull


Gambar. 2.6. Staples
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang
dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat
stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari
titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk
mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang
berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat
, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan
terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti
sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak
mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan
dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit,
pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat. Meskipun
jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan
kerusakan dinding rektum.
2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah dilaporkan.
4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.
DAFTAR PUSTAKA

Acheson, A.G. & Scholefield, J. H., 2008. Management of Haemorrhoids. British


Medical Journal;336: 380-383.

American Gastroenterological Association. American Gastroenterological


Association Technical Review on The Diagnosis and Treatment of Hemorrhoids.
American Gastroenterological Association Clinical Practice Comitee.

Burkitt, D.P, 1972. Varicose Veins, Deep Vein Trombosis, and Haemorrhoids:
Epidemiology and Suggested Aetiology. British Medical Journal: 556-561

Canan, A, 2002. Hemorrhoids and Other Anorectal Disorders. Manual of


Gastroenterology: Diagnosis and Therapy. 3rd ed. USA: Lippincott Williams &
Wilkins.

Chong, P.S. & Bartolo, D.C.C., 2008. Hemorrhoids and Fissure in ano.
Gastroenterology Clinics of North America 37: 627-644.

Cintron, J.R. & Abcarian, H., 2007. Benign Anorectal: Hemorrhoid. In: Wolff,
B.G., Fleshman, J.W., and Beck, D.E., ed. The ASCRS Textbook of Colon and
Rectal Surgery. Newyork: Springer, 156-172.

Corman, M.L, 2004. Hemorrhoids. Colon & Rectal Surgery. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. 177-253.

Daniel, W.J., 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian Family
Physician 39 (6): 376-381.

Dorland, 2002. Kamus Saku kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.

Everheart, J.E., 2004. Digestive Disease in The United States: Epidemiology and
Impact, National Institute of Health. Washington, DC: US government Printing
Office.
Hemorrhoid Institute of South Texas, 2009. Hemorrhoids Summary. Available
from: http://hemorrhoidinstituteofst.com. [Accesed 6 May 2011].

Nikpour, S. & Asgari, A.A., 2008. Colonoscopic Evaluation of Minimal Rectal


Bleeding in Average-Risk Patients for Colorectal Cancer. World Journal of
Gastroenterology 14(42): 6536-6540.

Osborn, N.K., King, K.H., and Adeniji, O.A., 2009. Hemorroid Treatment in
Outpatient Gastroenterology Practice Using The O’Regan Disposable Hemorrhoid
Banding System is Safe and Effective. The Journal of Medicine 2 (5): 251.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6. Jakarta:
EGC.
World Gastroenterological Organisation. World Gastroenterological Organisation
Practice Guidelines: Constipation. World Gastroenterological Organisation.
Available from:
http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/05
_constipation.pdf [Accessed 7 January 2012]

Anda mungkin juga menyukai