Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

BAGIAN KESEHATAN THT MARET 2020


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ABSES SEPTUM

Disusun Oleh :

Rasiydah Helfiana

10542 0523 13

Pembimbing :
dr. Hj. Hasnah Makmur, Sp.THT-KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada


Bagian Ilmu Kesehatan THT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Rasiydah Helfiana, S.Ked

Judul Referat : Abses Septum

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan IKM Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Maret 2020

Pembimbing

dr. Hj. Hasnah Makmur, Sp. THT-KL

2
BAB I

PENDAHULUAN

Septum nasi merupakan struktur yang penting dalam mempertahankan

kerangka eksternal dari hidung. Jika terjadi destruksi dari kartilago septum

nasi, baik parsial maupun total, dapat berakibat pada fungsi dan bentuk dari

hidung. Perkembangan normal hidung dan maksila dapat terganggu, jika

kartilago septum nasi pada saat anak-anak hancur akan mengakibatkan

kelainan bentuk hidung pada saat dewasa. 1

Dalam keadaan normal, metabolisme kartilago septum nasi tergantung

pada suplai darah perichondrial. Pembentukan hematom antara permukaan

kartilago dan perichondrium dapat mengakibatkan suplai oksigen yang tidak

mencukupi dan terjadi nekrosis. Sering kali, proses nekrosis dan pembentukan

cairan oleh kolagen yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeroginosa. Mikroorganisme ini dapat berkontaminasi dengan hematoma,

menghasilkan abses melalui mikrolesi dalam mucoperichondrium atau

hematogen.1

Abses septum didefinisikan sebagai kumpulan nanah antara kartilago dan

tulang septum nasi atau mucoperichondrium dan mucoperiosteum. Ini adalah

kondisi yang tidak lazim, paling sering terjadi pada hematoma septum yang

sudah ada, disebabkan adanya riwayat trauma pada hidung. Kebanyakan abses

septum disebabkan oleh trauma yang terkadang tidak disadari oleh pasien.2,3

3
Abses septum juga dihubungkan dengan furunculosis hidung, sinusitis,

influenza, infeksi gigi dan post operasi septum walaupun kasusnya jarang

terjadi. Penyebaran infeksi serebral dari abses septum bisa menjadi komplikasi

yang mematikan. Komplikasi lainnya termasuk kelainan bentuk deformitas

hidung, perforasi septum dan obstruksi nasal permanen. Untuk alasan inilah,

diagnosis dini dan manajemen yang tepat diperlukan untuk mencegah

komplikasi yang berpotensi berbahaya, pengembangan fungsional yang parah

dan deformitas struktural di masa depan.2

Sering kali didahului oleh hematoma septum yang kemudian terinfeksi

kuman dan menjadi abses.3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI (3,4,5)

4
Gambar 1 A-B. Dindinq lateral cavum nasi kanan.4

1. Hidung luar

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke

bawah:

1) Pangkal hidung (bridge)

2) batang hidung (dorsum nasi)

3) puncak hidung (tip)

4) ala nasi

5) Kolumela

6) lubang hidung (nares anterior).3

5
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk

melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:

1) tulang hidung (os nasal)

2) prosesus frontalis os maksila

3) prosesus nasalis os frontal.3

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri beberapa pasang tulang rawan

yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:

1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai

kartilago alar mayor

3) tepi anterior kartilago septum.3

2. Hidung Dalam

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi

kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut

nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.3

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di

belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit

6
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang

disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding

medial, lateral, inferior, dan superior.3

Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang

dan tulang rawan. Bagian tulang adalah:

1) lamina perpendikularis ps etmoid

2) vomer

3) krista nasalis os maksila dan

4) krista nasalis os palatine.3

Bagian tulang rawan adalah:

1) kartilago septum (lamina kuadrangularis)

2) kolumela.3

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan

periosteum pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa

hidung.3

Dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling

bawah adalah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media,

lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka

suprema. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga

7
sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus

yaitu meatus inferior, medius, dan superior.3

Dinding inferior dibentuk oleh processus palatinus os maxilla dan lamina

horizontalis ossis palatini.5

Dinding superior dibentuk di sebelah anterior mulai dari bagian bawah

batang hidung oleh os nasale dan os frontale, di tengah oleh lamina cribrosa

ossis ethmoidalis, terletak di bawah fossa cranii anterior, dan di sebelah

posterior oleh bagian miring ke bawah corpus ossis sphenoidalis.5

B. VASKULARISASI (3,5)

8
Gambar 2 A-B. Vaskularisasi hidung5

Vaskularisasi cavun nasi berasal dari cabang-cabang arteri maxilaris, yang

merupakan salah satu cabang terminal arteri carotis externa. Cabang yang

terpenting adalah arteria sphenopalatina.

Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid anterior

dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna.
(3,5)

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a.

maksilaris interna, diantaranya ialah ujung a. palatina mayor a. sfenopalatina

9
yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki

rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.3

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. facialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.

sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina mayor,

yang disebut pleksus Kiesseelbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya

superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber

epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak.3

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung

bermuara ke vena opthalmica yang berhubungan dengan sinus cavernosus.

Vena-vena dihidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor

predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.3

C. INNERVASI (3,5,6)

10
Gambar 3 A-B. Inervasi hidung5

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

nervus ethmoidalis yang merupakan cabang dari nervus nasociliaris yang

berasal dari nervus optalmicus (N.V-1).

Rongga hidung posterior, sebagian besar mendapat persarafan sensoris

dari n. maxilla melalui ganglion sfenopalatina. Nervus olfactorius yang berasal

dari membrana mucosa olfactorius berjalan ke atas melalui lamina cribrosa os

ethmoidale menuiu ke bulbus olfactorius Saraf untuk sensasi umum merupakan

cabang-cabang nervus ophthalmicus (N.Vl) dan nervus maxillaris (N.V2) divisi

nervus trigeminus.(3,5)

11
Ganglion sfenopalatina juga memberikan persarafan vasomotor atau

otonom untuk mucosa hidung yang terletak di belakang dan sedikit di atas

ujung posterior konka media.5

Terdapat 2 macam saraf otonom yaitu:6

a. Saraf post ganglion saraf simpatis ( Adrenergik ).

Saraf simpatis meninggalkan korda spinalis setinggi T1 – 3,

berjalan ke atas dan mengadakan sinapsis pada ganglion servikalis

superior. Serabut post sinapsis berjalan sepanjang pleksus

karotikus dan kemudian sebagai n. petrosus profundus bergabung

dengan serabut saraf parasimpatis yaitu n. petrosus superfisialis

mayor membentuk n. vidianus yang berjalan didalam kanalis

pterigoideus. Saraf ini tidak mengadakan sinapsis didalam ganglion

sfenopalatina, dan kemudian diteruskan oleh cabang palatina

mayor ke pembuluh darah pada mukosa hidung. Saraf simpatis

secara dominan mempunyai peranan penting terhadap sistem

vaskuler hidung dan sangat sedikit mempengaruhi kelenjar.6

b. Serabut saraf preganglion parasimpatis ( kolinergik ).

Berasal dari ganglion genikulatum dan pusatnya adalah di nukleus

salivatorius superior di medula oblongata. Sebagai n. pterosus

superfisialis mayor berjalan menuju ganglion sfenopalatina dan

mengadakan sinapsis didalam ganglion tersebut. Serabut-serabut

post ganglion menyebar menuju mukosa hidung. Peranan saraf

parasimpatis ini terutama terhadap jaringan kelenjar yang

12
menyebabkan sekresi hidung yang encer dan vasodilatasi jaringan

erektil. Pemotongan n. vidianus akan menghilangkan impuls

sekretomotorik / parasimpatis pada mukosa hidung, sehingga

rinore akan berkurang sedangkan sensasi hidung tidak akan

terganggu.6

Fungsi peghidu berasal dari n.olfaktorius yang turun melalui lamina

cribrosa dan permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada

sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung.3

D. FISIOLOGI HIDUNG (3)

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi

fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:3

a. Fungsi Respirasi

Fungsi pernapasan adalah untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),

penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan

mekanisme imunologik lokal.3

Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares

anterior, lalu naik ke atas setinggi concha media dan kemudian turun

kebawah ke arah nasofaring.3

Udara yang dihirup akan mengalami humadifikasi oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit

