Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU BEDAH REFARAT

Agustus, 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

HEMOROID

Oleh :

RAHYUNI, S. Ked.

PEMBIMBING

dr. Muh. Rizal Tjadiaman, Sp. B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


Nama : Rahyuni S.Ked
Nim : 1055 054 049 18
Judul Refarat : Hemoroid

Telah menyelesaikan refarat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian


Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2020


Pembimbing,

dr. Muh. Rizal Tjadiaman, Sp. B

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah subhanu wa ta’ala


karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga refarat dengan
judul “Hemoroid” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa tercurah
kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, sang pembelajar sejati yang
memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing, dr. Muh. Rizal
Tjadiaman, Sp. B, yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat
berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Agustus 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................... 5


BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 8
1 Definisi ..........................……..................................................................... 8
2 Anatomi Kanalis Anal....……..................................................................... 9
3. Epidemiologi ......................................................................................... 11
4 Etiologi ......................................................................................... 12
5 faktor resiko ……………………………………………………………..... 12
6 Patofisiologi ......................................................................................... 13
7 Klasifikasi ......................................................................................... 13
8 Tanda dan Gejala......................................................................................... 16
9 Diagnosis ......................................................................................... 17
10 Diagnosis Banding..................................................................................... 19
11 Penatalaksanaan…..................................................................................... 20
1. Terapi Konservatif.............................................................................. 20
2. Terapi Medikamentosa....................................................................... 20
3.Terapi Non Operatif Elektif................................................................ 21
4.Terapi Operatif ................................................................................... 22

12. Komplikasi……........................................................................................ 23
13. Pencegahan……........................................................................................ 24
14. Prognosis……........................................................................................... 24

4
BAB I

PENDAHULUAN

Hemorroid merupakan penyakit yang cukup sering terjadi,walaupun

patogenesisnya belum sepenuhnya dipahami tetapi peranan kerusakan penyangga

pembuluh darah,hipertrofi sfinkter ani dan beberapa faktor pemburuk yang

menyebabkan peningkatan tekanan intrarektum mempunyai kontribusi untuk

terjadinya hemorroid.

Hemoroid berasal dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang berarti

mengalir, sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah yang mengalir.

Namun secara klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/vena didalam pelksus

hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik, tetapi akan menjadi patologi

apabila tidak mendapat penanganan/pengobatan yang baik. Hemoroid tidak hanya

sekedar pelebaran vasa saja, tetapi juga diikuti oleh penambahan jaringan disekitar

vasa atau vena.

Hemorroid adalah penyakit yang cukup sering terjadi di masyarakat dan

tersebar luas diseluruh dunia.Prevalensi penyakit ini di USA diperkirakan sekitar 4-

5%.Hemorroid bukan penyakit yang fatal,tetapi sangat mengganggu

kehidupan.Sebelumnya hemorroid ini dikira hanya timbul karena stasis aliran darah

daerah pleksus hemorroidalis,tetapi ternyata tidak sesederhana itu.Simptomatologi

5
sering tidak sejalan dengan besarnya hemorroid,kadang-kadang hemoroid yang besar

tidak/hanya sedikit memberikan keluhan, sebaliknya hemorroid kecil dapat

memberikan gejala perdarahan masip.Karena itu untuk diagnosis hemorroid

memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan konfirmasi yang teliti

serta perlu dievaluasi dengan seksama agar dapat dicapai pendekatan terapeutik yang

sesuai.

Hemoroid dibedakan antara interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah

pleksus vena hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mkosa.

Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskular di dalam jaringan submukosa

pada rektum sebelah bawah. Hemoroid sering dijumpai pada tiga posisi primer, yaitu

kanan-depan, kanan-belakang, dan kiri-lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat di

antara ketiga letak primer tersebut.

Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus

hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di

bawah epitel anus.

Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara

lngar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rektum

sebelah bawah anus. Pleksus hemoroid internus mengalirkan darah ke vena

hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus

mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah erinium dan lipat paha ke

vena iliaka.

6
Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang

memegang peranan kausal ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi

menahun, kehamilan, dan obesitas.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) Definisi

Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah

anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Pelebaran dan inflamasi ini

menyebabkan pembengkakan submukosa pada lubang anus. Dalam masyarakat

umum hemoroid lebih dikenal dengan wasir.

Hemoroid dibedakan hemoroid interna dan eksterna:

1. Hemoroid interna

Hemoroid interna adalah pelebaran pleksus v.hemoroidalis superior diatas

garis mukokutan (linea dentata) dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini

merupakan bantalan vaskuler didalam jaringan submukosa pada rektum sebelah

bawah. Sering hemoroid terdapat pada posisi primer, yaitu kanan-depan, kanan-

belakang, dan kiri-lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat diantara ketiga letak

primer tersebut.