13
penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, pada musim dingin akan terjadi

sebaliknya.3

b. Fungsi Penghidu

Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara

untuk menampung stimulus penghidu.3

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya

mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, concha nasi superior dan

sepertiga bagian atas septum.3

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan

rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa

manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa

asam yang berasal dari cuka dan asam jawa.3

c. Fungsi Fonetik

Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara

dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.3

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau

hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).3

Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,

bibir dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga

14
mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun menutup untuk

aliran udara.3

e. Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan

menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.3

F. DEFINISI (3,7,8)

Abses septum nasi adalah pus yang terkumpul di antara tulang rawan

dengan mukoperikondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum yang

melapisinya. Biasanya terjadi pada kedua sisi rongga hidung, dan sering

merupakan komplikasi dari hematoma yang terinfeksi bakteri piogenik. (7,8)

Kebanyakan abses septum disebabkan oleh trauma yang kadang-kadang tidak

disadari oleh pasien.3

Seringkali didahului oleh hematoma septum yang kemudian terinfeksi

kuman dan menjadi abses.3

G. EPIDEMIOLOGI (7)

Abses septum jarang ditemui dan biasa terjadi pada laki-laki. Sebanyak

74% mengenai umur dibawah 31 tahun, dan 42% mengenai umur diantara 3-14

tahun. Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Lokasi yang paling sering

ditemukan adalah pada bagian anterior tulang rawan septum.7

15
Abses septum paling sering terjadi pada anak-anak, kebanyakan akibat

trauma, bahkan trauma yang ringan sekalipun. Rumah sakit Royal Children,

Melbourne, Australia melaporkan sebanyak 20 pasien abses septum selama 18

tahun dan di RS Cipto Mangunkusumo didapatkan 9 kasus selama 5 tahun

(1989-1994). Sedangkan bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

selama tahun 1999-2004, mendapatkan 5 kasus.7

H. ETIOLOGI (7,8)

Penyebab abses septum nasi tersering adalah trauma hidung akibat

kecelakaan, perkelahian, olah raga ataupun trauma yang sangat ringan sehingga

tidak dirasakan penderita, seperti mengorek kotoran hidung atau mencabut bulu

hidung. Dispenza memberikan istilah pada supurasi septum akibat trauma

sebagai abses septum primer, sedangkan penyebab lainnya dianggap sebagai

abses septum nasi sekunder. Abses septum nasi dapat terjadi secara spontan

pada pasien sindrom imunodefisiensi didapat. Abses septum nasi juga dapat

terjadi akibat furunkel intranasal, peradangan sinus, akibat komplikasi operasi

hidung dan penyakit sistemik. Abses septum nasi hampir selalu didahului oleh

hematoma septum nasi yang terinfeksi.8

Penyebab lain adalah akibat penyebaran dari sinusitis etmoid dan sinusitis

sfenoid. Disamping itu dapat juga akibat penyebaran dari infeksi gigi. Lo

(2004) menemukan 7% abses septum disebabkan oleh trauma akibat tindakan

septomeatoplasti.7

16
Staphylococcus aureus merupakan organisme yang paling sering

ditemukan pada hasil kultur abses septum nasi. Begitu pula Streptococcus

pneumoniae, streptococcus milleri, Streptococcus viridians, Staphylococcus

epidermis, Haemophillus influenza dan kuman anaerob juga ditemukan pada

abses septum nasi.8

I. PATOFISIOLOGI (7,9)

Patomekanisme dari abses septum nasi tergantung dari etiologinya.

Terdapat beberapa macam mekanisme terjadinya abses septum nasi, antara

lain:7

1. Infeksi dari hematom septum

2. Penyebaran langsung dengan jaringan sekitar seperti yang tampak pada

sinusitis

3. Infeksi dari kausa dental

4. Penyebaran melalui vena dari orbita atau sinus kavernosus

Abses septum nasi sering diakibatkan oleh furunkel atau trauma yang

menyebabakan septal hematoma. Adapula yang timbul setelah suatu pembedahan

septum jika hematom pada septum tidak diperhatikan pada awal perioperatif.7

Infeksi yang luas dari kelenjar sebacea atau folikel rambut, yang melibatkan

jaringan subkutan membentuk furunkulosis dan vestibulitis yang dapat

menyebabkan abses septum sehingga terjadi kondritis supuratif, erosi kartilago

hingga nekrosis kartilago yang diikuti perforasi septum dan deformitas yang

17
berupa hidung pelana. Hal ini terjadi karena kartilago bersifat avaskular dan hanya

menerima suplai darah dari perikondrium di dekatnya.7

Keadaan patologi yang disebabkan oleh infeksi hematoma septum akibat

komplikasi serius dari pembedahan atau trauma. Pecahnya pembuluh darah kecil

yang memasok septum nasi membentuk suatu hematom yang memisahkan

kartilago septal dan mukoperikondrium yang melapisinya. Akibatnya, kartilago

septal mengalami penekanan, menjadi iskemik dan nekrosis, sehingga terjadi

destruksi kartilago. Darah yang statis dan kartilago yang nekrotik menjadi media

yang adekuat untuk pertumbuhan bakteri yang berkolonisasi mukosa hidung dan

kemudian membentuk abses.7

Akumulasi nanah antara tulang rawan dan perichondrium akan menyebabkan

iskemia dan nekrosis tulang rawan yang tertekan. Bersama dengan proses

pencernaan leukosit dan Cathepsin D, enzim yang bertanggung jawab untuk

membentuk kembali kartilago septal, ini dapat menyebabkan kerusakan kartilago

septal, kelainan bentuk hidung pelana dan menyebabkan masalah fungsional dan

kosmetik.7

Pada anak yang sedang tumbuh khususnya, mungkin ada kelainan tambahan

pada perkembangan normal hidung dan maksila. Kerusakan tualng rawan akibat

hematoma atau abses akan digantikan dengan terbentuknya jaringan ikat.

Kontraktur jaringan dan hilangnya penyangga pada bagian dorsum hidung

menimbulkan hidung pelana, kolumella dan pelebaran dasar hidung. Bila

diagnosis dan penanganan yang tertunda juga dapat menyebabkan perforasi

18
septum, penyebaran infeksi secara hematogen, sehingga komplikasi yang

mengancam jiwa seperti abses otak, meningitis dan trombosis sinus kavernosus,

terutama pada pasien immunocompromised dapat terjadi.(7,9)

J. GEJALA KLINIS (,3,5,7)

Gambar 4. Abses septum nasi bilateral pada saat pasien masuk RS8

Gejala abses septum ialah hidung tersumbat progresif disertai dengan

rasa nyeri berat, terutama di puncak hidung dan juga terdapat keluhan demam

dan sakit kepala.3

Gejala-gejala yang timbul sesuai dengan etiologi abses septum nasi dan

biasanya diawali dengan gejala ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) yang

ringan. Kadang pula terdapat riwayat trauma nasal.5

K. DIAGNOSIS (8,10)

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Sebagian besar abses septum nasi biasanya mempunyai riwayat trauma,

19
kadang-kadang penderita tidak menyadari terjadinya trauma tersebut. Trauma

septum nasi dan mukosa dapat terjadi tanpa adanya cedera hidung luar. Abses

septum nasi sering timbul 24-48 jam setelah trauma, terutama pada dewasa

muda dan anak.8

Gejala yang paling umum dari abses septum dalam penelitian yang telah

dilakukan adalah obstruksi nasal, ditemukan pada semua pasien. Pemeriksaan

hidung dengan rhinoskop anterior adalah hal yang penting dalam diagnosis.

Gejala abses septum berupa hidung tersumbat disertai rasa nyeri yang hebat di

puncak hidung. Juga terdapat keluhan demam dan sakit kepala. Perlu

ditanyakan riwayat operasi hidung sebelumnya, gejala peradangan hidung dan

sinus paranasal, furunkel intra nasal, penyakit gigi dan penyakit sistemik.8,10

Akibat trauma hidung, terkadang pada inspeksi masih tampak kelainan

berupa eskoriasi, laserasi kulit, epistaksis, deformitas hidung, edema dan

ekimosis. Pemeriksaan sebaiknya tanpa menggunakan spekulum hidung.