2. Hemoroid eksterna

Pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di bawah linea

dentata dan ditutupi oleh epitel gepeng.

8
.

Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada

mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika

plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari “hemoroid

adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior”.

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena

hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena

hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa

pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.

2) Anatomi Kanalis Anal

Kanalis anal memiliki panjang sekitar 4 cm, yang dikelilingi dengan

mekanisme sfingter anus. Setengah bagian atas dari kanalis anal dilapisi oleh

mukosa glandular rektal. Mukosa bagian teratas dari kanalis anal berkembang

sampai 6-10lipatan longitudinal, yang disebut columns of Morgagni, yang masing

9
masing memiliki cabang terminal dari arteri rektal superior dan vena. Lipatan-lipatan

ini paling menonjol di bagian lateral kiri, posterior kanan dan kuadran anterior

kanan, dimana vena membentuk pleksus vena yang menonjol. Mukosa glandular

relatif tidak sensitif, berbeda dengan kulit kanalis, kulit terbawahnya lebih sensitif.

Mekanisme spinter anal memiliki tiga unsur pembentuk, spinter internal,

spinter eksternal dan puborektalis. Spinter internal merupakan kontinuasi yang

semakin menebal dari muskular dinding ginjal. Spinter eksternal dan puborektalis

sling (yang merupakan bagian dari levator ani) muncul dari dasar pelvis.

Vaskularisasi rektum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui arteri

hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan

kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemoroidalis media merupakan

cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis inferior dicabangkan

oleh arteri pubenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika

arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica.

Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rektum mengikuti perjalanan yang

sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu pleksus

hemoroidalis superior (interna) yang terletak di submukosa atas anorectal

junction,dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna) yang terletak di bawah

anorectal junction dan di luar lapisan otot.

10
Gambar 2.1. Kanalis Anal

Persarafan rektum terdiri atas sistem saraf simpatik dan parsimpatik. Serabut

saraf simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem parasakral

yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat.

Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan

keempat.

3) Epidemiologi

Hemoroid sering terjadi pada dewasa dengan umur 45 sampai dengan 65 tahun

. Di Amerika Serikat, hemoroid adalah penyakit yang cukup umum dimana pasien

11
dengan umur 45 tahun yang didiagnosis hemoroid mencapai 1.294 per 100.000 jiwa.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Iran menunjukkan sebanyak 48 persen dari

pasien yang menjalani prosedur sigmoidoskopi dengan keluhan perdarahan anorektal

memperlihatkan adanya hemoroid.

Meskipun begitu, menurut Pigot dkk pada tahun 2005 epidemiologi hemoroid

tidak begitu diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil yang sangat

bervariasi. Banyak orang yang mengalami hemoroid dan tidak berkonsultasi dengan

dokter. Pasien terkadang merasa ragu untuk mengobatinya karena rasa takut, malu,

dan nyeri pada terapi hemoroid, sehingga insidensi yang sebenarnya dari penyakit

ini tidak dapat dipastikan.

4) Faktor resiko

1. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus

hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.

2. Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga

otot sfingter menjadi tipis dan atonis.

3. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis

4. Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat

barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.

5. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra

abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan

sering mengejan pada waktu defekasi.

12
5) Etiologi

Hemoroid memiliki faktor resiko yang cukup banyak antara lain kurangnya

mobilisasi, konstipasi, cara buang air besar yang tidak benar, kurang minum, kurang

memakan makanan berserat (sayur dan buah), faktor genetika, kehamilan, penyakit

yang meningkatkan tekanan intraabdomen (tumor abdomen, tumor usus), dan sirosis

hati.

Konstipasi merupakan etiologi hemoroid yang paling sering. Konstipasi terjadi

apabila feses menjadi terlalu kering, yang timbul karena defekasi yang tertunda

terlalu lama. Jika isi kolon tertahan dalam waktu lebih lama dari normal, jumlah

H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses menjadi kering dan keras.

Kejadian hemoroid umumnya sebanding pada laki-laki maupun perempuan.

Sekitar setengah orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid.

Hemoroid juga terjadi pada wanita hamil. Pada wanita hamil, janin pada uterus, serta

perubahan hormonal, menyebabkan pembuluh darah hemoroidalis meregang. Semua

vena dapat diperparah saat terjadinya tekanan selama persalinan. Hemoroid pada

wanita hamil hanya merupakan komplikasi yang bersifat sementara.

6) Patofisiologi

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas

dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang

berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan

13
terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular

tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia.

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan

bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta

mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan

mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu

aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan,

konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta

kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan

yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau

inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.

Taweevisit dkk pernah menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran

multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang

dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan

dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh

histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh

darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan

perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga terjadi

agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.

Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami

rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.

Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma,

14
heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α serta interleukin 4

untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan

parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.

7) Klasifikasi

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi

batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:

a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel

skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri

somatik.

b.Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.

c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada

bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.

15
Gambar 2.2. Hemoroid

Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut

berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi an us dan sebenarnya merupakan

hematoma. Walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut, bentuk ini sangat

nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.

Hemoroid eksterna kronik atau skintag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang

terdiri dari jaringan dan sedikit pembuluh darah.

Hemoroid interna sendiri diklasifikasikan lagi menjadi 4 derajat, yaitu :

a. Derajat I

Terjadi varises/pelebaran vena tetapi belum ada benjolan/prolaps saat defekasi.

b.Derajat II

16
Adanya perdarahan dan prolaps jaringan di luar anus saat mengejan selama defekasi

berlangsung, tapi prolaps ini dapat kembali secara spontan.

c. Derajat III

Sama dengan derajat II, hanya saja prolaps tidak dapat kembali secara spontan dan

harus didorong (reposisi manual).

d.Derajat IV

Prolaps tidak dapat direduksi/inkarserasi. Prolaps dapat terjepit diluar, dapat

mengalami iritasi, inflamasi, oedema, dan ulserasi, sehingga saat ini hal ini terjadi

baru timbul rasa sakit.

Gambar 2.3. Derajat Hemoroid Interna

8) Tanda dan Gejala

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid, yaitu:

17
a. Hemoroid internal

 Prolaps dan keluarnya mukus.

 Perdarahan.

 Rasa tak nyaman.

 Gatal.

b.Hemoroid eksternal

 Rasa terbakar.

 Nyeri (jika mengalami trombosis).

 Gatal.

9) Diagnosis

Penegakan diagnosis untuk hemoroid dilakukan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang baik akan

menghasilkan diagnosa yang tepat. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor

obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkan tekanan intra abdominal yang

tinggi (mengejan), pasien yang sering jongkok berjam-jam di toilet, dan dapat

disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan.

Pada anamnesis juga biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya

darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan

adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan

18
merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan

mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis.

Setelah anamnesa, pemeriksaan fisik diperlukan untuk mendiagnosis sebuah

hemoroid.

1. Inspeksi

Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi trombus. Hemoroid

interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan cara menyuruh pasien mengejan.

Prolpas dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.

2. RT (Rectal Toucher)

Pada pemeriksan colok dubur, hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan

vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri, colok dubur

diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.Pada posisi

litotomi, benjolan paling sering terdapat pada jam 3, 7, dan 11. Ketiga letak itu

dikenal dengan three primary haemorrhoidal areas.

3. Anaskopi

Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak

menonjol ke luar. Anoskop dimasukan dan diputar untuk mengamati keempat

kuadran. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskular yang menonjol ke

dalam lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan

membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.

19
4. Proktosigmoidoskopi

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan

disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi,

karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.

Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

10) Diagnosis Banding

20
Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama hemoroid interna juga

terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit divertiel, polip, kolitis ulserosa, dan

penyakit lain yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum. Prolpas rektum harus

juga dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid interna. Kondiloma perianal

dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak sulit dibedakan dari hemoroid yang

mengalami prolaps. Lipatan kulit luar yang lunak akibat trombosis hemoroid

eksterna sebelumnya juga mudah dikenali. Adanya lipatan kulit sentinel pada garis

tengah dorsal, yang disebut umbai kulit, dapat menunjukan adanya fisura anus.

11) Penatalaksanaan

1. Terapi Konservatif

Diet berserat, buah-buahan, sayuran, dan intake air ditingkatkan. Diet serat

yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa tidak

mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat menyerap air sehingga feses

menjadi lunak. Makanan-makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus menjadi

besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan

mengejan secara berlebihan.

2. Terapi Medikamentosa

Terapi ini ditujukan bagi pasien hemoroid dengan derajat awal. Obat

antiinflammasi seperti steroid topikal jangka pendek dapat diberikan untuk

mengurangi udem jaringan karena inflammasi.Antiinflammasi ini biasanya

21
digabungkan dengan anestesi lokal,vasokonstriktor,lubricant,emollient dan zat

pembersih perianal. Obat-obat ini tidak akan berpengaruh terhadap hemorroidnya

sendiri,tetapi akan mengurangi inflammasi,rasa nyeri/tidak enak dan rasa

gatal.Penggunaan steroid ini bermanfaat pada saat ekaserbasi akut dari hemorroid

karena bekerja sebagai anti inflammasi, antipruritus dan vasokonstriktor.Walaupun

demikian pemakaian jangka panjang malah menjadi tidak baik karena menimbulkan

atrofi kulit perianal yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi.Demikian pula

obat yang mengandung anestesi lokal perlu diberikan secara hati-hati karena sering

menimbulkan reaksi buruk terhadap kulit/mukosa.