Tampak pembengkakan septum berbentuk bulat dengan permukaan licin pada

kedua sisi. Identifikasi abses septum nasi sangat mudah bagi para ahli, tetapi

tidak jarang dokter gagal dalam mengamati keadaan ini. Karena kegagalan

dalam mengidentifikasi hematoma atau abses septum nasi cukup banyak, maka

diperlukan pemeriksaan intra nasal yang teliti. Jika penderita tidak kooperatif,

misalnya pada anak-anak, pemeriksaan dapat dilakukan dengan anestesi

umum.8

20
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, seluruh septum nasi harus diperiksa

dari kaudal septum nasi sampai nasofaring. Tampak pembengkakan unilateral

ataupun bilateral, mulai tepat di belakang kolumella meluas ke posterior

dengan jarak bervariasi. Perubahan warna menjadi kemerahan atau kebiruan

pada daerah septum nasi yang membengkak menunjukkan suatu hematoma.

Daerah yang dicurigai dipalpasi dengan forsep bayonet atau aplikator kapas

untuk memeriksa adanya fluktuasi dan nyeri tekan. Pada palpasi dapat

ditemukan nyeri tekan. Untuk memastikan abses septum nasi cukup dengan

aspirasi pada daerah yang paling fluktuasi. Diagnosis pasti adalah dengan

melakukan aspirasi, Pada aspirasi akan didapatkan pus pada abses septum nasi,

sedangkan dari hematoma septum nasi akan keluar darah.8

Beberapa penulis menyarankan tindakan rutin berupa aspirasi sebelum

diberikan tindakan operatif. Pus yang diperoleh sebaiknya diperiksakan di

laboratorium untuk menentukan jenis kuman dan tes sensitifitas terhadap

antibiotik. Selain bernilai diagnostik, aspirasi juga berguna untuk mengurangi

ketegangan jaringan di daerah abses septum nasi dan mengurangi kemungkinan

komplikasi ke intrakranial.8

L. PEMERIKSAAN PENUNJANG (8,9,11)

Pemeriksaan laboratorium darah akan menunjukkan leukositosis. Demam

atau peningkatan WBC bukanlah temuan konstan. dalam penelitian ini, 50%

pasien memiliki suhu rektal diatas 99.4 °F. Demikian pula, serum WBC

meningkat di atas 10,5 X 10³/ mm³ hanya 60% dari pasien. X-Ray tidak

21
membantu kecuali untuk menyingkirkan cedera tertentu. Ketika diambil

didapatkan massa jaringan lunak di fossa nassal dengan mudah dan disalah

artikan sebagai hidung tersumbat.8,11

Pemeriksaan foto rontgen sinus paranasal atau CT scan harus dilakukan

untuk mencari etiologi ataupun komplikasi.8

Gambar 5. CT-Scan dengan potongan axial menunjukkan adanya abses


septum pada kartilago di bagian anterior.9

M. PENATALAKSANAAN (8,11,12)

Abses septum nasi merupakan kasus emergensi yang harus ditangani

sesegera mungkin. Pertama kali disarankan untuk melakukan aspirasi jarum

sebelum melakukan insisi dan drainase abses, kemudian dikirim untuk

pewarnaan, kultur dan resistensi tes. Langkah selanjutnya adalah insisi dan

drainase. Beberapa peneliti menyarankan pemasangan drain untuk mencegah

reakumulasi pus dan peneliti lain menyarankan pemasangan tampon hidung.11

22
Insisi dapat dilakukan dengan anestasi lokal atau anestesi umum. Insisi

dilakukan 2 mm dari kaudal kartilago kira-kira perbatasan antara kulit dan

mukosa (hemitransfiksi) atau caudal septal incision (CSI) pada daerah sisi kiri

septum nasi. Septum nasi dibuka secara perlahan-lahan tanpa merusak

mukosa.8

Insisi di buat vertikal pada daerah yang paling berfluktuasi, diusahakan

sedekat mungkin dengan dasar hidung agar pus dapat keluar semua. Insisi

abses dapat unilateral atau bilateral, kemudian dilakukan evakuasi pus,

bekuan darah, jaringan nekrotik dan jaringan granulasi sampai bersih,

kemudian dilanjutkan dengan pemasangan drain. Drain yang dipasang dapat

berupa pipa (drain Penrose) yang dijahit pada tempat insisi atau drain dari

karet (gambar 3). Drain dipertahankan sampai 2-3 hari,namun jika drain

masih diperlukan dapat terus dipertahankan. Pada kedua rongga hidung

dipasang tampon anterior dan dipertahankan selama 2 sampai 3 hari. Bila pus

masih ada luka dibuka lagi.12

A B

Ga

mbar 6. A. Tehnik insisi abses septum B. Pemasangan drain Penrose12

Pemberian antibiotik spektrum luas untuk gram positif dan gram negatif

serta kuman anaerob dapat diberikan secara parenteral. Sebelum diperoleh hasil

23
kultur dan tes resistensi dianjurkan untuk pemberian preparat penisilin

intravena dan terapi terhadap kuman anaerob.12

Pada orang dewasa, didapatkan gram positif pada pewarnaan gram stain

smear maka pemberian dosis penisilin 6-8 mg/24 jam IV di bagi dalam 6 dosis,

sampai didapatkan kultur kembali. Jika terdapat gram negatif, maka pemberian

dosis ampicilin 6-9 mg/24 jam IV di bagi dalam 6 dosis. Pada pewarnaan gram

stain smear menunjukkan tidak terdapat organisme, maka pemberian dosis

optimal untuk orang dewasa adalah penisilin 6-8 mg/ 24 jam dalam 6 dosis

sampai hasil kultur negatif.11

Pada anak-anak, yang disebabkan oleh H. Influenzae, lebih optimal

diberikan penisilin semisintetic 200-300 mg/kgBB/hari dalam 6 dosis

parenteral dan chloramphnenicol 75-100 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis

parenteral sampai mendapatkan hasil kultur dan sensitivitas.11

Jika didapatkan pasien alergi terhadap penisilin, diberikan vancomycin 1-2

mg/24 jam atau erythromycin 4 mg/24 jam dalam 4 dosis, merupakan pilihan

antibiotik.11

Pada kasus tanpa komplikasi, terapi antibiotik parenteral diberikan selama

3-5 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral selama 7-10 hari. Bila terjadi