Sitz bath (bagian anus direndam di waskom/ember dengan air hangat +

permanganas kalikus) sangat bermanfaat karena ada efek membersihkan perianal.

Obat flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat meningkatkan tonus

vena sehingga mengurangi kongesti.Daflon merupakan obat yang dapat

meningkatkan dan memperlama efek noradrenalin pada pembuluh darah.Penelitian

double blind placebo-controlled dari Daflon ternyata memberikan manfaat untuk

terapi hemorroid baik pada keadaan non akut maupun pada saat ekaserbasi akut.

3. Terapi Non Operatif Elektif

1.Skleroterapi

Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable oil, quinine,

dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi adalah

submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi

dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan

22
menyebabkanfibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau

mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Teknik ini murah dan mudah dilakukan,

tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.

2.Rubber band ligation.

Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis iskemia,

ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum.

Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.

3.Infrared thermocoagulation.

Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan

jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan

hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.

23
4.Cryotherapy.

Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat rendah untuk

merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel,

menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan

banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang

paling jarang dilakukan untuk hemoroid.

4. Terapi Operatif

1.Hemoroidektomi

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada

penderita hemoroid derajat III atau IV. Terapi ini juga dapat dilakukan pada

penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara

terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami

trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.

Prinsip yang harus diperhatian pada hemoroidektomi adalah eksisi hanya dilakukan

pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin pada anoderm

dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus.

2.Stappled Hemorrhoidopexy.

Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian proksimal

dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa

nyeri paska operasi.

24
12) Komplikasi

Perdarahan akut pada umunya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah

pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada

hipertensi portal dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka

darah dapat sangat banyak. Perdarah akut semacam ini dapat menyebabkan syok

hipovolemik. Sedangkan perdarahan kronis menyebabkan terjadinya anemia, karena

jumlah eritrosit yang keluar tidak dapat diimbangi oleh jumlah yang diproduksi.

Sering pasien datang dengan Hb 3-4. Pada pasien ini penanganannya tidak langsung

operasi tetapi ditunggu sampai Hb menjadi 10.

13) Prognosis

25
Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi

asimptomatik. Dengan melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi hasilnya

sangat baik, namun bisa muncul kembali (rekuren) dengan angka kejadian rekuren

sekitar 2-5%. Terapi non operatif seperti seperti ligasi cincin karet menimbulkan

kejadian rekuren sekitar 30-50% antara kurun waktu 5-10 tahun.

14) Pencegahan

Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah berulangnya

kekambuhan keluhan hemoroid, diantaranya :

1.Hindari mengedan terlalu kuat saat buang air besar.

2.Cegah konstipasi dengan banyak mengonsumsi makanan kaya serat (sayur dan buah

serta kacang-kacangan) serta banyak minum air putih minimal delapan gelas sehari

untuk melancarkan defekasi.

3.Jangan menunda-nunda jika ingin buang air besar sebelum feses menjadi keras.

4.Tidur cukup.

5.Jangan duduk terlalu lama.

6.Senam/olahraga rutin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arullani A and Capello G.Diagnosis And Current Treatment Of Hemorrhoidal

Disease. Angiology. 1994;45:560-565

26
2. Barnet JL.Anorectal Diseases dalam Textbook of Gastroenterology ed.3. Yamada

T(ed) Lippincot William&Wilkins.Philadelphia.1999:2083-2088.

3. Keighley MRB,William NS.Surgery Of The Anus Rectum And Colon. WB

Saunders Co. London.1993:295-363.

4. Jong De. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan

Rektum. Jakarta : EGC. P : 788-792.

5. Schrock TR.Examination Of Anorectum And Disases Anorectum Dalam

Gastrointestinal Disease.Pathophysiology/diagnosis/management. edisi 5.Sleis

enger MH,FordtrandJS(ed.).WB Sauders Co.Philadelphia.1993:1499-1502

6. Schuster MM,Ratych RE. Anorectal Diseases dalam Bockus Gastroenterology

edisi 5.HaubrichW,Schaffner F, Berk JE(ed.).WB Saunders

Co.Philadelphia.1995:1773-1776

27

Anda mungkin juga menyukai