destruksi kartilago septum nasi maka rekonstruksi harus segera dilakukan

untuk mempertahankan punggung septum nasi dan mukosa septum,

menghindari perforasi dan mencegah kelainan perkembangan muka. Selain itu

sumber infeksi abses septum nasi juga harus diobati.12

24
N. KOMPLIKASI(8,12)

Deformitas dan gangguan fungsi hidung akibat abses septum nasi dapat

dibedakan dalam tiga proses di bawah ini yaitu Hilangnya sanggahan mekanik

dari kartilago piramid dan lobul, retraksi dan atrofi jaringan ikat dan gangguan

pertumbuhan hidung dan muka bagian tengah. Selain kosmetik, abses septum

nasi dapat juga menimbulkan komplikasi yang berat dan berbahaya bila terjadi

penjalaran infeksi ke intrakranial berupa meningitis,abses otak dan empiema

subaraknoid. Penjalaran ke intrakranial dapat melalui berbagai jalan.8

1. Pertama melalui pembuluh-pembuluh vena dari segitiga berbahaya, yaitu

daerah di dalam garis segitiga dari glabela ke kedua sudut mulut. Vena-vena

tersebut melalui vena angularis, vena oftalmika, vena etmoidalis, yang akan

bermuara di sinus kavernosus.8

2. Kedua, infeksi masuk melalui mukosa hidung kemudian melalui pembuluh

limfe atau pembuluh darah bermuara di sinus longitudinal dorsalis dan sinus

lateralis.8

3. Ketiga, melalui saluran limfe dari meatus superior melalui lamina

kribriformis dan lamina perpendikularis os etmoid yang bermuara ke ruang

subaraknoid. Keempat, invasi langsung dapat terjadi pada saat operasi, erosi

lokal diduga dapat juga merupakan jalan atau kebetulan ada kelainan

kongenital. Kelima, selubung perineural diduga dapat juga merupakan

jalannya penjalaran infeksi, dalam hal ini selubung olfaktorius yang menuju

intrakranial melalui lamina kribriformis. Penjalaran infeksi ke organ-organ

25
disekitar hidung dapat juga melalui saluran limfe dan selubung saraf

olfaktorius sehingga terjadi infeksi ke orbita dan sinus paranasal.8

4. Invasi langsung dapat terjadi pada saat operasi, erosi lokal diduga dapat juga

merupakan jalan atau kebetulan ada kelainan kongenital.8

5. Selubung, perineural diduga dapat juga merupakan jalannya penjalaran

infeksi, dalam hal ini selubung olfaktorius yang menuju intrakranial melalui

lamina kribriformis.8

Nekrosis kartilago septum sering menyebabkan depresi pada dorsum

kartilaginosa di area supratip dan mungkin memerlukan rhinoplasti 2-3 bulan

kemudian. Nekrosis penutup septum dapat menyebabkan perforasi septum.

Meningitis dan trombosis sinus kavernosus setelah abses septum meskipun

jarang terjadi akhir-akhir ini, dapat menjadi komplikasi serius.12

BAB III

KESIMPULAN

Abses septum nasi adalah pus yang terkumpul di antara tulang rawan

dengan mukoperikondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum yang

26
melapisinya. Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Lokasi yang paling

sering ditemukan adalah pada bagian anterior tulang rawan septum.

Gejala abses septum ialah hidung tersumbat progresif disertai dengan rasa

nyeri berat, terutama di puncak hidung dan juga terdapat keluhan demam dan

sakit kepala. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik.

Penatalaksaan dari septum nasi adalah melakukan aspirasi jarum,

kemudian dikirim untuk pewarnaan, kultur dan resistensi tes serta pemberian

antibiotik spektrum luas.

Komplikasi dari abses septum bisa terjadi deformitas dan gangguan pada

fungsi hidung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Naik M Sudhir; Sarika Sudhir Naik. 2010. Nasal Septal Abcess: A

Retrospective Study Of 20 Cases In KGV Medical Collage And Hospital,

27
Sullia. Clinical Rhinology : An International Journal. Diunduh tanggal 02

maret 2020.

2. Adnane C, dkk. 2015. Unusual Spontaneous Nasal Septal Abscess. Journal

of Case Reports and Studies. Department of ENT, 20 Aout hospital, Ibn

Rochd University Hospital, Casablanca, Morocco. Diunduh tanggal 02

maret 2020.

3. Soepardi Arsyad, et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher, edisi 6. FKUI: Jakarta. Hal 104-105

4. Kirschner G Celeste. Netter’s atlas of human anatomy. Head and neck


chapter. Page 37-38. Netter images.
5. Adams Bojoes. 2009. Buku ajar penyakit THT:Jakarta: Kedokteran EGC.

6. Dr. Andrina Yunita Murni Rambe. 2003. Rhinitis Vasomotor. Bagian

THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh

tanggal 02 maret 2020.

7. Punagi Abdul Qadar. 2017. Penanganan Komplikasi Abses Septum Nasi

dengan Septorinoplasty Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok, Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin. Diunduh tanggal 02 maret 2020.

8. Bestari Jaka Budiman dan Jon Prijadi. Diagnosis dan Penatalaksanaan

Abses Septum Nasi. Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas Padang. Diunduh tanggal 02 maret 2020.

9. Chung Joseph Chun-Kit , Athena Ting-Ka Wong, Wai-Kuen Ho. 2013.

Spontaneous Nasal Septal Abscess Presenting as Complete Nasal

28
Obstruction. Division of Otorhinolaryngology, Head & Neck Surgery,

Department of Surgery,

10. Nwosu N Jones, Nnadede C Peter. 2015. Nasalseptal hematom abcess,

management outcome in a tertiary hospital of developing country. J

NCBI;9;1017-1021

11. Ambus S Peter, dkk. Management of nasal septal abcess. Laringoscope.

Hal 579.

12. Puspa Z dan Wulandari Rini. Penatalaksanaan Abses Septum Nasi

Odontogenik. Bagian IKTHT-KL Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang. Diunduh tanggal 02 maret 2020.

29

Anda mungkin juga menyukai